bank juga mengalami kenaikan sehingga debitur yang bersangkutan tidak mampu membayar kembali hutangnya kepada bank. Akibatnya, bank-bank mengalami
kesulitan untuk memenuhi penarikan dana oleh para krediturnya. Melemahnya nilai tukar rupiah menjadi pemicu awal gelombang kesulitan likuiditas pada perbankan
yang kemudian berlanjut sehingga kesulitan yang dialami perbankan makin bertambah besar.
Kesulitan likuiditas semakin terasa ketika penabung, deposan, dan kreditur lainnya mulai menarik dana dari beberapa bank. Akibatnya, banyak bank melanggar
ketentuan Giro Wajib Minimum GWM dan bahkan mengalami saldo negatif pada rekening giro mereka pada Bank Indonesia. Kesulitan likuiditas akibat penarikan
dana oleh masyarakat terus berlangsung dan meluas pada sejumlah bank sehingga terjadinya saldo debet pada rekening giro bank-bank pada Bank Indonesia tidak dapat
dihindari dan jumlahnya juga semakin besar. Bank-bank yang tergolong sehat pun mengalami kesulitan likuiditas sehingga juga mengalami saldo debet pada
rekeningnya di Bank Indonesia. Penarikan dana tersebut sebagian besar dilakukan melalui kliring. Hingga 31 Desember 1997 terdapat saldo giro negatif 25 bank
sebesar Rp20,9 triliun.
II.2.2. Penyebab Terjadinya Krisis Perbankan 19971998
Setelah berpuluh-puluh tahun terbuai oleh pertumbuhan perekonomian yang begitu mengagumkan, tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi begitu
hebat. Krisis yang sudah berjalan enam bulan selama tahun 1997, berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Faktor yang memperparah kondisi perbankan di
Indonesia adalah menguapnya dengan cepat kepercayaan masyarakat, ketidakpastian suksesi kepemimpinan, sikap plin-plan pemerintah dalam pengambilan kebijakan,
besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi perdagangan internasional yang kurang menguntungkan.
Pada saat awal terjadinya krisis, dimulai dengan dampak dari proses penularan, dimana rupiah tertekan di pasar mata uang setelah dan bersamaan dengan
apa yang terjadi di negara-negara lain di Asia. Tetapi kemudian dengan langkah kebijakan yang dilakukan yaitu pelebaran rentang kurs intervensi, mengubah sistem
nilai tukar dari mengambang terkendali managed floating menjadi pengambangbebasan rupiah free floating, intervensi BI dan pengetatan likuiditas,
terjadi proses menjalar dari proses penularan tersebut, sehingga gejolak kurs rupiah menjalar menjadi masalah tertekannya perbankan.
Ketidakpercayaan terhadap rupiah menjalar menjadi ketidakpercayaan terhadap perbankan yang menimbulkan krisis perbankan. Krisis tersebut membawa
kepanikan kepada para nasabah bank karena mahalnya kredit bank, sehingga sektor keuangan langsung berpengaruh negatif terhadap sektor riil kegiatan produksi,
perdagangan, investasi maupun konsumsi. Selanjutnya, perkembangan krisis keuangan ini menjalar menjadi krisis sosial
dimana perusahaan yang tidak memperolah pinjaman bank mulai melakukan PHK terhadap karyawannya.
II.2.3.Kesepakatan Pemerintah Republik Indonesia dengan International Monetary Fund untuk Mengatasi Krisis Perbankan
Pemerintah telah melakukan berbagai langkah penganggulangan akibat krisis. Namun, karena masalah yang menimpa perekonomian masih terus meluas, maka
pada 8 Oktober 1997 pemerintah memutuskan untuk meminta bantuan kepada IMF dan menunjuk Widjojo Nitisastro untuk mengkoordinasikan langkah-langkah
penanganan terhadap gejolak ekonomi yang berkembang.
35
Kesepakatan antara Pemerintah dan IMF bertalian dengan upaya mengatasi krisis dan restrukturisasi perbankan tertuang dalam Memorandum on Economic and
Financial Policies yang disampaikan dengan surat Pemerintah kepada Managing
Director IMF yang juga disebut Letter of Intent LoI. Program restrukturisasi perbankan juga mengembalikan kepercayaan terhadap perbankan yang disusun oleh
Pemerintah dengan bantuan teknis dari staf IMF, Bank Dunia, dan Asian Development Bank
ADB diawali dengan LoI tanggal 31 Oktober 1997. Program restrukturisasi perbankan dan keuangan selain secara rinci disebutkan dalam LoI
tersebut, juga termuat dalam suatu pengkajian program untuk memperkuat rehabilitasi sektor perbankan secara menyeluruh yang disusun oleh IMF.
