7 8 9 Penetapan Rendemen Berdasarkan Faktor-Faktor Input 1. Deskripsi Data

6.5 7

7.5 8

8.5 9

9.5 1 2 3 4 5 6 KMS PCS Standar Gambar 4. Grafik Rendemen Dengan Teknik Penetapan KMS, PCS dan Standar 4.2. Penetapan Rendemen Berdasarkan Faktor-Faktor Input 4.2.1. Deskripsi Data Hasil identifikasi faktor-faktor input yang mempengaruhi rendemen individu, khususnya yang berkaitan dengan persamaan regresi : Y = a + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 31 X 31 + a 32 X 32 + a 33 X 33 + a 4 X 4 + a 5 X 5 + a 6 X 6 + a 7 X 7 + a 8 X 8 ............................................................................................ .............. 1 disajikan pada Lampiran 2 - 6, sedangkan deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Deskripsi rendemen, jenis tebu, tingkat keprasan, pemupukan, kondisi tebu, jenis lahan, dan brix kebun Pemupukan Kondisi tebu No Rend Indiv Varts Tkt kprsn N tha Kompos tha NPK tha Umur bulan Trash Wayu hari Irigasi Brix kebun Y X 1 X 2 X 31 X 32 X 33 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 n rata-2 SD Min Maks Med Range Varian Rbs CV CL 142 8.45 0.95 5.57 11.42 8.44 5.84 1.72 7.97 0.32 142 1.81 0.63 1 2 1 1 0.25 0.12 142 1.70 0.97 1 5 2 4 2.08 74.13 0.35 142 0.73 0.34 0.0 0.8 0.7 0.8 0.02 9.27 0.03 142 2.40 1.02 0.0 3.0 3.0 3.0 1.09 24.71 0.26 142 0.18 0.27 0.0 0.3 0.2 0.3 0.01 18.53 0.03 142 11.32 1.09 9 14.0 11.5 5 1.41 9.67 0.30 142 2.88 1.64 0.0 8.0 3.0 8.0 6.45 148.26 0.62 142 1.85 0.99 0.0 6.0 1.5 6.0 1.44 24.71 0.30 142 1.68 0.68 1.0 2.0 2.0 1.0 0.24 37.07 0.12 142 18.25 2.78 11.82 24.42 18.46 12.60 7.74 15.23 0.69 Catatan : Jenis tebu dan jenis lahan adalah variabel dummy Jenis tebu : 1 = Triton, 2 = PS Jenis tebu Triton terdiri dari : 59.3 Triton, 22.2 BZ 148 dan 18.5 BL Jenis tebu PS terdiri dari : 88.02 PS 851 dan 11.98 PS 92-3092 Lahan irigasi : 1 = Tegalan dan 2 = Sawah Rata-rata rendemen hasil penelitian sebesar 8,45 dengan standar deviasi 0,95 dan rentang variabilitas dari 5,57 sampai 11,42. Angka rendemen tersebut lebih besar 0,73 dibanding dengan rendemen rata-rata PG Mojopanggung yang sebesar 7,72. Berdasarkan data giling PG-PG lingkup PTPN X tahun 2005 per 31 September 2005 Lampiran 8, angka rendemen hasil penelitian lebih besar 1,66 dibanding rendemen rata-rata seluruh pabrik gula lingkup PTPN X Jawa Timur yang hanya sebesar 6,79. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan metoda penetapan rendemen yang digunakan. Pada penelitian ini, rendemen ditetapkan dengan metoda PCS, sedangkan rendemen pabrik gula ditetapkan berdasarkan analisis nira perahan pertama. Rendemen tebu biasanya dihitung setelah pabrik bekerja 1 periode 15 hari, dihitung dengan rumus : rendemen = nilai nira perahan pertama NNPP x faktor rendemen FR, sesuai dengan SK Mentan No. 013SKMENTANBPB376 tanggal 5 Maret 1976. Menurut Meade dan Chen 1977, Faktor Rendemen FR = kadar nira tebu KNT x efisiensi pabrik x 10 -2 . Hal ini menunjukkan hasil penetapan rendemen berdasarkan analisis nilai nira perahan pertama kurang menghargai prestasi