58 tradisional datu, dan Ulama di Mindanao mengeluarkan manifesto yang
menuntut pemerintah segera bertindak untuk menghentikan berbagai aksi kekerasan atas bangsa Moro.
85
Dalam manifesto itu disebutkan bahwa jika Pemerintah Filipina tidak melakukan tindakan yang adil, maka ummat Islam tanpa
memandang kepentingan pribadi, politik dan etnis akan memperjuangkan ummat Islam dengan harta dan jiwa.
86
Meskipun para pemimpin Muslim mengeluarkan ultimatum berupa manifesto, namun pemerintah tidak benar-benar menyelesaikan konflik horizontal
tersebut. Maka Nur Misuari, seorang yang menandatangani manifesto tersebut mendirikan MNLF dengan disertai gerakan bersenjata.
B. Nasionalisme Moro Sebagai Identitas Muslim Filipina
Perlu dipahami, bahwa sebuah bangsa pada hakikatnya dapat diartikan sebagai komunitas manusia yang menyatu karena perasaan bersama karena
tertindas, merasa bersama-sama memiliki wilayah dan cita-cita bangsa sebagai akibat kesamaan sejarah, tradisi, bahasa, budaya dan peradaban, serta kadang-
kadang juga karena kesamaan agama dan aspirasi politik. Jadi dalam suatu komunitas itu ada kesadaran sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi
satu, yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan.
87
Rasa kebangsaan nasionalisme dapat terwujud terutama melalui integrasi nasional secara terus menerus, yakni meminjam pendapat Myron Weiner, proses
penyatuan atau bersatunya berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah dan pada pembentukan suatu identitas nasional. Identitas
85
Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai. h.92
86
Lihat Lampiran 1. Dinamika Islam Filipina. h 129
87
Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h.190
59 nasional ini sangat diperlukan bagi tercapainya tujuan dan cita-cita pembangunan
bangsa, serta dapat mengurangi berbagai ikatan yang mengarah pada sifat kedaerahan berdasar pada perbedaan etnis, budaya, bahasa dan agama, serta
ideologis. Oleh karena itu pengertian integrasi pada hakikatnya merujuk pada persatuan pelbagai kelompok masyarakat ke dalam sistem politik.
88
Renato Constantino, seperti yang dikutip Nagasura Madale memberikan definisi lain tentang nasionalisme. Ia memandang nasionalisme sebagai suatu
perjuangan melawan penindasan, sebuah tindakan mempertahankan diri, bukan menyerang, demokratis, bukan dorongan anti demokratis. Nasionalisme tidak
berusaha menindas namun melenyapkan penindasan. Nasionalisme adalah sebuah alat untuk menyadarkan masyarakat dari berbagai bentuk penindasan.
Nasionalisme untuk menghapuskan semua bentuk penghisapan.
89
Ada perbedaan interpretasi Nasionalisme antara pemerintah Filipina dengan warga Muslim Filipina. Adopsi nilai-nilai identitas etnik Bangsa Moro
sangat tegas memisahkan antara bangsa Filipina Filipino dan Bangsa Moro Bangsamoro. Hal ini menunjukkan terjadinya polarisasi sosial dalam negara
kebangsaan ini.
90
Tentu saja hal itu tidak terlepas dari faktor historis yang sangat panjang. Dalam hal ini Nur Misuari mengatakan:
“Kami telah diperlakukan dengan sangat tidak adil oleh kolonialisme Filipina Philippines Colonialism...
91
88
Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h.190
89
Nagasura Madale, Tradisi dan Kebangkitan Islam Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1988. h. 343
90
Wacana Ideologi Negara Islam; Studi Harakah Darul Islam dan MNLF:. h. 127
91
Kompas, 18 April 1993. wawancara dengan Misuari
60 Dari pernyataan tersebut, jelas Nur Misuari menganggap bahwa
pemerintahan Filipina saat ini merupakan kelanjutan dari kolonialisme sebelumnya. Sehingga tidak mungkin warga Muslim khususnya di Filipina
Selatan mempunyai intepretasi yang sama tentang Nasionalisme dengan pemerintah Filipina. Akibat dari perbedaan interpretasi tentang ‘Nasionalisme’ ini
terjadi kesalahpahaman yang dilematis antara kelompok Islam dan berbagai komponen negara Filipina lainnya.
