Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung Jawa Timur

(1)

KAJIAN TEKNIK PENETAPAN RENDEMEN TEBU

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR

M U L Y A D I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung, Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

M u l y a d i NRP: F 351020161


(3)

ABSTRACT

MULYADI. Study on Technique Rendemen Determination Using Individual-based Method at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java. Under

the direction of TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION and M.

ROMLI.

Rendemen is yield measurement of sugar production process which is a single measurement of farmer’s sugar (income). Therefore, it is important for farmer and sugar factory. The current method of rendemen determination prevails nowadays has some weaknesses. Sampling of first tapping sap is not accurate. Sugar cane sap of farmer is mixed with other farmers. Sugar cane sap content, as one of criteria of sugar cane quality, is determined equal for all sugar cane in one milling period. Therefore, rendemen determination does not reflect difference of sugar cane type and quality. This condition stimulates decrease of sugar cane quality because the farmer unwilling to maintain and improve sugar cane quality, that finally influence the total sugar production and quality.

This problem should be overcome through improvement of rendemen determination technique to appraise individual achievement. Using individual-based method can be carried out through identification and seek type of relationship among factors influencing rendemen. The first step, rendemen determination is performed by using Core Sampler (CS) technique and Krepyak Mini Sampler (KMS) as alternatives.

The study was carried out at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java in milling season 2005. The result showed that CS technique can be recommended as individual rendemen determination technique. The technique was more accurate, reliable, objective, and easy to conduct for estimating individual sugar cane rendemen.

Furthermore, with the alternative technique, rendemen can be estimated through input components. The result of study showed that rendemen was affected by input components such as : N-fertilizer application at level 0 – 0,8 ton/ha ZA, delay time (“kewayuan”) at 0 – 4,5 days and brix (%). The relationship between rendemen and input components is described in regression quotient :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

where : Y = Rendemen (%); X1 = N-fertilizer application (ton/ha ZA); X2 = delay time or “kewayuan” (days); and X3 = brix (%).


(4)

ABSTRAK

MULYADI. Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung Jawa Timur. Dibimbing oleh

TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION dan M. ROMLI.

Rendemen merupakan tolok ukur hasil dari proses produksi gula, sehingga penting bagi petani dan pabrik gula. Penentuan rendemen yang berlaku saat ini mempunyai kelemahan. Sampling nira perahan pertama tidak akurat, nira dari tebu petani yang satu tercampur dengan petani lain. Kadar nira tebu, sebagai salah satu kriteria kualitas tebu, ditetapkan sama untuk semua tebu dalam satu periode giling. Dengan demikian, hasil penetapan rendemen tidak mencerminkan perbedaan jenis dan mutu tebu. Kondisi ini mendorong terjadinya penurunan kualitas tebu karena petani enggan meningkatkan kualitas tebu yang dihasilkan, sehingga terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi gula.

Masalah ini perlu diatasi dengan cara menggunakan teknik penetapan rendemen alternatif yang menghargai prestasi individu. Penggunaan metoda berbasis individu dapat dilakukan melalui identifikasi dan mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendemen. Sebagai langkah awal, dilakukan pengukuran rendemen menggunakan metoda sampling dengan teknik Core Sampler (CS) dan Krepyak Mini Sampler (KMS) sebagai alternatif.

Penelitian dilaksanakan di PG Mojopanggung, Tulung Agung-Jawa Timur pada musim giling 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik CS dapat direkomendasikan sebagai teknik penetapan rendemen individu. Teknik tersebut lebih akurat, terpercaya, obyektif dan mudah dilakukan untuk penetapan rendemen tebu secara individual petani.

Selain itu, dengan teknik penetapan alternatif ini, rendemen dapat diduga melalui komponen-komponen input. Hasil penelitian menunjukkan rendemen dipengaruhi oleh komponen input berupa pemupukan N pada level 0 sampai 0,8 ton/ha ZA, kewayuan pada 0 sampai 4,5 hari dan total padatan terlarut atau brix (%).

Hubungan antara rendemen dengan komponen-komponen input tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

dimana : Y = Rendemen (%), X1 = Pemupukan N (ton/ha ZA), X2 = Kewayuan (hari), dan X3 = Brix (%)


(5)

© Hak cipta milik Mulyadi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagianatau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.


(6)

KAJIAN TEKNIK PENETAPAN RENDEMEN TEBU

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR

 

M U L Y A D I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

BOGOR

2006


(7)

Kupersembahkan untuk

Istriku tercinta Trias Retno Wardhani

dan anak-anakku tersayang

Alika Pratama, Luthfan Natakesuma dan Nurul Najmi


(8)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur”. Tesis ini

merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sain pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing, Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc dan Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc sebagai anggota yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Bambang Edi Santoso dan Subhanuel Bahri serta teman-teman lain di

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan yang banyak memberikan bantuan fasilitas, akomodasi dan bimbingan teknis kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

3. Direksi dan Staf Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis melakukan penelitian di PG Mojopanggung.

4. Teman-teman Deptan seangkatan : Napisman, Dewi D. dan Dian Handayani

yang telah banyak membantu mendorong penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

5. Sitti Zakiah, Doni Hidayat, Deny Sumarna, dan seluruh teman-teman TIP

SPs-IPB 2002 yang telah membantu memberikan saran-saran perbaikan, mengedit naskah, serta mencari dan mengcopy bahan pustaka demi rampungnya penulisan tesis ini.

6. Teman-teman kantor, khususnya di Inspektorat III Inspektorat Jenderal

Departemen Pertanian yang telah memberikan pengertian dan dorongan moril kepada penulis.

7. Selanjutnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu penulis mulai dari


(9)

ii

8. Tak lupa pula, secara khusus penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada

istriku tercinta Trias Retno Wardhani dan anak-anakku tersayang Desti, Rama, Ifan dan Najmi yang telah rela berkorban dan mendorong penulis menyelesaikan studi.

Akhirul kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat

kekurangan dalam penulisan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan manfaat tesis ini dikemudian hari.

Bogor, Juni 2006


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1962 sebagai anak tunggal dari pasangan Jahudin Latief dan Rohella Ali. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus pada tahun 1986. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai auditor di Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian sejak tahun 1996 dan sejak tahun 2000 hingga saat ini ditempatkan sebagai auditor pada Inspektorat III. Bidang pengawasan yang menjadi tanggungjawab Inspektorat III adalah Perkebunan dan Litbang Pertanian.


(11)

KAJIAN TEKNIK PENETAPAN RENDEMEN TEBU

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR

M U L Y A D I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung, Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

M u l y a d i NRP: F 351020161


(13)

ABSTRACT

MULYADI. Study on Technique Rendemen Determination Using Individual-based Method at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java. Under

the direction of TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION and M.

ROMLI.

Rendemen is yield measurement of sugar production process which is a single measurement of farmer’s sugar (income). Therefore, it is important for farmer and sugar factory. The current method of rendemen determination prevails nowadays has some weaknesses. Sampling of first tapping sap is not accurate. Sugar cane sap of farmer is mixed with other farmers. Sugar cane sap content, as one of criteria of sugar cane quality, is determined equal for all sugar cane in one milling period. Therefore, rendemen determination does not reflect difference of sugar cane type and quality. This condition stimulates decrease of sugar cane quality because the farmer unwilling to maintain and improve sugar cane quality, that finally influence the total sugar production and quality.

This problem should be overcome through improvement of rendemen determination technique to appraise individual achievement. Using individual-based method can be carried out through identification and seek type of relationship among factors influencing rendemen. The first step, rendemen determination is performed by using Core Sampler (CS) technique and Krepyak Mini Sampler (KMS) as alternatives.

The study was carried out at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java in milling season 2005. The result showed that CS technique can be recommended as individual rendemen determination technique. The technique was more accurate, reliable, objective, and easy to conduct for estimating individual sugar cane rendemen.

Furthermore, with the alternative technique, rendemen can be estimated through input components. The result of study showed that rendemen was affected by input components such as : N-fertilizer application at level 0 – 0,8 ton/ha ZA, delay time (“kewayuan”) at 0 – 4,5 days and brix (%). The relationship between rendemen and input components is described in regression quotient :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

where : Y = Rendemen (%); X1 = N-fertilizer application (ton/ha ZA); X2 = delay time or “kewayuan” (days); and X3 = brix (%).


(14)

ABSTRAK

MULYADI. Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung Jawa Timur. Dibimbing oleh

TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION dan M. ROMLI.

Rendemen merupakan tolok ukur hasil dari proses produksi gula, sehingga penting bagi petani dan pabrik gula. Penentuan rendemen yang berlaku saat ini mempunyai kelemahan. Sampling nira perahan pertama tidak akurat, nira dari tebu petani yang satu tercampur dengan petani lain. Kadar nira tebu, sebagai salah satu kriteria kualitas tebu, ditetapkan sama untuk semua tebu dalam satu periode giling. Dengan demikian, hasil penetapan rendemen tidak mencerminkan perbedaan jenis dan mutu tebu. Kondisi ini mendorong terjadinya penurunan kualitas tebu karena petani enggan meningkatkan kualitas tebu yang dihasilkan, sehingga terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi gula.

