Latar Belakang Pemikiran Penghormatan Leluhur .1 Konsep Supranatural

BAB V FUNGSI, MAKNA, DAN DESKRIPSI UPACARA

PENGHORMATAN LELUHUR DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT TIONGHOA TERMASUK DI KOTA MEDAN 5.1 Latar Belakang Pemikiran Penghormatan Leluhur 5.1.1 Konsep Supranatural Religi yang tertua di China, seperti juga pada masyarakat agrikultur lainnya memusatkan perhatian pada penghormatan kepada leluhur, kekuatan alam, serta kesuburan. Di awal peradaban masyarakat pada masa itu, dunia ini penuh dengan kekuatan-kekuatan yang memanifestasikan dirinya pada kehidupan binatang-binatang dan tumbuhan, di langit dan di air, pada proses kelahiran, pertumbuhan, penyakit, dan kematian. Dikatakan bahwa di dunia ini tidak hanya terdiri dari orang-orang yang masih hidup saja tetapi juga roh-roh dari orang-orang yang telah meninggal, yang memelihara sumber kehidupan dan menjaga kesuburan makanan dan pertumbuhan. Orang-orang yang meninggal dianggap masih aktif. Mereka memperlihatkan restu mereka dengan memberikan kesuburan bagi tanaman dan binatang, serta keberhasilan dan perburuan, dan peperangan. Tempat yang disediakan untuk penghormatan bagi mereka Universitas Sumatera Utara menjadi tempat yang suci, yang menganugerahkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi setiap keluarga. Penghormatan terhadap leluhur bersesuaian dan merupakan cabang dari kepercayaan akan adanya roh-roh. Penghormatan leluhur memiliki asumsi dasar bahwa manusia dapat berkomunikasi secara langsung dengan roh-roh dari orang-orang yang telah meninggal. Konsep awal mengenai jiwa diakui pada masa dinasti Zhou dimana tubuh manusia dihuni oleh dua jiwa kehidupan life-soul. Kematian berarti pemisahan kedua jiwa tersebut dari tubuh. Jiwa kehidupan perlahan-lahan akan mati. Jiwa kepribadian, bagaimanapun juga dapat bebas dan hidup terus sepanjang orang mengingatnya dan menjaganya dari kelaparan dengan memberikan sesaji atau persembahan. Pada masa dinasti Zhou, ide ini tersusun dan terbentuk menjadi bentuk penghormatan leluhur hingga sekarang. Seperti diketahui, bahwa masyarakat Tionghoa percaya kepada suatu kekuatan tertinggi yang dinamakan Tian ( 天 ) atau Tuhan. Tian menempati kedudukan tertinggi pada struktur hierarki dalam dunia roh. Di samping itu, dunia ini tersusun dari dua buah kekuatan yang saling mengimbangi yaitu Yin dan Yang. Ying mewakili kewanitaan, kegelapan, dingin, kelembapan, kelembutan, dan kepasifan. Sedangkan Yang mewakili kejantanan, terang, kehangatan, kekeringan, kekerasan, keaktifan dan lain Universitas Sumatera Utara sebagainya. Segala kejaiban alam merupakan hasil dari interaksi dari kedua kekuatan ini yang terus menerus saling mempengaruhi. Dalam kitab Li Ji tercantum bahwa manusia adalah hasil dari substansi kebajikan. Yang merupakan perpaduan dari langit dan bumi. Manusia juga terbentuk dari komposisi dan kerja sama dari Yin dan Yang, serta persatuan dari gui hantu dan shen leluhur. Gui hantu adalah jiwa material material soul yang terbentuk dari substansi Yin. Pada manusia yang masih hidup, dia bekerja dengan sebutan po. Pada waktu mati, gui akan kembali ke bumi. Sedangkan shen adalah jiwa imaterial immaterial soul yang terbentuk dari substansi Yang. Ketika bekerja secara aktif dalam tubuh manusia yang masih hidup. Disebut qi atau nafas dan hun. Dalam kitab Li Ji juga tercantum bahwa hun atau qi kembali ke akhirat dan tubuh atau po kembali ke bumi; qi atau hun ketika terpisah dari tubuh akan hidup terus sebagai roh. Dalam percakapan tentang jiwa manusia, Konfusius menyatakan bahwa upacara syukur terhadap gui dan shen diperlihatkan dalam dua buah upacara ibadah persembahan. Ibadah dilakukan dalam persembahan pagi hari. Pengucapan syukur kepada qi dilakukan dengan pembakaran sesaji. Daging persembahan dibakar untuk menghasilkan aroma, keharumannya lebih dinyatakan lagi oleh nyala kayu yang wangi. Dengan cara ini setiap orang diajarkan untuk mengingat kembali leluhurnya terdahulu. Ibadah Universitas Sumatera Utara pengucapan syukur kepada po dilakukan dengan mempersembahkan gandum, padi sisertai hati, paru-paru, kepala, jantung dari binatang-binatang kurban, serta dua mangkuk arak biasa dan arak yang harum. Persembahan ini mengajarkan manusia untuk saling mencintai sesamanya. Perwujudan kasih sayang antara atasan dan