Muslim Filipina merasa bahwa mereka memiliki hak-hak yang mendasar yang berkaitan dengan agama, tradisi, dan sumber-sumber ekonomi mereka.
Semua ini merupakan warisan yang harus diperjuangkan dan dipertahankan. Sedangkan pihak Pemerintah Filipina memandang bahwa sejarah telah membawa
masyarakat Islam di Filipina Selatan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan politik Republik Filipina, setidaknya setelah menghilangnya
kekuatan kolonialisme.
92
Namun demikian menurut Kustigar Nadaek, konflik yang terjadi di Filipina membuktikan bahwa perasaan Nasionalisme rakyat
Filipina tidak ada. Selain karena adanya konflik perebutan identitas nasional antara bangsa Moro dan pemerintah Filipina, juga karena bangsa Filipina
melihat Amerika sebagai cerminan dalam segala hal.
93
Tentunya jika melihat pribadi Nur Misuari kita akan memahami ia adalah muslim yang taat. Wajar saja jika setelah terjadi tragedi pembantaian terhadap
muslim, ia bergabung dengan pemimpin Islam lainnya dan membuat kesepakatan bersama agar pemimpin Islam bersatu dalam mempejuangkan Muslim Filipina.
Namun anehnya, apa yang ia perjuangkan dalam Moro National Liberation Front
92
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. h. 478
93
Kustigar Nadaek dan Atmadji, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1986. h. 191
61 MNLF tidak mengusung Islam sebagai identitas perjuangannya, melainkan ingin
mendirikan Republik Bangsa Moro. Setidaknya ada dua faktor yang melatarbelakangi konsepsi Nur Misuari.
Pertama, seperti yang dijelaskan Hashim Salamat ketika terjadi konflik internal di MNLF, sebenarnya konsepsi MNLF Nur Misuari banyak dipengaruhi
oleh teori perjuangan kelas Karl Marx. Ini terjadi ketika Nur Misuari masih menjadi mahasiswa, ia bergabung dengan Kabatan Makabayan, sebuah organisasi
yang berhaluan Marxis. Ia keluar dari organisasi tersebut karena ada perbedaan konsepsi dasar dengan Simon yang kemudian ia menjadi pemimpin gerakan
komunis Huk Balahap. Dengan demikian, sebenarnya kita dapat melihat konversi pemikiran Nur
Misuari sejak pada masa mahasiswa. Ia menyadari bahwa perjuangan kelas yang diusung Kabatan Makabayan tidak sesuai dengan pribadinya sebagai seorang
muslim. Maka ia kemudian keluar dari organisasi tersebut. Sampai di sini menurut hemat penulis, ini merupakan alasan kenapa pemberontak komunis Huk Balahap
tidak pernah terjadi bentrokan dengan para pejuang Muslim Kedua, rupanya selama menjadi mahasiswa ia sadar bahwa ia harus
memperjuangkan rakyatnya yang beragama Islam, tetapi tidak dengan mendirikan negara Islam Moro, tetapi dengan Republik Bangsa Moro. Ini dapat dipahami
bahwa dalam pandangan MNLF, Moro bukan hanya sebuah bangsa di Filipina Selatan, tetapi di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya Islam. Dengan
demikian, dengan membentuk Republik Bangsa Moro secara tidak langsung Nur Misuari memperjuangkan kemerdekaan masyarakat Muslim.