Masalah ini perlu diatasi dengan cara menggunakan teknik penetapan rendemen alternatif yang menghargai prestasi individu. Penggunaan metoda berbasis individu dapat dilakukan melalui identifikasi dan mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendemen. Sebagai langkah awal, dilakukan pengukuran rendemen menggunakan metoda sampling dengan teknik Core Sampler (CS) dan Krepyak Mini Sampler (KMS) sebagai alternatif.

Penelitian dilaksanakan di PG Mojopanggung, Tulung Agung-Jawa Timur pada musim giling 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik CS dapat direkomendasikan sebagai teknik penetapan rendemen individu. Teknik tersebut lebih akurat, terpercaya, obyektif dan mudah dilakukan untuk penetapan rendemen tebu secara individual petani.

Selain itu, dengan teknik penetapan alternatif ini, rendemen dapat diduga melalui komponen-komponen input. Hasil penelitian menunjukkan rendemen dipengaruhi oleh komponen input berupa pemupukan N pada level 0 sampai 0,8 ton/ha ZA, kewayuan pada 0 sampai 4,5 hari dan total padatan terlarut atau brix (%).

Hubungan antara rendemen dengan komponen-komponen input tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

dimana : Y = Rendemen (%), X1 = Pemupukan N (ton/ha ZA), X2 = Kewayuan (hari), dan X3 = Brix (%)


(15)

© Hak cipta milik Mulyadi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagianatau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.


(16)

KAJIAN TEKNIK PENETAPAN RENDEMEN TEBU

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR

 

M U L Y A D I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

BOGOR

2006


(17)

Kupersembahkan untuk

Istriku tercinta Trias Retno Wardhani

dan anak-anakku tersayang

Alika Pratama, Luthfan Natakesuma dan Nurul Najmi


(18)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur”. Tesis ini

merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sain pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing, Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc dan Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc sebagai anggota yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Bambang Edi Santoso dan Subhanuel Bahri serta teman-teman lain di

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan yang banyak memberikan bantuan fasilitas, akomodasi dan bimbingan teknis kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

3. Direksi dan Staf Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis melakukan penelitian di PG Mojopanggung.

4. Teman-teman Deptan seangkatan : Napisman, Dewi D. dan Dian Handayani

yang telah banyak membantu mendorong penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

5. Sitti Zakiah, Doni Hidayat, Deny Sumarna, dan seluruh teman-teman TIP

SPs-IPB 2002 yang telah membantu memberikan saran-saran perbaikan, mengedit naskah, serta mencari dan mengcopy bahan pustaka demi rampungnya penulisan tesis ini.

6. Teman-teman kantor, khususnya di Inspektorat III Inspektorat Jenderal

Departemen Pertanian yang telah memberikan pengertian dan dorongan moril kepada penulis.

7. Selanjutnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu penulis mulai dari


(19)

ii

8. Tak lupa pula, secara khusus penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada

istriku tercinta Trias Retno Wardhani dan anak-anakku tersayang Desti, Rama, Ifan dan Najmi yang telah rela berkorban dan mendorong penulis menyelesaikan studi.

Akhirul kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat

kekurangan dalam penulisan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan manfaat tesis ini dikemudian hari.

Bogor, Juni 2006


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1962 sebagai anak tunggal dari pasangan Jahudin Latief dan Rohella Ali. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus pada tahun 1986. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai auditor di Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian sejak tahun 1996 dan sejak tahun 2000 hingga saat ini ditempatkan sebagai auditor pada Inspektorat III. Bidang pengawasan yang menjadi tanggungjawab Inspektorat III adalah Perkebunan dan Litbang Pertanian.


(21)

DAFTAR ISI

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar... iv

Daftar Lampiran ... v

1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 5

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 6

2. Permasalahan Rendemen Tebu ... 7

2.1. Definisi-Definisi ... 7

2.2. Analisis Brix Dan Pol ... 9

2.2.1. Metode Analisis Brix ... 9

2.2.2. Metode Analisis Pol ... 10

2.3. Rendemen dan Produksi Tebu ... 10

2.4. Proses Pengolahan Tebu Menjadi ... 12

2.5. Cara Penetapan Rendemen Tebu Di Indonesia Saat Ini ... 15

2.6. Metode Penetapan Rendemen Tebu Alternatif ... 18

2.6.1. Metode Penetapan Rendemen Dengan Krepyak Mini Sampler .. 18

2.6.2. Metode Penetapan Rendemen Dengan Refraktometer ... 19

2.6.3. Metode Penetapan Rendemen Dengan Pendekatan Core Sampler 20 2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendemen ... 21

3. Metodologi Penelitian ... 27

3.1. Metode Penelitian ... 27

3.2. Populasi dan Sampel ... 28

3.3. Prosedur Penelitian ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5. Analisis Data ... 32

3.6. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

4. Hasil Dan Pembahasan ... 34

4.1. Penetapan Rendemen Individual Petani ... 34


(22)

ii

4.2.1. Deskripsi Data ... 36 4.2.2. Analisis Regresi Dan Korelasi ... 38

4.2.3. Aplikasi Persamaan Regresi Dalam Penetapan Rendemen ... 44

4.3. Hubungan Rendemen Dengan Varietas ... 46

4.4. Hubungan Rendemen Dengan Varietas Dan Lahan Irigasi ... 48

4.5. Korelasi Antar Variabel ... 53 4.6. Implementasi Hasil Penelitian ... 54 5. Kesimpulan dan Saran ... 56 5.1. Kesimpulan ... 56 5.2. Saran ... 57 Daftar Pustaka ... 58 Lampiran ... 62


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Areal Tanam, Produktivitas dan Produksi Tebu ... 11 2. Rata-Rata Rendemen dan Produktivitas Gula Antar Beberapa

Negara Produsen ... 12 3. Komposisi Tebu ... 14

4. Deskripsi data rendemen dengan metoda KMS, PCS dan Kontrol ... 34

5. Analisis Ragam Metoda Penetapan Rendemen ... 35 6. Deskripsi rendemen, jenis tebu, tingkat keprasan, pemupukan,

kondisi tebu, jenis lahan, brix kebun dan efisiensi pabrik... 36 7. Hasil pengujian normalitas data semua variabel ... 38 8. Hasil analisis regresi berganda dan korelasi parsial antar variabel bebas 39 9. Ringkasan model regresi ... 40 10. Analisis Ragam Regresi Berganda ... 41 11. Aplikasi pemakaian persamaan regresi ... 44 12. Aplikasi pemakaian persamaan regresi dengan perubahan komponen

input ... 45 13. Aplikasi pemakaian persamaan regresi dengan perubahan komponen

brix ... 45 14. Deskripsi pendugaan rendemen berbasis varietas ... 47 15. Deskripsi pendugaan rendemen berbasis varietas dan lahan ... 49 16. Tingkat korelasi variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat ... 53


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Alur pengolahan tebu menjadi gula kristal ... 15

2. Hubungan antara variabel penelitian ………. 26

3. Prosedur penelitian utama ………. 28

4. Grafik Rendemen Dengan Metode Penetapan KMS, PCS dan Kontrol ... 35


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Lembar Kuesioner ………. 63 2. Hasil Pengamatan dan Analisis Penelitian Penetapan Rendemen Individu ….. 64 3. Hasil Pengamatan dan Analisis Faktor-Faktor Input Yang Mempengaruhi

Rendemen ... 71 4. Ringkasan Hasil Perhitungan Regresi Berganda ... 72 5. Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula

Mojopanggung ... 75 6. Data Taksasi Bahan Dalam Proses ... 82 7. Bagan Perhitungan Winter Rendemen ... 91 8. Rendemen PG-PG Lingkup PTPN X Tahun Giling 2005 ……… 92


(26)

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah rasio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling (LP IPB, 2002; Purwono, 2002). Dengan kata lain, rendemen adalah kristal nyata diperoleh % tebu digiling atau lebih dikenal dengan kristal nyata % tebu (Harisutji, 2001; Santoso dan Martoyo, 2000). Menurut Hommes (1932 dalam Meade dan Chen, 1977), yang dimaksud dengan rendemen adalah jumlah gula yang dapat dihasilkan setiap 100 bagian berat tebu.

Dalam konteks Indonesia, faktor rendemen menjadi sangat penting karena tebu yang dihasilkan petani tidak secara langsung dijual kepada pihak pabrik gula (PG). Petani menyerahkan tebu kepada PG untuk diolah menjadi gula. Perhitungan pembagian ditetapkan berdasarkan jumlah gula yang dihasilkan dengan sistem “bagi hasil” antara pihak PG dan pihak petani dengan perbandingan 65-66 % untuk petani dan 34-35 % untuk PG. Kurangnya pengetahuan petani dan kerumitan dalam pengukuran rendemen menimbulkan kecurigaan PG memanipulasi rendemen gula. Dilain pihak, PG menilai mutu tebu kurang baik karena banyak mengandung kotoran dan petani hanya mengejar bobot tebu saja (Woeryanto, 2000). Hasil penelitian Lembaga Penelitian IPB (2002) menyebutkan bahwa persoalan yang seringkali muncul dan dirasakan belum memuaskan petani adalah perhitungan tingkat rendemen.

