Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai

(1)

PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA

DAN HAMBATANNYA PADA

PT BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BINJAI

TESIS

Oleh

NOVRILANIMISY 127005050 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA

DAN HAMBATANNYA PADA

PT BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BINJAI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

TESIS

Oleh

NOVRILANIMISY 127005050 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

JUDUL TESIS : PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA

DAN HAMBATANNYA PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BINJAI

NAMA : Novrilanimisy

NIM : 127005050

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S)

(Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum)

Anggota Anggota

(Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum)

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum

2. Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H 4. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum


(5)

ABSTRAK

Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat menempati peran yang cukup penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan hidup manusia dengan cara menjalankan usaha bank yaitu salah satunya dengan memberikan kredit. Nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik dan tepat pada waktu yang diperjanjikan. Akibatnya menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai memiliki cara untuk menyelamatkan kredit macet yaitu dengan melakukan restrukturisasi kredit yang bertujuan memberikan kesempatan dalam rangka perbaikan kredit kepada debitur. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik perbankan; 2. Apakah ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi; 3. Apakah hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan pengadilan. Sifat penelitian adalah deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan, menginventarisir dan menganalisis teori-teori dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini menggunakan studi dokumen yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan (library research) yang berupa data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini juga didukung dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan.

Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk dan pedoman tentang tata cara penyelamatan kredit melalui restrukturisasi kredit yaitu dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain dengan penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga bank, pengurangan tunggakan pokok bank, penambahan fasilitas kredit, dan/atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. Bank Rakyat Indonesia juga mengeluarkan petunjuk dan pedoman tentang tata cara penyelamatan kredit melalui restrukturisasi kredit berdasarkan Surat Edaran PT Bank Rakyat Indonesia Nomor : S.12-DIR/ADK/5/2013. Menurut surat edaran tersebut, restrukturisasi kredit dilakukan dengan perubahan tingkat suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga dan/atau denda, perpanjangan jangka waktu kredit atau penjadwalan kembali, penambahan fasilitas kredit/suplesi kredit, pengambilalihan aset debitur, pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan


(6)

kemudian, penjualan agunan dan kombinasi dari alternatif tersebut. Ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak dilakukan restrukturisasi adalah debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit dan debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Hambatan yang dihadapi dalam proses restrukturisasi kredit di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai diantaranya debitur sulit untuk diajak bekerjasama, tidak adanya keterbukaan debitur pada saat dilakukan negosiasi, bank mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan terhadap debitur karena sikap debitur yang tidak kooperatif, isi putusan restrukturisasi tidak dijalankan sesuai dengan kesepakatan, restrukturisasi kredit tidak didukung dengan informasi mengenai dokumen yang lengkap tentang usaha debitur serta bank mengalami kesulitan untuk melakukan pengawasan terhadap usaha debitur secara langsung.

Sebaiknya terdapat sinkronisasi peraturan mengenai restrukturisasi kredit antara peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan peraturan internal yang dibuat oleh Bank Rakyat Indonesia. Melakukan penilaian dengan baik dan tepat untuk melihat ukuran menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi. Serta meningkatkan pengawasan terhadap usaha maupun kondisi keuangan debitur serta melakukan pendekatan terhadap debitur yang tidak kooperatif agar nantinya pelaksanaan restrukturisasi kredit dapat berjalan dengan baik.


(7)

ABSTRACT

A Bank plays an important role in people’s life because banking institution, especially a commercial bank, becomes the essence of each country’s financial system. Banking system is functioned as the support for human needs through credit system. Unfortunately, not all debtors can pay off the debt to the Bank on time; consequently, there will be non-performing credit. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai has its own way how to handle non-performing credit; that is, by credit restructuring in order to give an opportunity to debtors to improve their performance. The problems discussed in the research were as follows: 1. how about the arrangement of the restructuring of non-performing credit in banking system, 2. what parameter was used to determine which non-performing credit that could be restructured, and 3. whether there were obstacles in the restructuring process of non-performing credit in Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.

The research used judicial normative method which referred to legal norms in legal provisions and in court’s verdicts. Its nature was descriptive analytic which was aimed to describe, inventory, and analyze the theories and regulations related to the subject matter of the research. The data consisted of secondary data, supported by primary data. The data were gathered by conducting interviews with informants and documentation study through library research.

Bank Indonesia through the Regulation of Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 on the Assessment on the Asset Quality of Commercial Bank, issued the guidelines for the procedure of handling non-performing credit through credit restructuring. Credit restructuring is an attempt of a Bank to handle debtors who get difficulty in paying off their debts by decreasing interest rate, extending credit term, reducing the arrears of bank interest, reducing bank main arrears, increasing credit facility, and/or conversing credit to temporary equity. Bank Rakyat Indonesia also issued guidelines for handling credit through credit restructuring, based on the Circulation Letter of PT Bank Rakyat Indonesia No. S.12-DIR/ADK/5/2013 which states that credit restructuring is done by conversing credit interest, decreasing the arrears of interest and/or fine, extending credit term or rescheduling, increasing credit facility/credit suppletion, taking over debtors’ assets, paying an amount of interest, selling collateral, and the combination of them. The parameter for determining non-performing credit which is worthy of getting restructuring is the debtors who get difficulty in paying off principal or credit interest. Besides that, they should have good business prospect and are able to pay off their debt after it has been restructured. Some obstacles faced by Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai are as follows: debtors are difficult to cooperate, debtors are not transparent in conducting negotiation, the Bank gets difficulty in approaching debtors since they are not cooperative, the content of the restructuring is not complied according to what has been agreed, credit restructuring is not supported by the information about the complete document about debtors’ businesses, and the Bank finds it difficult to directly control debtors’ businesses.


(8)

It is recommended that there should be synchronization about credit restructuring between the Regulation of Bank Indonesia and the internal regulation of Bank Rakyat Indonesia. Assessment should be done well and correctly in determining the parameter for non-performing credit which is feasible to be restructured. Supervision on debtors’ businesses and financial condition should be increased and approach to non-cooperative debtors should be carried out so that the implementation of credit restructuring can run smoothly.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Adapun judul tesis ini adalah “Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Hukum (MH) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan ataupun saran, sehingga penulisan tesis ini dapat selesai. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Pembimbing utama penulis, Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II penulis, dan Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing III penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga kepada Dosen Penguji yang terhormat Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.


(10)

Penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, MSC, (CTM), DTM & H. Sp. A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis.

