konsolidasi dengan bank yang sama-sama tidak sehat serta dapat pula diakuisisi oleh bank lain yang berminat.
b. Modal yang dimiliki relatif kecil, sehingga untuk melakukan ekspansi
terlalu sulit. Dengan adanya merger atau konsolidasi otomatis lebih mudah untuk mengembangkan usahanya. Dengan melakukan penggabungan modal
dari beberapa bank yang ikut bergabung, modal bank yang baru bertambah besar.
c. Manajemen dan administrasi yang kurang teratur dan masih tradisional
sehingga perusahaan terus merugi dan sulit untuk berkembang. Jenis bank ini pun sebaiknya melakukan merger dengan bank yang lebih professional.
d. Ingin menguasai pasar. Tujuannya tidak diumumkan secara jelas kepada
pihak luar, biasanya hanya diketahui oleh mereka yang hendak ikut merger. Dengan adanya merger dari beberapa bank, maka jumlah cabang dan jumlah
nasabah yang dimiliki bertambah. Tujuan ini juga untuk menghilangkan atau melawan pesaing yang ada.
3. Manfaat dan Kelemahan Merger
Manfaat dilakukannya merger oleh perusahaan termasuk bank adalah untuk meningkatkan sinergi. Sering disebut bahwa rumus yang berlaku adalah 2+2 = 5.
Kelebihan satu rumus tersebut berkat adanya tambahan sinergi itu.
166
Menurut Scharf, sinergi adalah kenaikan efektivitas yang diperoleh dari kombinasi kerja
166
Munir Fuady, Hukum Perbankan…Op.,Cit., hlm. 39.
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
beberapa orangunit yang dapat dicapai secara terpisah.
167
Sinergi terjadi karena adanya:
168
1. Penghematan operasi, pemasaran, produksi dan distribusi;
2. Penghematan finansial, termasuk harga transaksi yang murah, cakupan yang lebih
baik dan penghematan pajak; 3.
Peningkatan kemampuan pemasaran karena berkurangnya competitor; 4.
Mengurangi tingkat resiko, menghindari kebangkrutan dan pengambilalihan. Disatu sisi merger memberikan manfaat yang besar bagi bank yang
melakukan merger, akan tetapi ada beberapa resiko yang akan dihadapi, antara lain:
169
a. Biaya dan resiko-resiko integrasi dari pelaksanaan.
Sebagai akibat dari rencana merger, diperlukan adanya suatu proses integrasi atas operasional masing-masing bank peserta merger yang akan dilakukan
secara bertahap. Pada awal rencana merger, proses integrasi ini akan mengalami duplikasi aktivitas yang dapat meningkatkan biaya operasional. Juga karena
penyelesaian dari proses integrasi memerlukan asimilasi dari seluruh dasar dari sistem yang berbeda, maka mungkin akan terdapat resiko atas integrasi operasional
selama masa transisi. Biaya yang timbul akibat proses integrasi akan dibebankan kepada bank yang menerima penggabungan.
167
Scharf, et.al, Acquisitions, Merger Sales, Buyout and Takeovers: A Handbook with Forms, New Jesey: Prentice Hall Engleword, Fourth Edition, 1991, hlm.234.
168
Gunadi, Restrukturisasi Perusahaan dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya, Jakarta: Salemba Empat, 2001, hlm.24.
169
Rancangan Penggabungan PT. Bank Niaga Tbk.dengan PT.Bank Lippo, 3 JUni 2008, Op.,Cit., hlm. 62-63.
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
b. Tidak tercapainya sinergi yang diharapkan
Tujuan penting yang ingin dicapai dari rencana merger adalah adanya sinergi potensial yang dihasilkan dari merger aktivitas usaha kedua bank. Namun
demikian, terdapat suatu resiko dalam pelaksanaan yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan budaya, manajemen dan operasional, yang dapat
menyebabkan tidak dapat terlaksananya sinergi yang diharapkan atau bila terlaksana dengan sinergi yang tidak maksimal.
c. Kehilangan nasabah.
Sebagai akibat rencana merger, tidak terdapat kepastian bahwa nasabah dari masing-masing bank peserta penggabungan akan tetap menjadi nasabah bank yang
menerima penggabungan. d.
