6 Malnutrisi pada SH Hubungan antara phase angle pada pemeriksaan bioelectrical impedance analysis dengan skor Child Pugh pada penderita sirosis hati.

2.2.1 Skor Prognosis Child Pugh

Konsep Dasar Skor Child yang pertama skor Child-Turcotte melibatkan 5 variabel bilirubin, albumin, asites, ensefalopati dan status nutrisi dikategorikan menjadi 3 grup dengan tingkatan keparahan penyakit Tabel 2.3 Guha, 2007, Durand dkk, 2005. Tabel 2.3 Skor Child Turcotte Guha, 2007 Variabel A B C Bilirubin serum mg100ml Albumin serum gr100ml Asites Gangguan neurologi Nutrisi 2.0

3.5 -

- Sangat baik 2.0-3.0 3.0-3.5 Mudah dikontrol Minimal Baik 3.0

3.0 Sulit dikontrol

Berat, koma Buruk Skor Child-Turcotte dimodifikasi 10 tahun kemudian dengan skor Child Pugh Tabel 2.4 dengan menggantikan status nutrisi dengan waktu protrombin atau Internasional Normalized Ratio INR dan juga nilai terendah albumin dari 3.0 menjadi 2.8 grdl. Variabel dari Child Pugh menggambarkan fungsi hati dalam hal sintesis albumin dan protrombin dan ekskresi bilirubin Durand dkk, 2005, Choudhury, 2006. Tabel 2.4 Skor Child Pugh Choudhury, 2006 Parameter Nilai 1 Nilai 2 Nilai 3 Asites Bilirubin, mgdL Albumin, grdL Protrombin time - Memanjang detik - INR Ensefalopati - 2

3.5 1-3

1.7 -

Ringan 2-3 2.8-3.5 4-6 1.8-2.3 Derajat I-II Sedang 3

2.8 6

2.3 Derajat III-IV

Child A skor : 5-6, Child B skor : 7-9, Child C skor :10-15 Catatan : harapan hidup 2 tahun : Child A 85, Child B 60 dan Child C 35 Universitas Sumatera Utara Nilai prognosis dari Skor Child Pugh telah ditunjukkan pada banyak kondisi yang melibatkan SH lebih dari 30 tahun. Analisis multivariat yang mengunakan skor Child Pugh telah menunjukkan bahwa skor Child Pugh memiliki nilai prognosis independen pada keadaan asites, ruptur varises esofagus, ensefalopati subklinis, karsinoma hepatoseluler, pembedahan hati, SH alkoholik, SH dekompensata yang berhubungan dengan virus Hepatitis C, kolangitis sklerosis primer dan sindrom Budd-Chiari. Aplikasi Penggunaan skor Child Pugh terutama untuk mengklassifikasikan atau memilih pasien untuk analisa prognosis, untuk penilaian retrospektif dari pemberian terapi atau untuk randomized control trial RCT. Skor Child Pugh secara klinis digunakan secara luas sebagai deskripsi sederhana atau indikator prognosis dan sering berhubungan dengan indikator lain. Keterbatasan Keterbatasan pertama dari Child Pugh berhubungan dengan fakta bahwa 5 komponen dasar dari Skor Child Pugh telah dipilih secara empirik. Variabel- variabelnya tidak semua memiliki pengaruh independen, seperti albumin dan faktor koagulasi keduanya disintesis di hati dan keduanya sangat kuat saling berhubungan. Keterbatasan kedua mengenai nilai ambang batas dari variabel kuantitas yang belum ada bukti batasan tersebut berhubungan dengan mortalitas. Keterbatasan ketiga bahwa kekuatan yang sama dari tiap variabel yang bisa menjadikan penilaian yang berlebihan atau sebaliknya terabaikan dampak sebenarnya variabel tersebut. Keterbatasan keempat adalah karena pada kenyataannya faktor prognosis yang penting tidak diperhitungkan seperti adanya keterlibatan fungsi ginjal dan hipertensi portal. Terakhir Child Pugh tidak memperhitungkan penyebab SH, kemungkinan koeksistensi beberapa faktor dan proses kerusakan yang menetap seperti penyalahgunaan alkohol, replikasi virus Hepatitis B atau Hepatitis C yang sedang berlangsung atau aktivitas peradangan dari hepatitis autoimun Durand dkk, 2005, Huo dkk, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Skor Prognosis Model of Endstage Liver Disease MELD Konsep dasar