5. Para pegawai pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.


(11)

Penulis juga turut mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Bapak Karno dan Ibunda Sariany Br. Bangun yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulis tesis ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Agustus 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Novrilanimisy

Tempat/ Tgl. Lahir : Binjai/ 21 April 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Letjen Jamin Ginting No. 30 Binjai

Pendidikan : Sekolah Dasar Ahmad Yani Binjai

Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Binjai Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Binjai

Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2012

Strata Dua (S2) Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2014

Nama Orang Tua Laki-Laki : Karno

Nama Orang Tua Perempuan : Sariany Br Bangun


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teoretis dan Kerangka Konseptual ... 14

1. Kerangka Teoretis ... 14

2. Kerangka Konseptual ... 19

G. Metode Penelitian ... 20

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 20

2. Sumber Data ... 21

3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. Analisis Data ... 23

BAB.II PENGATURAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET DALAM PRAKTIK PERBANKAN A. Hukum Perbankan di Indonesia ... 24

1. Pengertian Hukum Perbankan Indonesia ... 24

2. Sumber Hukum Perbankan Indonesia ... 25

3. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan ... 26


(14)

B. Kredit Dalam Perbankan ... 31

1. Pengertian Kredit ... 31

2. Jenis Kredit ... 33

3. Faktor Penilaian Kredit ... 36

4. Perjanjian Kredit ... 39

5. Jaminan Kredit ... 45

6. Kolektibilitas Kredit ... 50

C. Restrukturisasi Kredit ... 55

1. Pengertian Restrukturisasi Kredit ... 55

2. Alasan Restrukturisasi Kredit ... 57

D. Pengaturan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dan Standar Operasional Perbankan ... 59

BAB.III UKURAN MENENTUKAN KREDIT MACET YANG LAYAK DILAKUKAN RESTRUKTURISASI A. Kredit Macet ... 72

1. Pengertian Kredit Macet ... 72

2. Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet ... 74

3. Akibat Terjadinya Kredit Macet ... 80

B. Penyelesaian Kredit Macet ... 82

1. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Administrasi Perkreditan ... 82

2. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Hukum ... 84

C. Perlindungan Hukum Debitur Yang Melakukan Restrukturisasi ... 92

D. Ukuran Menentukan Kredit Macet Yang Layak Dilakukan Restrukturisasi ... 94


(15)

BAB.IV HAMBATAN DALAM PROSES RESTRUKTURISASI KREDIT MACET DI BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BINJAI

A. Gambaran Umum PT Bank Rakyat Indonesia

Cabang Binjai ... 99 B. Proses Restruktursasi Kredit

Di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai ... 107 C. Hambatan Dalam Proses Restrukturisasi Kredit

Di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai ... 113

BAB.V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 117 B. Saran ... 119


(16)

ABSTRAK

Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat menempati peran yang cukup penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan hidup manusia dengan cara menjalankan usaha bank yaitu salah satunya dengan memberikan kredit. Nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik dan tepat pada waktu yang diperjanjikan. Akibatnya menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai memiliki cara untuk menyelamatkan kredit macet yaitu dengan melakukan restrukturisasi kredit yang bertujuan memberikan kesempatan dalam rangka perbaikan kredit kepada debitur. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik perbankan; 2. Apakah ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi; 3. Apakah hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan pengadilan. Sifat penelitian adalah deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan, menginventarisir dan menganalisis teori-teori dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini menggunakan studi dokumen yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan (library research) yang berupa data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini juga didukung dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan.

Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk dan pedoman tentang tata cara penyelamatan kredit melalui restrukturisasi kredit yaitu dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain dengan penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga bank, pengurangan tunggakan pokok bank, penambahan fasilitas kredit, dan/atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. Bank Rakyat Indonesia juga mengeluarkan petunjuk dan pedoman tentang tata cara penyelamatan kredit melalui restrukturisasi kredit berdasarkan Surat Edaran PT Bank Rakyat Indonesia Nomor : S.12-DIR/ADK/5/2013. Menurut surat edaran tersebut, restrukturisasi kredit dilakukan dengan perubahan tingkat suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga dan/atau denda, perpanjangan jangka waktu kredit atau penjadwalan kembali, penambahan fasilitas kredit/suplesi kredit, pengambilalihan aset debitur, pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan


(17)

kemudian, penjualan agunan dan kombinasi dari alternatif tersebut. Ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak dilakukan restrukturisasi adalah debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit dan debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Hambatan yang dihadapi dalam proses restrukturisasi kredit di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai diantaranya debitur sulit untuk diajak bekerjasama, tidak adanya keterbukaan debitur pada saat dilakukan negosiasi, bank mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan terhadap debitur karena sikap debitur yang tidak kooperatif, isi putusan restrukturisasi tidak dijalankan sesuai dengan kesepakatan, restrukturisasi kredit tidak didukung dengan informasi mengenai dokumen yang lengkap tentang usaha debitur serta bank mengalami kesulitan untuk melakukan pengawasan terhadap usaha debitur secara langsung.

Sebaiknya terdapat sinkronisasi peraturan mengenai restrukturisasi kredit antara peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan peraturan internal yang dibuat oleh Bank Rakyat Indonesia. Melakukan penilaian dengan baik dan tepat untuk melihat ukuran menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi. Serta meningkatkan pengawasan terhadap usaha maupun kondisi keuangan debitur serta melakukan pendekatan terhadap debitur yang tidak kooperatif agar nantinya pelaksanaan restrukturisasi kredit dapat berjalan dengan baik.


(18)

ABSTRACT

A Bank plays an important role in people’s life because banking institution, especially a commercial bank, becomes the essence of each country’s financial system. Banking system is functioned as the support for human needs through credit system. Unfortunately, not all debtors can pay off the debt to the Bank on time; consequently, there will be non-performing credit. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai has its own way how to handle non-performing credit; that is, by credit restructuring in order to give an opportunity to debtors to improve their performance. The problems discussed in the research were as follows: 1. how about the arrangement of the restructuring of non-performing credit in banking system, 2. what parameter was used to determine which non-performing credit that could be restructured, and 3. whether there were obstacles in the restructuring process of non-performing credit in Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.

The research used judicial normative method which referred to legal norms in legal provisions and in court’s verdicts. Its nature was descriptive analytic which was aimed to describe, inventory, and analyze the theories and regulations related to the subject matter of the research. The data consisted of secondary data, supported by primary data. The data were gathered by conducting interviews with informants and documentation study through library research.

Bank Indonesia through the Regulation of Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 on the Assessment on the Asset Quality of Commercial Bank, issued the guidelines for the procedure of handling non-performing credit through credit restructuring. Credit restructuring is an attempt of a Bank to handle debtors who get difficulty in paying off their debts by decreasing interest rate, extending credit term, reducing the arrears of bank interest, reducing bank main arrears, increasing credit facility, and/or conversing credit to temporary equity. Bank Rakyat Indonesia also issued guidelines for handling credit through credit restructuring, based on the Circulation Letter of PT Bank Rakyat Indonesia No. S.12-DIR/ADK/5/2013 which states that credit restructuring is done by conversing credit interest, decreasing the arrears of interest and/or fine, extending credit term or rescheduling, increasing credit facility/credit suppletion, taking over debtors’ assets, paying an amount of interest, selling collateral, and the combination of them. The parameter for determining non-performing credit which is worthy of getting restructuring is the debtors who get difficulty in paying off principal or credit interest. Besides that, they should have good business prospect and are able to pay off their debt after it has been restructured. Some obstacles faced by Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai are as follows: debtors are difficult to cooperate, debtors are not transparent in conducting negotiation, the Bank gets difficulty in approaching debtors since they are not cooperative, the content of the restructuring is not complied according to what has been agreed, credit restructuring is not supported by the information about the complete document about debtors’ businesses, and the Bank finds it difficult to directly control debtors’ businesses.


