Perkembangan Struktur Organisasi ‘Aisyiyah

nasional, Wilayah setingkat propinsi, Daerah setingkat kabupatenkota, Cabang setingkat kecamatan, dan Ranting setingkat desakelurahan. 14  Pada tahun 1968 dalam Muktamar Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta status „Aisyiyah didewasakan menjadi Pimpinan Pusat „Aisyiyah dan sampai saat ini. Sejak berstatus PIMPINAN PUSAT „Aisyiyah berkantor di Yogyakarta dan diketuai oleh Prof. Dra. Hj.Baroroh Baried. 15  Pada Muktamar Muhammadiyah tahun 2000 di Jakarta, kemudian dimantapkan lagi pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang. Posisi „Aisyiyah ditingkatkan lagi menjadi Organisasi Otonom Khusus yang berarti organisasi ini diberikan keluesan dalam mengelola amal usaha tertentu seperti yang telah dikembangkan oleh Muhammadiyah. 16 Demikian dinamika perjalanan perkembangan posisi dan struktur „Aisyiyah yang awal mulanya hanya sekedar bagian dari Muhammadiyah namun dalam perkembangan selanjutnya organisasi ini merupakan organisasi otonom dan setelah itu menjadi organisasi otonom khusus Muhammadiyah. Sebagai organisasi yang memiliki posisi berbeda dengan organisasi otonom Muhammadiyah lainnnya seperti Nasiyatul Muhammadiyah NA, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah IMM, Ikatan Pelajar Muhammdiyah IPM, Pemuda Muhammadiyah, dsb. Haedar Nashir mengungkapkan bahwa keotonoman tidak lantas menghilangkan relasi-relasi struktural yang fungsional yakni saling terkait dalam 14 Ibid., h. 357 15 M ahasri Shobahiya dkk, Studi Kemuhammadiyahan, h. 119 16 Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, h. 357 menjalankan fungsinya masing- masing. Walaupun „Aisyiyah sebagai organisai otonom khusus, berbeda dengan organisasi otonom lainnya dalam Muhammadiyah namun harus tetap berada dalam koridor sistem Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi induknya 17 . 3 . Kiprah dan Perjuangan ‘Aisyiyah Pemerintah Republik Indonesia mengangkat KH Ahmad Dahlan menjadi Pahlawan Nasional merupakan hal yang tidak berlebihan. Kyai Dahlan mampu menjawab tantangan zaman dan pembaharu bagi pergerakan Islam di tanah air. Di saat masyarakat kita masih menganggap perempuan tempatnya di dapur dan bukan di luar baca: masyarakat, dengan keberanian dan wawasan luas yang dimilikinya , Kyai Dahlan mendirikan „Aisyiyah yang semula merupakan kelompok pengajian putri. Kyai Dahlan mengajarkan mereka ilmu agama dan umum. Selain itu, disaat perempuan-perempuan tidak bisa keluar untuk bersekolah seperti yang dialami oleh Kartini namun Kyai Dahlan mendirikan sekolah dan asrama putri, hal ini tentu merupakan hal yang sangat langka dan nyeleneh pada zamannya namun sangat progresif. Kartini berontak karena tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena tidak diijinkan untuk keluar rumah, namun Kyai Dahlan mendirikan asrama putri, jadi perempuan-perempuan tidak hanya keluar dari rumahnya namun sudah hidup di luar rumah untuk menimba ilmu. Sejak „Aisyiyah didirikan oleh Kyai Dahlan sebagai pembaharuan gerakan perempuan di ruang publik, telah terbukti banyak mengukir prestasi dan keberhasilan dalam meningkatkan peran perempuan di ruang publik. Dalam kurun waktu dua tahun saja 1917 „Aisyiyah telah mampu mendirikan Taman Kanak- 17 Ibid., h. 357 Kanak pertama di Indonesia bernama Frobel dan sekarang menjadi Taman Kanak- Kanak „Aisyiyah Busthanul Atfhal. Tahun 1923 organisasi ini melakukan gerakan pemberantasan buta huruf Arab dan Latin, yang kemudian dikembangkan menjadi Sekolah Maghribi atau Maghribis Scholl AMS. 18 Gerakan „Aisyiyah tidak hanya di bidang pendidikan saja namun juga mencakup bidang-bidang yang lain. Organisasi „Aisyiyah berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan di bidang kesehatan, sosial dan ekonomi . Namun agar tidak kehilangan