Rendemen yang digunakan di Indonesia adalah tolok ukur perolehan gula yang ditentukan setiap satu periode giling (15 harian) berdasarkan kristal nyata yang dihasilkan dari tebu yang digiling. Sejak diberlakukannya program Tebu Rakyat Intensifikasi (Inpres No 9 tahun 1975), tebu ditanam dan dikelola oleh petani tebu rakyat (PTR), sedangkan pabrik gula hanya menggiling tebu tersebut dengan sistem bagi hasil. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali Bimas Nomor 013/SK/MENTAN/BPB/3/76 tanggal 5 Maret 1976 tentang Pedoman Penentuan Rendemen Tebu Rakyat Yang Diolah Pabrik Gula,


(27)

2

rendemen ditetapkan berdasarkan pada analisis nilai nira perahan pertama. Untuk melindungi PTR dari resiko ketidakefisienan pabrik gula, ditetapkanlah faktor rendemen minimum yang konstan dan berlaku bagi suatu wilayah tertentu. Sebaliknya, untuk melindungi pabrik gula, digunakan suatu faktor koreksi rendemen (Anonim, 1984).

Cara penetapan rendemen tebu seperti diatas masih mempunyai kelemahan, yaitu :

a. Mutu tebu (nilai nira) dipersamakan bagi tebu yang digiling pada jam yang

sama, sedangkan Faktor Rendemen diperlakukan sama bagi tebu yang digiling selama satu periode (15 hari). Dengan demikian tidak dapat dibedakan antara rendemen tebu petani yang satu dengan lainnya (Santoso dan Bahri, 2004).

b. Penelitian Kusbiyanto, et al. (1982), menyimpulkan bahwa metode penetapan

rendemen yeng digunakan pada waktu itu dan sampai saat ini masih digunakan tidak dapat membedakan kualitas tebu masing-masing petani.

c. Berdasarkan pelaksanaan proses penggilingan tebu di pabrik, permasalahan

sampling nilai nira perahan pertama (NNPP) menjadi kendala khususnya untuk pabrik gula yang besar dengan kapasitas giling > 3000 TCD (ton cane per day) menjadi tidak akurat. Hal ini disebabkan umpan tebu berasal dari beberapa meja (>2 meja) sehingga nira dari tebu petani yang satu tercampur dengan petani lain. Dengan demikian nira yang berasal dari tebu dengan kualitas baik akan bercampur dengan nira tebu lain yang kualitasnya berbeda (Mochtar, et al. 1993; LRPI, 2004).

Penelitian Partowinoto (1996) menunjukkan bahwa hasil penetapan rendemen tidak mencerminkan tebu individu petani karena tidak menghargai prestasi individu. Akibatnya, para petani yang awalnya bekerja keras untuk berprestasi akan kecewa karena tidak menemukan perbedaan nyata dengan petani yang berprestasi lebih rendah. Input usahatani berupa bibit, pupuk dan tenaga kerja yang berbeda tidak membedakan pendapatan petani (Adisasmito, 1998; Murdiyatmo, 2000). Petani yang merasa mempunyai tebu berkualitas baik namun rendemen tebunya tidak berbeda nyata dengan rendemen tebu lain yang berkualitas lebih rendah, merasa dirugikan dan timbul kecurigaan terhadap PG karena penetapan rendemen tersebut dilakukan oleh PG. Timbul hubungan yang


(28)

3

kurang harmonis antara PG dan petani, kondisi kemitraan menjadi tidak kondusif dan terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi (Husodo, 2000; Partowinoto, 1996; Woeryanto, 2000).

Oleh karena itu, perbaikan industri gula saat ini harus menyentuh aspek pengukuran kualitas tebu yang mampu mengukur prestasi petani secara individual serta menjamin akurasi pengukuran tersebut (LRPI, 2004; Roesmanto dan Nahdodin, 2001; Santoso dan Bahri, 2004). Teknik dan sistem penetapan rendemen yang lebih transparan dan adil sangat diperlukan untuk mendorong petani memproduksi tebu dengan rendemen yang tinggi (Roesmanto dan Nahdodin, 2001).

Penelitian Martoyo dan Santoso (2003) melaporkan bahwa penetapan rendemen individual petani dapat dilakukan dengan cara sampling terhadap tebu yang akan digiling dengan menggunakan alat sampling. Selain dengan cara sampling tersebut, pendugaan rendemen tebu secara individual petani juga dapat dilakukan berdasarkan komponen-komponen input kebun yang mempengaruhi rendemen (Purwono, 2002; Santoso dan Martoyo, 1994).

Cara sampling yang sudah digunakan di Indonesia adalah dengan menggunakan metoda krepyak mini sampler (KMS) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003 di PG Mojopanggung dan PG Ngadirejo, Jawa Timur (LRPI, 2004; Martoyo dan Santoso, 2003). Namun demikian, metode ini belum mampu mengatasi kemungkinan tercampurnya nira tebu pada PG dengan kapasitas besar yang menggunakan meja tebu 3 buah atau lebih (Martoyo dan Santoso, 2004), sehingga diperlukan pengaturan khusus dalam menata antrian truk/lori agar nira tebu tidak tercampur (LRPI, 2004; Martoyo dan Santoso, 2004).

Disamping metode krepyak mini sampler, teknik sampling yang sudah digunakan di beberapa negara seperti India, Thailand, serta Amerika Serikat adalah dengan

menggunakan metode core sampler (LRPI, 2004; Partowinoto, 1996; Santoso dan


(29)

4

lori/truk (Partowinoto, 1996). Teknik sampling ini belum pernah dicoba di Indonesia, sehingga untuk dapat diterapkan di Indonesia perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Hasil penelitian Santoso dan Martoyo (1994) serta Purwono (2002) terhadap komponen brix tebu di kebun, yaitu suatu satuan yang menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu larutan yang dalam hal ini adalah perkiraan jumlah gula yang dapat dikristalisasi dari batang tebu (Harisutji, 2001), melaporkan bahwa brix kebun dapat digunakan untuk menduga besarnya rendemen tebu petani secara individual. Permasalahannya, pendugaan rendemen dengan hanya berdasarkan nilai brix kebun belum sepenuhnya akurat karena komponen-komponen input lainnya yang juga berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya rendemen belum diperhitungkan (Santoso dan Martoyo, 1994). Komponen-komponen input tersebut antara lain : varietas tebu (Darmodjo, 1995), tingkat keprasan (Arsana, et al, 1997; Rasyid, 1992), stadia kemasakan tebu saat ditebang (Sunantyo, 1992), pemupukan (Dharmawan, 1992), banyaknya kotoran yang terangkut dan ikut digiling (Yates, 1996 dalam Martoyo, 2000), adanya delay-time sejak tebang hingga saat digiling atau yang dikenal dengan istilah kewayuan (Santoso, et al, 1996), serta efisiensi pabrik dalam memproses tebu menjadi gula (Hommes, 1932 dalam Meade dan Chen, 1977). Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang menggunakan berbagai komponen input dalam pendugaan rendemen.

Penelitian ini diharapkan dapat mempelajari serta menetapkan teknik dan sistem penetapan rendemen tebu yang dapat mengukur prestasi petani secara individul dan secara teknis akurat. Selain itu, diharapkan dapat dipelajari dan diidentifikasi faktor yang mempengaruhi rendemen tinggi. Hubungan antara faktor-faktor tersebut menjadi acuan penetapan metode alternatif pengukuran rendemen yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.


(30)

5

1.2. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari teknik penetapan rendemen tebu alternatif yang akurat, terpercaya, obyektif dan mudah dilakukan untuk penetapan rendemen tebu secara individual petani di pabrik gula. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk :

a. Melakukan pendugaan rendemen tebu secara individual petani melalui dua pendekatan, yaitu :

1) Mempelajari teknik penetapan rendemen tebu secara individual petani yang akurat, terpercaya serta mudah dilakukan di tingkat pabrik

2) Mengidentifikasi dan mempelajari faktor-faktor karakteristik tanaman tebu di tingkat kebun yang mempengaruhi rendemen serta mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan rendemen.

b. Membuat model penetapan rendemen individual petani yang baik, mudah diterapkan dan sesuai dengan kondisi pabrik gula Indonesia.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah :

a. Penelitian dilaksanakan di Pabrik Gula (PG) Mojopanggung, Tulung Agung – Jawa Timur.

b. Petani dan kebun tebu sampel merupakan petani yang menggilingkan tebunya di PG tersebut pada musim giling 2005.

c. Melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor input yang mempengaruhi besarnya rendemen yang dihasilkan.

d. Melakukan uji coba penetapan rendemen berdasarkan kondisi faktor-faktor input yang mempengaruhi rendemen.

e. Melakukan penentuan rendemen skala pabrik menggunakan sampling cara “pendekatan core sampler” sebagai teknik penetapan rendemen individual petani.