(19)

It is recommended that there should be synchronization about credit restructuring between the Regulation of Bank Indonesia and the internal regulation of Bank Rakyat Indonesia. Assessment should be done well and correctly in determining the parameter for non-performing credit which is feasible to be restructured. Supervision on debtors’ businesses and financial condition should be increased and approach to non-cooperative debtors should be carried out so that the implementation of credit restructuring can run smoothly.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat menempati peran yang cukup penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan-perusahaan, lembaga pemerintah, swasta maupun perorangan menyimpan dananya dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan melalui perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.1

Kegiatan operasional bank, baik dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat maupun mengelola dana, menanam kembali dana tersebut kepada masyarakat, sampai dana tersebut kembali lagi ke bank, senantiasa terkait dengan ketentuan hukum. Oleh karena itu, dengan semakin meningkat dan berkembangnya kegiatan usaha perbankan, peranan bidang hukum dalam mendukung keberhasilan itupun semakin dirasakan penting.

2

1

Thomas Suyatno, dkk, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta : STIE Perbanas-Gramedia, 1988), hlm.11.

2

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.15.


(21)

Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan pengertian tentang Bank yaitu “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Bank merupakan salah satu sumber penyedia dana yang diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat atau perorangan dan badan usaha guna memenuhi kebutuhan konsumsi atau untuk meningkatkan produksi.3

Pada prinsipnya bank merupakan suatu lembaga perantara keuangan (financial intermediary), di samping kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat, bank tersebut juga mempunyai kegiatan berupa penarikan dana dari masyarakat. Jadi dana yang ditarik dari masyarakat tersebut kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Oleh karena itu bank memperoleh keuntungan diantara kegiatan penyaluran dana dan penarikan dana tersebut.

4

Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan usaha bank dalam rangka mengelola dana yang dikuasainya agar produktif dan memberikan keuntungan.5

3

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : CV. Alfabeta, 2003), hlm. 1.

4

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 9.

5

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012), hlm. 3.


(22)

Kehidupan perekonomian manusia pada saat ini erat kaitannya dengan dunia perbankan. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan hidup manusia dengan cara menjalankan usaha bank yaitu salah satunya dengan memberikan kredit.6

Mengapa seseorang memerlukan kredit ? Karena manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya selalu meningkat, sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya itu terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-citanya. Dalam hal manusia berusaha, maka untuk meningkatkan usahanya, manusia memerlukan bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal inilah yang sering disebut dengan kredit.7

Kredit sesuai dengan kata aslinya credo, berarti kepercayaan. Jika bank memberikan kredit kepada para nasabahnya, berarti bank memberikan kepercayaan kepada nasabah tersebut. Untuk mendukung kepercayaan tersebut diperlukan beberapa faktor dalam penilaian kredit, sedangkan untuk menganalisis kepercayaan itu diperlukan beberapa prinsip dalam pemberian kredit.8

6

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Simpanan, Jasa & Kredit), (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 8.

7

Thomas Suyatno, H.A.Chalik, Made Sukada, C.Tinon Yunianti, dan Djuhaepah T. Marala, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 13.

8

As.Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994), hlm. 23.


(23)

Kredit dalam kehidupan perekonomian dan juga dalam perdagangan mempunyai fungsi sebagai berikut9

1. Meningkatkan daya guna uang; :

2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; 3. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang; 4. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi; 5. Meningkatkan kegairahan berusaha; 6. Meningkatkan pemerataan pendapatan; 7. Meningkatkan hubungan internasional.

Kredit menguntungkan bagi kedua pihak yaitu debitur dan kreditur. Sebagai peminjam kredit, debitur dapat memenuhi kebutuhannya, dan sebagai pemberi kredit akan menerima bunga kredit. Namun, hal itu terjadi apabila kredit dalam keadaan lancar-lancar saja. Kredit juga bisa menjadi bermasalah, kredit bermasalah tidak muncul begitu saja. Selalu ada indikasi awal atau tanda-tanda. Salah satu alasan debitur tidak mau membayar kredit adalah karena debitur tidak mempunyai itikad baik. Itulah sebabnya bank harus berhati-hati dalam memberikan kredit. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam kredit.

Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit dapat digolongkan menjadi10

1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang diperjanjikan;

:

2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya di mana jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu telah disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah debitur;

3. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan nasabah debitur berupa uang dan bunga atau imbalan;

9

Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta : Andi, 2000), hlm. 4.

10

Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif, (Bandung : CV. Utomo, 2004), hlm. 92.


(24)

4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah debitur, maka diadakan pengikatan jaminan atau agunan.

Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik dan tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah memberi pinjaman. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet. Kredit macet adalah “suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya”.11

Kredit macet dalam dunia perbankan merupakan penyakit berbahaya yang dapat membuat lumpuhnya suatu bank. Masalah kredit macet tidak saja akan merugikan para pemilik saham bank tersebut, tetapi juga akan merugikan para pemilik dana, yang sebagian besar adalah anggota masyarakat.

Untuk mencegah terjadinya kredit macet, bank wajib melakukan pengelolaan kredit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan kredit oleh bank yaitu dengan melakukan upaya-upaya preventif agar kredit tidak menjadi bermasalah.

12

11

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 92.

12

As.Mahmoeddin, Op.Cit., hlm. 12.

Kredit yang bersumber dari dana masyarakat harus disalurkan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan aspek-aspek pemberian kredit yang sehat untuk menghindari risiko kredit bermasalah. Kredit bermasalah dapat menimbulkan potensi kerugian pada bank


(25)

dan mengganggu stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan perkataan lain kemacetan kredit akan membawa pengaruh terhadap kesinambungan pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan karena sebagian dana mengendap dalam kredit macet.13

Terjadinya kredit macet selain berasal dari nasabah, dapat juga berasal dari pihak bank. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari nasabah, yaitu nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya. Bank juga dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya kredit macet, karena bank tidak terlepas dari kelemahan yang dimilikinya. Salah satu kelemahan dari pihak bank seperti kualitas pejabat bank yang kurang baik.14

1. Prinsip Kepercayaan yaitu pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Dalam memberikan kredit kepada nasabah, pejabat bank diwajibkan melaksanakan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Prinsip-prinsip perbankan tersebut diantaranya :

15

2. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle) yaitu bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus

13

Yusuf Shopie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 34.