Persoalan yang kompleks dari indikasi optimal untuk transplantasi dan prioritas dari pemilihan transplantasi hati telah menjadi pendorong dari perkembangan dan perluasan dari skor MELD. Skor MELD awalnya dibuat dengan tujuan untuk memprediksi harapan hidup setelah dilakukan Transjugular intrahepatic porto-systemic TIPS yang keadaannya bisa berbeda dari yang kandidat transplantasi. Skor MELD terdiri dari 4 variabel objektif yang memiliki pengaruh signifikan dan independen terhadap harapan hidup yaitu bilirubin, kreatinin, INR dan penyebab dari SH alkoholik dan kolestatis dibandingkan penyebab lain Tabel 2.5. Secara statistik kuantitas dari nilai variabel dan kekuatan tiap variabel ditransformasikan dan akhirnya didapatkan skor MELD : R=0. Namun skor ini tidak bisa secara langsung menentukan harapan hidup pasien walaupun nilai bilirubin, kreatinin dan INR telah didapatkan dalam klinis. Selama bertahun-tahun penempatan dari transplantasi hati berdasarkan waktu menunggu namun berdasarkan penelitian yang penting hal ini tidak sesuai sehingga dibutuhkan kriteria lain yang efisien dan adil dalam penempatan organ. Penelitian selanjutnya dengan sedikit modifikasi skor MELD diuji pada populasi pasien SH berbeda. Penelitian ini menunjukkan bahwa skor MELD adekuat memprediksi mortalitas di rumah sakit sama baiknya dengan pasien rawat jalan. Validitas Variabel skor MELD telah dipilih dari populasi yang ditentukan dan telah divalidasi kemudian di sampel independen. Penelitian telah mengkonfirmasi bahwa MELD adalah skor resiko kuat pada pasien yang akan menjalani TIPS dengan statistik c untuk 1 tahun harapan hidup sekitar 0.70. Skor MELD telah diuji pada kondisi gagal hati akut dan pengulangan segera transplantasi pada kegagalan transplantasi. Aplikasi Skor MELD telah diaplikasikan dalam mengurutkan kandidat untuk transplantasi. Universitas Sumatera Utara Keterbatasan Skor MELD dan Child Pugh memiliki beberapa keterbatasan yang sama. Keterbatasan pertama walaupun sudah menggunakan analisa multivariat namun data dasarnya tetap secara empiris sehingga variabel yang penting belum diperhitungkan dalam analisanya. Hal kedua adalah mengenai variabel pada MELD, variabelnya bersifat objektif berlawanan dengan ensefalopati yang dipengaruhi secara subjektif. Variabel nilai kreatinin dan bilirubin bisa berubah dengan intervensi terapi terutama diuretik, sepsis dan hemolisis. Pemilihan variabel INR dibandingkan petanda koagulasi lain yang menjadi bahan kontroversial karena beberapa pusat pelayanan tidak memakai INR pada pasien SH. Keterbatasan lain skor MELD telah ditetapkan dari populasi yang menjadi kandidat TIPS jadi walaupun MELD sudah terbukti sebagai skor prognosis yang efisien dan kuat pada kandidat transplantasi namun mungkin skor ini secara spesifik disesuaikan pada transplantasi hati belum lebih efektif pada kondisi lain. Evaluasi prospektif dari skor MELD pada situasi yang berbeda atau perbedaan intervensi terapeutik bisa menimbulkan nilai ambang batas yang berbeda, membuat proses pengambilan keputusan yang lebih rumit jika dibandingkan pemakaian secara universal kelompok-kelompok Child Pugh. Keterbatasan yang prinsip dari skor MELD adalah membutuhkan komputerisasi dan memiliki keterbatasan dalam praktek sehari-hari. Durand dkk, 2005, Huo dkk, 2008. Tabel 2.5 Skor MELD Kusumobroto, 2007 Skor MELD : 3.8log [bilirubin] + 11.2log [INR] + 9.6 [kreatinin] + 6.4 Interval skor MELD = 6-40 Untuk menilai kandidat penerima donor transplantasi hati

