dipergunakan untuk mendukung program berjangka waktu 3 tahun dengan bunga 0,5 dan grace periode 5,5 tahun serta batas waktu 10 tahun.
Untuk menangani krisis yang terjadi pada tahun 1997 Indonesia meminta bantuan IMF, yang kemudian IMF memberikan fasilitas pinjaman yaitu : Stand-by
Arrangements SBA dan Extended Fund Facilities EFF.
a.1. Stand-by Arrangement SBA
Pada pertengahan Spetember 1997 pemerintah Indonesia memulai diskusi dengan IMF untuk tahap berjaga-jaga precautionary arrangement dalam rangka
mengembalikan kepercayaan pasar. IMF pada saat itu sependapat dengan langkah yang diambil pemerintah untuk membenahi masalah di sektor keuangan, reformasi
perdagangan dan pertanian, deregulasi, dan masalah tata kelola governance. Pada awal Oktober 1997 misi IMF datang ke Indonesia untuk membantu
penyusunan precautionary arrangement. Dalam proses selanjutnya, misi IMF tersebut menilai bahwa mengingat rupiah terus mengalami depresiasi, maka
disarankan agar pemerintah Indonesia sebaiknya menempuh regular non- precautionary arrangement
. Pemerintah menyepakati sejumlah langkah stabilisasi dan restrukturiasi
ekonomi dan keuangan dengan menandatangani LoI IMF pada tanggal 31 Oktober 1997, LoI tersebut berisikan 50 persyaratan penyesuaian struktural. Pada tanggal 5
November 1997 Dewan Eksekutif IMF menyetujui untuk memenuhi permintaan pinjaman pemerintah Indonesia dalam bentuk “Stand by Loan” sebesar SDR 7,3
miliyar sekitar US 10,3 milyar diperuntukkan selama 3 tahun. Bersama dari pinjaman IMF, lembaga keuangan internasional lainnya seperti Bank Dunia
memberikan pinjaman sebesar US 4,5 milyar dan Asia Development Bank, ikut memberikan US 3,5 milyar dalam bentuk pinjaman dan bantuan teknis, pinjaman
tersebut disebut sebagai pertahanan lapis pertama first line defense.
38
Kemudian dilanjutkan pembiayaan lapis kedua second line financing yang terdiri dari pembiayaan dari sumber dana pemerintah Indonesia sendiri sebesar US
5,0 milyar. Selain itu beberapa negara donor juga menyampaikan komitmen untuk ikut serta dalam piagam reformasi ekonomi Indonesia, antara lain dari Jepang yang
memberikan bantuan sebesar US 5 milyar, Singapura US 5 milyar, Amerika Serikat US 3 milyar, Malaysia US 1 milyar Malaysia membatalkan diri di awal
tahun 1999, Brunei Darussalam US 5 milyar, Australia US 1 milyar dan masih ada yang lain seperti Cina, dan Hongkong sehingga jumlah paket bantuan kepada
Indonesia mencapai US 43,0 milyar.
39
Pencairan dana IMF yang pertama senilai US 3,04 milyar dilaksanakan pada 5 November 1997, setelah itu IMF berjanji akan mencairkan dana pinjaman sebesar
US 3,04 milyar pada tanggal 15 Maret 1998.
40
Pencairan dana pinjaman dapat saja dibatalkan apabila tidak ada kemajuan berarti dalam penerapan reformasi ekonomi.
pencairan dana yang dijanjikan tersebut pada akhirnya dibatalkan karena pemerintah dianggap kurang tegas dalam melaksanakan program reformasi dan menunggu
kejelasan program pemerintahan baru. IMF mendisain program bantuan teknis disertai bantuan keuangan dengan syarat yang sangat ketat, namun pemerintah
38
Lihat Buku II; Kedutaan Besar Republik Indonesia-Amerika Serikat “ Laporan Pelaksanaan Tugas Operasional 19971998”
. Diambil dari Skripsi Oktarina, Kegagalan Penyelesaian Utang Luar Negeri. Jakarta, Universitas Nasional, 2003. hal. 27
39
Ibid
40
Arief Budisusilo, Menggugat IMF Pergulatan Indonesia Bangkit dari Krisis, Jakarta, PT. Bina Rena Pariwara, 2001. hal. 93.