14

Ibid., hlm.94.

15


(26)

selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinisp ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.16

3. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) yaitu prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.17

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pejabat bank bertindak menyimpang dari prinsip-prinsip perbankan tersebut seperti misalnya kualitas pejabat bank, persaingan antar bank, hubungan ke dalam, dan pengawasan.18 Bank harus mampu menganalisis dan memprediksi suatu permohonan kredit untuk dapat meminimalkan risiko yang terkandung di dalam penyaluran kredit tersebut. Informasi tentang calon debitur merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat risiko yang akan dihadapi bank.19

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan panduan agar bank dalam melaksanakan kegiatan pemberian kredit senantiasa mendasarkan pada keyakinan bahwa debitur mampu mengembalikan kredit yang diperolehnya pada

16

Ibid.

17

Z. Dunil, Kamus Istilah Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 115.

18

Yusuf Shopie, Op.Cit., hlm. 94.

19

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung : BooksTerrace & Library, 2005), hlm. 186.


(27)

waktu yang telah diperjanjikan (kredit yang diberikan terjamin pengembaliannya).20

Penyelamatan kredit bermasalah merupakan suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara kreditur dengan debitur. Perundingan yang dimaksud adalah dengan restrukturisasi kredit.

Pemberian kredit senantiasa dilaksanakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari kredit bermasalah, akan tetapi dalam kenyataannya tidak ada bank tanpa kredit bermasalah.

21

Di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, yang dimaksud dengan restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui22

1. Penurunan suku bunga kredit;

:

2. Perpanjangan jangka waktu kredit; 3. Pengurangan tunggakan bunga kredit; 4. Pengurangan tunggakan pokok kredit; 5. Penambahan fasilitas kredit; dan/atau

6. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.

Bank memiliki berbagai cara untuk menyelamatkan kredit macet. Oleh karena itu, penilaian karakter debitur harus menjadi prioritas dan wajib dilakukan dengan seksama dan sedini mungkin yaitu sejak debitur memulai langkah pertama untuk mendapatkan pinjaman.23

20

Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta : Institur Bankir Indonesia, 2002), hlm. 1.

21

Hermansyah, Op.Cit., hlm. 76.

22

Lihat Pasal 1 ayat 26 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.

23

Zulkarnain Sitompul, Op.Cit., hlm. 187.


(28)

Restrukturisasi kredit macet dilaksanakan di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai pada awalnya melihat adanya prospek usaha yang baik bagi debitur, oleh karena itu pihak bank memberikan kesempatan yang bertujuan dalam rangka perbaikan kredit yaitu dengan melakukan restrukturisasi (penyelamatan) agar debitur dapat digolongkan kembali ke dalam kualitas kredit lancar. Debitur yang telah direstrukturisasi pada periode Januari 2013 sampai dengan Maret 2014 adalah sebanyak 19 debitur dengan nominal dana diperkirakan sebesar Rp. 6.000.000.000,00 (Enam Milyar Rupiah).24

24

Hasil wawancara dengan informan yaitu Pegawai Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai (Junior Account Officer 2) pada tanggal 10 April 2014.

Apabila kredit macet tidak ditangani secara tuntas, dikhawatirkan dapat menjadi salah satu penghambat pertumbuhan kredit perbankan. Restrukturisasi dilakukan untuk meminimalkan risiko kredit macet dan kerugian keuangan yang lebih besar.

Akan tetapi dalam pelaksanaan proses restrukturisasi tidak dapat berjalan lancar. Terdapat hambatan-hambatan yang terjadi dalam melaksanakan restrukturisasi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai diantaranya seperti debitur tidak memiliki prospek usaha dan debitur tidak kooperatif dalam memenuhi kewajiban kreditnya.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, akan dikaji mengenai Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.


(29)

B. Permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik perbankan?

2. Apakah ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi?

3. Apakah hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik perbankan.

2. Untuk mengetahui ukuran dalam menentukan kredit macet yang layak dilakukan restrukturisasi.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.


(30)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan praktis. Atas dasar tujuan tersebut, penelitian hukum positif “Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai” akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu hukum, khususnya dalam hukum bisnis, lebih khusus lagi dalam hukum perbankan dan memberikan tambahan wawasan kepada kalangan yang berminat pada hukum bisnis dan pihak-pihak serta lembaga-lembaga yang terkait. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi bank, dalam hal penanganan kredit macet dengan kebijakan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan proses restrukturisasi. Penelitian ini juga berguna bagi penulis sebagai wadah mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teori yang telah dipelajari selama kuliah, serta semakin menambah wawasan dan pengetahuan tentang restrukturisasi kredit macet.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ada beberapa penelitian yang mengkaji tentang Restrukturisasi, diantaranya yaitu :


(31)

1. Patar Hutasoit, 2000, Magister Ilmu Hukum, Restrukturisasi Kredit Ritel (Studi Kasus Di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan Baru), dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Apa tugas dan kewenangan Bank Rakyat Indonesia dalam pemberian kredit ritel kepada pengusaha kecil dan menengah di kota medan?

b. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah?

c. Upaya-upaya apa yang dilakukan dalam menyelamatkan kredit bermasalah, dan bagaimana upaya penyelamatan kredit tersebut ditinjau dari hukum yang berlaku?

2. Yuanita Harahap, 2004, Magister Ilmu Hukum, Analisis Hukum Mengenai Restrukturisai Utang PT Terbuka pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaturan restrukturisasi dalam hukum kepailitan di Indonesia? b. Bagaimana pengaturan restrukturisasi utang PT Terbuka di Indonesia?

c. Bagaimanakah pelaksanaan restrukturisasi utang PT Terbuka melalui proses perdamaian?

3. Lindia Halim, 2005, Magister Kenotariatan, Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan, dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaturan restrukturisasi utang dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?


(32)

c. Bagaimana pelaksanaan restrukturisasi utang dalam perbankan dan dunia usaha di Indonesia?

4. Sri Murtini, 2009, Magister Ilmu Hukum, Analisis Yuridis Peraturan Bank Indonesia No.13/09/2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah (UUS), dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha syari’ah?

b. Bagaimana bentuk restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha syari’ah berdasarkan ketentuan PBI No.13/9/PBI/2011?

c. Prinsip-prinsip apakah yang terkandung dalam restrukturisasi pembiayaan perbankan syari’ah dan unit usaha syari’ah menurut ketentuan PBI No.13/9/PBI/2011?

Penelitian ini menitikberatkan pembahasan mengenai Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai. Dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.


(33)

F. Kerangka Teoretis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teoretis

Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataan), juga simbolis.25

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kemanfaatan (Utilitarisme). Utilitarisme dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Bagi Jeremy Bentham, hukum barulah dapat diakui sebagai hukum, jika memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya terhadap sebanyak-banyaknya orang. Prinsip ini dikemukakan oleh Bentham dalam karyanya Introduction to the Principles of Morals and Legislation (1789), yang bunyinya adalah the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang).26 Bahwa tujuan perundang-undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat. Oleh karena itu perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan, yaitu27

1. Untuk memberi nafkah hidup (to provide subsistence);

:

2. Untuk memberikan makanan yang berlimpah (to provide abundance);

25

HR. Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2005), hlm. 21.

