dimasukan ke tumpukan tebu di dalam trukkontainer dengan arah datar atau menukik dengan sudut 45
o
. Sampel yang diambil dipotong-potong dan kemudian dicacah. Selanjutnya 1 kg cacahan tebu dipress dengan tekanan 3000 psi hingga
menghasilkan nira kurang lebih 60 tebu, selanjutnya nira tersebut dianalisis pol dan brixnya. Core sampler hanya mampu membedakan mutu tebu nilai nira dari
masing-masing truklori dengan pendekatan perhitungan NNPP dan KNT, sedangkan untuk menentukan besarnya rendemen perlu adanya rumus rendemen
atau Faktor Rendemen Santoso dan Bahri, 2004. Pendekatan Core Sampler PCS adalah metode penetapan rendemen dengan cara
mengambil sampel dengan pendekatan seperti pengambilan sampel dengan menggunakan alat Core Sampler.
2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendemen
2.7.1. Varietas
Teknik bercocok tanam, meliputi pengolahan tanah, pemilihan varietas, jenis bibit, pemupukan dan waktu tanam yang tepat serta pemeliharaan yang baik, akan
mendorong dihasilkannya rendemen serta bobot tebu yang tinggi, sehingga berpengaruh pada tingginya hasil gula per satuan luas kebun. Menurut Darmodjo
1995 kontribusi varietas terhadap produksi mencapai 60. Potensi varietas tebu yang belum diintensifkannya program pemberdayaan varietas-varietas unggul
baru merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas hasil gula di Indonesia Lestari, H. 2000; Mirzawan, et al., 2001
Upaya peningkatan produktivitas dengan menggunakan varietas unggul merupakan cara termurah dibandingkan cara lain, walaupun hal ini tidak dapat
menyelesaikan keseluruhan masalah yang telah terjadi. Menurut Mirzawan, et al. 2001, penanaman varietas unggul baru yang lebih baik dari varietas yang telah
ada dapat meningkatkan produktivitas jika kondisi lingkungan sesuai untuk varietas unggul tersebut dan varietas tersebut diperlakukan sesuai kebutuhannya.
Pemilihan suatu varietas tebu didasarkan kepada pertimbangan sifat kemasakan, tingkat kemantapan produksi, bakat rendemen tinggi, dan faktor-faktor lainnya
Sastrowijono dkk, 1984. Menurut Saputro 1998, varietas tebu yang baik dan diminati para praktisi mempunyai ciri-ciri antara lain : 1 Berdiameter besar,
minimum 28 mm, karena dapat meningkatkan kapasitas tebang; 2 Tahan kepras, sekurang-kurangnya sampai 4 kali panen tebu kepras; 3 Tidak roboh;
4 Kanopi lebar, karena dapat menutup permukaan tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma; dan 5 Ciri-ciri lain yang umum, yaitu rendemen tinggi,
anakan cukup 3-4 batang, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tidak berbunga serta daun tua mudah terkelupas.
2.7.2. Tingkat Keprasan
Tanaman tebu yang berasal dari kebun bibit datar KBD disebut dengan plant cane PC. Tanaman ini langsung ditanam dari kebun pembibitan Hendroko, et
al. 1987. Setelah panen, umumnya petani tidak lagi menanam bibit tebu baru, melainkan dikepras dan ditumbuhkan kembali dari tunas-tunas yang masih ada.
Tanaman seperti ini disebut dengan ratoon atau tanaman keprasan. Menurut survai yang dilakukan Ditjen BP Perkebunan Departemen Pertanian 2004, petani
menanam tanaman keprasan ratoon sampai lebih dari 15 kali. Tingginya tingkat keprasan tersebut menurut Arsana, et al. 1997, disebabkan petani lebih suka
memelihara tanaman keprasan karena biaya tanaman bibit dan pemeliharaan awal lebih murah meskipun produksinya relatif rendah yang antara lain
disebabkan oleh potensi varietas keprasan yang rendah. Hasil penelitian Rasyid 1992 melaporkan bahwa rendahnya produksi disebabkan
oleh jumlah tunas keprasan yang gagal menjadi batang tebu layak giling hingga mencapai 51. Persaingan tunas yang tumbuh pada tunas keprasan merupakan
penyebab kematian tunas, akibatnya jumlah batang tebu produktif pada tanaman keprasan menjadi rendah. Pada akhirnya akan menurunkan tingkat rendemen yang
dihasilkan.