bawahan ini merupakan upacara yang terpenting. Persembahan yang dilakukan untuk qi atau shen dikirim melalui substansi yang sama. Substansi ini sendiri merupakan komposisi dari api, panas dan terang sebagaimana yang dipancarkan Yang. Di samping itu juga, tempat persembahan diterangi oleh bakaran kayu dan berlangsung pada saat matahari mulai bersinar. Dipihak lain, barang-barang persembahan yang ditujukan bagi po tidak dibakar karena bagian ini adalah kompisisi dari materai dimana penguapan dari makanan dan minuman lain tidak diperlukan. Perasaan syukur kepada shen dan gui ini diwujudkan dalam bentuk upacara-upacara korban atau sesaji. Animisme di Tiongkok yang berkembang dalam masyarakatnya sudah ada sejak mengenal peradaban, tetap berakar dengan adanya upacara- upacara sembahyang dan persembahan sesaji bagi dewa-dewa alam raya dan roh-roh nenek moyang. Sebahagian besar kehidupan masyarakat lebih banyak memperhatikan bagaimana memuja roh-roh ini. Penyakit, kemalangan, ketidakberuntungan, semuanya merupakan hasil dari kegiatan Universitas Sumatera Utara dalam dunia roh. Oleh karena itu, dirasakan sangat perlu untuk dilakukan upacara-upacara keagamaan untuk menenangkan roh-roh atau jiwa-jiwa ini. Dalam kehidupan tradisional masyarakat Tionghoa, masyarakat percaya bahwa roh-roh leluhur, baik di kuburan-kuburan ataupun di akhirat tetap bersama dan selalu menjaga serta mengawasi mereka. Keberuntungan serta kemalangan sebuah keluarga diawasi oleh arwah leluhur mereka. Ketika roh-roh sedang senang, keluarga akan menerima berkatnya, tetapi pada saat mereka diabaikan, kesulitan akan dialami. Roh-roh ini harus diundang dan diikut sertakan dalam setiap acara-acara khusus seperti perayaan-perayaan tradisional, upacara perkawinan dan kelahiran. Pada kesempatan-kesempatan tersebut juga harus dilakukan upacara sembahyang bagi mereka di kuburan, rumah abu, atau pun pada meja abu leluhur. Hubungan kekeluargaan ini sangat nyata dilakukan pada saat tahun baru, dimana keluarga yang masih hidup merasakan bahwa leluhur mereka benar benar tengah bersama mereka. Orang Tionghoa percaya bahwa kesejahteraan dari roh-roh orang yang telah meninggal tergantung dari penghormatan dan persembahan yang diberikan oleh keturunan-keturunan yang masih hidup, sehingga adanya keturunan dianggap sangat penting guna meneruskan upacara penghormatan terhadap leluhur. Upacara penghormatan dan persembahan bagi leluhur dilakukan oleh anak laki-laki dalam keluarga. Oleh karena itu tidak ada Universitas Sumatera Utara yang lebih penting daripada memiliki seorang anak laki-laki. Penghormatan leluhur juga dilakukan karena terdapat unsur ketakutan dan kekhawatiran pada roh-roh yang mati, dimana mereka dapat kembali untuk membalas dendam pada keluarga yang tidak setia dalam melakukan ibadah. Menurut kepercayaan, roh-roh ini memiliki sifat-sifat duniawi. Mereka menjadi halus setelah berada dalam dunia roh, namun tetap dilengkapi dengan sifat-sifat mereka semula. Roh-roh ini tetap mempunyai kebutuhan seperti layaknya ketika mereka masih hidup. Barang-barang miniatur yang terbuat dari kertas yang menyerupai rumah, mobil, pakaian, uang dan lain-lain dikirim ke dunia roh melalui pembakaran yang disertai dengan doa-doa. Hal ini hanya dilakukan sekali yaitu pada waktu seorang meninggal dunia. Selanjutnya mereka tetap membutuhkan perhatian dari sanak keluarganya yang masih hidup dalam bentuk sembahyang serta sesaji. Benda-benda yang dikirim tidak hanya terbatas untuk roh-roh dari keluarga yang telah meninggal saja. Namun ditujukan pula bagi roh-roh pengemis yang berkemungkinan besar telah diabaikan oleh keluarga mereka atau bagi roh-roh yang tidak memiliki keluarga yang masih hidup, roh-roh dari orang yang meninggal di laut, kelaparan atau diluar negeri. Masyarakat Tionghoa percaya bahwa mereka dapat memanggil shen atau hun kembali kerumah asalnya melalui shen wei. Shen wei dibuat ketika Universitas Sumatera Utara seseorang meninggal dunia. Shen wei diperlukan sebagai tempat bagi hun. Ketika tubuh seseorang yang meninggal dimakamkan, roh nya akan menempaatkan diri pada shen wei sebagai kediamannya. Shen wei diletakan di rumah, dengan kepercayaan bahwa kekuatan dari hun dapat menjadi pelindung rumah serta keluarga yang ditinggalkan. Saji-sajian yang dimaksudkan sebagai persembahan diletakkan