Pengunduran diri karyawan. Sebagai akibat dari rencana penggabungan, maka terdapat kemungkinan
karyawan-karyawan dari masing-masing bank peserta penggabungan memilih untuk tidak menjadi karyawan dari bank yang menerima penggabungan. Terdapat resiko
dimana bank yang menerima penggabungan tidak dapat mempertahankan karyawan- karyawan kunci yang diperlukan dalam melakukan kegiatan usahanya.
e. Kehilangan goodwill dari bank yang menggabungkan diri.
Salah satu bank peserta merger mungkin telah dikenal mempunyai hubungan yang erat dengan nasabah dan memiliki reputasi baik. Mengingat bank
yang menggabungkan diri sebagai suatu entititas akan berakhir karena hukum sebagai
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
akibat dari rencana merger, maka terdapat suatu resikobahwa bank yang menerima penggabungan tidak dapat menahan goodwill dari bank yang menggabungkan diri.
f. Resiko sehubungan dengan perlakuan pajak dari transaksi.
Dalam mengkaji pelaksanaan merger, biasanya bank peserta penggabungan telah meminta bantuan dari tenaga ahli sehubungan dengan resikoimplikasi pajak
atas transaksi-trasnsaksi berdasarkan pertauran perundang-undangan pajak yang berlaku di Indonesia. Perhitungan atas pembayaran pajak yang mungkin timbul dari
transaksi-transaksi dilakukan berdasarkan advis dari tenaga ahli dan pendapat mereka atas peraturan perundang-undangan pajak, dan karenanya mungkin berbeda dengan
perhitungan pajak yang harus dibayar yang ditetapkan oleh Kantor Pajak di Indonesia.
Selain resiko diatas, hal yang perlu dicermati adalah bahwa pelaksanaan
merger dapat mengarah pada persaingan usaha tidak sehat, dengan alasan:
170
1. pemanfaatan sumber-sumber ekonomi menjadi tidak ekonomis. Hal ini terjadi
karena hanya terdapat satu produsen di pasar sehingga pelaku usaha tidak terpacu untuk mencari pola produksi yang terbaik atau paling efisien. Pelaku
usaha tersebut beranggapan, berapapun harga produk dan bagaimanapun kualitasnya, produknya tetap akan diserap oleh konsumen.
170
Johannes Ibrahim, Op.,Cit., hlm.91-92. Merger merupakan sarana yang penting untuk mencapai efisiensi dan produktivitas ekonomi. Pelaksanaan merger dapat memperbesar skala usaha
suatu perusahaan yang melakukan merger. Semakin besar skala usaha suatu perusahaan tersebut, biaya produksi rata-rata dari perusahaan yang bersangkutan akan semakin turun, namun apabila ditinjau dari
sisi penguasaan pasar, merger tersebut juga berarti memperbesar penguasaan pasar sehingga kekuatan monopoli perusahaan tersebut juga semakin besar.Ibid.
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
2. Pelaku usaha tersebut dapat menekan dan mengeksploitasi konsumen,
misalnya dengan berproduksi di bawah kapasitasnya. Hal ini akan mengakibatkan kelangkaan penawaran, sehingga produk yang dijual mahal.
3. Menghambat munculnya inovasi-inovasi baru dalam produk tersebut.
Akibatnya produk tersebut menjadi terendah dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh negara lain. Apabila pada masa yang akan datang pasar
tersebut harus dibuka, sangat mungkin pelaku usaha tersebut tidak dapat bertahan dan akan gulung tikar.
4. Adanya ketidakstabilan atas supply produk tersebut di masyarakat. Hal ini
disebabkan karena ketersediaan produk tersebut hanya bergantung pada satu produsen, sehingga masalah yang muncul secara internal pada perusahaan itu
akan menggangu produksi secara nasional. 5.
Kesejahteraan ekonomi masyarakat menjadi terhambat, sehingga berdampak pada pembangunan nasional. Konsumen tidak dapat mengkonsumsi lebih
banyak dari yang seharusnya dapat dikonsumsi seandainya kondisi pasarnya bersaing, sedangkan peluang produsen untuk masuk ke sektor tersebut
tertutup, sehingga potensi untuk memperoleh pendapatan juga tidak dapat dimanfaatkan, demikian pula produsen skala menengah dan kecil yang sangat
banyak jumlahnya, tidak berpeluang untuk menghasilkan dan menjual produknya secara langsung ke pasar. Hal ini sangat mengurangi tingkat
kesejahteraan.
