Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia

1994 menjadi 60,7 pada akhir Maret 1998. Keadaan itu bertambah rentan karena semakin besar hutang luar negeri tersebut berjangka pendek dan tidak dilindungi nilai unhedged. 26

II.1.2. Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia

Krisis moneter yang melanda di negara-negara Asia pada pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis keuangan yang terjadi di Thailand 27 yaitu pada tanggal 14 Mei 1997 dimana baht dilanda serangan spekulan. 28 Pada waktu Thailand dilanda krisis moneter, pemerintah Indonesia dan sejumlah pakar ekonomi, berkeyakinan bahwa krisis moneter di Thailand tersebut tidak akan berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia, karena fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat. Argumentasi dari pemerintah dan para pakar tersebut adalah tingkat pertumbuhan yang relative cukup tinggi dan laju inflasi terkendali, 26 Bank Indonesia, Op. cit., hlm. 1 dan 2 27 Krisis keuangan di Thailand dipicu lambatnya pertumbuhan ekonomi serta ketidakstabilan politik di negeri itu. Dimulai pada pertengahan tahun 1996, ketika Bangkok Bank of Commerce BBC lumpuh. Dalam stehun kemudian perusahaan real estate di lembaga reksadana terbesar di negeri itu ikut runtuh. Rentetan peristiwa ini menyingkap kolusi dan korupsi di dua sektor penting Thailand: industry dan keuangan, khususnya perbankan dan reksadana. Mengetahui kebobrokan itu, bank-bank asing menghentikan pinjaman dan perusahaan-perusahaan reksadana internasional mulai menarik kembali dana mereka dari bank-bank Thailand, serta menukarkan baht ke dollar AS. Maka terjadilah tekanan terhadap nilai tukar mata uang Thailand terhadap dollar. Seperti juga di Indonesia, melihat nilai tukar baht terhadap dollar cenderung melemah, atau mengira baht akan segera di devaluasi, maka para pengusaha domestic pun ramai-ramai melepas baht, membeli dollar AS dalam jumlah besar untuk berbagai tujuan, terutama membayar utang luar negeri, sehingga nilai tukar baht terhadap dollar AS merosot terus. Tulus Tambunan, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1998. hlm. 11-12. 28 Pada saat serangan tersebut terjadi, Bank Sentral Muangthai mencoba mempertahankan secara mati- matian sistem nilai tukar baht tersebut dengan mempergunakan cadangan devisa mereka, akan tetapi usaha tersebut hanya bertahan sementara, ketika cadangan devisa semakin menipis, akhirnya Bank Sentral Muangthai harus mengakui kekalahan mereka dengan mengambangkan mata uang baht pada tanggal 2 Juli 1997. Langkah tersebut serta merta menjatuhkan nilai mata uang tersebut. Dalam waktu singkat baht turun lebih 30 persen. Cyrillus Harinowo, Op.,Cit., hlm.23 dan 205 dibawah dua digit, bahkan tingkat inflasi tahun 1996 lebih rendah dari tahun sebelumnya. Krisis yang terjadi di Thailand tersebut akhirnya merambat kemana-mana. Malaysia, Korea, dan Indonesia merupakan beberapa negara yang paling terkena dampaknya. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ikut juga merosot sejak bulan Mei 1997, dimana pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa langkah untuk menghadapi serangan spekulan, diantaranya dengan memperlebar rentang nilai tukar rupiah pada tanggal 11 Juli 1997 dari 8 menjadi 12. Tetapi langkah tersebut tidak dapat meredakan serangan spekulasi terhadap rupiah. 29 Keadaan tersebut terus berlanjut dengan intensitas yang semakin meningkat, sehingga pada akhirnya tanggal 15 Agustus 1997, Pemerintah harus mengambil keputusan yang pahit, yaitu melakukan pengambangan mata uang sebelum pada akhirnya cadangan devisa pemerintah akan terkuras sebagaimana pengalaman negara tetangga. Langkah ini ternyata menimbulkan depresiasi yang hebat sehingga timbullah kepanikan dalam perekonomian pada saat itu. Panik melihat depresiasi pemerintah yang begitu cepat, pemerintah mengambil langkah lain yaitu memperketat likuidasi dengan menaikkan tingkat suku bunga guna menarik kembali modal ke dalam negeri. Cara ini hanya memperlambat jatuhnya rupiah tetapi tidak dapat mengembalikan nilai rupiah ke posisi sebelumnya. 29 Sepekan sejak pelebaran intervensi, rupiah cenderung semakin melemah. Dari posisi Rp.2432 US pada Jum’at 11 Juli, rupiah ditutup pada posisi Rp.2511 US pada Jum’at berikutnya 18 Juli. Dalam sepekan rupiah anjlok 78,25 poin. Rupiah bahkan menembus Rp.2600 US pada 21 Juli 1997, suatu kejadian yang jarang sekali terjadi pada saat itu, karena Indonesia masih menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali. Arif Budisusilo, Menggugat IMF Pergulatan Indonesia Bangkit dari Krisis. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2001. hal.13. Krisis moneter dan perbankan mengakibatkan krisis kepercayaan yang selanjutnya menimbulkan krisis sosial. Kemudian mempercepat terjadinya krisis politik yang sebelumnya memang sudah bergejolak. Krisis politik memperdalam dan mempertebal krisis moneter, krisis kepercayaan, dan krisis sosial, sehingga timbullah krisis ekonomi yang semakin lama semakin meluas dan mendalam. Kemudian krisis ekonomi ini memperkuat krisis yang lainnya dan begitu seterusnya. Sehingga terjadilah Vircious Circle, krisis ganda bagaikan benang kusut. 