diatas meja abu leluhur dihadapan papan leluhur pada saat-saat tertentu seperti pada hari-hari raya tradisional, hari kelahiran dan kematian leluhur. Setiap hari teh disediakan dan diletakkan dihadapan shen wei. Menurut kepercayaan, aroma dari teh tersebut dinikmati oleh roh-roh dari leluhur. Sesajian yang diberikan, berbeda-beda menurut tingkatan ekonomi dalam masyarakat, tergantung dari kemampuan keluarganya. Pada umumnya, persembahan yang diberikan dapat dikatakan sebagai suatu bentuk tukar- menukar, dimana dengan mempersembahkan saji-sajian bagi leluhur serta roh-roh lainnya diharapkan akan menerima berkat, kebahagiaan dan panjang umur. Konfusius menyalahkan sikap semacam itu. Ia percaya bahwa persembahan kurban tradisional dilakukan bukan disebabkan karena mengharapkan sesuatu dari roh-roh tersebut melainkan merupakan suatu hal yan patut dilakukan, seperti layaknya seorang yang menjamu sahabat- sahabatnya. Konfusius mengajarkan etika moral dan harmonisasi dalan Universitas Sumatera Utara hubungan manusia. Pengaruh kemanusiaan dalam filsafatnya menyebabkan pemikiran supernatural dalam masyarakat Tionghoa semakin lama semakin berkurang. Konfusius tidak pernah menyinggung tentang gagasan akan kehidupan setelah mati, namun ia tidak melarang adanya upacara penghormatan leluhur. Penghormatan leluhur tidak di pandangnya sebagai suatu hal yang bersifat religius tetapi sebagai bentuk peringatan serta perwujudan kasih sayang terhadap orang tua serta leluhur yang telah meninggal dan juga untuk memelihara tradisi keluarga dan menjadi contoh bagi anak dan cucu yang masih hidup.

5.1.2 Konsep Bakti

Tata kehidupan moral yang berlaku dalam msyarakat Tionghoa didasarkan atas Konfusianisme, yaitu mengajarkan tentang falsafah moral. Konfusius meletakkan dasar berpikir humanistis dalam masyarakat. Sistem etika yang diajarkan Konfusius menyangkut keselarasan hubungan manusia. Di antara segala bentuk hubungan sosial, Konfusius memberikan penekanan pada hubungan moral dalam keluarga, dimana keluarga sebagai kelompok sosial terkecil merupakan inti kesejahteraan dalam masyarakat. Keluarga merupakan inti dari kehidupan tradisional masyarakat. Sikap serta penghormatan terhadap orang tua dan nenek moyang, mendasari Universitas Sumatera Utara praktik ajaran moral keluarga, selanjutnya diterapkan dalam kehidupan masyarakat dan akhirnya menjadi dasar dalam kehidupan di seluruh negara. Oleh karena itu, perwujudan dalam mempraktekan ajaran Konfusius akan tampak nyata dalam upacara-upacara tradisional. Dalam kehidupan keluarga, hubungan antara ayah dan anak laki-laki menduduki tempat tempat terpenting, yang merupakan pusat dari sebuat konsep moral yaitu bakti atau 孝 . Bakti sudah merupakan suatu konsep etika yang penting pada masyarakat Tionghoa dan sudah ada sebelum masa Konfusius. Bakti merupakan prinsip dan ajaran moral yang melibatkan hubungan antara ayah dan anak laki-laki dan juga pada hubungan-hubungan sosial lainnya yang lebih luas. Dalam masyarakat Tionghoa, kewajiban seorang pria terutama adalah terhadap orangtuanya. Seorang anak laki-laki tidak boleh berhenti berkorban bagi orangtua dan juga bagi leluhurnya. Seorang anak yang berbakti tidak terbatas pada saat orangtua masih hidup saja tetapi diteruskan ketika mereka telah meninggal. Sikap bakti seorang anak terhadap orang tua dan leluhurnya terus diwujudkan dalam bentuk pembangunan kuil-kuil leluhur ataupun pembuatan meja abu leluhur dirumah-rumah setiap keluarga untuk tempat ibadah persembahyangan bagi mereka. Konfusius menganjurkan sikap bakti Universitas Sumatera Utara ini dan mewujudkannya sebagai sikap perkabungan bagi orang tua dan leluhur dalam jangka waktu yang panjang. Tata ibadah sembahyang bagi leluhur dilakukan untuk mengenang kembali cinta kasih orangtua serta nenek-nenek dan kakek yang telah tiada. Mengenang kembali kebajikan dan jasa yang telah dilakukan para leluhur guna dijadikan suri tauladan bagi perilaku dan tindakan-tindakan anak serta cucu selanjutnya. Kedua buah konsep diatas merupakan latar belakang dan dasar pemikiran bagi penghormatan leluhur dalam masyarakat Tionghoa. Penghormatan leluhur yang telah menjadi tradisi setelah sekian lama, secara tidak langsung juga turut berperan dalam setiap keluarga Tionghoa. 5.2 Fungsi Penghormatan Leluhur 5.2.1 Kelangsungan Garis Keturunan