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
Sehubungan dengan kebijakan konsolidasi perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka akan terjadi gelombang merger dan jumlah bank yang tetap
hidup sehingga hal ini akan berpengaruh pada kondisi kompetisi antarbank yang bisa saja malah akan membebani sistem perbankan dengan masalah baru. Merger bank
akan membuat sistem perbankan menjadi lebih terkonsentrasi. Jika tingkat kosentrasi sangat tinggi hanya ada sedikit bank dan suatu bank memegang kontrol terbesar atas
deposit dan aset, hal ini bisa membahayakan bagi kompetisi yang adil dan akan berujung pada kerugian nasabah karena bank hasil merger memiliki keleluasaan
untuk menaikkan biaya-biaya bagi para nasabahnya atau berupa turunnya kualitas pelayanan.
171
B. Dasar Hukum Merger Bank Umum
Setiap tindakan hukum yang dilakukan di negara hukum haruslah mempunyai dasar hukumnya, begitu juga dengan tindakan hukum berupa merger
bank umum. Bagi bank umum yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, maka dasar hukum untuk melakukan merger akan melibatkan cabang-cabang hukum lain
171
Tedy Fardiansyah, Op.,Cit., hlm.22-23. Ada dua pendapat yang saling berbeda mengenai pengaruh merger bank terhadap kompetisi harga dan kuantitas akibat persaingan yang tidak sempuran.
Pertama, The Structure-Conduct Performance SCP yang menyatakan merger akan memperbesar pangsa pasar dari perusahaan hasil merger dan meningkatkan market power-nya. Hal ini akan
mengurangi kompetisi dan akan membuat harga-harga menjadi naik. Kedua, The Efficient Structure EC lebih menekankan bahwa perbedaan-perbedan pada pangsa pasar akan mencerminkan efisiensi
yang lebih tinggi dimana berkurangnya biaya-biaya dari perusahaan hasil merger. Secara keseluruhan pendapat mana yang akan terjadi mengiringi proses merger antarbank di Indonesia. Jika pendapat SCP
yang mendominasi, konsolidasi perbankan ini akan berimplikasi pada kenaikan bunga pinjaman dan turunya bunga simpanan seiring dengan usaha bank untuk mengeksploitasi market power yang
dimilikinya pascamerger. Sementara jika yang mendominasi adalah pendapat EC, maka yang terjadi sebaliknya, karena efisiensi yang diperoleh seharusnya diteruskan kepada para nasabah. Ibid.,hlm.8-9.
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
yang harus diperhatikan, hal ini dikarenakan dasar hukum untuk suatu merger sangat bersifat lintas sektor cross sectoral. Dalam Undang-Undang Perbankan No.10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan mengenal dua macam
merger bank yaitu yang sukarela dan imperative.
172
Merger sukarela adalah merger yang dilakukan secara sukarela oleh masing-masing pemegang saham bank yang akan melakukan merger dalam rangka
ekspansi usaha bank tersebut. Pasal 28 Undang-Undang Perbankan mengatur mengenai merger sukarela.
173
Sedangkan merger imperative adalah merger yang merupakan pelaksanaan pelaksanaan dari perintah Bank Indonesia dalam rangka
menyelamatkan suatu bank yang bermasalah. Dasar hukum bagi merger bank yang bersifat imperative adalah Pasal 37 ayat 2 Undang-Undang Perbankan,dimana
dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat, antara lain melakukan tindakan agar bank
melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain atau bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban bank tersebut.
Ketentuan merger dalam Undang-Undang Perbankan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan
Akuisisi Bank Umum. Sedangkan mengenai tata cara pelaksanaanprosedur merger bank, telah diatur dalam Surat Keputusan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
172
Adrian Sutedi, Op.,Cit.,hlm.111
173
Pasal 28 Undang-undang Perbankan menyebutkan “merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia.”