informasi dalam isu-isu nasional dan strategis. sebagai bentuk responsivitas, salah satunya isu politik perempuan, seperti yang dibahas dalam tulisan ini. Hal ini dik arenakan „Aisyiyah adalah organisasi masyarakat yang tidak berkonsentrasi dalam kegiatan politik, sama seperti induknya, Muhammadiyah. Maka tujuan „Aisyiyah sama dengan tujuan Muhammadiyah, yaitu ”Tegaknya agama Islam dan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya ” 19 Adapun dalam mencapai tujuannya tersebut, „Aisyiyah menyusun beberapa program antara lain: 1 Pembinaan Keluarga Sakinah, menyampaikan dakwah yang ditekankan pada konsep keluarga sejahtera berdasarkan Islam 2 Qoryah Thoyyibah, yakni suatu model pengembangan masyarakat dengan pendekatan mengerahkan seluruh sumber daya fisik dan insani dari desa yang diberdayakan, 3 Pembinaan Muallaf dan Dhuafa, yakni pembinaan pada orang- orang atau masyarakat yang lemah iman dan lemah ekonomi, 4 Kesejahteraan Sosial, pembinaan dengan cara memberikan santunan kepada anak-anak yatim, pembinaan anak asuh, pemberian bantuan pendidikan dsb, 5 Bimbingan Calon Haji, yakni memberikan bimbingan pada umat Islam yang akan menunaikan 18 Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, h. 357 19 Pimpinan Pusat „Aisyiyah, Anggaran Dasar dan Rumah Tangga ‘Aisyiyah , Yogyakarta: PP „Aisyiyah, 2002 h 9 ibadah haji, 6 Mendirikan Taman Kanak- Kanak ‘Aisyiyah Busthanul Atfhal, saat ini „Aisyiyah telah memiliki 3350 sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, 7 Mendirikan Badan Kesehatan, seperti mendirikan Balai Kesehatan Ibu dan Anak BKIA dan Sekolah Bidan atau Akademi Keperawatan untuk mencukupi tenaga kesehatannya, 8 Peningkatan taraf hidup dan pendapatan keluarga, dalam kegiatan ini „Aisyiyah mendirikan Badan Usaha Ekonomi Keluarga atau biasa disebut BUEKA, 9 Pengkaderan¸ seperti umumnya setiap organisasi diperlukan generasi penerus dalam melanjutkan perjuangannya. „Aisyiyah menggantung kaderisasi organisasinya dengan munculnya kader dari Nasyi‟atul „Aisyiyah dan Mu‟allimat Muhammadiyah. 20 Demikian beberapa tujuan „Aisyiyah yang teraplikasikan dalam beberapa kegiatannya. Selain itu, „Aisyiyah juga memiliki tugas dan peran sebagai berikut: 21 1. Membimbing dan menyadarkan perempuan dalam beragama dan berorganisasi. 2. Menghimpun perempuan-perempuan Muhammadiyah untuk turut serta menyalurkan dan menggembirakan amalan-amalannya. Eksistensi „Aisyiyah yang terus melaju dan berkembang hingga saat ini, merupakan buah prestasi yang perlu mendapatkan acungan jempol. Sejak pertama didirikan, pada masa penjajahan dan masih tetap eksis pada masa kemerdekaan saat ini. „Aisyiyah pun telah memiliki modal besar dalam mengantisipasi perubahan sosial, ekonomi dan politik di era globalisasi saat ini antara lain: 1 Usia „Aisyiyah yang telah menjelang satu abad, mampu melewati fase penjajahan, 20 M. Yunan Yusuf dkk, ed, Ensiklopedia Muhammadiyah, h. 15 21 Mahasri Shobahiya dkk, Studi Kemuhammadiyahan, 7 th ed, h. 120 kemerdekaan, pembangunan dan reformasi, 2 Gerakan „Aisyiyah yang telah menjangkau ke pelosok tanah air, 3 Amal usaha „Aisyiyah yang hampir meliputi segala bidang kehidupan pendidikan, ekonomi, kesehatan, 4 „Aisyiyah memiliki sumber daya manusia yang banyak dan berkualitas. 22 Kelahiran „Aisyiyah dalam mengangkat kehidupan perempuan agar keluar dari domestifikasi yang telah dibuat oleh budaya dan lingkungan masyarakat telah berhasil. Amal usaha dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya menjadi salah satu ukuran dari keberhasilan tersebut. Perkataan KH Ahmad Dahlan kepada murid- muridnya bahwa urusan dapur bukan faktor penghambat bagi perempuan dalam menghadapi masyarakat telah terbukti, bahwa perempuan juga bisa berbakti kepada masyarakat, bahwa perempuan juga memiliki peranan sosial.