30 Jatuhnya nilai tukar mata uang tersebut bersama-sama dengan penarikan modal dari beberapa negara oleh pengelola modal asing untuk dialihkan ke negara lain. Dalam konstelasi ekonomi politik internasional sekarang ini, batas-batas negara sudah tidak begitu berpengaruh, sehingga sejumlah investor dapat dengan mudah menempatkan modalnya khususnya modal jangka pendek dimana saja. Modal jangka pendek ini ditanam disejumlah negara untuk beberapa lama dan tentunya selalu diawasi oleh pengelolanya, karena tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan pemulangan keuntungan yang besar. Maka modal ini akan dengan mudah dipindahkan oleh pemiliknya jika situasi tidak menguntungkan. Secara teori dikatakan bahwa menigkatnya modal jangka pendek secara alamiah akan meningkatkan kerentanan sebuah mata uang, dalam hal ini rupiah terhadap serangan spekulatif. 31 Aktivitas ini dipandang sebagai mewakili kapitalisme yang dalam kebaikan maupun keburukannya tergantung dari akibat yang ditimbulkan. 30 Umar Basalim, Moch. Rum Alim, Helma Oesman, Perekonomian Indonesia : Krisis dan Strategi Alternatif . Jakarta: UNAS dan PT Pustaka Cidesindo, 2000. hal.7-8. 31 H.W. Ardnt and Hall Hill, South East Asia’s Economic Crisis, Origin, Lessons, and The Way Forward. Singapore: Seng Lee Press Pte, 1999. hal. 31. Sejumlah pemimpin negara, akomodasi, dan analisis pasar dalam sebuah intitusi multilateral meyakini bahwa spekulasi yang tidak terduga dari para pedagang mata uang dalam memicu terjadinya krisis. Spekulator diduga keras meminjam mata uang Asia Timur untuk kemudian dijual dan ditukar dalam bentuk US dollar untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Aktivitas ini sama sekali mengabaikan implikasi negara yang kemungkinan besar terjadi pada mata uang dan perekonomia terkait, dan hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Faktor ini mempengaruhi keyakinan public dan investor yang pada fase berikutnya berpengaruh pada ekonomi sektor riil. Faktor utama yang menyebabkan krisis ekonomi di Indonesia ini adalah depresiasi nilai tukar rupiah yang diakibatkan oleh melemahnya nilai tukar mata uang sejumlah negara di kawasan Asia, bukan oleh lemahnya fundamental ekonomi Indonesia. Dengan kata lain, krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia lebih disebabkan oleh Contagion Effect, bukan oleh lemahnya fundamental ekonomi. di lain pihak ada yang berpendapat bahwa krisis ekonomi di Indonesia tidak disebabkan semata-mata oleh Contagion Effect tetapi juga oleh lemahnya fundamental ekonomi. kelemahan ini bukanlah berasal dari fundamental ekonomi makro melainkan dari fundamental ekonomi mikro. Sebelum Indonesia terkena dampak dari krisis mata uang Thailand, Bank Indonesia masih meramalkan Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan baru dalam perekonomian Indonesia. Proyeksi itu merujuk pada pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama dekade 1980-an hingga pertengahn 1990-an; yang dialami juga oleh negara Asia Timur termasuk Thailand, Korea Selatan, Taiwan, Cina, Singapura dan Malaysia. Kinerja perekonomian Asia Timur sebelum krisis sering disebut-sebut sebagai “Keajaiban Asia” atau The Asian Miracle. Tetapi julukan tersebut tidak berarti apa- apa. Sebab pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan berasal dari peningkatan produktivitas dan efisiensi ekonomi melainkan adanya masukan dari modal asing yang menciptakan bubble. Perekonomian menggelembung melebihi kapasitasnya sehingga seperti balon yang mudah meletus. Hal ini terjadi karena sebagian besar keajaiban ekonomi diperoleh berkat derasnya arus modal asing. Modal yang masuk terutama berbentuk investasi langsung, misalnya untuk pendirian pabrik, pinjaman bank atau modal portofolio melalui bursa saham. Modal asing mengalir masuk dengan derasnya pada masa lalu berkat persepsi positif dan kepercayaan. Para pemilik dana luar negeri percaya terhadap prospek ekonomi dan perusahaan di Indonesia, karena penilaian berbagai lembaga internasional, termasuk Bank Dunia dan IMF selalu positif. Indonesia berpenduduk 200 juta lebih pada dekade 1990-an. Hal ini berarti menyimpan potensi pasar domestik yang luar biasa. Selain itu, kekayaan alam Indonesia merupakan dua atau tiga terbesar dari negara-negara dengan kekayaan alam dunia. Optimisme sering dikemukan anggota dewan moneter yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Ekonomi. Beberapa kali Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia menyebutkan fundamental ekonomi cukup baik. Pemerintah juga menilai depresiasi rupiah saat itu merupakan konsekuensi sistem nilai tukar mengambang terkendali,dimana hanya ada dua kemungkinan: menguat atau melemah. Dengan kata lain, pemerintah masih percaya bahwa guncangan terhadap rupiah merupakan tindakan spekulatif yang bersifat sementara. Konsentrasi kredit perbankan ke sektor property, pengawasan sistem perbankan yang tidak efektif, keteledoran para bankir dalam menyalurkan pinjaman, besarnya utang jangka pendek, masalah korupsi dalam birokrasi pemerintah dan swasta sehingga memicu inesifisiensi perekonomian selama bertahun-tahun, serta tidak adanya mekanisme pemantauan dalam lalu lintas devisa, akhirnya mengakibatkan krisis pada akhir 1997.