Indonesia sulit mengimplementasikan program ekonomi IMF secara utuh dan konsisten. Pada tanggal 10 Januari 1998 tim IMF kembali ke Indonesia untuk
melakukan evaluasi yang dikenal sebagai kaji ulang program ekonomi. Direktur Pelaksana IMF, Stanley Fischer bertemu Presiden Soeharto pada tanggal 12 Januari
untuk berdiskusi mengenai perkembangan paket IMF serta kesulitan dan hambatan yang dihadapi pemerintah Indonesia. Lalu pada tanggal 13 Januari Deputi Menteri
Keuangan AS Lawrence Summers bertemu Presiden Soeharto untuk menyampaikan pesan resmi dari Presiden Clinton seputar pemulihan kepercayaan.
Pada tanggal 15 Januari 1998 Presiden Soeharto menandatangani LoI kedua disaksikan Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus. LoI tersebut berisikan 50
butir kesepakatan penyesuaian struktural yang menyulitkan pemerintah dalam mengambil keputusan penting untuk stabilitas rupiah, karena harus tunduk pada
persyaratan tersebut. LoI tersebut juga dilampiri Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan sebagai upaya pemecahan masalah atas kondisi perekonomian yang
terus memburuk. Tetapi Camdessus menolak memberikan jaminan bahwa program tersebut yang ditawarkan IMF dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi Indonesia.
Dia hanya mengatakan tujuan reformasi untuk mengembalikan kepercayaan atas rupiah dan perekonomian.
Pada tanggal 23 Januari 1998 nilai rupiah semakin anjlok dan terjadi rush, hal tersebut mendorong pemerintah untuk mengeluarkan skema penjaminan semua
simpanan pada sistem perbankan dan membentuk Badan Pengawasan Perbankan Nasional. Pada tanggal 18 Maret pemerintah Indonesia dan IMF mengadakan
perundingan sebagai revisi atas paket 50 butir LoI 15 Januari. Ada lima topik yang
dibahas, salah satunya perbaikan sistem perbankan dalam rangka memperkuat sistem perbankan nasional. Perundingan tersebut berlangsung selama tiga pecan dan
disepakati program ekonomi baru berisikan 140 butir program penyesuaian struktural yang ditandatangani pada tanggal 10 April 1998.
Pada tanggal 24 Juni 1998, pemerintah Indonesia menandatangani Letter of Intent
LoI, pada saat ini IMF menambah jumlah bantuan yang diberikan kepada Indonesia senilai 1 miliar SDR atau setara dengan sekitar 1,3 miliar dollar AS.
Dengan demikian jumlah total bantuan IMF kepada Indonesia naik dari 7,3 miliar SDR sekitar 10,3 miliar dollar AS sebagaimana persetujuan yang diberikan pada
LoI 31 Oktober 1997 menjadi 8,3 miliar SDR setara dengan 11 miliar dollar AS.
41
Pada bulan Desember 1998, IMF memberi pinjaman kembali kepada Indonesia yang telah dicairkan mencapai sekitar 9 miliar dollar AS dari total
komitmen 11 miliar dollar AS. Pinjaman ini merupakan bagian dari paket bantuan internasional bagi Indonesia senilai 42 miliar dollar AS.
42
Pencairan pertama senilai 3 miliar dollar AS dilaksanakan November 1997.
43
Setelah itu IMF berjanji akan mencairkan pinjaman 3 miliar dollar AS pada tanggal 15 Maret 1998,
44
tetapi IMF memutuskan untuk menunda pencairan dana dan mengkaji kembali program di
Indonesia menyusul adanya kontroversi RAPBN 19981999 dan rencana pemerintah menerapkan Currency Board System CBS.
41
Lihat Buku II; Kedutaan Besar Republik Indonesia-Amerika Serikat “ Laporan Pelaksanaan Tugas Operasional 19971998”
. Op. Cit, hlm. 28
42
Suara Karya, IMF setuju pencairan USD 957 juta untuk RI, 17 Desember 1998.
43
Ibid
44
Ibid
Pencairan dana pinjaman seharusnya dilakukan tiap bulan sebesar 1 miliar dollar AS telah dilakukan sejak 4 Mei 1998.
45
Namun Juni 1998, IMF lagi-lagi menunda pencairan bantuannya, karena Indonesia di guncang krisis sosial dan politik
yang ditandai dengan mundurnya presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. IMF pun kembali mengkaji program bantuannya di Indonesia. Pencairan selanjutnya dilakukan
Juli, Agustus dan September.
a.2 . Extended Fund Facilities EFF.