(31)

6

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut :

a. Menghilangkan kecurigaan dan meningkatkan kepercayaan petani kepada

pabrik gula untuk memasok tebu yang bermutu baik.

b. Tercipta suasana yang kondusif sehingga mendorong kedua belah pihak untuk

membangun kemitraan yang lebih baik dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri gula.

c. Memicu gairah petani untuk meningkatkan kualitas tebu yang kemudian

mendorong terjadinya peningkatan rendemen.

d. Peningkatan rendemen pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya saing


(32)

2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU

2. 1 Definisi-definisi

Berdasarkan modul penentuan rendemen tebu (Harisutji, 2001) dan Cane Sugar

Handbook (Meade dan Chen, 1977) dapat didefinisikan istilah-istilah yang lazim digunakan dalam penetapan rendemen tebu sebagai berikut :

a. RENDEMEN (Hablur % tebu)

Jumlah gula yang dapat dihasilkan setiap 100 bagian berat tebu. Pengertian rendemen disini adalah rendemen sementara, karena masih belum dikoreksi. Untuk menghitung rendemen sementara digunakan rumus Hommes (1932 dalam Meade dan Chen, 1977), yaitu :

Rendemen = Nilai Nira perahan pertama (NNPP) x Faktor Rendemen. b. INDIVIDUAL

Yang dimaksud dengan individual dalam penelitian ini adalah setiap lori atau truk yang digunakan untuk mengangkut tebu yang akan digiling.

c. PETANI

Pemilik tebu yang tebunya akan digiling.dan dimuat dalam lori atau truk secara sendiri-sendiri, tidak bercampur dengan tebu orang lain.

d. BRIX (derajat brix, obx)

Satuan yang menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu larutan. Bila larutannya adalah sakarosa murni, maka brix = % sakarosa; tetapi bila tidak murni, maka brix selain terdiri dari sakarosa juga mengandung zat padat terlarut lainnya.

e. POL (% pol)

Adalah konsentrasi (gram solute/100 gram larutan) larutan sakarosa murni dalam air. Untuk larutan sakarosa murni, maka pol = konsentrasi sakarosa; sedangkan untuk larutan yang terdiri dari sakarosa dan zat-zat optik lain, maka


(33)

8

pol merupakan jumlah aljabar rotasi zat-zat penyusunnya. Untuk nira yang “normal” kontribusi sakarosa sangat dominan, sehingga zat optik lainnya dapat diabaikan.

Dasar pengukurannya menggunakan satuan derajat gula internasional (oZ/oS/oV).

100 oZ = putaran optik suatu larutan “normal” sakarosa yang diukur pada 587 nm, 20 oC dan tabung polarisasi 200 mm.

Larutan “normal” sakarosa adalah larutan sakarosa murni 26.000 gram dalam air murni yang dilarutkan pada 20 oC hingga volume 100 ml.

f. GULA

Produk utama pabrik gula yang merupakan butiran kristal “sakarosa” yang

keluar dari masakan dan mengandung sedikit kotoran (impurities). Kualitas

atau jenis gula antara lain dibedakan menurut derajat pol-nya. g. SAKAROSA

Gula murni, merupakan senyawa disakarida α- D- glucopyranosyl β- D-

fructofuranoside

h. HARKAT KEMURNIAN (HK), purity

Merupakan perbandingan persentase antara pol (sakarosa) dengan zat padat terlarut total (brix).

HK pol = (pol/brix) x 100 % HK sakarosa = (sakarosa/brix) x 100 % i. NILAI NIRA

Suatu gambaran teoritis jumlah gula yang dapat dikristalkan dari suatu larutan gula (nira) dengan cara penghabluran/kristalisasi. Karena kristalisasi sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan bukan gula yang terbawa dalam larutan, maka tidak semua gula dalam larutan tersebut dapat dikristalkan. Semakin besar bahan bukan gula semakin kecil gula yang dapat dikristalkan.


(34)

9

Untuk menghitung nilai nira digunakan rumus Winter Carp (Meade dan Chen, 1977), yaitu :

Nilai Nira (nn) = pol – 0,4 (brix – pol) j. NILAI NIRA PERAHAN PERTAMA (NNPP)

Adalah nira yang keluar dari gilingan pertama, yang belum tercampur air imbibisi atau bahan-bahan lain.

k. TEBU (Sugar Cane)

Bahan baku dari Saccharum officinarum yang dikirim ke gilingan, termasuk

didalamnya tebu bersih, kotoran (trash) dan bahan asing lain yang terbawa.

2.2. Analisis Brix dan Pol

Dalam analisis nira tebu dikenal istilah brix, pol, Harkat Kemurnian (HK), nilai nira, rendemen sementara, dan rendemen tebu giling (rendemen nyata, rendemen realisasi atau rendemen efektif). Analisis Brix dan Pol merupakan dasar-dasar perhitungan dan kontrol pabrikasi pabrik gula. Dengan melakukan analisis ini dapat diperkirakan jumlah gula yang akan diperoleh seorang pemilik tebu yang akan menggilingkan tebunya di pabrik gula.

2.2.1. Metode Analisis Brix

Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) :

(1) Cara refraktometris, dengan menggunakan alat refraktometer. Prinsip

kerja: sudut bias suatu sinar radiasi yang melalui larutan gula (nira) tergantung pada konsentrasi dan temperatur dari larutan tersebut. Dengan temperatur konstan, konsentrasi (brix) larutan gula (nira) dapat diketahui dengan mengukur index bias larutan tersebut. Kalibrasi refraktometer brix dengan menggunakan larutan sakarosa murni;

(2) Cara timbangan hydrometer (timbangan brix), dengan menggunakan alat


(35)

10

atas suatu benda yang dicelupkan ke dalam cairan (larutan gula/nira) tergantung pada berat jenis larutan tersebut. Brix hydrometer dilengkapi dengan thermometer dan koreksi pengukuran sesuai dengan suhunya. Cara kalibrasinya dengan menggunakan larutan sakarosa murni.

(3) Cara piknometris, dengan menggunakan alat piknometer. Prinsip kerja :

brix larutan bisa ditemukan dengan mengukur berat jenisnya. Melalui tabel hubungan antara berat jenis dan brix larutan maka dapat dihitung brix larutan.

2.2.2. Metode Analisis Pol

Salah satu cara melakukan analisis pol adalah dengan menggunakan alat yang disebut polarimeter/sakarimeter/sakaromat. Prinsip kerja : berdasarkan pengukuran sudut pemutaran bidang polarisasi oleh larutan gula. Besarnya sudut putar tergantung pada konsentrasi larutan, ketebalan larutan yang dilewati sinar (panjang tabung polarisasi), temperatur dan panjang gelombang. Kalibrasinya dengan menggunakan standar tabung kwarsa yang mempunyai nilai putaran optik yang tetap.

Perhitungan persen pol menurut Winter Carp (Meade dan Chen, 1977) : % pol = { (26 x oZ) / (100 x BJ) } x (1,1).

BJ = berat jenis nira, dihitung dari tabel hubungan antara brix dan BJ

o

Z = pembacaan derajat polarisasi

2.3. Rendemen dan Produksi Tebu

Luas areal tebu dalam negeri cenderung terus menurun rata-rata 1,72 persen per tahun selama tahun 1993-2004 (Sekretariat Dewan Gula, 2004). Penurunan areal tanam yang cukup drastis terjadi pada tahun 1999, yaitu sebesar 9,9 persen, sebagai akibat dari dihapuskannya kebijakan TRI serta adanya konversi lahan. Penurunan areal juga diikuti dengan menurunnya produktivitas tebu dengan laju sebesar 1,42 per tahun (Rusastra, et al. 2000). Pada tahun 1999, penurunan produktivitas mencapai 12,26 persen, yaitu dari 71,8 ton/ha menjadi 62,8 ton/ha. Semakin rendahnya luas areal dan produktivitas tebu menyebabkan produksi tebu


(36)

11

nasional juga semakin rendah, menurun hingga 3,01 persen per tahun. Penghapusan TRI pada tahun 1999, menyebabkan produksi tebu menurun drastis sebesar 1,25 persen (Tabel 1).

Rendahnya produksi gula nasional antara lain juga disebabkan tidak efisiennya pabrik-pabrik gula (PG) yang ada (Husodo, 2000; Murdiyatmo, 2000; Woeryanto, 2000). Pada masa kejayaan industri gula di tahun 1930, Indonesia memiliki 179 Pabrik Gula (PG). Jumlah PG semakin menurun karena secara ekonomis tidak menguntungkan. Jumlah PG per September 2003 tercatat sebanyak 58 unit PG milik BUMN dan 6 PG milik swasta (Sekretariat Dewan Gula, 2004). Dari 58 PG tersebut, 46 PG berada di Jawa dan 12 PG berada di luar Jawa. Pada umumnya PG-PG beroperasi jauh dibawah kapasitas giling. Sebagian besar PG mempunyai kapasitas giling yang kecil (<3.000 TCD) karena mesin yang telah berumur lebih dari 75 tahun serta tidak mendapat perawatan yang memadai, sehingga menyebabkan biaya produksi per kg gula tinggi (Arifin, 2000).

Tabel 1. Areal Tanam, Produktivitas dan Produksi Tebu

Tahun Areal (ha) Produktivitas(ton/ha) Produksi Tebu (ribu ton)

1993 420.687 89,4 37.593.146

1994 428.726 71,2 30.545.070

1995 420.630 71,5 30.096.060

1996 403.266 70,9 28.603.531

1997 385.669 72,5 27.953.841

1998 378.293 71,8 27.177.766

1999 340.800 62,8 21.401.834

2000 340.660 70,5 24.031.355

2001 344.441 73,1 25.186.254

2002 350.723 72,8 25.533.431

2003 335.725 67,4 22.631.109

2004 344.852 73,0 25.172.380

Sumber : Sekretariat Dewan Gula, 2004.