2.7.3. Pemupukan
Unsur-unsur esensial seperti Nitrogen N, Fosfat P dan Kalium K dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan ketersediaan yang terbatas di
dalam tanah, maka unsur-unsur tersebut perlu ditambahkan melalui pemupukan. Oleh Dharmawan 1982 penggunaan pupuk dipandang sebagai cara yang paling
mudah dan terpercaya untuk meningkatkan hasil pertanian. Tanaman tebu memerlukan ketersediaan hara untuk perkembangannya sejak satu hingga tiga-
enam bulan pertama masa pertumbuhannya Pawirosemadi, 1996, pada periode tersebut hara N, P dan K yang diperlukan sekitar 80 – 85 dari total
kebutuhannya. Pada tebu, unsur N dibutuhkan dalam jumlah tertentu tergantung varietas dan
lokasi tempat tumbuhnya Sahadi, 1997. Hasil penelitian Isro Ismail, Nugraharsi dan Kunhartono 1996, menyebutkan bahwa pemberian unsur N secara
berlebihan dapat menghambat proses penimbunan gula dalam batang. Hal tersebut berakibat pada rendahnya kadar gula, menurunnya kualitas nira dan
rendemen akan menurun. Menurut Geus 1973, kekurangan hara K pada tanaman tebu menyebabkan
penurunan produk hablur sebagai akibat dari terhambatnya proses fotosintesis dan penurunan kualitas nira. Fosfat memegang peranan dalam metabolisme
pertumbuhan tebu dan pembentukan gula. Hasil penelitian Saputro dan Isro Ismail 1993 di PG Bungamayang, menyatakan bahwa pemberian pupuk TSP
sebesar 7 kuintal per ha pada tanaman pertama PC akan meningkatkan jumlah batang, rendemen dan hasil kristal gula.
Soeparmono dan Ekosoni 1995 melaporkan hasil percobaan pupuk AS tablet di PG Rejoagung. Percobaan dilakukan di lahan sawah tetapi tidak berpengairan
teknis, sehingga persediaan air relatif kurang. Pupuk yang digunakan adalah pupuk AS yang ada di pasaran kemudian ditabletkan dengan alat pembuat tablet.
Pengaruh pemupukan AS tablet tampak pada rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman umur 9 bulan dan bobot tebu per hektar. Pada dosis 6 ku AS per hektar,
beda tinggi rata-rata 3,1, sedangkan untuk bobot tebu per hektar saat panen perbedaannya rata-rata 3,48. Hal ini memberikan informasi bahwa bentuk
tablet memberikan efek penyerapan N lebih lama bagi tanaman tebu dibandingkan pupuk AS tabur.
2.7.4. Tingkat Kemasakan Umur Tanaman
Daur kehidupan tanaman tebu dimulai sejak stadia perkecambahan, pertunasan, perpanjangan batang, kemasakan dan akhirnya stadia kematian Hendroko, et al.
1987. Kemasakan merupakan stadia yang terpenting, karena pada stadia ini terjadi pembentukan sukrosa, sebagai tujuan utama budidaya tebu.
Menurut Tjokrodirdjo 1992, proses kemasakan tebu dimanifestasikan dalam rendemen berjalan dari ruas ke ruas dan terus meningkat dengan bertambahnya
umur tanaman sampai dicapai suatu titik maksimal. Setelah itu, tergantung antara lain pada varietas tebu dan kondisi tanaman, rendemen akan menurun Sunantyo,
1992. Oleh karena itu, tebu seharusnya dipanen pada kemasakan optimal agar diperoleh hasil gula yang optimal pula. Pemanenan tebu sebelum atau kelewat
masak akan menghasilkan tebu yang kadar gulanya tidak optimal karena mengandung bukan-gula yang lebih banyak.
2.7.5. Kewayuan “Penundaan Giling”
Tebu wayu selain kehilangan berat karena penguapan juga kehilangan kadar gula karena inversi, yaitu sukrosa diubah oleh enzim menjadi gula reduksi Martoyo,
2000. Salah satu indikator tinggi-rendahnya rendemen tebu dan faktor terpenting dari beberapa faktor penentu kualitas nira adalah nilai nira dan kadar gula reduksi
Anonim, 1984. Pol merupakan resultan dari keberadaan sukrosa dan gula
reduksi dalam nira serta mempunyai hubungan langsung yang negatif dengan gula reduksi Meade dan Chen, 1977.