2.2.3 Perbandingan Skor prognosis MELD dan Child-Pu gh

Karakteristik dari prinsip skor MELD dan Child Pugh dapat kita lihat di Tabel 2.6 Tabel 2.6 Perbandingan Skor Child Pugh dan MELD Durand dkk, 2005 Komponen Child Pugh MELD Jumlah variabel Kuantitas variabel Pemilihan variabel 5 35 Empirik 3 33 Statistik Universitas Sumatera Utara Kekuatan variabel berdasarkan pengaruhnya Dampak “batas” dari kuantitas Transformasi logaritma Perlu komputerisasi Variabel dipengaruhi penilain personal Tipe skor Tidak Ada Tidak Tidak Ya diskret Ya Tidak Ya Ya Tidak Kontinu Dalam membuat keputusan dalam penanganan secara individu, kelebihan MELD dibandingkan Child Pugh menjadi lebih sedikit terbukti karena perlunya komputerisasi sementara itu Child Pugh lebih mudah dipakai. Hasil temuan yang mengejutkan bahwa keakuratan MELD dalam memprediksi hasil akhir dari pasien SH tidak selalu lebih baik dari skor Child Pugh dan bisa lebih inferior pada Tabel 2.7 Durand dkk, 2005, Huo dkk, 2008, Tabel 2.7 Perbandingan keakuratan Child dan MELD Durand dkk, 2005 Penelitian Thn Populasi penelitian Pasien Hasil Akhir Mortal. Statistic i Child MELD Kamath PS et al. Angermayr B et al. Schepke M et al. Botta F et al. Wiesner RH et al. Degre D et al. Said A et al. 2001 2002 2003 2003 2003 2004 2004 TIPS TIPS TIPS SH SH, Transplantasi hati SH, Transplantasi hati Penyakit hati kronis 282 475 162 129 3437 137 1611 3 bulan 1 bulan 3 bulan 1 tahun 1 bulan 3 bulan 1 tahun 1 tahun 3 bulan 3 bulan 3 tahun 0.84

0.78 0.7

0.66 0.71

0.67 0.74

0.69 0.76

0.72 0.83

0.87 0.73

0.72 0.66

0.72 0.73

0.73 0.67

0.83 0.70

0.79 Statistik indeks i menggambarkan karakteristik kurva ROC yang memetakan sensitivitas terhadap 1-spesifivitas. Validitas skor meningkat jika i mendekati 1.