Rendemen yang dihasilkan PG-PG juga sangat menurun dan selama 10 tahun terakhir (1993-2004) relatif berfluktuasi dengan rata-rata mencapai 7,24 %, jauh


(37)

12

lebih rendah dibandingkan 10 tahun sebelumnya (1983-1992) yang dapat mencapai 9,8 %. Produktivitas gula yang dihasilkan PG-PG nasional selama 10 tahun terakhir (1993-2004) juga relatif rendah dengan rata-rata 5,12 ton/ha. Demikian juga produksi gula yang dihasilkan PG-PG tersebut relatif rendah dan cenderung menurun dengan rata-rata 3,3 persen per tahun (Sekretariat Dewan Gula, 2004).

Dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Thailand, Cina, India, Jepang dan Philipina, rata-rata produktivitas tebu Indonesia sebenarnya relatif tinggi dan mendekati produktivitas Amerika Serikat. Namun dalam hal rata-rata rendemen dan rata-rata produktivitas gula, Indonesia menempati posisi terendah (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-Rata Rendemen dan Produktivitas Gula Antar Beberapa Negara Produsen

Negara Rata-rata Produktivitas

tebu (ton/ha)

Rata-rata Rendemen

(%)

Rata-rata Produktivitas Gula (ton/ha)

Jepang 64,09 11,53 7,41

Thailand 56,76 10,97 6,24

Cina 59,16 11,84 7,00 India 69,33 10,90 7,56

Philipina 60,70 8,26 5,00

Indonesia 70,13 7,06 4,95

USA 78,44 11,61 9,11 Sumber : Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, 2003

2.4. Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula

Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah rasio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling disebut

rendemen nyata (Anonim, 1984; LP IPB, 2002; Purwono, 2002). Jika dihitung dalam persentase, maka rendemen adalah kristal nyata diperoleh % tebu digiling atau lebih dikenal dengan kristal nyata % tebu (Harisutji, 2001; Santoso dan


(38)

13

Martoyo, 2000). Dengan demikian perhitungan rendemen nyata yang diperoleh dapat dilakukan dengan rumus:

Bobot hablur

Rendemen nyata = --- x 100

Bobot tebu

Dari perhitungan ini berarti gula yang diperoleh adalah hanya gula yang dihasilkan dalam bentuk kristal selama satu periode proses. Kenyataannya, selama proses terjadi kehilangan gula yang sangat dipengaruhi oleh efisiensi

pabrik gula. Kehilangan gula selama proses kemungkinan terbawa dalam bagase

(ampas), filter cake (blotong) atau molases (tetes) (LP IPB, 2002).

Gula yang dapat dikristalkan merupakan bagian dari total padatan terlarut yang terkandung dalam tebu. Total padatan terlarut tersebut terdiri dari gula dan bukan gula (Winter Carp dalam Meade dan Chen, 1977). Komposisi tebu secara umum dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :


(39)

14

Tabel 3. Komposisi Tebu

Komponen % tebu

Air Zat padat :

Sabut

Zat padat terlarut Komposisi Nira :

Gula Sakarosa Glukosa Fruktosa Garam-garam :

Garam asam anorganik Garam asam organik Asam-asam organik bebas :

Asam karboksilat Asam-asam amino Zat-zat organik non gula lain :

Protein Amilum Gum Lilin, lemak Lainnya

73 – 76 24 – 27 11 – 16 10 – 16 % padat zat terlarut :

75 – 92 70 – 88 2 – 4 2 – 4 3,0 – 7,5 1,5 – 4,5 1,0 – 3,0 0,5 – 2,5 0,1 – 0,5 0,5 2,0 0,5 – 0,6 0,001 – 0,050

0,3 – 0,60 0,05 – 0,15

3,0 – 5,0 Sumber : Meade dan Chen (1977)

Penggilingan yang kurang baik menyebabkan sebagian gula masih terbawa dalam bagase. Pada saat proses pemurnian nira kotor menjadi nira jernih dapat terjadi

kehilangan gula bersama dengan filter cake (blotong). Kehilangan gula lainnya

adalah pada saat pemisahan antara kristal gula dengan tetes (Santoso, 1998). Kehilangan gula biasanya dinyatakan dalam pol % tebu, pada pabrik-pabrik gula di Jawa Timur berkisar antara 1,5 hingga 2,5% (Dinas Perkebunan Jawa Timur, 2005). Pada Gambar 1 disajikan secara ringkas alur pengolahan gula dan kemungkinan terjadinya kehilangan gula.


(40)

15

Gambar 1. Alur Pengolahan Tebu Menjadi Gula Kristal

2.5. Cara Penetapan Rendemen Tebu di Indonesia Saat ini

Rendemen merupakan tolok ukur perolehan gula, ditentukan setiap periode berdasarkan kristal nyata yang dihasilkan dari tebu yang digiling. Sebagai contoh, bila dinyatakan rendemen 10% maka untuk setiap 1000 kg tebu giling diperoleh sukrosa 100 kg. Tampaknya sederhana, namun dalam prakteknya pengukuran rendemen tidak mudah. Angka perbandingan sukrosa terhadap tebu yang benar baru bisa diperoleh jika pabrik gula (PG) berhenti beroperasi. Semua bahan baku digiling dan semua gula ditampung, kemudian keduanya dihitung dan dibandingkan (Ananta, 1984). Dalam kenyataannya, tebu yang masuk ke PG dimiliki oleh ratusan bahkan ribuan petani. Tebu masuk secara kontinyu dan menghasilkan gula kristal yang kontinyu pula. Dalam kondisi seperti itu, rendemen tebu petani yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dibedakan (Partowinoto, 1996). PG tidak bisa dihentikan sementara hanya untuk menghitung rendemen masing-masing petani.

Pemasakan

Kristalisasi

Penggilingan

Pemurnian

Tebu

Nira kotor Bagase (ampas)

Nira bersih Filter cake (blotong)

Nira kental

Gula pasir Molases (tetes)

Kehilangan gula (1,5-2,5%)


(41)

16

Untuk mengatasi hal tersebut, maka penetapan rendemen di Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan rumus Hommes (Ananta, 1975). Hommes menyatakan bahwa rendemen merupakan suatu besaran yang ditentukan oleh faktor luar pabrik dan faktor dalam pabrik (Hommes, 1932 dalam Ananta, 1984). Yang dimaksud dengan faktor luar pabrik adalah nilai nira perahan pertama (NNPP), sedangkan faktor pabrik tercakup dalam Faktor Rendemen (FR). Nilai nira perahan pertama sepenuhnya tergantung kepada kualitas tebu yang digiling (Santoso, 1998). Secara matematis rumus penentuan rendemen dinyatakan sebagai berikut :

Rendemen = Nilai Nira Perahan Pertama x Faktor Rendemen …...… (1)

Awalnya, usahatani tebu berada di bawah satu manajemen pabrik gula (Ananta, 1975). Angka rendemen hanya dibutuhkan oleh PG guna keperluan intern mereka, terutama untuk mengukur kinerja proses. Sejak diberlakukannya program Tebu Rakyat Intensifikasi tahun 1975 (Inpres No. 9/1975) tebu ditanam dan dikelola oleh petani tebu rakyat (PTR), pabrik gula hanya menggiling tebu PTR dengan sistem bagi hasil berdasarkan rendemen tebu. Berdasarkan kondisi tersebut maka penentuan rendemen sebagaimana rumus Hommes di atas ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No. 013/SK/MENTAN/BPB/3/76 tanggal 5 Maret 1976 tentang Pedoman Penentuan Rendemen Tebu Rakyat Yang Diolah Pabrik Gula.

Berdasarkan SK Mentan di atas, nilai nira perahan pertama diambil dari setiap contoh tebu yang minimal bisa memenuhi waktu giling 30 menit (Ananta, 1984).. Pada PG berkapasitas 2000 – 3000 TCD dalam waktu giling 30 menit diperlukan sekitar 60 ton tebu. Oleh karena itu, analisis nira perahan pertama dilakukan untuk setiap 60 ton tebu (Santoso, 1998). Dalam konteks tersebut, jumlah tebu yang dimiliki petani secara individu tidak dapat memenuhi kebutuhan analisis.

Terkait dengan faktor rendemen di atas, dikenal istilah Winter Rendemen (WR) yang merupakan perbandingan sukrosa dalam gula hasil dengan sukrosa yang terdapat dalam nira mentah (Meade dan Chen, 1977). Winter Rendemen merupakan persentase jumlah hablur (sukrosa) akhir yang efektif dihasilkan


(42)

17

terhadap jumlah hablur yang terdapat dalam nira mentah yang diolah. Hablur yang dimaksud dihitung sebagai standar gula pasir (equivalent sugar granulated) yakni kristal 100% murni atau gula kristal putih.

Karena winter rendemen menunjukkan kemampuan stasiun pengolahan dalam mengambil sukrosa dari nira mentah, maka nilai WR sebenarnya menggambarkan efisiensi stasiun pengolahan. Nilai WR biasanya kurang dari 100%, karena beberapa bagian sukrosa akan hilang selama proses pengolahan. Kehilangan tersebut bisa karena sukrosa terbawa ke dalam blotong setelah proses klarifikasi, terangkut ke dalam tetes, atau secara kimia sukrosa berubah menjadi senyawa lain (Santoso, 1998).