62 B.1. MNLF dan Nasionalisme Moro
Kondisi sosial muslim Moro yang didiskriminasikan pemerintah Filipina mendorong sekelompok intelektual `muda Islam Filipina yang sedang belajar di
Jeddah, Arab Saudi membentuk sebuah organisasi politik dengan sayap militer yang kuat, yakni Moro National Liberation Front MNLF tahun 1968. Sayap
militer organisasi ini dibentuk pada tahun 1971. Otak dari gerakan tersebut adalah seorang pengacara, Macapanto Abbas, Jr. Kata Moro digunakan karena dia sangat
mengetahui maknanya bagi masyarakat Islam berarti perlawaan yang tidak menyerah sejak masa penjajahan Spanyol. MNLF didirikan untuk menyatukan
bangsa Moro yang pada masa pemerintahan Filipina terus didiskriminasikan.
94
Di antara tokoh-tokoh MNLF yang paling terkemuka adalah Nur Misuari, lulusan Universitas Filipina jurusan Ilmu Politik yang kemudian menjadi dosen,
dan selanjutnya menjadi staf Pusat Asia di Universitas tersebut. Seorang pemimpin yang lain adalah Hashim Salamat dari Cotabato, dan mengenyam
pendidikan di Kairo, Mesir.
95
Menurut hemat penulis, berdirinya Moro National Liberation Front MNLF merupakan bentuk baru konsep Nasional Muslim Filipina jika
dibandingkan dengan Muslim Independent Movement MIM yang dibentuk Datu Udtog melalui manifesto-nya di tahun 1968. Hal ini disebabkan manifesto yang
dikeluarkan Datu Udtog lebih bersifat Chauvinis kedaerahan karena konsep republik-nya hanya melingkupi dua pulau besar di Filipina Selatan, yakni
Mindanao dan Sulu dan menegasikan masyarakat Muslim lain yang terdiri dari banyak etnis. Jika ditarik lurus dalam garis sejarah, Sulu dan Mindanao tidak lain
94
Peran Pihak Ketiga dalam Relasi Konflik. h.32
95
Cesar A Majul, Dinamika Islam Filipina, Jakarta: LP3ES, 1989. h. 65.
63 adalah dua kesultanan besar di Filipina Selatan. Dengan demikian Datu Udtog
sama dengan ingin menggabungkan bekas dua Kesultanan Besar yang pernah berjaya menjadi sebuah republik modern. Konsep ini sebenarnya hanya perluasan
dari rencana Datu Ombra Amilbangsa yang merancang Undang-Undang Sulu untuk memisahkan diri dari Filipina pada tahun 1961. Berbeda dengan Moro
National Liberation Front MNLF yang menggunakan konsep yang lebih luas dan mencakup seluruh komunitas Muslim di Filipina.
Perjuangan Muslim Filipina dalam mempertahankan eksistensinya tidak hanya mampu merebut simpati internal Muslim Filipina, tetapi juga menarik
simpati dunia secara luas. Dan faktor eksternal ini merupakan salah satu faktor terpenting dalam kebangkitan eksistensi dan identitas keislamannya.
96
Sebagai implikasi dari tragedi Jabidah, pada pertemuan Islamic Conference of Foreign Ministers ICFM, atau Menteri-Menteri Luar Negeri
Organisasi Konferensi Islam yang ketiga di Jeddah menekan Pemerintah Filipina untuk melindungi kehidupan dan harta benda Muslim di Filipina Selatan. Sebagai
reaksi atas tekananan ini, pada bulan Januari 1972 Pemerintah Filipina mengajak 8 Duta Besar Islam keliling Mindanao. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa tuduhan genocide terlalu dibesar-besarkan. Namun menurut Erni Budiwati Government Republic of Philipino GRP berusaha menutup-nutupi fakta yang
terjadi kepada masyarakat internasional, karena pemerintah mengajak 8 Duta Besar ke wilayah Mindanao ketika wilayah tersebut dianggap aman. Kemudian
pada bulan Juli 1972 rombongan delegasi Mesir dan Libya mendatangi Mindanao
96
Problematika Minoritas Muslim di Filipina, Thailand, dan Myanmar.. h. 22
64 dan menyimpulkan bahwa meskipun belum ada bukti kuat adanya genocide, tetapi
perang Kristen-Islam benar-benar terjadi.