2.3 Malnutrisi

Malnutrisi didefinisikan sebagai ketidakadekuatan nutrisi bisa berarti kurang nutrisi ataupun berlebihan. Istilah malnutrisi umumnya dipakai untuk menggambarkan suatu keadaan tidak adekuatnya protein, kalori atau keduanya dan lebih tepatnya disebut KKP. KKP terjadi dengan jalur yang berbeda, yaitu Universitas Sumatera Utara KKP primer dan sekunder. KKP primer disebabkan oleh tidak adekuatnya asupan protein danatau kalori atau kadang-kadang karena rendahnya kualitas asupan protein. KKP sekunder disebabkan oleh penyakit atau cedera. Penting mengetahui komposisi tubuh dan jenis jaringan yang hilang atau berkurang dari penurunan berat badan karena malnutrisi dalam menentukan pembagian patologis. Lean body mass LBM tempat menghasilkan energi lebih dari 95 yang merupakan tempat metabolisme terbesar yang mempertahankan hemostatis dan kompartemen inilah yang paling penting dipertahankan. LBM bisa dibagi menjadi kompartemen protein somatik dan viseral, sel darah dan tulang, dan lean mass ekstraseluler, seperti plasma dan matriks tulang Gambar 2.2. Penyakit atau cedera akan meningkatkan kebutuhan kalori dan protein dan akhirnya berakibat pada katabolisme protein yang tidak sebanding dengan sintesisnya. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi asam amino dari otot skelet akan digunakan sebagai sumber kalori melalui glukoneogenesis dan asam amino ini juga diambil oleh hati dan organ viseral lainnya. Keadaan ini menyebabkan pergeseran asam amino dari kompartemen somatik ke viseral dan pada kondisi semistarvation atau total maka jaringan adiposa menjadi sumber energi yang dominan. Oleh karena itu perubahan metabolisme akibat cedera atau penyakit menimbulkan hilangnya proporsi massa otot yang sebanding atau melebihi hilangnya fat mass FM. Hilangnya LBM awalnya terutama dari kompartemen protein somatik namun dengan menetapnya stress maka akan melibatkan kompartemen protein visceral Mason, 2010. Malnutrisi kronik ditandai dengan penurunan progresif dari lean body mass = free fat mass FFM atau sarkopenia dan FM. Penurunan berat badan dan BMI tidak sensitif untuk mendeteksi hilangnya FFM sehingga penilaian komposisi tubuh merupakan teknik yang bermanfaat dalam mengetahui status nutrisi. Thibault dan Pirchard, 2012. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Analisa komposisi tubuh pasien dewasa sehat Mason, 2010 Penilaian gizi adalah suatu proses yang digunakan untuk mengevaluasi status nutrisi, mengidentifikasi malnutrisi dan menentukan individu mana yang sangat membutuhkan bantuan gizi. Penilaian status gizi terdiri dari 4 komponen : riwayat nutrisi, penilaian fisik, pengukuran antropometri dan analisis laboratorium. Riwayat nutrisi meliputi penurunan berat badan, asupan makanan, adanya malabsorpsi, adanya defisiensi nutrien tertentu, dampak penyakit dengan kebutuhan nutrisi dan status fungsional. Pemeriksaan fisik termasuk di dalamnya status hidrasi, deplesi jaringan, fungsi otot dan defisiensi nutrien tertentu. Pengukuran antropometrik merupakan pengukuran tubuh manusia dan yang penting meliputi tinggi badan dan berat badan yang selanjutkan diukur BMI. Pengukuran lipatan kulit memberikan suatu penilaian dari lemak tubuh yang sering digunakan adalah lipatan kulit pada otot trisep lengan atas triceps skinfoldTSF. Lingkar otot lengan arm muscle circumferenceAMC menggambarkan massa otot . Hal ini ditentukan dengan mengukur lingkar lengan AC= arm circumference dan TSF pada lengan atas. Untuk pemeriksaan laboratorium bisa dengan kadar protein serum yaitu albumin penurunan kadar albumin serum sering pada penyakit hati dan nefrosis, transferin, prealbumin dan retinol-binding protein RBP, jumlah limfosit total, creatinin hight index CHI dan keseimbangan nitrogen negatif, Moore, 1997 Mason, 2010. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.8 Klassifikasi Status Nutrisi dengan BMI pada Dewasa Mason, 2010 Body Mass Index kgm2 Status Nutrisi 16.0 16.0 – 16.9

17.0 – 18.4 18.5 – 24.9

25.0 – 29.9 30.0 – 34.9

35.0 – 39.9 ≥ 40

Malnutrisi berat Malnutrisi sedang Malnutrisi ringan Normal Overweight Obesitas kelas I Obesitas kelas II Obesitas kelas III Tabel 2.9 Klassifikasi Stadium Malnutrisi Yovita dkk, 2004

