Program-program Pemberdayaan Strategi dan Kegiatan Pimpinan Pus at ‘Aisyiyah dalam Pemberdayaan

b Pelatihan Manajemen Ruhaniyah „Aisyiyah MRA 65 Kegiatan ini masih terbilang baru dalam rangka merespon berkembangnya kegiatan manajemen kalbu yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya dengan menampilkan proses kematian yang kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga para peserta menangis histeris. Pandangan Muhammadiyah hal ini bertentangan dengan ajaran Islam. 66 Maka atas dasar inisiatif para pengurus „Aisyiyah dalam melihat fenomena ini tergerak untuk membuat kegiatan manajemen rohani. 67 ”Kegiatan Manajemen Ruhani ‟Aisyiyah merupakan pelatihan khusus dan fungsional yang dimaksudkan agar peserta memiliki kemampuan mengelola potensi-potensi ruhaniyah manusia, agar dapat berkembang secara optimal dan seimbang, sebagai pendukung dalam menunaikan tugas kepemimpinan. ” 68 c Pelatihan dan Pembinaan Keluarga Sakinah Peran perempuan di ruang publik, tidak terkecuali menjadi politisi tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan keluarga. Bagaimanapun juga peran perempuan sebagai istri dan ibu harus dapat pula dijalankan sebaik-baiknya di dalam kehidupan berumahtangga. „Aisyiyah telah memahami akan persoalan tersebut, peran perempuan dalam politik secara hukum baca: UU sudah tidak ada lagi, namun terkadang hambatan tersebut datang dalam ranah domestik baca: rumahtangga. 69 Maka dalam menjawab dan menyelesaikan persoalan tersebut Pimpinan Pusat „Aisyiyah terus menggalakkan pelatihan dan 65 Untuk masyarakat umum kegiatan ini dinamakan Manajemen Ruhaniyah Islam 66 Wawancara Pribadi dengan Dra. Hj. Siti Aisyah, M.Ag. 67 Ibid 68 Laporan Kegiatan Pimpinan Pusat „Aisyiyah Majelis Pembinaan Kader Periode 2005- 2010, disampaikan pada Muktamar „Aisyiyah ke 46. Yogyakarta, 3-8 Juli 2010 69 Wawancara Pribadi dengan Dra. Tri Hastuti Nur Rochima, M.Si. pembinaan keluarga sakinah bagi perempuan agar mereka tidak kebablasan dalam berkarier sehingga melupakan perannya di dalam keluarga serta terbangun kepercayaan dari suami. Kegiatan ini terformat dalam bentuk kegiatan pengajian-pengajian dan khalaqoh dan masih bagian dari sistem perkaderan khusus. Perlu diketahui saat jumlah kelompok pengajian‟Aisyiyah sebanyak 12.149 tersebar di seluruh Indonesia. 70 Tri Widia Astuti, salah satu mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pernah mengikuti pelatihan keluarga sakinah. Perempuan yang akrab disapa Widia ini menuturkan pengalamannya selama mengikuti pelatihan keluarga sakinah yang diselenggarakan di kampusnya. Materi yang disampaikan seputar akhlak dalam bergaul, berpakaian, serta diberikan pemahan keagamaan yang rutin kita jalani sehari-hari, seperti cara berwudhu dan shalat yang langsung dipraktekkan pada saat acara. Widia juga merasa selama ini cara dia berpakaian dan bergaul tidak sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Selain itu, melalui pelatihan keluarga sakinah, mengetahui hak dan kewajiban seorang istri dan suami sejak dini. Pada tanggal 20 sd 21 Desember 2008, Pimpinan Pusat ‟Aisyiyah yang terangkum dalam Divisi Pengembangan Keluarga dan Masyarakat bekerja sama dengan Departemen Agama mengadakan pelatihan kesetaraan gender secara berjenjang pra nikah dan pasca nikah. Kegiatan ini terus dipantau selama tiga bulan untuk melihat perkembangan dan aplikasinya di masyarakat. 