Menurut Winter Carp dalam Meade dan Chen (1977),

Faktor rendemen = KNT x HPB x PSHK x WR x 10-8 ... (2)

dimana KNT : hasil kali kadar nira tebu, HPB : hasil pemerahan brix, perbandingan setara harkat kemurnian nira mentah/nira perahan pertama (PSHK) dan Winter Rendemen (WR).

Dengan demikian persamaan (1) dapat diturunkan menjadi :

Rendemen = NNPP x KNT x HPB x PSHK x WR x 10-8 ……... (3)

Menurut Santoso dan Bahri (2004), rumus ini biasa digunakan di Indonesia.

Dalam rumus ini kualitas tebu didekati dengan NNPP x KNT x 10-2 dan efisiensi

pabrik didekati dengan HPB x PSHK x WR x 10-4 (Anonim, 1984; LRPI, 2004;

Santoso dan Bahri, 2004). Sehingga :

Rendemen = NNPP x KNT x efisiensi pabrik x 10-2 …... (4).

Jika mengacu kepada penentuan rendemen yang digunakan di Indonesia saat ini {persamaan (1)} dan membandingkannya dengan persamaan (4), maka seharusnya pendekatan yang terjadi adalah :


(43)

18

Persamaan (5) diatas menunjukkan hasil penetapan rendemen berdasarkan analisis nilai nira perahan pertama kurang menghargai prestasi individu, karena kualitas tebu yang seharusnya didekati dengan NNPP dan KNT hanya didekati dengan NNPP saja, KNT untuk semua tebu dianggap sama.

2.6. MetodePenetapan Rendemen Tebu Alternatif

2.6.1. Metode Penetapan Rendemen Dengan Krepyak Mini Sampler (KMS)

Pada musim giling 2003, PG Mojopanggung dengan kapasitas giling ± 2400 TCD telah mengupayakan proyek percontohan penentuan rendemen individu yang menghargai prestasi individu dengan model sampling “krepyak mini sampler (KMS)” (Martoyo dan Santoso, 2003). Krepyak mini sampler ditujukan untuk

menetapkan titik sampel individu, sedangkan ultrasonic flowmeter untuk

menetapkan kadar nira perahan pertama (KNPP), sehingga rendemen ditetapkan berdasarkan formula : Rendemen = NNPP x KNPP x Faktor Kristal. Upaya untuk mengukur langsung NNPP dan KNPP untuk menilai kualitas tebu secara lebih tegas merupakan langkah yang baik dalam rangka penyempurnaan penetapan rendemen yang lebih berkeadilan.

Namun demikian, hasil kajian Martoyo dan Santoso (2004) menemukan lori dengan berat tebu tinggi dan diperkirakan niranya tinggi namun kenyataannya berat niranya rendah, begitu pula sebaliknya, sehingga menyebabkan rentang nilai KNPP yang cukup besar, berkisar antara 20 – 85 %. Hal tersebut diduga karena kesalahan sistem yang hanya mengukur jumlah NNPP berdasarkan jarak (waktu) yang sama. Padahal, kenyataannya terjadi perbedaan jarak (waktu) untuk tebu lonjoran di krepyak tebu I (krepyak mini I sampler) dengan jarak (waktu) untuk tebu cacah di krepyak tebu II (krepyak mini II sampler), serta jarak (waktu) nira mengalir di talang NNPP.

Dengan kondisi demikian, pada skala komersial untuk musim giling 2004 metode ini masih mempunyai kendala dalam pelaksanaannya, khususnya pengukuran


(44)

19

TCD, dimana umpan tebu ke krepyak lebih dari 2 meja tebu, perlu dikaji tingkat kevalidan sampel kaitannya dengan tercampurnya nira tebu antar individu (Martoyo dan Santoso, 2004).

2.6.2. Metode Penetapan Rendemen Dengan Refraktometer

Alat yang digunakan dalam metode ini adalah refraktometer presisi yang sudah dikalibrasi. Prinsip yang diterapkan adalah index bias larutan gula mempunyai korelasi dengan konsentrasi larutan tersebut ((Harisutji, 2001). Metode ini bisa digunakan untuk analisis macam-macam nira (npp, nira mentah, nira encer) atau nira kental dan tetes dengan mengencerkannya terlebih dahulu setara dengan nira encer.

Prosedur analisisnya sederhana, yaitu meneteskan larutan contoh kedalam prisma refraktometer dan dibaca skala brix yang tertera serta suhunya. Skala yang ditunjukkan dalam alat sudah langsung menunjukkan brix, kemudian dikoreksi sesuai dengan suhu pengukuran. Brix terkoreksi = brix terbaca + koreksi brix.

Menurut Purwono (2002), diketahui bahwa terdapat korelasi yang nyata antara nilai brix (B) yang diukur dengan rendemen (R) dengan r2 = 0.82 dan persamaan regresinya adalah :

R = - 0.0254 + 0.4746 B.

Dengan demikian, cukup dengan memasukkan hasil pengukuran brix, maka dapat langsung diketahui nilai rendemen suatu contoh tebu.

Hasil penelitian Santoso dan Martoyo (1994) di tiga pabrik gula menunjukkan bahwa hasil pengukuran brix refraktometer dan hydrometer tidak berbeda untuk contoh nira mentah dan nira encer. Semakin rendah kemurnian contoh, perbedaan hasil pengukuran semakin besar. Walaupun terdapat perbedaan hasil pengukuran, penggunaan refraktometer untuk pengawasan pabrikasi tidak menimbulkan masalah berarti, bahkan menguntungkan. Cara pemakaian refraktometer lebih


(45)

20

mudah dan cepat, hanya memerlukan contoh yang sedikit dibandingkan menggunakan hydrometer.

Perbandingan hasil pengukuran refraktometer brix dan kadar bahan kering sesungguhnya dalam contoh nira mentah, nira encer, nira kental dan tetes juga dilaporkan oleh Mellet (1986) dalam Santoso dan Martoyo (1994). Pada contoh nira mentah, nira encer dan nira kental, cara refraktometer memberikan perbedaan 0,05 – 0,13 angka lebih tinggi dari kadar bahan kering sesungguhnya. Sedangkan pada contoh tetes, perbedaan itu menjadi 3,2 – 4,4 angka lebih tinggi.

Hasil kajian Ekosoni, Hendroko dan Praptiningsih (1996), menunjukkan pengamatan brix dengan refraktometer-tangan pada rumpun tebu contoh telah mampu mendekati rerata brix kebun dengan simpangan hanya sebesar ± 5%. Kajian ini menyarankan mengambil 3 (tiga) rumpun contoh yang terletak pada tiga juring berhimpitan, masing-masing berturutan searah kemiringan lahan. Disarankan pula untuk tidak mengambil rumpun pada jarak minimal 10 meter dari pinggir kebun.

Refraktometer tangan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan di atas karena hanya membutuhkan setetes nira, yang dapat diambil tanpa merusak batang-batang tebu dan tidak menggunakan logam berat (Pb) seperti pada prosedur analisis pendahuluan.

2.6.3. Metode Penetapan Rendemen dengan PendekatanCore Sampler (PCS)

Dalam makalahnya, Partowinoto (1996) menyebutkan bahwa metode Core

Sampler telah diperkenalkan sejak tahun 1975 untuk mengatasi permasalahan antara petani dengan pabrik gula, pertama kali digunakan di pabrik St. Martin di Lousiana (USA).

Sistem kerja core sampler : sebuah pipa dengan diameter 8 – 10 dm, panjang ± 6m diujungnya dilengkapi semacam gergaji diputar dengan 550 sampai 1250 rpm


(46)

21

dimasukan ke tumpukan tebu di dalam truk/kontainer dengan arah datar atau

menukik dengan sudut 45o. Sampel yang diambil dipotong-potong dan kemudian

dicacah. Selanjutnya 1 kg cacahan tebu dipress dengan tekanan 3000 psi hingga menghasilkan nira kurang lebih 60% tebu, selanjutnya nira tersebut dianalisis pol

dan brixnya. Core sampler hanya mampu membedakan mutu tebu (nilai nira) dari

masing-masing truk/lori dengan pendekatan perhitungan NNPP dan KNT, sedangkan untuk menentukan besarnya rendemen perlu adanya rumus rendemen atau Faktor Rendemen (Santoso dan Bahri, 2004).

Pendekatan Core Sampler (PCS) adalah metode penetapan rendemen dengan cara mengambil sampel dengan pendekatan seperti pengambilan sampel dengan

menggunakan alat Core Sampler.