B. Pandangan ‘Aisyiyah Tentang Politik Perempuan

Usia „Aisyiyah yang saat ini sudah menjelang satu abad yang lahir sebelum republik ini berdiri telah memiliki banyak pengalaman dalam mengabdi kepada masyarakat. Organisasi „Aisyiyah telah berhasil melewati fase-fase perkembangan dan sejarah Indonesia, sejak masa penjajahan oleh Belanda, Jepang, kemudian era orde baru dan reformasi saat ini. Kelahiran „Aisyiyah tidak bisa dilepaskan dari harapan dan tujuan agar kaum perempuan dapat berkiprah di ruang publik, namun bukan berarti harus mengabaikan wilayah domestik kerumahtanggaan. „Aisyiyah sebagai organisasi kemasyarakatan yang bernaung dengan organisasi induknya Muhammadiyah tentu tidak terlibat lebih jauh dalam 22 M. Yunan Yusuf dkk, ed, Ensiklopedia Muhammadiyah, h. 16 kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis. 23 Program-program yang nyata di masyarakat mengenai peran „Aisyiyah sejak berdirinya hingga saat ini diantaranya di bidang keagamaan, sosial, pendidikan, ekonomi dan kesehatan. „Aisyiyah juga turut serta mengajarkan kesadaran perempuan dalam politik sebagai responsivitas perubahan dan isu zaman. Sejak pemilu umum pertama kali diselenggarakan pada tahun 1955, „Aisyiyah telah terlibat aktif dalam kegiatan pemberdayaan politik perempuan. Kegiatan „Aisyiyah memberikan penerangan tentang pemilihan umum kepada masyarakat baik secara lisan lewat pengajian-pengajian, rapat-rapat yang diselenggarakan oleh „Aisyiyah, atau secara personal. 24 Majalah Suara ‘Aisyiyah April 1954 memuat artikel pemilihan umum dan pelaksanaannya. Majalah tersebut memuat artikel tentang pemilihan umum dan pelaksanaanya, pengertian Konstituante, dan Dewan Perwakilan Rakyat menjelaskan bahwa keduanya masih sementara, selain daripada itu dijelaskan pula tujuan dilaksanakannya pemilihan umum yaitu membentuk Badan Konstituante untuk membuat UUD dan DPR pusat untuk menggantikan parlemen sementara. Tahapan-tahapan dan jadwal pelaksanaan pemilihan umum diuraikan pula dalam majalah tersebut. 25 Mencermati kegiatan „Aisyiyah dalam politik adalah dalam rangka memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas yakni agar masyarakat, khususnya kaum perempuan agar lebih berpikir kritis dan terbuka terhadap 23 Wawancara Pribadi dengan Dra. Hj. Siti Aisyah, M.Ag, Yogyakarta, 07 April 2010 24 Kegiatan pemberdayaan politik perempuan yang dilakukan oleh „Aisyiyah pada era orde hanya dilakukan melalui pengajian-pengajian di tingkat grass root, sedangkan di era reformasi lebih terbuka melalui seminar-seminar, workshop dan sebagainya. Wawancara Pribadi dengan Dra. Tri Hastuti Nur Rochima, M.Si, 07 April 2010 25 Suara ‘Aisyiyah, No 4, Th XIX, April 1954, h. 77-82 dalam A. Adaby Darban ed, ‘Aisyiyah dan Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia: Sebuah Tinjaun Awal, Yogyakarta: Jurusan Sejarah UGM, 2010, h. 119-120 politik. Jadi tidak bertujuan politik praktis dikarenakan „Aisyiyah didirikan sebagai organisasi perempuan non-politik sama seperti induknya, Muhammadiyah. Fenomena kehadiran perempuan di ruang publik masih menjadi kritikan oleh sebagian kalangan