2.4 Malnutrisi pada SH

Hati berperan penting dalam mempengaruhi status nutrisi terutama melalui produksi asam empedu dan fungsinya sebagai perantara metabolisme protein, karbohidrat, lemak dan vitamin sehingga penderita panyakit hati sangat mungkin terjadi gangguan metabolisme zat makanan dengan segala akibatnya Setiawan, 2007 Balbino dan Silva, 2012. Istilah malnutrisi dan metode pengukuran pada SH belum jelas dan tidak ada definisi standar tentang istilah ini. Malnutrisi pada SH terutama ditandai dengan penurunan protein viseral kadar albumin serum yang lebih rendah maupun defisiensi protein somatik yang bermanifestasi sebagai contoh penurunan massa otot dan sel tubuh dan disertai kelemahan otot dan gangguan kualitas hidup. Sarkopenia atau hilangnya massa otot, penurunan massa lemak dan kurangnya kedua hal tersebut baik massa otot dan lemak atau Universitas Sumatera Utara kaheksia telah dilaporkan pada pasien SH. Dasarathy dkk, 2011 Norman dan Pirlich, 2010. Malnutrisi dipertimbangkan sebagai salah satu faktor prognosis yang penting pada SH dan mengingatkan klinisi untuk tanggap sama seperti terhadap komplikasi SH seperti ensefalopati hepatik dan asites. Kepentingan klinis dari malnutrisi ini dikarenakan pasien yang malnutrisi memiliki prevalensi morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dan intervensi dini dalam mengatasi kekurangan nutrisi bisa memperpanjang angka harapan hidup, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi komplikasi dan persiapan lebih baik untuk transplantasi hati. Tsiaousi dkk, 2008, McCullough, 2006. Gambar 2.3 Malnutrisi sebagai prediktif dari harapan hidup pasien SH. Angka harapan hidup dengan MMC dibawah persentil ke 5 kelompok 1, ke 10 kelompok 2, dan ke 75 kelompok 3 dan di atas persentil ke-75 kelompok 4. P.001 pada 6, 12 dan 24 bulan antara pasien dengan malnutrisi berat dan sedang kelompok 1 dan 2 dan mereka yang normal dan nutrisi berlebih kelompok 3 dan 4 . O’Brien dan Williams, 2008