26

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 76.

27


(34)

3. Untuk memberikan perlindungan (to provide security); 4. Untuk mencapai persamaan (to attain equality).

Utilitarisme berasal dari kata latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu atau dua orang melainkan masyarakat secara keseluruhan.28 Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness), yang tidak mempermasalahkan baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung kepada pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.29

Bahwa dengan memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Atas dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Demikian juga terhadap perundang-undangan, baik buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut di atas. Bahwa undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik.30

Bentham menemukan bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah suatu kebijaksanaan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil yang berguna atau sebaliknya yaitu kerugian bagi orang-orang yang terkait.

28

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2010), hlm. 66.

29

Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 179.

30

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 64.


(35)

Menepati janji, berkata benar, atau menghormati milik orang adalah baik karena hasil baik yang dicapai dengannya, bukan karena suatu sifat intern dari perbuatan-perbuatan tersebut. Sedangkan, mengingkari janji, berbohong atau mencuri adalah perbuatan buruk karena akibat buruk yang dibawakannya, bukan karena suatu sifat dari perbuatan-perbuatan itu. Utilitarisme dapat memberi tempat juga kepada kewajiban, tetapi hanya dalam arti bahwa manusia harus menghasilkan kebaikan dan bukan keburukan. 31

Secara lebih konkret, dalam kerangka etika utilitarisme dapat dirumuskan tiga kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan, antara lain32

a. Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik, sebaliknya kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.

:

b. Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya. Atau jika yang dipertimbangkan adalah soal akibat baik dan akibat buruk dari kebijaksanaan atau tindakan, maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Dalam situasi tertentu, ketika kerugian tidak bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil (termasuk kalau dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif).

c. Kriteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut etika

utilitarisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.

31

A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta : Kanisius, 1998), hlm. 93.

32


(36)

Secara umum, utilitarisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda, antara lain33

a. Sebagai proses untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak (sebagai prosedur untuk mengambil keputusan). Yaitu menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan.

:

b. Sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Yaitu menilai tindakan atau kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya, sejauhmana mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang.

Teori kemanfaatan ini menggambarkan tentang apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang yang rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup ini, khususnya keputusan moral, termasuk juga dalam bidang bisnis. Teori ini merumuskan prosedur dan pertimbangan yang banyak digunakan dalam mengambil suatu keputusan, khususnya yang menyangkut kepentingan banyak orang. Teori ini juga bisa membenarkan suatu tindakan sebagai tindakan yang baik dan etis, yaitu ketika tujuan atau akibat dari tindakan itu bermanfaat bagi banyak orang.34

33

Ibid., hlm. 98-99.

34

Ibid., hlm. 95.

Hal ini dapat dipahami dari alasan diberikannya bantuan dalam penyelamatan kredit macet yaitu dengan melakukan restrukturisasi kepada debitur yang masih mungkin diselamatkan misalnya melalui penurunan suku bunga kredit, pengurangan tuggakan bunga dan/atau pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan lain sebagainya. Teori utilitarisme mengedepankan kepentingan umum yang dalam hal ini difokuskan kepada peran Bank Indonesia mengemban berbagai kepentingan umum yakni kepentingan masyarakat (debitur) yang mengalami kredit bermasalah.


(37)

Teori utilitarisme memberikan pemahaman bahwa sesuatu yang baik jika membawa manfaat. Manfaat restrukturisasi yang dilakukan di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai sangat dirasakan oleh debitur yang mengalami kredit macet. Dengan dilaksanakannya restrukturisasi, debitur yang masih memiliki prospek usaha dan itikad baik dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya kembali dengan cara diberikan kelonggaran tertentu oleh pihak bank sebagai kreditur. Selain itu manfaat dari restrukturisasi sangat membawa dampak yang positif bagi debitur. Dengan restrukturisasi kredit, terbuka kesempatan bagi debitur yang masih mau membayar namun kapasitas membayarnya menurun sehingga pembayaran tidak cukup untuk menutupi angsurannya.

Dengan adanya pengaturan tentang restrukturisasi kredit bermasalah dalam praktek perbankan, debitur dan kreditur dapat mencapai kesepakatan baru yang dirasa lebih bermanfaat bagi keduanya. Sebagai contoh, bagi debitur usaha kecil menengah, meskipun jumlah pinjaman dari mereka relatif kecil tetapi jumlah mereka sebagai debitur sangat banyak. Apabila restrukturisasi dilakukan bagi mereka maka yang memperoleh manfaat adalah rakyat banyak.

Manfaat restrukturisasi dapat dirasakan oleh kedua pihak yaitu debitur dan kreditur. Bagi debitur yaitu untuk menyelamatkan usaha agar kembali sehat, akan membuka kembali kemungkinan terbayarnya piutang baik pokok maupun bunga dan menjaga nama baik debitur itu sendiri pada perbankan. Sedangkan, bagi kreditur yaitu untuk menyelamatkan kredit, menjaga kolektibilitas kredit debitur dan meminimalkan


(38)

pembentukan risiko kredit macet agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga dengan baik.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.35

a. Restrukturisasi Kredit adalah langkah-langkah untuk mengupayakan agar debitur dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya pada bank melalui pemberian kelonggaran tertentu.

Landasan konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian, maka dengan ini perlu untuk memberikan beberapa konsep yang berhubungan dengan judul dalam penelitian ini, yaitu :

36

b. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.37

c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan

35

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 79.

36

H.Masyhud Ali, Cermin Retak Perbankan Refleksi Permasalahan dan Alternatif Solusi, (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 1999), hlm. 206.

37


(39)

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pembagian bunga.38

d. Kredit Macet adalah suatu keadaan di mana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.39

e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

40

f. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.41

g. Bank Rakyat Indonesia adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat

38

Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

39

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 92.

40

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

41


(40)

dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan pengadilan. Penelitian yuridis normatif merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.42

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktik dari hasil penelitian di lapangan, bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat, termasuk di dalamnya peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas.

43

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer44, bahan hukum sekunder45

a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

, dan bahan hukum tersier.

42

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : UMM Press, 2007), hlm. 57.

43

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 63.

44

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm. 141.

45


(41)

dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan peraturan-peraturan lain yang terkait dengan restrukturisasi kredit macet.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu terdiri dari buku-buku teks yang berkaitan dengan restrukturisasi kredit macet, hasil-hasil seminar atau karya ilmiah, dokumen pribadi, dan pendapat lain dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek penelitian yang ditelaah.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia dan internet yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini menggunakan studi dokumen yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan (library research) yang berupa data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini juga didukung dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan. Wawancara kepada pegawai dari Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai yang berguna untuk pembahasan dalam penelitian ini.