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendemen

2.7.1. Varietas

Teknik bercocok tanam, meliputi pengolahan tanah, pemilihan varietas, jenis bibit, pemupukan dan waktu tanam yang tepat serta pemeliharaan yang baik, akan mendorong dihasilkannya rendemen serta bobot tebu yang tinggi, sehingga berpengaruh pada tingginya hasil gula per satuan luas kebun. Menurut Darmodjo (1995) kontribusi varietas terhadap produksi mencapai 60%. Potensi varietas tebu yang belum diintensifkannya program pemberdayaan varietas-varietas unggul baru merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas hasil gula di Indonesia (Lestari, H. 2000; Mirzawan, et al., 2001)

Upaya peningkatan produktivitas dengan menggunakan varietas unggul merupakan cara termurah dibandingkan cara lain, walaupun hal ini tidak dapat menyelesaikan keseluruhan masalah yang telah terjadi. Menurut Mirzawan, et al. (2001), penanaman varietas unggul baru yang lebih baik dari varietas yang telah ada dapat meningkatkan produktivitas jika kondisi lingkungan sesuai untuk varietas unggul tersebut dan varietas tersebut diperlakukan sesuai kebutuhannya.


(47)

22

Pemilihan suatu varietas tebu didasarkan kepada pertimbangan sifat kemasakan, tingkat kemantapan produksi, bakat rendemen tinggi, dan faktor-faktor lainnya (Sastrowijono dkk, 1984). Menurut Saputro (1998), varietas tebu yang baik dan diminati para praktisi mempunyai ciri-ciri antara lain : (1) Berdiameter besar, minimum 28 mm, karena dapat meningkatkan kapasitas tebang; (2) Tahan kepras, sekurang-kurangnya sampai 4 kali panen tebu kepras; (3) Tidak roboh; (4) Kanopi lebar, karena dapat menutup permukaan tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma; dan (5) Ciri-ciri lain yang umum, yaitu rendemen tinggi, anakan cukup 3-4 batang, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tidak berbunga serta daun tua mudah terkelupas.

2.7.2. Tingkat Keprasan

Tanaman tebu yang berasal dari kebun bibit datar (KBD) disebut dengan plant

cane (PC). Tanaman ini langsung ditanam dari kebun pembibitan (Hendroko, et

al. 1987). Setelah panen, umumnya petani tidak lagi menanam bibit tebu baru, melainkan dikepras dan ditumbuhkan kembali dari tunas-tunas yang masih ada.

Tanaman seperti ini disebut dengan ratoon atau tanaman keprasan. Menurut

survai yang dilakukan Ditjen BP Perkebunan Departemen Pertanian (2004), petani menanam tanaman keprasan (ratoon) sampai lebih dari 15 kali. Tingginya tingkat keprasan tersebut menurut Arsana, et al. (1997), disebabkan petani lebih suka memelihara tanaman keprasan karena biaya tanaman (bibit dan pemeliharaan awal) lebih murah meskipun produksinya relatif rendah yang antara lain disebabkan oleh potensi varietas keprasan yang rendah.

Hasil penelitian Rasyid (1992) melaporkan bahwa rendahnya produksi disebabkan oleh jumlah tunas keprasan yang gagal menjadi batang tebu layak giling hingga mencapai 51%. Persaingan tunas yang tumbuh pada tunas keprasan merupakan penyebab kematian tunas, akibatnya jumlah batang tebu produktif pada tanaman keprasan menjadi rendah. Pada akhirnya akan menurunkan tingkat rendemen yang dihasilkan.


(48)

23

2.7.3. Pemupukan

Unsur-unsur esensial seperti Nitrogen (N), Fosfat (P) dan Kalium (K) dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan ketersediaan yang terbatas di dalam tanah, maka unsur-unsur tersebut perlu ditambahkan melalui pemupukan. Oleh Dharmawan (1982) penggunaan pupuk dipandang sebagai cara yang paling mudah dan terpercaya untuk meningkatkan hasil pertanian. Tanaman tebu memerlukan ketersediaan hara untuk perkembangannya sejak satu hingga tiga-enam bulan pertama masa pertumbuhannya (Pawirosemadi, 1996), pada periode tersebut hara N, P dan K yang diperlukan sekitar 80 – 85% dari total kebutuhannya.

Pada tebu, unsur N dibutuhkan dalam jumlah tertentu tergantung varietas dan lokasi tempat tumbuhnya (Sahadi, 1997). Hasil penelitian Isro Ismail, Nugraharsi dan Kunhartono (1996), menyebutkan bahwa pemberian unsur N secara berlebihan dapat menghambat proses penimbunan gula dalam batang. Hal tersebut berakibat pada rendahnya kadar gula, menurunnya kualitas nira dan rendemen akan menurun.

Menurut Geus (1973), kekurangan hara K pada tanaman tebu menyebabkan penurunan produk hablur sebagai akibat dari terhambatnya proses fotosintesis dan penurunan kualitas nira. Fosfat memegang peranan dalam metabolisme pertumbuhan tebu dan pembentukan gula. Hasil penelitian Saputro dan Isro Ismail (1993) di PG Bungamayang, menyatakan bahwa pemberian pupuk TSP sebesar 7 kuintal per ha pada tanaman pertama (PC) akan meningkatkan jumlah batang, rendemen dan hasil kristal gula.

Soeparmono dan Ekosoni (1995) melaporkan hasil percobaan pupuk AS tablet di PG Rejoagung. Percobaan dilakukan di lahan sawah tetapi tidak berpengairan teknis, sehingga persediaan air relatif kurang. Pupuk yang digunakan adalah pupuk AS yang ada di pasaran kemudian ditabletkan dengan alat pembuat tablet.


(49)

24

Pengaruh pemupukan AS tablet tampak pada rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman umur 9 bulan dan bobot tebu per hektar. Pada dosis 6 ku AS per hektar, beda tinggi rata-rata 3,1%, sedangkan untuk bobot tebu per hektar saat panen perbedaannya rata-rata 3,48%. Hal ini memberikan informasi bahwa bentuk tablet memberikan efek penyerapan N lebih lama bagi tanaman tebu dibandingkan pupuk AS tabur.

2.7.4. Tingkat Kemasakan (Umur Tanaman)

Daur kehidupan tanaman tebu dimulai sejak stadia perkecambahan, pertunasan, perpanjangan batang, kemasakan dan akhirnya stadia kematian (Hendroko, et al. 1987). Kemasakan merupakan stadia yang terpenting, karena pada stadia ini terjadi pembentukan sukrosa, sebagai tujuan utama budidaya tebu.

Menurut Tjokrodirdjo (1992), proses kemasakan tebu dimanifestasikan dalam rendemen berjalan dari ruas ke ruas dan terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman sampai dicapai suatu titik maksimal. Setelah itu, tergantung antara lain pada varietas tebu dan kondisi tanaman, rendemen akan menurun (Sunantyo, 1992). Oleh karena itu, tebu seharusnya dipanen pada kemasakan optimal agar diperoleh hasil gula yang optimal pula. Pemanenan tebu sebelum atau kelewat masak akan menghasilkan tebu yang kadar gulanya tidak optimal karena mengandung bukan-gula yang lebih banyak.

2.7.5. Kewayuan (“Penundaan Giling”)

Tebu wayu selain kehilangan berat karena penguapan juga kehilangan kadar gula karena inversi, yaitu sukrosa diubah oleh enzim menjadi gula reduksi (Martoyo, 2000). Salah satu indikator tinggi-rendahnya rendemen tebu dan faktor terpenting dari beberapa faktor penentu kualitas nira adalah nilai nira dan kadar gula reduksi (Anonim, 1984). Pol merupakan resultan dari keberadaan sukrosa dan gula


(50)

25

reduksi dalam nira serta mempunyai hubungan langsung yang negatif dengan gula reduksi (Meade dan Chen, 1977).

Hal tersebut menunjukkan bahwa jika kadar gula reduksi semakin tinggi maka pol semakin rendah. Hasil penelitian Santoso, et al. (1996) menunjukkan bahwa kenaikan kadar gula reduksi sangat dipengaruhi oleh tebu yang tertunda giling. Setiap hari penundaan giling dapat meningkatkan kadar gula reduksi sebesar 0,35 poin dan 98,6% dari kenaikan kadar gula reduksi tersebut adalah kontribusi dari penundaan giling. Akibatnya, setiap hari penundaan giling akan memberikan kerugian penurunan rendemen sebesar 0,53 poin.

2.7.6. Kotoran (“Trash”)

Kotoran tebu terdiri dari antara lain klaras, pucukan, sogolan, akar dan tanah. Klaras atau daun kering tidak mengandung nira sehingga bila terikut dalam jumlah yang banyak akan menyumbangkan sabut sehingga jumlah sabut atau ampas per satuan tebu meningkat. Peningkatan kadar sabut akan mengurangi ekstraksi nira dan mengurangi kapasitas stasiun gilingan, berarti juga mengurangi gula yang diperoleh atau menurunkan rendemen (Martoyo, 2000).

Pucukan atau sogolan mengandung hanya sedikit gula tetapi banyak mengandung bukan-gula, jika terikut dalam tebu giling akan berdampak mengurangi perolehan gula karena penambahan bukan-gula akan menyebabkan gula terbawa ke dalam tetes. Tanah yang terbawa ke dalam ampas akan menyebabkan ampas sulit terbakar dan kapasitas stasiun ketel menurun, sedangkan jika tanah tersebut terbawa ke stasiun proses akan mempengaruhi proses pengendapan pada

pemurnian nira karena bak pengendap (clarifier) penuh dengan lumpur sehingga

hasil nira jernih mutunya rendah.