Hal tersebut menunjukkan bahwa jika kadar gula reduksi semakin tinggi maka pol semakin rendah. Hasil penelitian Santoso, et al. 1996 menunjukkan bahwa
kenaikan kadar gula reduksi sangat dipengaruhi oleh tebu yang tertunda giling. Setiap hari penundaan giling dapat meningkatkan kadar gula reduksi sebesar 0,35
poin dan 98,6 dari kenaikan kadar gula reduksi tersebut adalah kontribusi dari penundaan giling. Akibatnya, setiap hari penundaan giling akan memberikan
kerugian penurunan rendemen sebesar 0,53 poin.
2.7.6. Kotoran “Trash”
Kotoran tebu terdiri dari antara lain klaras, pucukan, sogolan, akar dan tanah. Klaras atau daun kering tidak mengandung nira sehingga bila terikut dalam
jumlah yang banyak akan menyumbangkan sabut sehingga jumlah sabut atau ampas per satuan tebu meningkat. Peningkatan kadar sabut akan mengurangi
ekstraksi nira dan mengurangi kapasitas stasiun gilingan, berarti juga mengurangi gula yang diperoleh atau menurunkan rendemen Martoyo, 2000.
Pucukan atau sogolan mengandung hanya sedikit gula tetapi banyak mengandung bukan-gula, jika terikut dalam tebu giling akan berdampak mengurangi perolehan
gula karena penambahan bukan-gula akan menyebabkan gula terbawa ke dalam tetes. Tanah yang terbawa ke dalam ampas akan menyebabkan ampas sulit
terbakar dan kapasitas stasiun ketel menurun, sedangkan jika tanah tersebut terbawa ke stasiun proses akan mempengaruhi proses pengendapan pada
pemurnian nira karena bak pengendap clarifier penuh dengan lumpur sehingga hasil nira jernih mutunya rendah.
Hasil penelitian Yates 1996, dalam Martoyo, 2000 kotoran tebu akan menurunkan rendemen dengan kecepatan 0,125-0,25 poin per satuan kotoran.
Penelitian terakhir di beberapa pabrik gula di Australia oleh Kent 1999, dalam
Martoyo, 2000 dilaporkan bahwa kotoran tebu menyebabkan kapasitas giling turun 8 dan rendemen turun 6,8 untuk setiap 5 kadar kotoran.
2.7.7. Brix dan Efisiensi Pabrik
Rendemen adalah perbandingan antara kristal nyata yang diperoleh dengan tebu digiling atau lebih dikenal dengan kristal nyata tebu. Kristal nyata yang
dimaksud disini adalah gula dalam nira tebu yang dapat dikristalkan menjadi gula kristal putih GKP. Total gula dan kandungan bukan gula tersebut dikenal
sebagai brix, yaitu satuan yang biasa digunakan dalam industri gula yang menyatakan persen beratberat bb zat padat terlarut suatu larutan gula. Brix
selain terdiri dari gula juga mengandung zat padat terlarut lainnya Harisutji, 2001.
Hommes 1932 dalam Meade dan Chen, 1977 menyatakan tidak semua gula dalam nira tebu dapat dikristalkan, karena pengkristalan gula dipengaruhi oleh
kandungan bukan gula yang ada dalam nira tebu, dengan rumus : Kadar kristal = kadar gula – 0,4 x kadar bukan gula.
Dilain pihak, pabrik mempunyai kontribusi terhadap upaya penyelamatan kristal. Usaha untuk menyelamatkan kristal ini disebut dengan efisiensi pabrik. Dalam
kenyataannya, salah satu faktor yang mempengaruhi petani tebu menggilingkan tebunya ke suatu pabrik adalah tinggi-rendahnya efisiensi tersebut. Banyak petani
yang lebih memilih suatu pabrik tertentu karena pabrik tersebut memiliki tingkat efisiensi yang relatif lebih tinggi dari pabrik lainnya, dengan harapan akan
memperoleh rendemen yang lebih tinggi, karena rendemen adalah hal yang penting yang menyangkut hasil bagi antara petani dan pabrik gula.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian