Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem keuangan 1 merupakan salah satu kreasi yang paling krusial dalam masyarakat modern dewasa ini. Tidak dapat dibayangkan, ketiadaan sistem keuangan akan membawa perekonomian ke era terbelakang. Sistem pembayaran dan intermediasi tidak mungkin akan terlaksana tanpa adanya sistem keuangan. Tugas utama sistem keuangan dalam perekonomian modern adalah memindahkan dana dari penabung kepada peminjam yang membutuhkan dana untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa serta melakukan investasi dalam bentuk peralatan-peralatan baru sehingga perekonomian dapat tumbuh dan pada akhirnya akan meningkatkan standar kehidupan. 2 1 Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan perundangan, peraturan-peraturan, dan teknik-teknik dimana surat-surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa keuangan dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh bagian dunia. Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Kebijakan Moneter, dan Perbankan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005, hlm.1. 2 Sistem keuangan merupakan bagian integral dari sistem ekonomi. Hal ini didasari bahwa sistem keuangan menentukan tingkat bunga kredit dan besarnya jumlah kredit yang tersedia untuk membayar semua barang dan jasa yang dibeli setiap hari. Apabila tingkat bunga kredit naik lebih tinggi dan jumlah loanable funds dana yang dapat dipinjam yang tersedia terbatas, maka total pengeluaran untuk barang dan jasa akan mengalami penurunan. Akibatnya, pengangguran akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan karena unit-unit usaha mengurangi produk dan memberhentikan karyawannya. Sebaliknya, bilamana tingkat bunga kredit turun dan jumlah loanable funds yang tersedia banyak, total pengeluaran dalam ekonomi akan meningkat, sektor usaha akan mengoptimalkan produknya, dan pada gilirannya akan menambah lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ibid. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 Salah satu bagian dari sistem keuangan yang paling penting adalah industri perbankan yang berperan sangat strategis dan keberadannya mutlak dalam kegiatan atau pembangunan ekonomi. 3 Fungsi industri perbankan sebagai penunjang perekonomian dapat berbentuk penghimpunan dan penyaluran dana, serta dapat pula dalam bentuk memperlancar pembayaran transaksi perdagangan domestik maupun internasional. Fungsi yang demikian itu disebut sebagai perantara keuangan financial intermediaries. 4 Keberadaan bank menjadi semakin penting bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Ini mengingat, tipikal perekonomian negara berkembang yang mengalami saving gaps kesenjangan tabungan yang tidak bisa ditutupi oleh anggaran pemerintah. Dengan demikian, keterlibatan bank dalam mengumpulkan dan menyalurkan kembali dana-dana masyarakat akan sangat membantu bagi proses pembangunan ekonomi. 5 Sistem keuangan pada dasarnya bergerak secara dinamis, ia senantiasa mengalami perubahan sejalan dengan terjadinya perubahan permintaan masyarakat, perkembangan teknologi baru, dan perubahan undang-undang dan peraturan. Fenomena globalisasi yang terus bergulir juga ikut mengubah sistem 3 Kegiatan perbankan telah mulai dikenal sejak tahun 2000SM di Babylonia, dimana sudah dikenal lembaga perbankan dalam bentuk sederhana yang dikenal dengan sebutan Temples of Babylon yang mempunyai aktivitas berupa peminjaman emas dan perak dengan tingkat suku bunga 20 setiap bulannya. Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 38. Kegiatan perbankan ini semakin meluas di zaman Romawi Kuno yakni berupa simpanan uang dalam deposito, pemberian kredit dan tukar menukar mata uang. Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 38. 4 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hlm.23. 5 Sunarsip, “Analisis atas Deregulasi, Krisis dan Restrukturisasi Perbankan di Indonesia”, Jurnal Keuangan Publik Volume 1Nomor 1, September 2003, hlm.25. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 keuangan dunia. Globalisasi telah menghilangkan batas-batas tradisional kedaulatan negara dalam sistem keuangan. 