70 http:aisyiyah.or.iddepartemensview18 diakses pada tanggal 12 April 2011 d Kajian-kajian „Aisyiyah bersama Muhammadiyah tergerak untuk melakukan kajian- kajian tafsir ayat-ayat al- qur‟an dan hadits yang terkait dengan peran perempuan di ruang publik. Kegiatan ini mengkaji ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang berkaitan dengan perempuan di ruang publik, termasuk hukum perempuan menjadi kepala negara dalam ajaran Islam. Seperti yang ditulis oleh Yunahar Ilyas dalam Jurnal Tarjih dan Pemikiran Islam mengkaji tentang ayat-ayat yang biasa dipakai untuk melegitimasi peran perempuan di ruang publik. 71 Surat An-Naml ayat 20-24 menceritakan tentang Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis, seorang perempuan yang memimpin Kerajaan Saba‟. Surat Al-Qashas ayat 23 mengkisahkan Nabi Musa dengan dua putri Nabi Syu‟aib di Madyan yang sedang menunggu giliran menimba air untuk minum hewan ternak mereka. Memelihara dan memberi minum ternak termasuk pekerjaan perempuan di ruang publik. Serta Surat An-Nahl ayat 97 lebih memperjelas lagi memberi kesempatan dan menghargai laki-laki dan perempuan untuk melakukan amal saleh. Selain mengkaji ayat-ayat yang membolehkan peran perempuan di ruang publik, jurnal tersebut juga mengkaji ulang ayat yang biasa dipakai oleh golongan yang berpendapat perempuan tidak boleh menjadi kepala negara. Surat An-Nisa ayat 34 yang artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain perempuan, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan 71 Yunahar Ilyas, “Problematika Kepemimpinan Perempuan dalam Islam, “ Jurnal Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, Edisi ke-3 Januari 2002: h. 64 sebagian harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, 72 maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. Ayat di atas dijadikan keabsahan untuk menolak perempuan sebagai kepala negara karena laki-lakilah yang menjadi pemimpin perempuan. Argumen ini dalam pandangan Yunahar Ilyas tidak bisa diterima karena secara keseluruhan ayat ini berbicara dalam konteks kerumahtanggaan. Ayat tersebut mengajarkan bagaimana menghadapai istri yang nusyuz yang tidak mungkin berlaku untuk konteks yang lain selain rumah tangga. 73 Reinterprestasi ayat-ayat Al- Qur‟an dan Hadits bertujuan agar terbangunnya kesadaran perempuan dari kesadaran magis, naif menjadi kesadaran kritis. 74 Paradigma perempuan yang tidak boleh berperan di ruang publik terlebih politik yang tertuang dalam wahyu- wahyu Tuhan menjadi terbantahkan setelah dilakukan kajian ulang terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan itu. Proses penyadaran ini merupakan salah satu komponen dari manajemen pemberdayaan. 75 Selain mengkaji ayat-ayat al-quran dan hadis terdapat pula kajian-kajian umum lainnya yang pernah dilakukan oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah 72 Nusyuz berarti pembangkangan atau ketidaktundukan, lihat Musdah Mulia, Nusyuz Pembangkangan Terhadap Perintah Tuhan, Bukan terhadap Perintah Suami diakses pada 13 April 2011 dari http:majalahtantri.wordpress.com20090121nusyuz-pembangkangan- terhadap-perintah-tuhan-bukan-terhadap-perintah-suami, 73 Yunahar Ilyas, “Problematika Kepemimpinan Perempuan dalam Islam”, h. 70 74 Wawancara Pribadi dengan Dra. Tri Hastuti Nur Rochima, M.Si 75 lihat Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, Bandung: Alfabeta: 2007, h 37 salah satunya “Menyoal Keberpihakan Sistem Pemilu 2009 dalam Meningkatkan Kualitas Demokrasi dan Memperjuangkan Aspirasi Masyarakat”. Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran, wawasan, dan partisipasi warga „Aisyiyah khususnya, umat dan masyarakat dalam dinamika kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara menuju kehidupan yang demokratik. 76 Seperti yang diungkapkan oleh Kindervarter bahwa pemberdayaan merupakan proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan bangkitnya kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. 77 e Workshop dan Seminar Sistem pilkada secara langsung memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang mempunyai komitmen terhadap masyarakat dan perempuan. Berangkat dari persoalan tersebut Pimpinan Pusat „Aisyiyah merasa perlu adanya pengawalan dalam proses demokrasi langsung tersebut. Maka LPPA Lembaga Pengkajian dan Pengembangan „Aisyiyah turut serta mengambil peran dalam proses pilkada dengan memberdayakan pemilih agar menjadi pemilih cerdas pada saat pilkada serta terus mampu mengawalnya hingga pasca pilkada. Berikut beberapa kegiatan workshop yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah dalam merespon sistem pemilihan secara langsung: 76 Laporan Kegiatan Pimpinan Pusat „Aisyiyah Bidang Pendidikan Politik dan Pengembangan Masyarakat 2005- 2010, disampaikan pada Muktamar „Aisyiyah ke 46. Yogyakarta, 3-8 Juli 2010 77 Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, Bandung: Alfabeta, 2007, h.77 1 Bekerjasama dengan beberapa pihak UNDP, TAF, USAID untuk pendidikan politik dan diskusi politik bagi calon anggota legislatif perempuan. 78 2 Bekerjasama dengan Pusat Studi Wanita Universitas Muhammadiyah Malang mengadakan Seminar Pendidikan Politik Perempuan. 79 3 Workshop Pendidikan Politik Pemilih Kritis PWA Jabar. Narasumber: Dra. Siti Noordjannah Djohantini, MM, M.Si, Chamamah, Mahsunah, Hadiroh, Khusnul, dan Tri. Pada 19-21 Maret 2008 di Akper- Akbid „Aisyiyah Bandung-Jawa Barat. 80 4 Workshop isu-isu lokal pilkada Kota Yogyakarta dan Strategi Sosialisasi menjadi Pemilih Cerdas. Narasumber: Drs. Bambang Purwoko, MA. 81 f Penerbitan Buku Gerakan „Aisyiyah dalam pemberdayaan politik perempuan tidak hanya meluas dalam segala bentuk program dan kegiatan melalui pelatihan- pelatihan, workshop, seminar sebagai bentuk pendidikan politik perempuan baik sebagai pemilih dan dipilih dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia. Penerbitan buku-buku juga menjadi bagian penting dalam memberikan wawasan kepada masyarakat khususnya kaum perempuan, karena tidak semua dapat berpartisipasi dalam kegiatan workshop dan seminar yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat 78 Laporan Pimpinan Pusat „Aisyiyah Periode 2000-2005, disampaikan pada Muktamar „Aisyiyah ke-45 di Malang 79 Ibid 80 Laporan Pelaksanaan Program Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat „Aisyiyah Tahun 2005 - 2008 81 Ibid „Aisyiyah. Berdasarkan data yang dihimpun dari website Pimpinan Pusat „Aisyiyah, berikut beberapa buku yang telah diterbitkan oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah yang berkaitan dengan pemberdayaan politik perempuan: Apresiasi Politik Pemilih Perempuan Pemula 2004, Modul Peningkatan Kemampuan Pengelola PengajianMajelis Taklim Perempuan Berbasis Kerukunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Berperspektif Gender 2009, Panduan Menjadi Pemilih Kritis Pilkada Kota Yogyakarta 2006 2006, Tanya-Jawab Pemilu 2004 dan Visi Pendidikan Pemilih Aisyiyah 2004, Panduan Pemilu 2004 untuk Muballighat Aisyiyah 2004 g Pendidikan Gerakan „Aisyiyah di bidang pendidikan telah menghasilkan tidak sedikit sekolah, perguruansekolah tinggi dan pesantren dan sebagainya yang didirikannya. Amal usaha „Aisyiyah saat ini yang bergerak di pendidikan berjumlah 4.560 yang terdiri dari Kelompok Bermain, Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-Kanak, Tempat Penitipan Anak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan lain-lain. 82 Potensi tersebut tidak sia- siakan oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah untuk memberdayakan kaum perempuan. Majelis Pemb inaan Kader Pimpinan Pusat „Aisyiyah mengambil peranan ini untuk mendidik siswa maupun mahasiswi yang menimba ilmu di amal usaha „Aisyiyah. Kaderisasi salah satu faktor utama dalam menunjang keberlanjutan organisasi agar tetap eksis dan bertahan. Kaderisasi tidak sekedar mencari orang-orang atau individu semata namun penanaman keterampilan 82 http:www.aisyiyah.or.idmodulesview11 di akses pada 25 November 2010 kepemimpinan dan ideologi juga menjadi faktor penting agar tujuan organisasi tidak berpindah haluan dari yang dicita-citakan oleh pendirinya dan harapan masyarakat. Menyoal permasalahan tersebut, maka Pimpinan Pusat „Aisyiyah perlu mengadakan perkaderan khusus melalui pondok pesantren dan sekolah kader. Program ini secara umum bertujuan agar perempuan memiliki kemampuan kepemimpinan sehingga dapat berperan di ruang publik, namun tidak bisa dipungkiri pula tujuan internalnya adalah lahirnya calon generasi pimpinan „Aisyiyah. ”Pondok pesantren dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan kualitas keislaman dan kepemimpinan siswi dan mahasiswi dari sekolah menengah dan PT Muhammadiyah ‟Aisyiyah maupun siswi dan mahasiswi keluarga Muhammadiyah ‟Aisyiyah atau masyarakat pada umumnya. ” 83 ”Sekolah kader yang dikembangkan adalah Sekolah Kader tingkat Pendidikan Menengah dan Tingkat Pendidikan Tinggi. Dalam sekolah kader dilaksanakan kegiatan pembinaan maupun pelatihan kepemimpinan. Yang termasuk dalam kategori Sekolah Kader, misalnya Madrasah Mu‟allimat untuk tingkat menengah dan STIKES „Aisyiyah Yogyakarta untuk tingkat Pendidikan Tinggi. ” 84 Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan kepedulian Pimpinan Pusat „Aisyiyah terhadap perempuan. Sejak dini siswi-siswi diajarkan dan dilatih kepemimpinan, telah dilatih untuk tampil di ruang publik. Mereka mendapatkan pembinaan kepemimpinan melalui 1 Latihan Khitobah, yaitu latihan berbicara di depan umum, baik sebagai pembawa acara, pemberi sambutan, maupun penceramah 85 2 Latihan muhadarah diskusi yaitu latihan melaksanakan diskusi baik sebagai penyelenggara, moderator, peserta aktif maupun presentator 3 Kajian Bulanan dengan 83 Lihat Sistem Perkaderan „Aisyiyah, PP „Aisyiyah 84 Ibid 85 Kegiatan ini diperuntukkan bagi siswa kelas dua. tema kepemimpinan muslimah dan masalah-masalah aktual kepemimpinan. 86 h Kampanye Pimpinan Pusat „Aisyiyah juga melakukan kampanye sebagai bentuk pendidikan politik perempuan. Aksi turun ke jalan, penyebaran poster- poster, stiker tidak luput digunakan oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah dalam meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. 87 Kegiatan „Aisyiyah dalam pemberdayaan politik perempuan sebelum reformasi tidak secara langsung mengarah ke pemberdayaan perempuan di bidang politik. Melalui pengajian- pengajian „Aisyiyah para perempuan diajarkan untuk menjadi individu yang kritis. Ibu Latifah Iskandar menuturkan pengalamannya selama menjadi anggota dan pengurus „Aisyiyah bahwa selama di „Aisyiyah sudah terbiasa berpikir secara nasional dan kemudian mengambil kebijakan, kemampuan kepemimpinan, menganalisa sosial, penggerak di masyarakat, berpikir strategis dan tekhnis, kesemuanya di dapatkan selama menjadi pengurus „Aisyiyah sejak tahun 1990. Kemampuan dan pengalaman di atas menurutnya belum tentu didapatkan di organisasi lainnya, karena jaringan „Aisyiyah yang sudah menyebar ke pelosok tanah air. Kemampuan dan pengalamannya tersebut telah mengantarkannya menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009. Demikian pemaparan di atas mengenai strategi dan kegiatan Pimpinan „Aisyiyah dalam pemberdayaan perempuan yang terformat dalam beberapa program dan terhimpun dalam program kerja masing-masing lembaga yang 86 Kajian bulanan dirancang selama 10 kali tatap muka dan diperuntukkan bagi siswa kelas dua. 87 Wawancara Pribadi dengan Dra Latifah Iskandar, Yogyakarta , 14 April 2011. terdapat dalam struktur kepengurusan Pimpinan Pusat „Aisyiyah. Kegiatan Pimpinan Pusat „Aisyiyah dalam meningkatkan kesadaran perempuan akan perannya di ruang publik mencakup segala aspek pembahasan. Mulai dari memberikan pemahaman agama tentang peran perempuan di ruang publik, membina keluarga sakinah agar tidak terjadi konflik peran perempuan sebagai ibuistri, pendidikan politik bagi perempuan, pelatihan kepemimpinan bagi perempuan sebagai aspek utama dalam politik yakni kepemimpinan, menerbitkan buku-buku yang terkait dengan perempuan dan politik dan sebagainya.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pemberdayaan Politik Perempuan

1. Faktor-faktor Pendukung Selain faktor-faktor penghambat seperti yang telah dijelaskan di atas tadi tentu ada pula faktor-faktor pendukung dalam kegiatan yang selama ini dijalankan oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah. Berikut di bawah ini faktor-faktor pendudukung tersebut: a Struktural, yang dimaksud struktural ini adalah undang-undang. Tanpa disertai dukungan dari pemerintah yakni peraturan tentang kuota perempuan yang tertuang dalam UU Pemilu dan Partai Politik tentu kegiatan yang selama ini telah dijalankan akan menjadi sia-sia karena tidak dapat diaplikatifkan sehingga animo perempuan untuk menjadi peserta dalam kegiatan ini juga rendah. 88 b Kepercayaan, tanpa adanya kepercayaan tidak akan ada pemberian bantuan finansial dari pihak pendonor kepada Pimpinan Pusat „Aisyiyah 88 Wawancara Pribadi dengan Dra. Tri Hastuti Nur Rochima, M.Si. dalam bekerjasama menyelenggarakan serangkaian kegiatan pemberdayaan politik perempuan. 89 c Jaringan, organisasi Aisyiyah yang telah tersebar kepelosok tanah air menjadi bagian yang mendukung Pimpinan Pusat „Aisyiyah dalam menyelenggarakan serangkaian program. Kepengurusan „Aisyiyah mulai dari tingkatan provinsi Pimpinan Wilayah, kabupaten atau kota Pimpinan Daerah, DesaKelurahan Pimpinan Ranting menjadi kekuatan basis pergerakkan dalam menyukseskan program. 90 d Sumber Daya Manusia, ketersediaan para tokoh di internal „Aisyiyah dan Muhammadiyah sebagai pembicara untuk mengisi kegiatan-kegiatan. Menghadirkan tokoh „Asiyiyah dan Muhammadiyah merupakan strategi yang cerdas untuk memberikan motivasi kepada peserta pelatihan. 91

2. Faktor-faktor Penghambat