individu, karena KNT untuk semua tebu dianggap sama. Rentang variabilitas yang tinggi, dari 5,57 sampai 11,42 , merepresentasikan bahwa penetapan rendemen dengan teknik PCS berdasarkan karakteristik komponen input tebu benar-benar mengukur rendemen tebu petani secara individual. Tebu dengan kualitas lebih rendah akan memperoleh rendemen rendah, sebaliknya tebu yang berkualitas baik akan mendapat rendemen tinggi. Pada hasil penelitian di atas, rendemen 5,57 diperoleh tebu varietas Bz 148 dengan brix 11,82 dan digiling setelah 3 hari sejak ditebang. Sementara itu, tebu yang mendapat rendemen 11,42 dicapai oleh tebu varietas PS 851 dengan brix sebesar 24,43 dan digiling tanpa mengalami ’delay time’. Standar deviasi pada variabel komponen input cukup bervariasi, dari 0,27 sampai 2,78. Variabel pemupukan NPK dan N mempunyai nilai standar deviasi yang cukup kecil, yaitu sebesar 0,27 dan 0,34, diikuti oleh variabel varietas 0,63 dan variabel irigasi 0,68. Sedangkan standar deviasi tertinggi terjadi pada variabel brix kebun dengan SD = 2,78, diikuti variabel efisiensi pabrik 1,67 dan variabel kotoran 1,64. Selain itu, range data minimal dan maksimal masing-masing komponen sangat tinggi. Ketervariasian ini sangat baik untuk memperkirakan rendemen berdasarkan komponen input yang mempengaruhinya. Selanjutnya dibuat persamaan regresi berganda dari data hasil pengamatan dan diuji apakah ada korelasi ganda yang baik antara rendemen dengan variabel-variabel bebas. 4.2.2. Analisis Regresi dan Korelasi 4.2.2.1. Pengujian Persyaratan Analisis Persyaratan analisis yang dimaksud adalah persyaratan yang harus dipenuhi agar analisis regresi dapat dilakukan, baik untuk keperluan prediksi maupun untuk keperluan pengujian hipotesis. Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan analisis regresi, baik regresi sederhana maupun regresi ganda, adalah : syarat normalitas dari suatu regresi sederhana dan syarat kelinearan untuk regresi Y atas X untuk regresi sederhana. Pengujian normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian persyaratan normalitas dilakukan dengan menggunakan SPSS-12 dengan pendekatan P-P Plot. Hasil pengolahan untuk uji kenormalan semua variabel disajikan pada Tabel 7, sedangkan pengujian syarat kelinearan dan colinearity disajikan pada pengujian analisis regresi. Tabel 7. Hasil pengujian normalitas data semua variabel Variabel Lokasi Skala Keterangan X 1 varietas X 2 keprasan X 31 pupuk N X 32 kompos X 33 pupuk NPK X 4 umur tebu X 5 kotoran X 6 kewayuan X 7 irigasi X 8 brix kebun Y rendemen 1.43939 2.65151 0.71969 1.07575 0.15 11.96969 4.77272 1.97727 1.60606 18.255 8.475 0.50011 1.44107 0.13836 1.04234 0.11668 1.18606 2.54071 1.20074 0.49236 2.78270 1.31163 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Dengan demikian, semua variabel menyebar normal sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis regresi multiple regression dan korelasi. Gambar berikut menunjukkan grafik kenormalan variabel Y. Gambar 5. Diagram kenormalan variabel rendemen