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
No.3251KEPDIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum dan Surat Edaran Direksi BI No.327UPPB
tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum. Disamping harus dilaksanakan sesuai dengan Pasal 28
Undang-Undang Perbankan dan peraturan pelaksananya, bagi bank umum yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas juga harus memperhatikan ketentuan
umum lex generalis tentang merger dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disebut UUPT dan peraturan pelaksananya
yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. UUPT mengatur tentang merger diatur
dalam Bab VIII dari Pasal 122 , Pasal 123, lalu Pasal 126 sampai dengan Pasal 129 serta Pasal 132.
Pasal 1 angka 9 UUPT menyebutkan: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan passiva dari perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.”
Berdasarkan pengertian diatas, jenis perusahaan yang tunduk pada peraturan merger yang terdapat dan diatur dalam UUPT dan peraturan pelaksanaannya adalah
perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, dimana Pasal 1 angka 1 UUPT menyebutkan pengertian perseroan terbatas sebagai berikut:
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.” Jadi, jenis perusahaan lain di luar perseroan terbatas tidak tunduk pada
pengaturan merger dalam UUPT dan peraturan pelaksananya dan tidak semua perseroan terbatas yang dapat melakukan merger, kecuali perseroan terbatas yang
telah mendapatkan status badan hukum.
174
Selain itu bagi bank umum yang sudah go public, maka selain ketentuan Undang-Undang Perbankan dan UUPT, maka
ketentuan tentang merger dalam hukum pasar modal juga harus diperhatikan. Bagi perseroan terbuka yang melakukan merger berlakulah Undang-Undang Pasar Modal
No.8 Tahun 1995 dan peraturan pelaksananya yaitu Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-52PM1997, yang terkenal dengan Peraturan No.IX.G-1 tentang
Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten. Dasar berlakunya hukum pasar modal untuk merger perseroan terbatas terbuka adalah Pasal
154 UUPT yang menyebutkan bagi perseroan terbuka berlaku ketentuan UUPT, jika tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Dalam
hal ini jika telah diatur dalam hukum pasar modal maka yang berlaku ketentuan hukum pasar modal lex specialis. Akan tetapi peraturan perundang-undangan di
174
Cornelius S. dan Natalie Mulia, Op.,Cit, hlm. 53.
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan UUPT tidak boleh bertentangan dengan asas hukum perseroan dalam UUPT.
175
C. Syarat-syarat dan Prosedur Merger Bank Umum sebagai Implementasi
Single Presence Policy
Penjelasan Peraturan Bank Indonesia No.816PBI2006 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia menyebutkan dalam Pasal 3 huruf
b bagi bank yang memilih opsi merger atau konsolidasi, maka merger atau konsolidasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang merger atau
konsolidasi bank umum. Dalam hal ini berlakulah Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank serta Surat Keputusan Direktur
Bank Indonesia No.3251KEPDIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum. Walaupun demikian,
karena bentuk badan hukum bank pada umumnya adalah perseroan terbatas, maka keterkaitannya dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas amatlah erat. Undang-
Undang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya merupakan lex generalis, sedangkan aturan-aturan khusus yang mengatur perbankan dan undang-undang terkait
lainnya adalah lex specialis.
176
Oleh karena itu dalam pembahasan mengenai
175
Penjelasan resmi atas Pasal 154 UUPT menyebutkan pada dasarnya perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal, misalnya perseroan terbuka atau bursa efek
berlaku ketentuan undang-undang ini UUPT. Namun, mengingat kegiatan perseroan tersebut mempunyai sifat tertentu yang berbeda dari perseroan pada umumnya, perlu dibuka kemungkinan
adanya pengaturan khusus terhadap perseroan tersebut. Pengaturan khusus dimaksud, antara lain mengenai sistem penyetoran modal, hal yang berkaitan dengan pembelian kembali saham perseroan,
dan hak suara serta penyelenggaraan RUPS.
176
Chatamarrasjid Ais, Op.,Cit., hlm.106.
Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009
prosedur merger bank umum, selain melihat dalam hukum perbankan juga melihat dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya dan bila
merger bank tersebut merupakan perusahaan terbuka, maka ketentuan merger dalam ketentuan hukum pasar modal juga harus diperhatikan.
1. Syarat-Syarat Merger Bank Umum