Perjalanan Pimpinan Pusat „Aisyiyah dalam memberdayakan kaum perempuan untuk berkiprah di ruang publik bukan berarti tanpa hambatan- hambatan. Peran sosial perempuan dalam ruang publik dan politik adalah salah satu diantaranya bukan persoalan yang mudah untuk dijalankan. Berikut faktor- faktor penghambat dalam pemberdayaan politik perempuan yang ditemukan dalam pelaksanaannya oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah: 1 Domestik rumahtangga, menjadi faktor pertama yang masih dialami perempuan. Mendapatkan izin suami, mengasuh anak, menjadi persoalan utama yang terlebih dahulu diselesaikan dalam menjalankan perannya sebagai 89 Laporan Pimpinan Pusat „Aisyiyah Periode 2000-2005, disampaikan pada Muktamar „Aisyiyah ke-45 di Malang dan Laporan Pimpinan Pusat „Aisyiyah Periode 2005-2010, disampaikan pada Muktamar „Aisyiyah ke-46 di Yogyakarta 90 Wawancara Pribadi dengan Dra Latifah Iskandar. 91 Wawancara Pribadi dengan Dra. Hj. Siti Aisyah, M.Ag. ibu. Sehingga tidak bisa hadir dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. 92 2 Waktu, ketersediaan waktu yang dimiliki panitia dan pengurus sangat sedikit sehingga berimbas pada jadwal kegiatan. Salah satunya, Program Baitul Arqam yang berlangsung sekitar 1-3 hari. Menurut Ibu Aisyah dan Widia, waktu ini dirasa kurang intensif agar materi yang disampaikan dapat lebih mendalam agar lebih dipahami oleh peserta. 93 3 Rangkap jabatan, Pengurus Pimpinan Pusat „Aisyiyah banyak yang beraktivitas sebagai dosen, guru, anggota dewan dan sebagainya. Tidak sedikit pengurus Pimpi nan Pusat „Aisyiyah yang rangkap jabatan dan beraktivitas di organisasi luar. Hal ini menjadi persoalan yang klasik dan serius untuk dicari jalan keluarnya mengenai pengurus yang rangkap jabatan. Sehingga tidak berlebihan bila ini pernah dibahas dalam Mukt amar „Aisyiyah ke-44 tahun 2005 yang lalu di Jakarta. 94 4 Minat perempuan, karakter dunia politik yang selama ini identik dengan dengan maskulinitas. Maka hal ini menjadikan kurangnya minat perempuan terhadap politik. 95 92 Wawancara Pribadi dengan Dra. Tri Hastuti Nur Rochima, M.Si. 93 Wawancara Pribadi dengan Dra. Hj. Siti Aisyah, M.Ag. 94 Laporan Pimpinan Pusat „Aisyiyah Periode 2000-2005, disampaikan pada Muktamar „Aisyiyah ke-45 di Malang 95 Wawancara Pribadi dengan Dra Latifah Iskandar. 69

BAB IV PENUTUP

“Aisyiyah seperti negara di atas negara karena mengurusi semua kehidupan masyarakat Latifah Iskandar ”

A. Kesimpulan

Kelahiran ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan muslim merupakan suatu bentuk pembaharuan Islam dalam merubah paradigma perempuan yang harus di dapur saja. KH Ahmad Dahlan mendirikan ‘Aisyiyah menilai bahwa perempuan juga mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menegakkan amal ma’ruf nahi munkar. Dalam tesis Rita Pranawati yang berjudul The Idea of Female Leadership Among Muhammadiyah Elite Members After The 45 th National Conference 2005, Muhammadiyah cukup responsif terhadap kemajuan perempuan dan penerimaan keberadaan perempuan untuk menjadi pemimpin dalam kultur Muhammadiyah. Hasil temuan dalam skripsi menambahkan pula bahwa keberadaan pemimpin perempuan tidak hanya dalam tubuh organisasi Muhammadiyah, namun di luar itu Muhammadiyah dan juga ‘Aisyiyah berpandangan bahwa tidak ada larangan dalam ajaran Islam bagi perempuan untuk menjadi anggota dewan, kepala daerah bahkan kepala negara sekalipun. Kiprah perempuan yang berperan di ruang publik bagi ‘Aisyiyah perempuan tersebut harus tetap dapat membagi perannya di ruang domestik. Peran perempuan sebagai ibu dan istri yang baik haruslah dijaga agar tidak