masyarakat. Wilayah perempuan yang hanya boleh di dapur baca: domestik masih menghantui pola pikir sebagian masyarakat kita yang masih patriarkal. Padahal mencermati lebih jauh sejauhmana hasil pembangunan saat ini yang masih kurang berpihak pada kaum perempuan yang justru membutuhkan suara perempuan itu sendiri dalam proses pengambil kebijakan dalam struktur kekuasaan baik di level mikro maupun makro. Sedangkan tanpa kita sadari perempuan telah berkontribusi besar pada anggaran pemerintahan seperti retribusi pasar, puskesmas, dsb yang kebanyakan pelaku dalam sektor tersebut adalah perempuan. seperti yang diungkapkan oleh Bu Tri “lihat saja di pasar-pasar, puskesmas, kebanyakan kan perempuan yang berada di sana, Jadi perempuan telah berkontribusi besar bagi pemasukan anggaran pemerintah .” 26 Pandangan „Aisyiyah tentang peran politik perempuan dapat dicermarti berdasarkan keputusan yang telah dibuat oleh Muhammadiyah melalui lembaga yang berkenaan dengan itu dalam hal ini Majlis Tarjih dan Tajdid. Ketika pandangan patriarki masih sangat kental dalam kultur masyarakat Indonesia dan diskursus-diskursus jender belum mengemuka saat ini. Pada tahun 1976 Muhammadiyah melalui lembaga Majlis Tarjih dan Tajdid mengeluarkan keputusan tentang kedudukan perempuan dalam politik atau lebih tepatnya kedudukan perempuan Muslim dalam politik yang terhimpun dalam Adabul 26 Wawancara Pribadi dengan Dra. Tri Hastuti Nur Rochima, M.Si, 07 April 2010 Mar’ah fil Islam. Berlandaskan firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 71 yang berbunyi: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh akan kebajikan dan melarang dari kejahatan; mereka mendirikan shalat, mereka mengeluarkan zakat. Dan mereka taatpatuh kepada Al-quran dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, karena sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. ” Pengertian mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar, memerintahkan kebajikan dan mencegah kejahatan yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup dalam segala hal termasuk soal politik dan ketatanegaraan, karena bisa saja suatu waktu kaum perempuan diperlukan untuk turut serta memecahkan persoalan- persoalan bangsa dalam ketatanegaraan. 27 Sedangkan kata “ba’dhuhum auliyaa uba’din” menjelaskan bahwa bukan saja laki-laki yang memimpin perempuan, namun perempuan juga memimpin laki-laki. 28 Baik perempuan maupun laki-laki memiliki tugas dan kewajibannya yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan sebagai warga negara memiliki kewajiban untuk turut serta membantu mensejahteraan masyarakat, baik jalur lembaga politik formal atau konsep Qoryah Thoyyibah seperti yang telah dilakukan oleh „Aisyiyah selama ini. 27 Majlis Tarjih dan Tajdid, Adabul Mar’ah fil Islam, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, h.71 28 Dalam wawancara dengan Ibu Aisyah, kata “penolong” diartikan “pemimpin” oleh „Aisyiyah. Lihat pula Maftuchah Yusuf, Perempuan Agama dan Pembangunan, Wacana Kritik atas Peran dan Kepemimpinan Wanita, Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi, 2000, h. 21