Ukuran Rajungan Biologi dan Sumberdaya Rajungan .1 Komposisi Jenis Hasil Tangkapan

Gambar 17 Hubungan Tebal Tubuh dengan Panjang Karapas Rajungan Portunus pelagicus Jantan dan Betina. Jantan Betina Gambar 18 Hubungan Lebar Karapas dengan Berat Tubuh Rajungan Portunus pelagicus Jantan dan Betina. y = 2.072x ‐ 5.540 R² = 0.809 n = 396 20 40 60 80 100 10 20 30 40 50 y = 1.880x + 0.097 R² = 0.818 n = 606 20 40 60 80 100 10 20 30 40 50 Jantan Betina Panjang karapas mm Tebal tubuh mm W = 0.00002 L 3.210 R² = 0.883 n = 606 50 100 150 200 250 300 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 Berat tubuh gram Lebar karapas mm W = 0.00006 L 3.029 R² = 0.888 n = 396 50 100 150 200 250 300 350 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 Berat tubuh gram Lebar karapas mm Hasil analisis hubungan lebar karapas dengan berat tubuh rajungan jantan diperoleh nilai a = 0.00002 dan nilai b = 3.210 dengan koefisien korelasi 0.940 dan koefisien determinasi 0.883, sedangkan betina diperoleh nilai a = 0.00006 dan nilai b = 3.029 dengan koefisien korelasi 0.942 dan koefisien determinasi 0.888 Gambar 18. Menurut Lagler et al. 1977, nilai b berkisar antara 2,5 – 4 namun biasanya berkisar dekat 3. Hasil Uji-t terhadap nilai b, diketahui rajungan jantan memiliki nilai b ≠ 3 yang artinya allometrik, sedangkan betina memiliki nilai b = 3 yang artinya isometrik Lampiran 4. Pada rajungan jantan diperoleh nilai b 3, hal ini menunjukkan adanya pola allometrik positif. Artinya, pertambahan berat tubuh lebih cepat daripada pertambahan lebar karapasnya. Sedangkan pada rajungan betina menunjukkan pola isometrik. Artinya, pertambahan berat tubuh seimbang dengan pertambahan lebar karapasnya. Dengan kondisi demikian, dapat dikatakan bahwa rajungan pada saat penelitian dalam keadaan mendapatkan bahan makanan yang cukup dan lingkungan perairan yang sesuai. Hasil penelitian ini berbeda dengan pola pertumbuhan rajungan yang diperoleh Aslan et al. 2003 di perairan Purirano, Kendari, Sulawesi Tenggara yaitu allometrik negatif baik pada jantan maupun betinanya. Perbedaan ini menurut Hartnoll 1982 dapat disebabkan faktor luar yakni adanya perbedaan iklim mikro yang optimum seiring perubahan musim, dan jumlah makanan, serta faktor dalam yakni jenis kelamin, tingkat kedewasaan, dan anggota tubuh yang hilang.

