Topografi dan Kondisi Hidro-Oseanografi

menjanjikan dan menguntungkan daripada menangkap rajungan, 3 berkurangnya daerah penangkapan rajungan fishing ground akibat dari keberadaan usaha budidaya rumput laut yang menempati daerah yang sebelumnya merupakan daerah penangkapan rajungan sehingga terkadang menimbulkan konflik secara horisontal antara nelayan rajungan dengan pembudidaya rumput laut, 4 ditemukannya lahan tambang emas baru yang sangat luas dan mengandung kadar emas yang tinggi di Kabupaten Bombana kabupaten tetangga sehingga nelayan rajungan sebagian memilih untuk menjadi penambang emas. Nelayan rajungan di Kabupaten Kolaka tersebar di beberapa desakampung dari 5 kecamatan pesisir yang berbatasan langsung dengan laut yaitu Kecamatan Samaturu, Latambaga, Kolaka, Pomalaa, dan Tanggetada. Usia nelayan rajungan yaitu antara 24 – 72 tahun dengan jumlah anggota keluarga antara 3 – 12 orang. Persentase tingkat pendidikan nelayan rajungan yaitu SMP 23 , SD 74 , dan tidak pernah duduk di bangku sekolah 3 . Terdapat tiga suku dengan persentase masing-masing Suku Bugis 54 , Suku Bugis Makassar 9 , dan Suku Bajo 37 . Berdasarkan status kepemilikan terhadap unitusaha penangkapan, semua nelayan rajungan di Kabupaten Kolaka merupakan nelayan pemilik dan pekerja. Selain usaha penangkapan rajungan, umumnya nelayan juga memiliki usaha lain diantaranya berkebun, tukang ojek, pembudidaya rumput laut, penampungpengumpul rajungan, nelayan ikan dan karyawan perusahaan, dan hanya satu orang yang menangkap rajungan merupakan mata pencaharian tunggal. Umumnya pengoperasian pukat rajungan hanya dilakukan oleh satu orang nelayan pemilik dan pekerja, hal ini didasarkan pada kemudahan dalam mengoperasikan pukat rajungan dan jarak fishing ground yang relatif dekat.

5.2 Musim dan Daerah Penangkapan Rajungan

Kegiatan penangkapan rajungan di Kabupaten Kolaka menggunakan pukat rajungan berlangsung sepanjang tahun. Operasi penangkapan rajungan yang dilakukan oleh nelayan dipengaruhi oleh musim. Umumnya nelayan setempat mengenal 3 tiga musim, yaitu: musim barat puncak yang terjadi pada bulan Desember sampai bulan Mei dengan hasil tangkapan berkisar antara 5 – 15 kg, musim peralihan sedang terjadi pada bulan Oktober sampai bulan November dengan hasil tangkapan berkisar antara 2 – 10 kg, musim timur paceklik yang terjadi pada bulan Juni sampai bulan September dengan hasil tangkapan berkisar antara 1 – 5 kg. Nontji 1993 mengatakan bahwa musim timur terjadi antara bulan Juni sampai Agustus kadang-kadang sampai bulan September yaitu angin bertiup dari arah timur dan tenggara yang mempunyai karakteristik kering dan relatif tidak cepat. Musim barat terjadi antara bulan Desember sampai bulan Maret dari arah barat dan barat laut dengan kecepatan relatif tinggi dan merupakan musim penghujan. Selama musim barat kondisi gelombang dan angin sangat kuat sehingga nelayan umumnya enggan untuk melaut. Namun, bagi nelayan rajungan kondisi ini sangat menguntungkan. Hal ini dikarenakan dengan adanya gelombang justru akan menaikkan endapan lumpur yang didalamnya terdapat rajungan. Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada musim timur, tetapi gelombang yang diakibatkan oleh angin timur tidak sebesar angin barat sehingga di musim ini nelayan mengalami masa paceklik. Keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah daerah penangkapan ikan Simbolon et aI., 2009. Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan dimana alat tangkap dapat dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya. Nomura dan Yamazaki 1977 mengatakan bahwa kondisi daerah penangkapan ikan dikatakan catchable area apabila: 1 Perairan sesuai dengan habitat yang disenangi ikan dipengaruhi parameter oseanografi fisik, biologi dan kimia; 2 Fishing gear mudah dioperasikan; 3 Daerah penangkapan ikan ekonomis dan menguntungkan. Penentuan daerah penangkapan ikan termasuk rajungan yang potensial saat ini disebagian besar wilayah Indonesia masih menjadi kendala, sehingga usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan masih penuh dengan ketidakpastian karena nelayan tidak dapat langsung menangkap tapi mencari daerah penangkapannya terlebih dahulu. Dengan demikian hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti, disamping itu sebagai akibat ketidakpastian tersebut mengakibatkan kapal penangkap banyak menghabiskan waktu dan bahan bakar untuk mencari lokasi fishing ground, ini berarti terjadi pemborosan bahan bakar. Akibatnya hasil tangkapan yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Cara menentukan daerah penangkapan fishing ground rajungan yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Kolaka, umumnya berdasarkan pengalaman