2.4.1 Prevalensi Malnutrisi pada SH

Malnutrisi hampir didapati pada keseluruhan penyakit hati stadium akhir. Awalnya penelitian malnutrisi pada penyakit hati kronik lebih difokuskan pada pasien SH alkoholik namun ternyata prevalensi KKP meningkat semua bentuk SH Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Pada penyakit hati alkoholik, prevalensi KKP bisa sampai 80 tergantung dari tingkat keparahan penyakit namun insidensi dan tingkatan KKP ternyata sangat sama pada pasien penyakit hati kronik dengan alkoholik maupun bukan alkoholik. Prevalensi malnutrisi pada pasien yang menunggu transplantasi hati hampir 100, pada pasien SH sekitar 80 dan bahkan pada beberapa uji klinis pada pasien dengan kategori Child Pugh A didapatkan prevalensi malnutrisi mencapai 25. KKP jarang dijumpai pada pasien stadium sebelum SH dari penyakit hati kecuali pada keadaan obstruksi biliar ektrahepatik. Pada satu penelitian dilaporkan adanya malnutrisi pada pasien SH kompensata Child Pugh A sekitar 20 dan 50-60 pada pasien dekompensata Child Pugh C. Perbedaan laporan prevalensi dipengaruhi oleh bagaimana dilakukannya pemeriksaan status nutrisi Matos dkk, 2002 Tsiaousi dkk, 2008, McCullough, 2006. Gambar 2.4 : Prevalensi KKP pada SH alkoholik dan bukan alkoholik McCullough,2006 2.4.2 Etiologi Malnutrisi pada SH Ada banyak alasan potensial kenapa malnutrisi terjadi pada penyakit hati tahap lanjut, namun yang paling penting adalah asupan diet yang kurang Matos dkk, 2002. Faktor-faktor yang menyebabkan malnutrisi pada penyakit hati : a. Gangguan pencernaan: Asupan nutrisi kurang adekuat sering terjadi akibat gangguan pencernaan itu sendiri atau adanya pembatasan asupan makanan selama dirawat di rumah sakit. Gejala gangguan pencernaan pada pasien SH antara lain anoreksia, mual, muntah dan rasa cepat kenyang perut penuh. Universitas Sumatera Utara b. Pembatasan asupan garam dan makanan: pasien SH dengan asites biasanya diberikan diit rendah garam yang tentu akan mengurangi selera makan penderita. Asupan protein juga sering dibatasi pada pasien dengan ensefalopati atau sindrom hepatorenal yang tentunya juga dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi. c. Perubahan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein: perubahan utama adalah terjadinya hipermetabolisme dengan akibat peningkatan keluaran energi dan peningkatan stress. d. Perubahan metabolisme karbohidrat: hati mengatur metabolisme karbohidrat dengan cara pembuatan, penyimpanan dan pemecahan kembali glikogen. Hati berperan mengupayakan agar kadar glukosa darah dalam keadaan normal dan jika glukosa kurang maka hati akan memecah glikogen. Cadangan glikogen berkurang maka terjadi proses glukoneogenesis dengan bahan asam amino sehingga terjadi pemecahan protein dan menyebabkan malnutrisi. e. Perubahan metabolisme lemak: pada SH sintesis dan eskresi asam empedu menurun dengan akibat akan terjadinya asupan lemak menurun dan terjadi mobilisasi cadangan lemak dan menyebabkan malnutrisi. f. Perubahan metabolisme protein: gangguan metabolisme protein merupakan kelanjutan dari asupan bahan energi yang kurang, glukoneogenesis dan lipolisis yang berlebihan dengan akibat pemakaian cadangan protein yang berlebihan. Hal ini menyebabkan degradasi protein otot sehingga asam amino glukogenik terutama asam amino rantai cabang dilepaskan selanjutnya dengan proses tranaminasi terbentuk alanin. Alanin ini yang akan menghasilkan glukosa sebagai sumber energi Setiawan, 2007. Tabel 2.10 Etiologi Malnutrisi pada Sirosis Hati McCullogh, 2006 Faktor Etiologi dari Malnutrisi pada SH Pasien rawat jalan Diet yang tidak adekuat Kuantitas Iatrogenik Pembatasan protein, restriksi cairangaram Malabsorpsi Defisiensi garam empedu dan pankreas Anoreksia, mual dan muntah Efek dari toksisitas alkohol Universitas Sumatera Utara Perubahan metabolisme protein dan kalori Oksidasi asam amino Percepatan oksidasi lemak dan glukoneogenesis Peningkatan pemecahan protein Penurunan sintesis protein Pasien rawat inap Keadaan puasa Tes diagnostik Perdarahan saluran cerna Perubahan status neurologi Sterilisasi dan toksisitas neomisin Diet yang tidak enak Komplikasi pemberat