97
Pada tahun 1972 Presiden Filipina di bawah pemerintahan Ferdinand Marcos memberlakukan Undang-Undang Darurat Militer, karena Filipina
dihadapkan pada dua pemberontakan, yakni pemberontakan Muslim dan pemberontakan Komunis yang disebut kelompok Hukbalahap. Sehingga undang-
Undang Darurat Militer dikeluarkan sebagai jalan oleh Marcos untuk menghadapai kelompok pemberonotak. Hal itu ditanggapi pemimpin Moro
National Liberation Front MNLF, Nur Misuari mengeluarkan Manifesto Pembentukan Bangsa Moro pada tahun 1974.
Dalam manifesto tersebut dijelaskan secara eksplisit disebutkan bahwa MNLF beserta sayap militernya, Bangsa Moro Army Tentara Bangsa Moro
didirikan sebagai alat perjuangan dalam merealisasikan cita-cita nasional Bangsa Moro menuju Republik Bangsa Moro.
98
MNLF berhasil merebut kotamadya-kotamadya di Cotabato, dan mendudukinya untuk sementara waktu. Seringnya terjadi serangan balik
gerilyawan Islam memperlihatkan kemampuan MNLF dalam mengkoordinasi dan memperluas operasinya secara seksama.
Keberhasilan MNLF dalam membentuk sayap militer yang kuat ini tidak terlepas dari bantuan finansial dan material termasuk persenjataan dari berbagai
negara Muslim, khususnya dari Timur Tengah maupun dari organisasi Islam, terutama OIC Organization of Islamic Conference. Pendukung utamanya adalah
pemimpin Libya, Kolonel Muamar Khadafi yang mengeluarkan ribuan
97
Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai. h. 93
98
Lihat Lampiran 2. Dinamika Islam Filipina. h.29.
65 Poundsterling bagi perjuangan Muslim Filipina, bahkan melatih mereka dalam
pelatihan militer.
99
Perjuangan MNLF mendapat tanggapan dari OIC, sehingga pada tahun 1974 OIC mengeluarkan resolusi yang mendesak pemerintah Filipina untuk
mencari pemecahan konflik dan jalan damai. Dengan disebutkan MNLF dalam resolusi OIC menunjukkan keberhasilan MNLF dalam membuat terobosan
diplomatik. Sebagai akibat dari tekanan ini, Pemerintah Filipina pada akhirnya
menghentikan serangan militernya. Langkah ini kemudian disusul dengan inisiatif Pemerintah Filipina untuk mengadakan perundingan dengan MNLF. Di bulan
Januari 1975 untuk pertama kalinya Pemerintah Filipina duduk dalam meja perundingan dengan Nur Misuari sebagai pemimpin MNLF dan wakilnya,
Hashim Salamat di Jeddah. Puncaknya adalah penandatanganan Perjanjian Tripoli antara Manila dan para pemimpin MNLF pada tahun 1976.
100
Dengan kejatuhan rezim Marcos pada tahun 1985, MNLF melakukan gencatan senjata dengan Presiden Corazon Aquino pada tahun 1986. Kemudian
pada Januari 1987, MNLF menandatangani perjanjian usaha kemerdekaan bagi daerah-daerah Muslim dan menerima tawaran otonomi dari pemerintah. MILF
yang merupakan pecahan dari MNLF menolak persetujuan itu. Pembicaraan antara Pemerintah Filipina dengan MNLF tentang otonomi wilayah terus berlanjut
secara sporadis sepanjang tahun 1987, tetapi akhirnya mengalami jalan buntu.
99
Muslim Separatism. h. 77
100
Bangsamoro, Societys and Culture. h.25
66 MNLF secara resmi melanjutkan pemberontakan pada Februari 1988, meskipun
kekuatan MNLF melemah.
101
C. Konflik Internal dan Perdebatan Identitas