4.2.2.2. Analisis Regresi dan Korelasi

Analisis regresi berganda dan korelasi parsial antar variabel bebas juga dilakukan dengan menggunakan SPSS-12 dan hasilnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil analisis regresi berganda dan korelasi parsial antar variabel bebas Coefficients T Sig. Correlations Independent Variable B Std. Error Zero- order Partia l Part Constant .033 .419 -1.349 .180 Varietas .016 .038 -.430 .668 .093 -.038 -.005 Tingkat Keprasan -.002 .014 .126 .900 -.001 .011 .002 N .155 .117 1.320 .189 -.170 .115 .017 Kompos -.011 .015 -.731 .466 -.045 -.064 -.009 NPK -.104 .171 -.608 .544 -.270 -.053 -.008 Umur Tebu .022 .012 1.904 .059 -.123 .165 .024 Kotoran Trash -.007 .005 -1.321 .189 -.226 -.115 -.017 Kewayuan -.034 .019 -1.781 .077 -.723 -.154 -.023 Irigasi .047 .028 1.695 .093 -.005 .147 .022 Brix Kebun .448 .010 46.43 .000 .988 .971 .593 a Dependent Variable: Rendemen 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 O b s e r v e d C u m P r o b 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 E x p e c te d C u m P ro b D e p e n d e n t V a r i a b l e : R e n d e m e n N o r m a l P - P P l o t o f R e g r e s s i o n S t a n d a r d i z e d R e s i d u a l Tabel di atas menunjukkan nilai konstanta dan koefisien untuk masing-masing variabel dan besarnya korelasi parsial untuk masing-masing variabel. Dengan demikian bentuk hubungan antara variabel-variabel bebas komponen input dengan variabel terikat rendemen dapat dinyatakan dengan persamaan : Y = 0,033 + 0,016 X 1 - 0,002 X 2 + 0,155 X 31 – 0,011 X 32 - 0,104 X 33 + 0,022 X 4 – 0,007 X 5 – 0,034 X 6 + 0,047 X 7 + 0,448 X 8 dimana : Y = rendemen, X 1 = varietas yang terdiri dari varietas PS dan bukan PS X 2 = tingkat keprasan pada tingkat 0 sampai 5 X 31 = pupuk N setara ZA, tonha pada tingkat pemupukan 0 – 0,8 tonha X 32 = pupuk kompos, tonha pada tingkat pemupukan 0 – 3 tonha X 33 = pupuk NPK, tonha pada tingkat pemupukan 0 – 0,3 tonha X 4 = umur tebu, pada tingkat 11 bulan sampai 14 bulan X 5 = kotoran, pada tingkat 0 sampai 6 . X 6 = kewayuan delay time, pada tingkat 0 hari sampai 4,5 hari X 7 = irigasi lahan yang terdiri dari lahan tegalan dan lahan sawah X 8 = brix kebun total padatan terlarut, Analisis ragam terhadap persamaan regresi tersebut ditujukan untuk menguji kelinearan persamaan regresi berganda dimaksud. Hasil analisis ragam dan ringkasan model regresi dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Ringkasan model regresi berganda R R 2 Adj. R 2 Std. Error R 2 Change F df1 df2 Sig. F .989a .979 .977 .136 .979 544.68 11 130 0.000 a Predictors: Constant, Eff.Pabrik, N, Varietas, Kompos, NPK, Keprasan, Irigasi, Kewayuan, Umur, Kotoran, Brix b Dependent Variable: Rendemen Pada tabel di atas terlihat bahwa nilai R 2 sangat signifikan yaitu 0.979 dengan F hitung = 544.68 dan simpangan regresi 0.136. Selain itu, hasil uji F terhadap regresi sangat berbeda nyata berbeda nyata pada α = 0.001. Tabel 10. Analisis ragam regresi berganda Sumber Keragaman JK db KT F hit Sig. F Regresi Galat Total 111.613 2.422 114.034 11 130 141 10.147 0.019 544.683 0.000a a Predictors: Constant, Eff.Pabrik, N, Varietas, Kompos, NPK, Keprasan, Irigasi, Kewayuan, Umur, Kotoran, Brix b Dependent Variable: Rendemen Persamaan regresi diatas sangat baik untuk memperkirakan rendemen Y berdasarkan jenis tebu X 1 , tingkat keprasan X 2 , Pemupukan X 3 , umur tebu X 4 , tingkat kotoran X 5 , kewayuan X 6 , irigasi X 7 , brix total padatan terlarut tebu di kebun X 8 , dan efisiensi pabrik saat itu X 9 , karena koefisien determinasi R 2 0,979 dan F hitung 544,68 sangat tinggi. Sedangkan kesalahan untuk memperkirakan rendemen dengan persamaan tersebut simpangan regresi cukup rendah dibanding rata-ratanya 0,136 poin atau CV = 1,60 . Dari persamaan regresi yang diperoleh, dapat dijelaskan fenomena sebagai berikut: Rendemen dipengaruhi oleh jenis tebu, jenis tebu PS rendemennya lebih tinggi 0,016 poin dibanding jenis tebu Triton. Semakin tinggi tingkat keprasan dapat menurunkan rendemen, setiap peningkatan keprasan 1 kali dapat menurunkan rendemen 0,002 poin. Pemupukan N dosis 0 – 0,8 tonha ZA dapat meningkatkan rendemen 0,155 poin. Sebaliknya, penambahan pupuk kompos dosis 0 – 3 tonha dan pupuk NPK pada dosis 0 – 0,3 tonha justru dapat menurunkan rendemen namun besarnya tidak signifikan. Umur tebu 9 – 14 bulan mempengaruhi rendemen, karena setiap peningkatan umur 1 bulan rendemen meningkatkan rendemen 0,022 poin. Kadar kotoran trash 0 – 8 tidak mempengaruhi rendemen secara signifikan, karena semakin tinggi kadar kotoran 1 rendemen hanya turun sebesar 0,007 poin. Sebaliknya tingkat kewayuan 0 – 4,5 hari memberikan dampak penurunan rendemen yang signifikan, setiap peningkatan 1 poin kewayuan dapat menurunkan rendemen sebesar 0,034 poin. Jenis lahan irigasi yang digunakan mempengaruhi rendemen, lahan sawah memberikan rendemen lebih tinggi 0,047 poin dibanding lahan tegalan. Begitu pula halnya dengan total padatan terlarut brix pada tebu di kebun mempengaruhi rendemen secara signifikan, setiap peningkatan 1 poin brix dapat meningkatkan rendemen sebesar 0,448 poin. Pada persamaan regresi di atas, penambahan komponen-komponen input berupa tingkat keprasan, pemupukan NPK dan kotoran, dapat menurunkan rendemen meskipun besarnya tidak signifikan. Hasil-hasil penelitian tentang pengaruh kotoran terhadap rendemen menunjukkan bahwa semakin besar kotoran yang terangkut dan ikut tergiling akan menurunkan rendemen dengan kecepatan 0,125 – 0,25 poin persatuan kotoran Yates, 1996 dalam Martoyo, 2000, karena kotoran berupa klaras dan pucukan yang banyak mengandung bukan-gula akan meningkatkan jumlah ampas per satuan tebu sehingga mengurangi ekstraksi nira dan kapasitas stasiun gilingan Martoyo, 2000. Penambahan bukan-gula dalam stasiun gilingan juga akan menyebabkan gula terbawa ke dalam tetes Santoso, et al. 1996. Penambahan tingkat keprasan akan mengakibatkan terjadinya penurunan rendemen. Hasil penelitian Kuntohartono 2000 menyatakan bahwa hasil panen keprasan makin menurun dengan semakin besarnya ulangan pengeprasan. Karenanya, jumlah keprasan dibatasi satu sampai tiga keprasan saja. Pada penelitian Husnan, et al. 2000 di PG Cintamanis tahun 1997-2000 terlihat adanya penurunan produksi tebu keprasan II dibanding tebu keprasan I, dengan rata-rata penurunan produksi sebesar 7,86. Percobaan di lahan PG Pesantren Baru oleh Kuntohartono dan Djajadi 1985 juga melaporkan keadaan yang sama, yaitu terjadi penurunan produksi rata-rata sebesar 30 pada tanaman keprasan I dan 54 pada tanaman keprasan II dibanding dengan produksi tebu baru. Pemberian pupuk NPK dimaksud untuk meningkatkan ketersediaan hara nitrogen N, fosfat P dan kalium K di lahan pertanaman. Namun, pemberian pupuk yang berlebihan, terutama pada lahan-lahan yang sudah jenuh ada kemungkinan justeru mendapatkan hasil negatif Laoh B., 1970. Laoh menyarankan analisis tanah untuk menekan pengaruh negatifnya. Menurut Usman, B. 1996 penambahan unsur K yang berlebihan atau di tanah yang kaya nutrisi K ternyata berdampak menurunkan produksi kebun, serta berdampak negatif terhadap proses pengolahan nira dan mutu gula. Hasil penelitian Usman dan Sumoyo 1991 menyimpulkan bahwa pemupukan NPK 1,5 kuha pada ketersediaan K 2 O 39-114 mgkg mampu meningkatkan rerata 1,94 angka rendemen, dan bila dosis NPK ditingkatkan menjadi 3,0 kuha ternyata berdampak menurunkan sebesar 0,47 angka rendemen. Penelitian Jaffri 1980 dalam Kuntohartono, 2000 menyatakan adanya efek residu P pada tanaman keprasan tebu berikutnya, sehingga pemberian tambahan unsur P justeru akan meningkatkan kejenuhan ketersediaannya. Kurniawan 2000 menyatakan bahwa pemberian pupuk kompos dimaksudkan untuk mengembalikan dan menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Dengan meningkatnya kandungan bahan organik, maka efisiensi penggunaan pupuk anorganik juga menjadi tinggi, sehingga dapat mengurangi dosis pemakaiannya. Namun, jumlah dosis pupuk dan perbandingannya sangat tergantung pada kesuburan tanahnya serta respon tebu terhadap pemupukan Laoh, 1970. Kondisi tersebut diduga menjadi penyebab adanya pengaruh negatif pemberian pupuk NPK dan pupuk kompos pada penelitian ini. Berbeda halnya dengan pemberian pupuk N. Hara nitrogen N diperlukan untuk meningkatkan luas daun, memperpanjang batang, memacu pertunasan dan akhirnya meningkatkan hasil panen Kuntohartono, 2000. Tanaman tebu, khususnya keprasan, kurang efisien menggunakan hara N, sehingga diperlukan pemberian N yang lebih tinggi pada keprasan guna menghasilkan gula yang sama dengan tebu barunya Kuntohartono dan Hendroko, 1995; Pawirosemadi, 1996. Penambahan N diperlukan pada setiap kali pertanaman karena tidak ada efek residu pemberian N tinggi pada keprasan berikutnya Chapman, 1983 dalam Kuntohartono, 2000. Rendahnya efisiensi penggunaan N oleh tanaman tebu diduga disebabkan oleh rasio tunas akar yang rendah pada awal pertumbuhan, kelambatan akar tunas tumbuh, serta ketidakefisienan penyerapan hara oleh akar dongkelan Simoen dan Sumoyo, 1990. Kondisi tersebut diduga menjadi penyebab adanya pengaruh positif pemberian pupuk N pada penelitian ini.