(42)

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.46 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.47

Analisis Kualitatif dalam penelitian ini berdasarkan disiplin ilmu hukum yaitu dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada di lapangan. Kemudian dikelompokkan, dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan restrukturisasi kredit macet mengenai kebijakan-kebijakan dalam rangka menyelesaikan kredit macet pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara deduktif. Prosedur deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus48

46

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), hlm. 263.

47

Lexy. J. Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 3.

48

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Rajawali Pers, 1998), hlm. 13.

, sehingga pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dapat dijawab.


(43)

BAB II

PENGATURAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET DALAM PRAKTIK PERBANKAN

A. Hukum Perbankan di Indonesia

1. Pengertian Hukum Perbankan Indonesia

Hukum Perbankan Indonesia merupakan hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan yang berlaku pada saat ini di Indonesia. Hukum perbankan adalah “sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain”.49

Berdasarkan pengertian di atas, pengaturan dibidang perbankan akan menyangkut diantaranya yaitu

50

a. Dasar-dasar perbankan yaitu menyangkut asas-asas kegiatan perbankan seperti norma, efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan perbankan, serta hubungan hak dan kewajibannya.

:

b. Kedudukan hukum pelaku dibidang perbankan, misalnya kaedah-kaedah mengenai pengelolanya seperti dewan komisaris, ataupun pihak yang terafiliasi. Serta mengenai bentuk hukum pengelolanya dan mengenai kepemilikannya. c. Kaedah-kaedah perbankan yang secara khusus memperhatikan kepentingan

umum, seperti kaedah-kaedah yang mencegah persaingan yang tidak wajar,

antitrust, dan perlindungan terhadap nasabah.

d. Kaedah-kaedah yang menyangkut struktur organisasi yang mendukung kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti dewan moneter dan bank sentral.

49

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 1.

50


(44)

e. Kaedah-kaedah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yang berupa dasar-dasar untuk perwujudan tujuan yang hendak dicapai melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya.

f. Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaedah-kaedah hukum tersebut.

2. Sumber Hukum Perbankan Indonesia

Sumber hukum perbankan Indonesia dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal maupun sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri. Sumber hukum formal tidak hanya terbatas pada sumber hukum tertulis, dimungkinkan adanya sumber hukum yang tidak tertulis.51 Berbicara mengenai sumber hukum formal di Indonesia akan selalu menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber utama. Sumber hukum formal yang tertulis mengenai bidang perbankan antara lain sebagai berikut52

a. Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pasal 33); :

b. Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat terutama mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara;

c. Undang-Undang Pokok dibidang Perbankan dan undang-undang pendukung sektor ekonomi dan yang terkait lainnya seperti Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

d. Peraturan Pemerintah yaitu peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Perbankan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

51

E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1989), hlm. 84.

52


(45)

Sumber hukum formal yang tidak tertulis antara lain yurisprudensi, konvensi (kebiasaan), doktrin, dan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam kegiatan perbankan.53

3. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.54

Asas perbankan yang dianut di Indonesia diatur berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.” Asas demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi ekonomi ini tertuang dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.55 Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah perbankan Indonesia diharapkan dalam melakukan usahanya akan melindungi kepentingan masyarakat penyimpan dana dan meningkatkan kegiatan ekonomi.56

53

Ibid.

54

Hermansyah, Op.Cit., hlm. 18.

55

Ibid.

56

Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 7.


(46)

Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Perbankan yang menyatakan bahwa, “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.” Berdasarkan ketentuan di atas, fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds). 57

Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Pemberian kredit bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana untuk usahanya. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank mendapat sumber pendapatan dalam bentuk bunga kredit. Bahwa pemberian kredit akan menimbukan risiko, oleh sebab itu pemberiannya dilakukan harus dengan teliti dan memenuhi persyaratan.

58

4. Risiko Perbankan

Setiap usaha yang dijalankan selalu menghadapi risiko termasuk juga usaha bank. Usaha bank merupakan usaha dibidang jasa keuangan yang menghadapi berbagai macam risiko. Risiko usaha bank adalah tingkat ketidakpastian mengenai

57

Ibid.

58


(47)

keuntungan yang diharapkan akan diterima oleh bank. Ada sepuluh macam risiko usaha yang dihadapi oleh bank. Kesepuluh risiko tersebut yaitu59

a. Risiko Kredit (default risk)

:

Risiko kredit adalah risiko akibat ketidakmampuan nasabah mengembalikan pinjaman yang diterimanya dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. Ketidakmampuan nasabah memenuhi kontrak kredit yang disepakati kedua belah pihak disebut default.

b. Risiko Investasi (investment risk)

Risiko investasi adalah risiko yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerugian akibat penurunan nilai pokok portofolio surat-surat berharga yang dimiliki bank, misalnya obligasi atau surat berharga lainnya.

c. Risiko Likuiditas (liquidity risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang mungkin dihadapi bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permohonan kredit dan semua penarikan dana oleh penyimpan pada suatu waktu. Hal ini menimbulkan masalah karena bank tidak mengetahui dengan tepat kapan dan berapa jumlah dana yang dibutuhkan atau ditarik baik oleh nasabah debitur maupun nasabah penyimpan. Dalam kegiatan pengelolaan bank, manajer memperkirakan kebutuhan likuiditasnya dan mencari cara pemenuhan kebutuhan dana pada saat diperlukan, suatu masalah yang cukup kompleks.

59

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 299-302.


(48)

d. Risiko Operasional (operating risk)

Risiko operasional adalah risiko yang berkenaan dengan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank. Risiko operasional antara lain dapat berasal dari kerugian karena penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan/atau kegagalan jasa dan prosuk baru yang diperkenalkan. e. Risiko Penyelewengan (fraud risk)

Risiko penyelewengan atau penggelapan adalah risiko yang berkaitan dengan kerugian yang mungkin terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan, kebejatan moral, atau perilaku yang tidak terpuji dari pejabat, karyawan dan nasabah bank. Untuk menghindari kecurangan tersebut, bank telah mengembangkan auditing system

dan on line teller system. f. Risiko Fidusia (fiduciary risk)

Risiko fidusia adalah risiko yang mungkin timbul apabila bank memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat, baik untuk pribadi maupun badan usaha. Kegagalan bank melaksanakan tugas tersebut dianggap risiko kerugian bagi wali amanat.

g. Risiko Tingkat Bunga (interest rate risk)

Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, akan menurunkan nilai pasar surat-surat berharga yang terjadi pada saat bank membutuhkan likuiditas. Risiko terjadi apabila untuk memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut harus menjual surat-surta berharga yang dimiliki bank.