II.1.3. Kondisi Ekonomi Indonesia Saat Krisis Periode 1997-1999

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Internasional Mengenai Peranan Uni Eropa Dan International Monetary Fund Sebagai Organisasi Internasional Dalam Penanganan Krisis Uni Eropa

9 109 161

Implementasi Economic Adjustment Program International Monetary Fund Dalam Penyelesaian Krisis Finansial Di Cyprus

1 7 9

IMPLEMENTASI ECONOMIC ADJUSTMENT PROGRAM INTERNATIONAL MONETARY FUND DALAM PENYELESAIAN KRISIS FINANSIAL DI CYPRUS

1 10 17

Kerjasama Antara Indonesia Dengan International Monetary Fund (Imf) Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003

2 22 96

Kerjasama Antara Indonesia Dengan International Monetary Fund (Imf) Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003

0 0 12

Kerjasama Antara Indonesia Dengan International Monetary Fund (Imf) Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003

0 0 1

Kerjasama Antara Indonesia Dengan International Monetary Fund (Imf) Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003

0 0 15

Kerjasama Antara Indonesia Dengan International Monetary Fund (Imf) Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003

0 1 16

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA INTERNATIONAL MONETARY FUND

0 0 4

WORLD TRADE ORGANIZATION, INTERNATIONAL MONETARY FUND DAN PERUBAHAN SISTEM PERBANKAN

0 0 15