6 Modal tidak lagi dimiliki bendera nasional, dana mengalir dari satu negara ke negara lain secara cepat, bergerak melewati batas-batas negara 7 . Akibatnya, sistem perekonomian negara-negara di dunia semakin terbuka dan berintegrasi, baik dalam perdagangan, produksi, investasi dan keuangan yang dipicu oleh penerapan liberalisme perdagangan 8 . Seiring dengan proses globalisasi tersebut, pemerintah Indonesia juga turut mengambil langkah-langkah liberalisasi. Hal ini terlihat dari strategi induk pembangunan ekonomi yang dirancang pemerintah sejak Pelita III. 9 Strategi induk itu menunjukkan penekanan peningkatan peran swasta untuk menggantikan sebagian 6 Teknologi informasi dan media elektronika dianggap sebagai pelopor yang akan mengintregrasikan seluruh sistem dunia baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan. Dimulai dari sistem-sistem kecil lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun-tahun terakhir ini bergerak cepat, bahkan terlalu cepat, menuju suatu integrasi. Semua sistem-sistem kecil tersebut menjadi satu yaitu sistem global. Dunia akan menjadi global village perkampungan global yang menyatu saling tahu dan terbuka serta saling tergantung satu sama lain. Paul Hirst dan Grahame Thompson, Globalisasi adalah Mitos, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001, hlm.vii. 7 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Bandung : BooksTerrace Library, 2005, hlm.10. 8 Suardi Abubakar, Kewarganegaraan : Menuju Masyarakat Madani, Jakarta : Yudhistira, 2005, hlm.70. Proses globalisasi yang searah dengan kapitalis dan liberalisasi global semakin sulit dibendung oleh negara-negara di dunia. Hal ini salah satunya dilatarbelakangi lahirnya organsiasi- organisasi internasional yang mengusung konsep liberalisme sebagai dasar pendiriannya, seperti International Monetary Fund IMF, World Bank WB, dan World Trade Organization WTO. Dimana hampir negara-negara di dunia menjadi anggota di organisasi-organisasi internasional tersebut. Enna N.Burhan Jelly Leviza, “Fenomena Globalisasi Dan Organisasi Internasional Antara Harapan Dan Kenyataan : Peran Sub-Organ PBBNon-PBB Bagi Dunia Ke-3”, Waspada, 23 Desember 2006, hlm.13. 9 Progam Pelita III dimulai dengan deregulasi di bidang perbankan dengan dikeluarkannya kebijakan 1 Juni 1983 Pakjun 83. Isi dari paket deregualsi tersebut disebut sebagai proses awal dari liberalisasi perbankan nasioanal antara lain pelepasan pagu pembatasan kredit, pembebasan suku bunga perbankan dan kelonggaran atas pajak deposito. Tulus Tambunan, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1998, hlm. 31. Pada periode sebelum tahun 1983, Indonesia menerapkan kebijakan moneter dengan kontrol langsung, sistem kredit selektif, dan tingkat suku bunga. Kontrol langsung terhadap sistem keuangan ini menyebabkan alokasi kredit yang kurang optimal dan kurang memobilisasi masyarakat sehingga menciptakan kondisi financial repression. Sunarsip, Op.,Cit, hlm.27. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 besar peran pemerintah. Strategi ini mengakibatkan kebijakan-kebijakan di bidang perekonomian difokuskan pada upaya mendorong tumbuhnya industri-industri baru, yang sepenuhnya dibangun oleh pihak swasta. Sejak tahun 1983, awal dimulainya Pelita III, pemerintah telah mengembangkan konsep liberalisasi sektor swasta, dengan berbagai paket deregulasi, khususnya di bidang perbankan. 10 Liberalisasi di sektor perbankan semakin terdorong terutama sejak diluncurkannya Paket Deregulasi Oktober 1988 Pakto 88 11 yang merupakan lanjutan dari kebijakan sebelumnya. Kebijakan deregulasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengerahan dana masyarakat guna pembiayaan pembangunan serta efisiensi dan daya saing perbankan Indonesia. 12 Paket Deregulasi Oktober ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagai pengganti Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. 13 10 Langkah liberalisasi tersebut merupakan reaksi pemerintah atas kuatnya tuntutan Barat, khususnya negara-negara dan lembaga keuangan internasional pemberi pinjaman, agar perekonomian Indonesia dibuka. Selain liberalisasi, Barat juga mendesakkan langkah-langkah nyata pemerintah dalam hal debirokratisasi, trasnparansi, swastanisasi, serta demokrasi ekonomi dan politik. Didik J.Racbini, Suwido Tono, dkk, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, Jakarta : PT. Mardi Mulyo, 2000, hlm.19. 11 Pakto 88 adalah kebijaksanaan deregulasi dalam perbankan yang dikeluarkan pemerintah pada tanggal 27 Oktober 1988, yang berisi antara lain penghapusan larangan pendirian bank swasta yang berlaku sejak 1971, penghilangan seluruh batasan pembukaan kantor cabang domestik dan membolehkan bank asing mendirikan bank campuran bersama-sama dengan bank domestik. Bagi bank asing yang telah beroperasi di Indonesia dibolehkan untuk membuka kantor cabang di 8 kota lainnya selain Jakarta. Kebijaksanaan ini juga membolehkan perusahaan milik negara untuk menempatkan dananya sebesar 50 pada bank-bank swasta. Giro Wajib Minimum diturunkan dari 15 menjadi 2. Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…Op.Cit.,hlm.89. 12 Sunarsip, Loc.cit. 13 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…,Op.Cit., hlm. 89. Dikeluarkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 telah memberikan peluang bagi pihak asing memiliki saham bank nasional. Hal ini sejalan dengan adanya komitmen Indonesia dalam berbagai forum Internasional seperti WTO, APEC, dan ASEAN, sehingga pihak asing perlu diberi kesempatan yang lebih besar untuk berperan serta dalam memiliki bank nasional sehingga tetap terjadi kemitraan dengan pihak Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 Setelah paket deregulasi perbankan tahun 1988 dilaksanakan, pertumbuhan bank menjadi cukup pesat, terutama bank umum swasta nasional, bank asing dan campuran serta Bank Perkreditan Rakyat. 14 Pesatnya pertumbuhan bank, pada akhirnya menciptakan persaingan antarbank semakin sengit dan mengarah ke persaingan tidak sehat. 15 Walaupun pada satu sisi kebijakan deregulasi perbankan dipakai sebagai instrumen untuk membuka partisipasi swasta setelah daya dorong pertumbuhan sektor pemerintah melemah. 16 Tetapi pada sisi lainnya, ketika fondasi institusi pendukungnya lemah dan pengawasan tidak memadai, maka liberalisasi nasional. Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm.10. 14 Hal ini dikarenakan paket deregulasi di samping memberikan fasilitas kemudahan kepada bank untuk menambah kantor operasionalnya, juga memberikan keringanan penyetoran modal yakni hanya Rp.10 miliar. Pemerintah juga membuka kesempatan untuk mendirikan bank campuran dengan persyaratan bank asing tersebut telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Akibatnya, terdapat kenaikan yang cukup signifikan dalam kenaikan jumlah bank, sampai dengan dengan Oktober 1992 tercatat 227 bank umum dan 8.058 bank perkreditan rakyat, dengan jumlah total 8.285 buah bank. Agus Budianto, Merger Bank Di Indonesia Beserta Akibat-Akibat Hukumnya, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hlm.29. 15 Pendirian dan penguasaan lembaga-lembaga perbankan dalam deregulasi perbankan itu hampir seluruhnya dilakukan oleh kelompok bisnis milik para konglomerat yang sebelumnya memiliki bisnis inti dalam sektor riil sehingga praktis belum pernah menjalankan operasi perbankan. Akibatnya, bank dalam posisi rentan karena campur tangan pemilik yang mempunyai banyak kepentingan. Diantaranya terkonsentrasinya kredit perbankan hanya pada sejumlah perusahaan saja, yaitu kepada perusahaan yang merupakan anggota kelompok usaha tersebut. Didik J.Racbini, Suwido Tono, dkk, Op.Cit., hlm. 46-47. Selain itu, berkembangnya jumlah dan jenis lembaga keuangan lainnya sebagai alternatif pembiayaan dan instrumen investasi, disertai larangan terhadap bank untuk melakukan kegiatan di pasar modal mempersempit kemampuan bank dalam menyalurkan dananya sehingga menjadi alasan bagi bank untuk melakukan kegiatan pada pemberian kredit yang beresiko tinggi yang pada gilirannya berakibat pada keamanan dan kesehatan industri perbankan. Zulkarnain Sitompul, Problematika…Op.Cit.,hlm.2. 16 Dalam beberapa tahun sebelum krisis, dinamisme perekonomian Indonesia cukup tinggi dengan laju inflasi cenderung menurun dan surplus neraca pembayaran dalam jumlah besar. Perkembangan yang mantap ini mendorong masuknya arus modal luar negeri yang pada akhirnya menggelembungkan perekonomian Indonesia. Pada masa ini sektor swasta yang pada gilirannya memiliki akses langsung dari pasar keuangan global memainkan peran sebagai motor pengganti pembangunan. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia senantiasa bergerak tinggi, umumnya diatas 7 persen yang membuat pendapatan per kapita naik berlipat-lipat sampai dengan tahun terjadinya krisis. Fenomena ini membuat Indonesia dijuluki sebagai “Keajaiban Ekonomi Asia Timur”. Cyrillus Harinowo, IMF: Penanganan Krisis Indonesia Pasca-IMF, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm.7-10. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 perbankan tersebut menjadi bumerang dan ikut berperan besar menyumbang terhadap krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 lalu. 17 Krisis tersebut telah menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam dan kemudian berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang. Proses penyebaran krisis berkembang cepat mengingat tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan ketergantungan pada sektor luar negeri yang sangat besar. Bersamaan dengan itu, sistem perbankan yang rapuh menyebabkan gejolak nilai tukar berubah menjadi krisis utang swasta dan krisis perbankan. 18 Begitu pun, krisis perbankan yang terjadi tahun 1997 tersebut telah memberikan pelajaran akan pentingnya menciptakan industri perbankan nasional yang memiliki ketahanan dan kemampuan yang memadai untuk menghadapi berbagai macam gejolak eksternal. Dalam rangka menghadapi segala perubahan dan tantangan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia telah mengeluarkan Arsitektur Perbankan Indonesia selanjutnya disingkat dengan API. 19 17 Tanda-tanda krisis moneter mulai tampak dan diawali dengan krisis nilai tukar yang melanda Thailaind dan secara cepat merembet ke seluruh negara ASEAN, termasuk Indonesia. Menginjak bulan Juli 1997, krisis nilai tukar berubah menjadi krisis moneter dan akhirnya menjadi krisis ekonomi yang akut. Derasnya arus modal keluar menyebabkan nilai tukar rupiah terus merosot. Utang-utang luar negeri yang jatuh tempo, pembiayaan impor dan minat spekulatif yang tinggi, semakin memperburuk situasi dan membuat rupiah semakin tertekan. Didik J.Racbini, Suwido Tono, dkk, Op.Cit., hlm.9. 18 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah….Op.Cit., hlm.3. 19 Istilah Arsitektur Perbankan Indonesia disadur dari istilah Arsitektur Keuangan yang digunakan oleh Bank For International Settlements BIS “International Financial Architecture “ dengan visi mencapai kestabilan sistem keuangan global. API merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan maupun white paper penyehatan perbankan nasional pasca IMF. API diluncurkan pada tanggal 9 Januari 2004 dan telah mengalami berbagai perubahan untuk penyempurnaan. Secara keseluruhan, penyempurnaan ini menyebabkan bertambahnya program dan kegiatan API yang dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2013, dari 19 program yang tertuang dalam 34 kegiatan menjadi 20 program yang dijabarkan dalam 55 kegiatan. Tedy Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 API merupakan kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang dilandasi oleh visi yaitu: “Mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional”. 20 Guna mempermudah pencapaian visi API, maka dijabarkan 6 enam sasaran yang ingin dicapai. Keenam pilar tersebut adalah : a. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan; b. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional; c. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko; d. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional; e. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat; f. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan. 21 Perwujudan visi API dan sasaran yang ditetapkan, serta mengacu kepada tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan, maka keenam pilar API tersebut akan Fardiansyah, Refleksi dan Strategi Penerapan Manajemen Risiko Perbankan Indonesia, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2006, hlm.4. 20 Dahlan Siamat, Op.Cit., hlm.125. 21 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, hlm.182. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 dilaksanakan melalui beberapa program kegiatan. Salah satu program API adalah konsolidasi perbankan. Konsolidasi perbankan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat. Penerapan konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Oleh karena itu, dilakukan penataan kembali struktur kepemilikan bank yang dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. 22 Sehubungan dengan hal tersebut, pada awal Oktober 2006, Bank Indonesia menerbitkan Paket Kebijakan Oktober 2006 yang dikenal dengan PAKTO 2006. Salah satu isi paket tersebut adalah berisi kebijakan mengenai Kepemilikan Tunggal Perbankan Single Presence Policy yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 816PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006. Kebijakan itu merupakan salah satu rangkaian Bank Indonesia dalam menegakkan Pilar I API yaitu penguatan struktur perbankan nasional dan Pilar III API yaitu peningkatan fungsi pengawasan yang ditunjang dengan kebijakan mengenai pemberian insentif dalam rangka konsolidasi perbankan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 817PBI2006. 23 Bank yang terkena dalam kebijakan ini adalah hanya bank umum 22 Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, dalam http:hukum-perbankan.blogspot.comsearchlabelakuisisi. Diakses pada tanggal 11 November 2008. 23 Muhammad Faiz Aziz, “Konsolidasi Perbankan : Opsi yang Seharusnya Diterapkan dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy”, dalam http:cfisel.blogspot.com200708artikel- tentang-single-presence-policy.html. Diakses tanggal 20 Desember 2008. Berbagai kemudahan yang diberikan bagi bank-bank yang akan melakukan merger, antara lain seperti: pemberian izin menjadi Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 dan tidak termasuk bank perkreditan syariah, kantor cabang bank asing, bank campuran, bank holding company dan bank umum syariah. 24 Ketentuan single presence policy ini menetapkan bahwa setiap pihak baik perorangan maupun korporasi, hanya boleh menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank. Tujuannya adalah untuk konsolidasi perbankan dan mendukung efektivitas pengawasan bank. Kebijakan single presence policy ini tentunya berimplikasi pada pihak-pihak yang sudah menjadi pemegang saham pengendali di dua atau lebih bank. Untuk itu kepada mereka diberikan tiga pilihan. Pertama, melepas kepemilikannya sehingga hanya menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank. Kedua, menggabungkan merger bank yang dimiliki. Ketiga, pembentukan perusahaan induk di bidang perbankan bank holding company. 25 Pembatasan single presence policy yang diberlakukan Bank Indonesia sampai dengan akhir 2010 telah memaksa terjadinya merger dan akuisisi pada bank devisa, kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum GWM Rupiah, perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK Batas Maksimum Pemberian Kredit yang timbul sebagai akibat merger atau konsolidasi, kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang bank, penggantian sebagian biaya konsultan dalam pelaksanaan due diligence. Djoni Edward, “BI Terbitkan Pakto 2006”, dalam situs, http:djonyedward.blogspot.com200610bi-terbitkan-pakto-2006.html . Diakses tanggal 17 Maret 2009. 24 Dalam hal ini bank-bank yang akan terkait dengan single presence policy adalah bank-bank BUMN yang dimiliki pemerintah, Bank BII dan Bank Danamon yang dimiliki oleh anak-anak usaha Temasek Singapura, Bank Lippo dan Bank Niaga yang dimiliki oleh anak-anak usaha Khazanah Malaysia dan terakhir Bank Haga dan Bank Haga Kita yang dimiliki oleh Rabobank, Belanda. “Temasek Ajukan Syarat untuk Gabungkan Danamon dan BII”, Kompas, Jumat, 14 Desember 2007. 25 Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan, Loc.,cit. Kebijakan Single Presence Policy ditempuh oleh Bank Indonesia akibat imbauan Bank Indonesia kepada perbankan nasional untuk melakukan konsolidasi melalui merger secara sukarela ternyata tidak membuahkan hasil yang mengembirakan. Sejak diluncurkannya API pada tahun 2004, ternyata hingga tahun 2006 hasil konsolidasi perbankan sangat minimal sehingga jika kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan dapat mengganggu agenda Bank Indonesia dalam mereduksi jumlah bank di tahun 2010. Muhammad Faiz Aziz, Loc.cit. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 industri perbankan. Temasek Group yang punya dua kepemilikan saham di Indonesia yaitu Danamon dan Bank Internasional Indonesia BII, telah menjual sahamnya di BII kepada Maybank, sebuah bank dari Malaysia. 26 Sedangkan Khazanah Nasional Berhard dari Malaysia yang menjadi pemegang saham pengendali di Bank Niaga dan Lippobank memilih untuk menggabungkan kedua bank tersebut. 27 Begitu juga dengan Rabobank yang merger dengan Bank Haga dan Hagakita. 28 Pemilihan merger dalam rangka melaksanakan single presence policy ini yang merupakan sebagai suatu perbuatan hukum, tentu saja tidak hanya melahirkan konsekuensi ekonomis dan finansial melainkan juga konsekwensi juridis baik secara internal maupun eksternal. 29 Konsekuensi yuridis yang harus diperhatikan yaitu terkait dengan prosedur hukum yang harus dijalani bagi bank umum yang ingin melakukan merger, dimana dalam proses merger ini akan meliputi peraturan perundang-undangan yang bersifat lintas sektor cross sectoral. Dalam Undang- Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang- 26 Temasek menguasai menguasai 68,05 saham Bank Danamon melalui afiliasinya Asia Financial Pte Ltd. Adapun di BII, Temasek bersama Kookmin Bank Korea, ICB Finansial Group Malaysia, dan Barclays yang tergabung dalam konsorsium Sorak Finansial Holding Pte Ltd, menguasai 56,24 saham BII. “Temasek Tingkatkan Kepemilikan pada BII”, Kompas, Selasa, 11 Desember 2007. 