(49)

h. Risiko Solvensi (solvency risk)

Risiko solvensi adalah risiko yang terjadi disebabkan oleh ruginya beberapa asset yang pada gilirannya menurunkan posisi modal bank. Modal bank memberikan perlindungan terakhir terhadap terjadinya insolvensi dan likuidasi bank. Fungsi utama modal bank adalah melindungi deposan dari kerugian dengan menanggulangi semua asset bank yang mengalami kerugian.

i. Risiko Valuta asing (foreign currency risk)

Risiko valuta asing adalah risiko yang dihadapi oleh bank devisa yang melakukan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing. Ketidakstabilan nilai tukar valuta asing dapat mempersulit bank mengelola aktiva dari pasiva (kewajiban) valuta asing yang dimilikinya sehingga pada gilirannya akan menyebabkan kerugian bank.

j. Risiko Persaingan

Produk-produk yang ditawarkan bank hampir seluruhnya bersifat homogen sehingga persaingan antar bank lebih terfokus pada kemampuan bank memberikan pelayanan kepada nasabah secara professional dan paling baik.

Risiko yang dikelola dengan baik dapat menjaga kinerja perusahaan terhindar dari kerugian. Manajemen risiko dapat diartikan sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.60

60

Lihat Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.


(50)

Manajemen risiko perbankan diharapkan dapat mengendalikan risiko yang mungkin terjadi untuk mengurangi kerugian. Untuk meminimalisir risiko yang dihadapi, manajemen bank harus memiliki keahlian dan kompetensi yang memadai sehingga berbagai risiko yang berpotensi mucul dapat diantisipasi.61

Penerapan manajemen risiko sekurang - kurangnya mencakup antara lain pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

62

B. Kredit Dalam Perbankan

1. Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Latin yaitu “credere” (“credo” dan

“creditum”) yang kesemuanya berarti kepercayaan. Bahwa dapat dikatakan dalam hubungan ini, kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.63

61

15 Agustus 2014.

62

Lihat Pasal 2 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

63

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001). hlm. 236.


(51)

Kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam uang yang dilakukan antara bank dan pihak lain yaitu nasabah peminjam dana. Perjanjian pinjam meminjam uang dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjam dalam tenggang waktu yang telah ditentukan akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga sebagai imbalan jasanya.64

“Kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari dengan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dimana bank atas jasanya itu akan mendapatkan bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.”

Pengertian kredit berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yaitu:

65

Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut66

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, yang dimaksud dengan

:

a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang;

b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain;

c. Adanya kewajiban melunasi utang; d. Adanya jangka waktu tertentu; e. Adanya pemberian bunga kredit.

64

Ibid., hlm. 237.

65

Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

66

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 77.


(52)

kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk, yaitu sebagai berikut :

a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain".

2. Jenis Kredit

Pada mulanya kredit didasarkan atas kepercayaan murni yaitu berbentuk kredit perorangan karena kedua belah pihak saling mengenal. Dengan berkembangnya waktu maka berkembang pula jenis-jenis kredit seperti yang ada sekarang ini. Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria. Ditinjau dari penggunaannya, pemberian kredit bank dapat berbentuk sebagai berikut67

a. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan untuk membiayai kebutuhan modal kerja dari suatu perusahaan. Karakter yang melekat pada kredit jenis ini yaitu :

:

1) Kredit pada umumnya disediakan dalam bentuk rekening koran;

2) Kebutuhan modal dihitung atas dasar perputaran usaha (siklus produksi); 3) Agunan lebih ditekankan pada barang yang lebih mudah dicairkan dalam

waktu singkat;

4) Persyaratan kredit dan penentuan jatuh tempo dinegosiasikan sedemikian rupa dengan memperhatikan perkembangan usaha, sebab modal usaha itu dipergunakan untuk berusaha jangan sampai penarikan total kredit tersebut akan mematikan usaha yang bersangkutan.

67


(53)

b. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah dan jangka panjang dalam rangka membiayai pengadaan aktiva tetap suatu perusahaan, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Umumnya berjangka waktu menengah atau panjang;

2) Kebutuhan kredit investasi itu dihitung dari barang modal yang diperlukan, rehabilisasi dan modernisasi;

3) Kebutuhan kredit juga diperhitungkan kemampuan debitur menyediakan biaya sendiri;

4) Penetapan jangka waktu umumnya disesuaikan dengan jadwal mulai menghasilkan dengan diberikan tenggang waktu untuk mulai mengangsur pokok atau bunga.

c. Kredit Konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan debitur yang bersangkutan, dan kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai kredit pemilikan rumah, pembelian mobil atau barang konsumsi lainnya, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Nilai kredit tergantung pada nilai barang yang dibeli;

2) Sumber pengembalian tidak dari barang yang dibeli, tetapi dari penghasilan/profesi yang bersangkutan;

3) Penilaian kredit sangat ditekankan pada penilaian atas agunan.

Menurut Edy Putra Tje’aman, kredit dapat digolongkan atas dasar 68 a. Kredit menurut sifat penggunaannya

:

Kredit ini digunakan Kreditur untuk keperluan sebagai berikut : 1) Kredit konsumtif

Adalah fasilitas kredit yang diberikan bank kepada debitur untuk keperluan pembelian barang-barang konsumsi yang diperlukan debitur;

2) Kredit Produktif

Adalah kredit yang ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. b. Kredit menurut keperluannya, dibedakan menjadi :

1) Kredit investasi

Kredit ini diberikan untuk keperluan penanaman modal. Kredit ini tidak dimaksudkan untuk pertambahan barang, modal serta fasilitas-fasilitas lainnya yang berhubungan erat dengan hal itu. Misalnya untuk membangun pabrik, gudang, membeli atau mengganti mesin-mesin dan lain-lain;

68

Edy Putra Tje’aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta : Liberty, 1989), hlm. 3.


(54)

2) Kredit eksploitasi

Adalah kredit yang diberikan kepada para nasabah untuk keperluan menutup biaya eksploitasi perusahaan secara luas baik berupa pembelian bahan-bahan baku, bahan-bahan penolong, maupun biaya produksi lainnya. Kredit eksploitasi dan investasi pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif;

3) Kredit Perdagangan

Kredit perdagangan ini dipergunakan untuk keperluan perdagangan pada umumnya. Dengan kredit ini dapat dilakukan pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, sehingga dapat membawa peningkatan utility of place dari barang-barang yang bersangkutan.

c. Kredit menurut jangka waktu, dibedakan menjadi :

1) Kredit jangka pendek adalah jangka waktu selama-lamanya satu tahun;

2) Kredit jangka menengah adalah kredit yang berjangka waktu satu sampai dengan tiga tahun;

3) Kredit jangka panjang adalah kredit yang berjangka waktu lebih daritiga tahun.