5.3.4 Nisbah Kelamin

Rajungan Portunus pelagicus yang diamati selama penelitian sebanyak 1002 ekor. Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi Tabel 1 dan Gambar 8 ditemukan rajungan berjenis kelamin jantan lebih banyak daripada rajungan berjenis kelamin betina Gambar 19. Secara keseluruhan rajungan jantan berjumlah 606 ekor 60.5 , sementara betina berjumlah 396 ekor 39.5 Gambar 20. Tingginya komposisi rajungan jantan dibandingkan dengan betina, diduga karena daerah penangkapan fishing ground rajungan di wilayah kajian berada di perairan pesisir dekat pantai yang mempunyai salinitas relatif rendah yang disenangi dan merupakan habitat yang sesuai bagi rajungan berjenis kelamin jantan. Hal serupa juga dikatakan oleh Wharton 1975; Rudidana 1989; Saedi 1997 in Gardenia 2006, rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah di sekitar perairan pantai yang dangkal sehingga mempunyai daerah penyebaran yang lebih luas sampai ke muara sungai. Gamb Gamb rajung meru 2000 adala bahw Lam Mei diman dalam kelam 2 2 3 3 4 Jumlah ekor 2 4 6 8 10 Komposisi bar 19 Jum Set bar 20 Kom Set Nisbah k gan betina pakan hal y . Nisbah k ah 1.53 : 1. wa nisbah at piran 5. Ha hingga bu na pada mu m untuk me min akan m 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 1 2 3 mlah Individ tiap Stasiun mposisi Ra tiap Stasiun kelamin mer dalam suat yang dihara kelamin Ja Berdasarka tau rasio ke al tersebut lan Agustu usim terseb enetaskan mengikuti 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8 du Rajungan n Pengamat ajungan Ja n Pengamat rupakan pe tu populasi. apkan bagi antan : Bet an hasil uji “ elamin rajun dapat menu us rajunga but rajungan telurnya. M perubahan 8 9 10 11 12 1 Stas Ja 8 9 10 11 12 13 S n Jantan da tan. antan dan tan. erbandingan Nisbah kel kepiting Po tina yang “Chi-Square ngan dalam unjukkan ba an sedang n betina ce Menurut Ha musim pe 13 14 15 16 17 siun Pengama antan Be 13 14 15 16 17 18 Stasiun Penga Jantan an Betina y Betina ya n jumlah raj amin teoriti ortunidae P didapatkan e” pada tara m keadaan t ahwa pada mengalam enderung be artnoll 198 emijahanny 7 18 19 20 21 2 atan etina 18 19 20 21 22 amatan Betina yang Tertan ng Tertang jungan jant s yang men Potter dan d n dalam pe af nyata 0.0 tidak seimb saat penel mi musim ermigrasi ke 82, kompo ya. Musim 22 23 24 25 26 23 24 25 26 27 ngkap Pada gkap Pada tan dengan ncapai 1 : 1 de Lestang, enelitian ini 05 diketahui ang 1 ≠ 1 itian bulan pemijahan, e laut yang sisi nisbah pemijahan 27 28 29 30 28 29 30 ALL a a n , i i n g h n 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan rajungan Portunus pelagicus di Teluk Bone, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara antara lain : 1. Komoditi yang menjadi target utama untuk alat tangkap pukat rajungan yang dioperasikan oleh nelayan di wilayah kajian adalah rajungan Portunus pelagicus, namun pada kenyataannya ikut pula tertangkap beberapa jenis organisme laut lainnya, akan tetapi jumlahnya tidak terlalu besar. 2. Rajungan betina memiliki ukuran rata-rata panjang karapas, lebar karapas, dan tebal tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan rajungan jantan. Namun, rajungan jantan terlihat memiliki nilai rata-rata berat tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan rajungan betina. 3. Hubungan panjang karapas, lebar karapas, tebal tubuh, dan berat tubuh memiliki korelasi positif dan kuat. Model hubungan antara lebar karapas dengan berat tubuh adalah allometrik positif untuk jantan dan isometrik untuk betina. 4. Nisbah kelamin atau rasio kelamin rajungan jantan : betina dalam keadaan tidak seimbang 1 ≠1. 5. Rajungan hasil tangkapan tergolong layak untuk ditangkap berdasarkan ukuran lebar karapas dengan mengacu pada peraturan pemerintah daerah setempat. Namun, terbukti bahwa peraturan tersebut tidak berpihak pada aspek keberlanjutan sumberdaya rajungan secara ekologi sehingga diusulkan untuk direvisi agar pemanfaatan dapat berkelanjutan. 6. Tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan telah melewati dugaan potensi lestarinya maximum sustainable yieldMSY pada tahun 2005 dan 2006, namun secara rata-rata dalam kurung waktu 5 tahun terkahir masih dibawah MSY, demikian pula pada kondisi aktual tahun 2008 belum melewati dugaan jumlah tangkapan yang diperbolehkan total allowable catchTAC. 7. Status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan rajungan sangat baik ditinjau dari aspek ekologi dan ekonomi. 8. Usaha penangkapan atau kegiatan pemanfaatan sumberdaya rajungan dengan alat tangkap pukat rajungan layak untuk dikembangkan, mengingat DAFTAR PUSTAKA Adam, I. Jaya, dan M. F. Sondita. 2006. Model Bioekonomi Perairan Pantai In- Shore dan Lepas Pantai Off-Shore untuk Pengelolaan Perikanan Rajungan Portunus pelagicus di Perairan Selat Makassar. Jurnal Ilmu- Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Juni 2006 Jilid 13 Nomor 1:33–43. Adam, I. Jaya, dan M. F. Sondita. 2006. Model Numerik Difusi Populasi Rajungan di Perairan Selat Makassar. Diffusion Numerical Model for Swimming Crab Fisheries in the Makassar Strait. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Desember 2006 Jilid 13 Nomor 2: 83–88. Agbayani, R. F., D. D. Baliao, G. P. B. Samonte, R. E. Tumaliuan, dan R. D. Caturao. 1990. Economic Feasibility Analysis of The Monoculture of Mudcrab Scylla serrata FORSKAL. Aquaculture 91:223-231. Amri, A. 2007. Arahan Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Kepulauan Spermonde Guidelines of Utilization and Management of Marine and Fishery Resources in Spermonde Archipelago. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Aslan, L. O. M., W. Nurgaya, Sutriani, Risnawaty, W. O. Marlina, dan Nistiawaty. 2003. Biologi Rajungan Portunus pelagicus Linnaeus di Perairan Pantai Purirano, Kendari, Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Crustacea ke-3. 20-21 Agustus 2003. Bengen, D. G. 2005. Merajut Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Timur Indonesia Bagi Pembangunan Kelautan Berkelanjutan. Disajikan pada Seminar Makassar Maritime Meeting, Makassar. Blue Crab Identification. 2001. Blue Crab Identification. http:www.blue- crab.orgcrabidentification.htm [28 Jan 2009]. [BPN] Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara. 2009. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2008. Budiharsono, S., Suaedi, dan Asbar. 2006. Sistem Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Bugis, Z. 2006. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Karang Untuk Pemanfaatan Berkelanjutan: Kasus: Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Irian Jaya Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Chande, A. I., dan Mgaya, Y. D. 2003. The Fishery of Portunus pelagicus and Species Diversity of Portunid Crabs Along The Coast of Dar es Salaam. Western Indian Ocean J. Mar. Sci. 2:75-84.