4.2.3. Aplikasi Persamaan Regresi Dalam Penetapan Rendemen

Jika diketahui terdapat tebu yang akan digiling dari jenis PS 851 X 1 = 2, tingkat keprasan R2 X 2 = 2, dipupuk N X 31 dengan dosis 0,7 tonha ZA, kompos X 32 2,4 tonha, NPK X 33 0,2 tonha, umur tebu X 4 11,5 bulan, kadar kotoran X 5 3, tebu telah wayu X 6 selama 2 hari dan jenis lahan irigasi sawah X 7 = 2, sedangkan hasil pengukuran brix kebun X 8 diperoleh nilai padatan terlarut sebesar 18.54 ; maka rendemennya = 8,619 lihat Tabel 11 Tabel 11. Aplikasi pemakaian persamaan regresi Koefisien Regresi Nilai Kontributor a i x Xi Kontributor Rendemen a i Xi Yi Konstanta Varietas Tkt. Keprasan Pupuk N Kompos Pupuk NPK Umur tebu Kotoran Kewayuan Irigasi Brix kebun + 0,033 + 0,016 - 0,002 + 0,155 – 0,011 - 0,104 + 0,022 – 0,007 – 0,034 + 0,047 + 0,448 -- 2 2 0,7 2,4 0,2 11,5 3 2 2 18,54 + 0,033 + 0,032 - 0,004 + 0,108 - 0,026 - 0,0208 + 0,253 - 0,021 - 0,068 + 0,094 + 8,305 Rendemen 8,619 Jika satu atau lebih komponen input tersebut berubah, misalnya tanaman tebunya tidak diberi pupuk N, atau bahan baku tebu berasal dari tanaman keprasan ke 5, atau ditanam pada lahan tegalan, dan sebagainya, maka pendugaan atas rendemen yang dihasilkan juga mengalami perubahan. Perubahan rendemen tersebut berturut-turut adalah : 8,511 tanpa pupuk N, 8,572 jika ditanam di lahan tegalan, 8,613 jika tanaman berasal dari tanaman keprasan ke-5, serta 8,505 jika tanpa diberi pupuk N dan tanaman berupa tanaman keprasan ke-5. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Aplikasi pemakaian persamaan regresi dengan perubahan komponen input Koefisien Regresi Tanpa Pupuk N Lahan Tegalan Keprasan Ke-5 Tanpa ppk dan keprasan 5 Kontributor Rendemen a i Yi Yi Yi Yi Konstanta Varietas Tkt. Keprasan Pupuk N Kompos Pupuk NPK Umur tebu Kotoran Kewayuan Irigasi Brix kebun + 0,033 + 0,016 - 0,002] + 0,155 – 0,011 - 0,104 + 0,022 – 0,007 – 0,034 + 0,047 + 0,448 + 0,033 + 0,032 - 0,004 + 0,00 - 0,026 - 0,0208 + 0,253 - 0,021 - 0,068 + 0,094 + 8,305 + 0,033 + 0,032 - 0,004 + 0,108 - 0,026 - 0,0208 + 0,253 - 0,021 - 0,068 + 0,047 + 8,305 + 0,033 + 0,032 - 0,010 + 0,108 - 0,026 - 0,0208 + 0,253 - 0,021 - 0,068 + 0,094 + 8,305 + 0,033 + 0,032 - 0,010 + 0,00 - 0,026 - 0,0208 + 0,253 - 0,021 - 0,068 + 0,094 + 8,305 Rendemen 8.511 8.572 8.613 8.505 Perubahan besarnya rendemen akibat perubahan komponen input pupuk, lahan dan tingkat keprasan hanya berkisar antara 0,006 sampai 0,102 poin saja. Lain halnya jika perubahan tersebut terjadi pada brix. Jika brix sebesar 18,54 seperti contoh diatas, berubah menjadi 16,54 maka rendemen yang diperoleh berkurang sebanyak 0,729 poin atau menjadi 7,789 Tabel 13. Tabel 13. Aplikasi pemakaian persamaan regresi dengan perubahan komponen brix Koefisien Regresi Nilai Kontributor a i x Xi Kontributor Rendemen a i Xi Yi Konstanta Varietas Tkt. Keprasan Pupuk N Kompos Pupuk NPK Umur tebu Kotoran Kewayuan Irigasi Brix kebun + 0,033 + 0,016 - 0,002 + 0,155 – 0,011 - 0,104 + 0,022 – 0,007 – 0,034 + 0,047 + 0,448 -- 2 2 0,7 2,4 0,2 11,5 3 2 2 16,54 + 0,033 + 0,032 - 0,004 + 0,108 - 0,026 - 0,0208 + 0,253 - 0,021 - 0,068 + 0,094 + 7,409 Rendemen 7,789

4.3. Hubungan Rendemen Dengan Varietas