d. Kredit menurut cara pemakaiannya

Kredit dari bank dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan usahanya. Pada saat penarikan kredit (realisasi kredit) mungkin dibutuhkan hanya sebagian dari maksimum kreditnya atau dapat pula terjadi usahanya memerlukan seluruh kredit yang telah ditetapkan. Kredit ini dapat digolongkan menjadi :

1) Kredit dengan uang muka

Pada kredit uang muka ini, penarikan kredit dilakukan sekaligus dalam arti kata maksimum kredit pada waktu penarikan pertama sepenuhnya;

2) Kredit rekening koran

Dalam sistem ini debitur menerima seluruh kreditnya dalam bentuk rekening koran dan kepadanya diberikan blangko cek. Nasabah bebas melakukan penarikan-penarikan kreditnya sesuai dengan yang dibutuhkan untuk usahanya sampai batas maksimum kredit yang ditetapkan, sedang rekening koran pinjamannya diisi menurut besarnya kredit yang ditarik. Penarikan yang telah melebihi batas maksimum telah ditetapkan tidak dikabulkan.

e. Kredit menurut jaminannya, dibedakan menjadi : 1) Kredit tanpa jaminan

Kredit ini diberikan kepada nasabah tanpa adanya jaminan. Kredit tanpa jaminan ini disebut juga kredit blangko. Dalam dunia perbankan di Indonesia, jenis ini tidak lazim dipergunakan karena mengandung risiko yang besar bagi bank, apabila nanti debiturnya wanprestasi jaminan yang dimaksud dalam pemberian kredit tanpa jaminan dalam bentuk fisik akan tetapi pemberian kredit tanpa jaminan tidak berarti tidak ada jaminan yang berbentuk bonafiditas dan prospek usaha nasabah atau debitur tetap diperhatikan dan ditekankan dengan sungguh-sungguh dalam pertimbangan kreditnya;


(55)

2) Kredit dengan jaminan

Kredit ini diberikan kepada setiap debitur yang sanggup menyediakan suatu benda tertentu atau surat berharga atau orang diikat sebagai jaminan. Disamping jaminan fisik, bonafiditas dan prospek usaha nasabah atau debitor juga tidak lepas dari perhatian bank dalam rangka pengamanan kredit. Jenis ini lazim dipakai oleh seluruh bank di Indonesia sesuai dengan undang-undang perbankan yang melarang pemberian kredit tanpa jaminan.

3. Faktor Penilaian Kredit

Untuk mendukung kepercayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah diperlukan beberapa faktor dalam penilaian kredit. Ada beberapa faktor penilaian kredit dalam perbankan yang dikenal dengan 7 (seven) C of Credit, yaitu69

a. Character (watak)

:

Karakter yang baik adalah faktor utama yang harus dimiliki oleh debitur. Meneliti karakter adalah meneliti watak dan sifat pribadi debitur, dan bank menginginkan agar debiturnya memiliki karakter yang baik, antara lain :

1) Berkepribadian yang baik, yaitu memiliki kejujuran dan menepati janji; 2) Bertingkah laku yang baik, dengan membuktikan bahwa bukan seorang yang

putus asa dalam menjalankan usahanya;

3) Memiliki lingkungan yang baik, dapat dilihat dari relasi yang luas;

4) Memiliki riwayat hidup yang baik, dengan melihat apakah ia pernah bermasalah dalam hal utang piutang.

69


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abbas, Syahrizal, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta : Kencana, 2011.

Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), Jakarta : Kencana, 2009.

Ali, Masyhud, Cermin Retak Perbankan Refleksi Permasalahan dan Alternatif Solusi, Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 1999.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Asikin, Zainal, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991.

Bahsan, M, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2012.

, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007.

Bertens, K, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta : Kanisius, 2010.

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012.

Dunil, Z, Kamus Istilah Perbankan Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Erwin, Muhamad, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999.


(2)

Halim, Lindia, Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan, Tesis, Medan : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008.

Hariyani, Iswi, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2010.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005.

Ibrahim, Johannes, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif, Bandung : CV. Utomo, 2004.

Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang : UMM Press, 2007.

Imaniyati, Neni Sri, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, 2010.

Irawan, Hesty, Penelitian Tentang Aspek Hukum Restrukturisasi Kredit Dalam Rangka Menggerakkan Sektor Riil, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2001.

Irman, Tb., Anatomi Kejahatan Perbankan, Bandung : MQS Publishing, 2006.

Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta : Kencana, 2010.

J. Moleong, Lexy, Metode Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004.

Mahmoeddin, As, 100 Penyebab Kredit Macet, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994.

, Kredit Bermasalah, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2004.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2010.

Masyhud Ali, H, Cermin Retak Perbankan Refleksi Permasalahan dan Alternatif Solusi, Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 1999.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010.


(3)

Otje Salman S, HR dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Bandung : Refika Aditama, 2005.

Rahmadi, Takdir, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta : Rajawali Pers, 2010.

Rahman, Hasanuddin, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Rasjidi, Lili dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010.

Santoso, Lukman, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011.

Satrio, J., Hapusnya Perikatan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

, Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1993.

Sembiring, Jimmy Joses, Cara Menyelesaiakan Sengketa Di Luar Pengadilan, Jakarta : Visimedia, 2011.

Shopie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Sihombing, Jonker, Tanggung Jawab Yuridis Bankir Atas Kredit Macet Nasabah, Bandung : PT. Alumni, 2009.

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2008.

Sitompul, Zulkarnain, Problematika Perbankan, Bandung : BooksTerrace & Library, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan : Memaham Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2009.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986.


(4)

Sonny Keraf, A, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta : Kanisius, 1998.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Rajawali Pers, 1998.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan, 1995.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : CV. Alfabeta, 2003.

Suyatno, Thomas, H.A.Chalik, Made Sukada, C.Tinon Yunianti, dan Djuhaepah T. Marala, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

, Kelembagaan Perbankan, Jakarta : STIE Pernanas, 1988.

Tje’aman, Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta : Liberty, 1989.

Tri Santoso, Ruddy, Kredit Usaha Perbankan, Yogyakarta : Andi, 1996.

Untung, Budi, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta : Andi, 2000.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Pebankan Di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Utrecht, E., Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1989.

Widiyono, Try, Aspek Hukum Operasional TransaksiProduk Perbankan di Indonesia (Simpanan, Jasa & Kredit), Bogor : Ghalia Indonesia, 2006.


(5)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Mediasi Perbankan.

Surat Edaran PT Bank Rakyat Indonesia Nomor : S.12-DIR/ADK/5/2013 tentang Restrukturisasi Kredit

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tentang Restrukturisasi Kredit.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/20012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan.


(6)

C. Internet

pada tanggal 27 Juni 2014.

Jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/restrukturisasi-hutang-alasan-proses.html diakses pada pukul 11.45 pada tanggal 14 Agustus 2014.

Jbptunikompp-gdl-isnawatini-18067-3-babiii.doc diakses pada pukul 12.35 pada tanggal 14 Agustus 2014.

tanggal 15 Agustus 2014.