35
J. Soedrajad Djiwandono, Mengelola Bank Indonesia Dalam Masa Krisis, Jakarta, PT Pustaka LP3ES Indonesia,2001, hlm. 67.
BAB III PERANAN INTERNATIONAL MONETARY FUND DALAM
RESTRUKTURISASI PERBANKAN DI INDONESIA
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai instrument yang dipergunakan oleh IMF dalam restrukturisasi perbankan, program yang diterapkan IMF untuk
memperbaiki kondisi perbankan Indonesia serta dampak dari kebijakan restrukturisasi perbankan tersebut.
Program restrukturisasi perbankan merupakan upaya merombak habis-habisan berbagai masalah fundamental perbankan struktur yang diharapkan akan menjadi
lebih sehat. Program ini pada dasarnya merupakan rencana jangka panjang yang implementasinya dilakukan secara bertahap dengan skala prioritas.
Pemulihan ekonomi Indonesia yang telah terpuruk kurang lebih 2 tahun akibat terpaan krisis ekonomi belum lagi menampakkan hasil yang jelas, walaupun
sebahagian kecil dari indikator ekonomi mulai terlihat pada arah menuju perbaikan. Salah satu indikator yang sangat penting dan harus segera diperbaiki adalah kinerja
perbankan, yang dianggap rapuh dan penuh kolusi dalam hampir setiap pemberian kredit. Oleh karena itu upaya pemulihan ekonomi Indonesia harus dimulai dari
program restrukturisasi perbankan. Restrukturisasi merupakan terapi menyeluruh terhadap penyakit yang melanda
sektor perbankan Indonesia. Usaha pemerintah ini dilakukan sebagai upaya membangun kembali perekonomian Indonesia. Restrukturisasi perbankan diharapkan
akan dapat menyehatkan perbankan, sehingga bank dapat menjalankan fungsi
intermediasi dana lagi dengan efisien, yang pada akhirnya diharapkan dapat menggerakkan dunia usaha lagi
III.1. Instrument yang Digunakan IMF Dalam Restrukturisasi Perbankan
Dalam rangka memperbaiki sistem perbankan Indonesia yang terpuruk akibat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 maka IMF mensyaratkan untuk
melakukan restrukturisasi perbankan Instrument yang dipergunakan IMF dalam mengatasi krisis ekonomi di Indoensia
terutama dalam bidang restrukturisasi perbankan adalah struktur pengetahuan dan struktur keuangan.
III.1.1. Struktur Pengetahuan
Struktur pengetahuan yaitu gagasan, ide atau ideology yang dikembangkan sebuah negara atau lembaga internasional untuk menciptakan dominasi di negara
lain.
36
Pada umumnya logika yang dibangun adalah sebuah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya menurut Susan
Strange Ilmu pengetahuan ditentukan dengan mewujudkan struktur pengetahuan tersebut sebagai suatu kebenaran sehingga pihak yang berkepentingan harus mampu
mengontrol pembentukan struktur pengetahuan yang sedang terjadi. Maka berdasarkan teori tersebut akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian restrukturisasi.
Restrukturisasi merupakan proses penghapusan atau perubahan berbagai aturan atau
36
Susan Strange, State and Market, kutipan Indra Kesuma Nasution, Politea Militer dan Politik “ Rezim Komodifikasi Air”
, Departemen Ilmu Politik dan Laboratorium Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, 2006, hal.3
prosedur karena dianggap banyaknya prosedur dan aturan tersebut justru hanya menghambat kelancaran perkembangan ekonomi nasional.
Restrukturisasi merupakan instrument yang dipergunakan IMF kepada Indonesia dengan melalui perjanjian antara IMF-RI. Perjanjian antara Indonesia
dengan IMF dituangkan dalam sebuah dokumen yang dinamakan nota kesepakatan atau Letter of Intent LoI.
Dalam rangka memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, IMF menentukan kebijakan ekonomi dan menetapkan sejumlah langkah stabilisasi dan
restrukturisasi ekonomi. Kebijakan ekonomi yang ditetapkan IMF untuk Indonesia adalah structural adjustment program SAP, dan kebijakan deregulasi.
a. Letter Of Intent LoI