2.4.3 Dampak Malnutrisi pada pasien SH

Beberapa penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa malnutrisi pada SH mempengaruhi harapan hidup, kualitas hidup dan terjadinya komplikasi pada SH Periyalwar dan Dasarathy, 2012. Dampak malnutrisi terhadap harapan hidup Dampak malnutrisi pada harapan hidup pasien SH telah diteliti pada 13 penelitian Muller dkk, 1992; Deschenes dkk, 1997; Selberg dkk, 1997; Bathgate dkk, 1999; Le Cornu dkk, 2000; Alvares-da-Silva Reverbel da, 2005; Shahid dkk, 2005; Bilboa dkk, de Carvalho dkk, 2010; Englesbe dkk, 2010; Fiqueredo dkk, 2010; Merli dkk, 2010; Montano-Loza, 2011 dengan keseluruhan sampel 1187 pasien didapatkan prevalensi malnutrisi sebelum transplantasi sekitar 9.4-69.0. Malnutrisi meningkatkan morbiditas dan mortalitas, termasuk penolakan segera setelah transplantasi dan lama rawatan intensif lebih lama. Secara statistik dijumpai hubungan bermakna antara tingkat keparahan malnutrisi dan mortalitas. Periyalwar dan Dasarathy, 2012. Dampak malnutrisi dengan transplantasi baru- baru ini juga mendapatkan bahwa status nutrisi yang buruk merupakan masalah yang umum dihadapi oleh pasien yang menunggu transplantasi hati dan merupakan faktor risiko untuk morbiditas dan mortalitas setelah transplantasi. Keadaan nutrisi akan memburuk secara cepat selama periode setelah operasi karena stress dari prosedur bedah, terapi imunosupressif dan pada beberapa pasien dengan disfungsi hati atau ginjal atau dengan sepsis Gero dkk, 2012. Universitas Sumatera Utara Dampak malnutrisi terhadap kualitas hidup Dampak malnutrisi terhadap kualitas hidup telah diteliti pada 7 penelitian Arguedas dkk, 2003; Poon dkk, 2004; Poupon dkk, 2004; Kalaitzakis 2006; Norman dkk, 2006; Les dkk, 2010; Wunsch dkk, 2011 dengan jumlah sampel 1104 pasien didapatkan prevalensi malnutrisi19-59. Pasien dengan malnutrisi secara statistik meningkatkan gejala gastrointestinal dan menurunkan kualitas hidup dengan kuisioner Chronic Liver Disease Questionnaire CLQD, Short Form SF-36 dan Notthingham Health Profile NHP Periyalwar dan Dasarathy, 2012. Dampak Malnutrisi dengan komplikasi klinis SH Komplikasi utama yang dikenal mengancam jiwa pada SH yang meliputi asites, spontaneous bakteri peritonitis, hipertensi portal dan perdarahan gastrointestinal, hepatik ensefalopati dan sindrom hepatorenal dan semua ini dipengaruhi oleh malnutrisi. Namun hanya sedikit penelitian secara sistematis mengevaluasi dampak malnutrisi terhadap terjadinya dan pemberatan komplikasi. Dampak malnutrisi terhadap komplikasi SH telah diteliti pada 7 penelitian Asites oleh Campillo dkk, 2003; Semua komplikasi oleh Alvares-da-Silva Reverbel da, 2005; HE oleh Kalaitzakis dkk, 2007; Hipertensi Portal oleh Sam Nguyen, 2009; Hipertensi Portal oleh Montomoli dkk, 2010; SBP oleh Merli dkk, 2010; HE oleh Ndraha dkk, 2011; Semua komplikasi oleh Hulsman dkk, 2011 dengan sampel 751 pasien didapatkan prevalensi malnutrisi 6.1-67.0. Komplikasi SH yaitu asites, SBP, hipertensi portal, sindrom hepatorenal dan HE secara statistik signifikan meningkat pada malnutrisi Periyalwar dan Dasarathy, 2012.

2.4.4 Penanganan Malnutrisi pada SH

Karakteristik utama dari malnutrisi pada SH adalah menurunnya protein viseral kadar albumin serum rendah sejalan dengan defisiensi protein somatik yang bermanifestasi sebagai contoh penurunan massa otot dan sel tubuh dan akan disertai dengan kelemahan otot dan penurunan kualitas hidup. Delapan penelitian telah melaporkan perubahan komposisi tubuh setelah dilakukan TIPS terhadap 152 pasien yang dipantau 3-12 bulan didapatkan perbaikan dari FFM Dasarathy dkk, 2011. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.11 Penanganan Malnutrisi pada Penyakit Hati McCullogh, 2006 Keadaan Klinis Protein gkg hari Kalori kcalk ghari KH Lemak Target Nutrisi 1. Hepatitis akut atau kronik 1.0-1.5 30-40 67-80 20-33 Pencegahan malnutrisi Meningkatkan regenerasi

2. SH tanpa komplikasi

1.0-1.2 30-40 67-80 20-33 Pencegahan malnutrisi Meningkatkan regenerasi

3. SH dengan komplikasi

a. Malnutrisi 1.2-1.8