27 Merger antara Bank Niaga dan Bank Lippo akan diawali dengan langkah CIMB Group sebagai pemegang saham Bank Niaga, membeli 51 saham Bank Lippo, milik Khazanah, senilai Rp 5,9 triliun. CIMB merupakan anak usaha Khazanah melalui Bumiputera-Commerce Holding Bhd BCHB. Merger ini akan menghasilkan tingkat sinergi atau tambahan pendapatan senilai Rp.550 miliar pada tahun 2010 dan bank hasil merger akan menjadi bank kelima terbesar di Indonesia dengan aset Rp.95,2 triliun. “Niaga dan Lippo Merger”, Kompas, Selasa, 3 Juni 2008. 28 Kristopo, “Mewasapadai Konflik Pascamerger Antar Bank”, InfoBank, No.335 Edisi Oktober 2008. 29 Yoserwan, Hukum Ekonomi Indonesia dalam Era Reformasi dan Globalisasi, Padang: Andalas University Press, 2006, hlm. 130. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 Undang No.10 Tahun 1998, terdapat satu pasal yang mengatur tentang merger, akuisisi dan konsolidasi, yaitu Pasal 28 yang menentukan: ”Merger, Konsolidasi dan Akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin pimpinan Bank Indonesia.” Beberapa peraturan perundang-undangan di bidang perbankan yang mengatur pelaksanaan merger ini antara lain sebagai berikut: 30 a. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank b. SK Bank Indonesia No.3251KEPDIR tanggal 14 Mei 1999, tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi Akuisisi Bank Umum. c. Surat Edaran Direksi BI No.327UPPB tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum Selain peraturan diatas, dalam hal bank umum yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, maka ketentuan merger dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas juga wajib diperhatikan dan bagi bank yang sudah go public, maka selain ketentuan diatas, peraturan merger dalam hukum pasar modal juga wajib dilaksanakan yaitu Keputusan Ketua Bapepam No.Kep- 30 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003, hlm 181. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 52PM1997 tentang Peraturan No.IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten. Selain hal diatas konsekwensi merger yang perlu dicermati adalah dampak terhadap pemegang saham khususnya terhadap pemegang saham minoritas. Konsekwensi itu akan lebih luas bila hal itu terjadi pada perusahaan publik karena kepemilikan saham pada perusahaan publik sangat menyebar kepada masyarakat luas. 31 Di samping itu, pemegang saham saham minoritas pada perusahaan publik juga kurang terlibat dalam jalannya perusahaan. Perhatian mereka tertuju kepada turun naiknya harga saham perusahaan untuk mendapatkan capital gain, sehingga keadaan tersebut dapat dimanfaatkan oleh pemegang saham mayoritas. Dampak dari merger adalah kemungkinan terjadi kecurangan dalam penetapan harga, baik asset ataupun equity sebuah perusahaan. Keadaan ini dapat terjadi misalnya pihak yang akan mengambil alih dan diambil alih adalah pihak yang sama sehingga terjadi self dealing. 32 Dampak lainnya adalah terjadinya perubahan kebijakan dalam perusahaan seperti masuknya manajemen baru, perubahan bidang usaha, dan konflik budaya. Semuanya itu nantinya akan berdampak pada kinerja perusahaan secara keseluruhan yang akhirnya dapat merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. 33 Pada akhirnya keputusan bank untuk mengambil opsi merger harus memperhatikan kepentingan semua pihak atau stakeholders. 31 Lewis D. Salomon dan Alan R.Palmiter, Corporation, Cases an Exlanation, Boston: Litle Brown Co., 1994 dalam Yoserwan, Op.,Cit., hlm.131. 32 Robert Charles Clark, Corporate Law, Boston: Litle Brown Company, 1986 dalam Yoserwan, Ibid.,hlm.132. 33 I Nyoman Tjager, Perkembangan dan Pengaturan Pasar Modal di Indonesia, Makalah pada Studi Perbandingan Hukum Pasar Modal, Jakarta, BPHAN, 1995. Gilang Medina : Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Spp Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 816Pbi2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, 2009 Berdasarkan uraian-uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas tentang pengaturan merger bank umum sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul : “Penggabungan Merger Bank Umum dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy SPP menurut Peraturan Bank Indonesia No.816PBI2006 Tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia.”

B. Perumusan Masalah