Hasil penelitian Yates (1996, dalam Martoyo, 2000) kotoran tebu akan menurunkan rendemen dengan kecepatan 0,125-0,25 poin per satuan (%) kotoran. Penelitian terakhir di beberapa pabrik gula di Australia oleh Kent (1999, dalam


(51)

26

Martoyo, 2000) dilaporkan bahwa kotoran tebu menyebabkan kapasitas giling turun 8 % dan rendemen turun 6,8 % untuk setiap 5 % kadar kotoran.

2.7.7. Brix dan Efisiensi Pabrik

Rendemen adalah perbandingan antara kristal nyata yang diperoleh dengan tebu digiling atau lebih dikenal dengan kristal nyata % tebu. Kristal nyata yang dimaksud disini adalah gula dalam nira tebu yang dapat dikristalkan menjadi gula kristal putih (GKP). Total gula dan kandungan bukan gula tersebut dikenal sebagai brix, yaitu satuan yang biasa digunakan dalam industri gula yang menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu larutan (gula). Brix selain terdiri dari gula juga mengandung zat padat terlarut lainnya (Harisutji, 2001).

Hommes (1932 dalam Meade dan Chen, 1977) menyatakan tidak semua gula dalam nira tebu dapat dikristalkan, karena pengkristalan gula dipengaruhi oleh kandungan bukan gula yang ada dalam nira tebu, dengan rumus :

Kadar kristal = kadar gula – 0,4 x kadar bukan gula.

Dilain pihak, pabrik mempunyai kontribusi terhadap upaya penyelamatan kristal. Usaha untuk menyelamatkan kristal ini disebut dengan efisiensi pabrik. Dalam kenyataannya, salah satu faktor yang mempengaruhi petani tebu menggilingkan tebunya ke suatu pabrik adalah tinggi-rendahnya efisiensi tersebut. Banyak petani yang lebih memilih suatu pabrik tertentu karena pabrik tersebut memiliki tingkat efisiensi yang relatif lebih tinggi dari pabrik lainnya, dengan harapan akan memperoleh rendemen yang lebih tinggi, karena rendemen adalah hal yang penting yang menyangkut hasil bagi antara petani dan pabrik gula.


(52)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, kemudian diolah, dianalisis dan dijelaskan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan korelasional. Hubungan antara variabel terkait dan variabel-variabel bebas dapat dilihat pada konstelasi masalah penelitian seperti pada Gambar berikut ini :

Gambar 2. Hubungan antara variabel penelitian X1

Varietas X2

Tingkat Keprasan

X3

Pemupukan

Y Rendemen

Tebu X4

Umur X5

Kotoran X6

Kewayuan X7


(53)

28

3.2. Populasi Dan Sampel

Populasi sasaran adalah semua petani tebu rakyat (PTR) yang menggilingkan tebunya ke pabrik gula. Kerangka sampling adalah PTR yang menggilingkan tebunya ke pabrik gula (PG) Mojopanggung Jawa Timur pada musim giling 2005. Dari kerangka sampling tersebut, diambil sampel petani yang menggilingkan tebunya pada periode giling yang sama.

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan 2 bagian, yaitu penelitian teknik penetapan rendemen individual petani dengan metoda sampling dan penelitian penetapan rendemen melalui hubungan faktor-faktor input dengan rendemen yang dihasilkan.

3.3.1. Penelitian Teknik Penetapan Rendemen Individual Petani

Penelitian teknik penetapan rendemen individual petani dilakukan untuk menguji validitas penggunaan metode penetapan rendemen dengan Teknik Krepyak Mini Sampler (KMS) dan Pendekatan Core Sampler (PCS). Pada penelitian ini Teknik KMS dan PCS akan dibandingkan dengan metode penetapan rendemen yang sudah ada, yaitu metode standar sebagai kontrol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan Teknik KMS, PCS dan Kontrol (Metode Standar), serta ulangan sebanyak 6 (enam) kebun yang dipilih berdasarkan kepemilikan yang sama per masing-masing kebun dan masing-masing kebun relatif homogen.

Pengamatan dilakukan terhadap rendemen tebu yang diukur dengan tiga metode penetapan rendemen tersebut dan selanjutnya data dianalisis dengan


(54)

29

H0 adalah rata-rata rendemen yang ditetapkan dengan teknik KMS atau PCS tidak

berbeda dengan rata-rata rendemen yang ditetapkan dengan metode standar (H0 :

µ1 = µ2).

Hipotesis tandingannya (H1) adalah rata-rata rendemen yang ditetapkan dengan

teknik KMS atau PCS berbeda (tidak sama) dengan rata-rata rendemen yang ditetapkan melalui metode standar (H1 : µ1≠ µ2).

Jika hasil penelitian teknik penetapan rendemen individual petani ternyata H0

ditolak (H1 diterima), maka penetapan rendemen alternatif tidak dilanjutkan.

Dengan demikian, penelitian hanya ditujukan untuk mengidentifikasi dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen serta mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan rendemen.

3.3.2. Penelitian Penetapan Rendemen Melalui Hubungan Faktor-Faktor Input Dengan Rendemen Yang Dihasilkan

Prosedur pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 3. Prosedur Penelitian Utama Tebang dan Angkut

Lori/Truck Sampling

(PCS)

Penggilingan / proses di pabrik

RENDEMENNYATA

Pencacahan dan pengepressan, analisa Lab untuk menentukan nilai nira, nilai gula reduksi, kadar nira dll Effisiensi

Pabrik BRIX (hand refractometer)

TEBU

RENDEMENS

Faktor-faktor varietas, tingkat keprasan, umur, kotoran, pemupukan (kuesioner)


(55)

30

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi pada penelitian ini terdiri atas penggunaan kuesioner, pengamatan di kebun sampel, pengamatan di pabrik dan di laboratorium analisis nira perahan.

a. Penggunaan kuesioner

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dilaksanakan untuk memperoleh data mengenai varietas tanaman, tingkat keprasan, pemupukan, tingkat kemasakan (umur tanaman), kewayuan, tingkat kotoran dan jenis lahan.

b. Pengamatan di kebun

Dengan menggunakan refraktometer-tangan dilakukan pengamatan brix

terhadap seluruh kebun petani yang tebunya akan diamati dengan metode core

sampler (bahan uji sama). Petak uji merupakan bagian petak tebang dengan varietas dan masa tanam yang sama. Untuk setiap petak uji diambil tiga rumpun contoh yang terletak pada tiga juring berhimpitan, masing-masing berturutan searah kemiringan lahan. Kemudian dilakukan pengamatan brix pada kumpulan nira tebu satu titik (rumpun) contoh. Satu titik (rumpun) contoh terdiri dari 4-7 batang tebu, dihindarkan tebu “abnormal” yakni tebu muda dengan panjang kurang dari 1 meter, tebu mati dan sebagainya. Tinggi titik sadapan ditetapkan 25 cm dari permukaan juring. Pengamatan dilakukan hanya oleh satu orang, dibantu oleh beberapa orang untuk menentukan letak titik (rumpun) contoh.

c. Pengamatan di pabrik

Setiap hari pada jam 06.00 pagi hari dilakukan taksasi kristal dalam bahan alur proses yaitu berat, kadar pol dan brix yang terdapat dalam bahan di tangki-tangki nira mentah dan nira encer, bejana-bejana nira kental dan masakan (A, B atau C dan D), tangki-tangki strop (A, B atau C dan D), talang-talang gula-gula (A atau AB, C, D1 dan D2), tangki-tangki klare atau cucian (SHS dan D), sugar bin (gula produk) dan tangki tetes. Selanjutnya, setiap jam ditentukan berat tebu, nira mentah, air imbibisi dan ampas. Setiap


(56)

31

jam dilakukan analisis pol dan brix dari nira perahan pertama, nira gilingan 2 sampai dengan akhir dan nira mentah. Setiap 2 jam dilakukan analisis kadar pol dan bahan kering ampas.

Dari hasil pengamatan setiap hari dapat diketahui :

Berat kristal nyata termasuk kristal taksasi dalam proses

Rendemen nyata = ---x 100

Berat tebu giling

d. Pengamatan di lab analisis nira perahan

Setiap truk/lori/kontainer tebu yang menyatakan per kepemilikan per kebun

ditentukan berat tebunya, diambil contoh tebunya dengan pendekatan core

sampler (PCS), kemudian dicacah dengan alat pencacah tebu (shredder), hasilnya adalah tebu cacah.

Sebagian tebu cacah tertentu beratnya (a kg) diperah dengan alat pemerah tebu cacah (hydraulic press), nira yang dihasilkan ditimbang beratnya (b kg) serta dianalisis kadar pol (= p %) dan brix (= b %). Selanjutnya dihitung kadar nira perahan (KNP = b : a x 100) dan nilai niranya = 1,4 pol – 0,4 brix.

Ampas tebu cacah (ampas presan) ditentukan kadar airnya (A %) dengan alat pengering ampas tebu yang dimodifikasi, kemudian dihitung kadar nira ampas presan (KNAP).

[A/100x(100-KNP)]

KNAP = [A/100x(100-KNP)]+ --- x (b/100xKNP) [KNP-(b/100xKNP)] selanjutnya dapat dihitung kadar nira tebu (KNT) dan pol tebu (Pt).

KNT = KNP + KNAP

Pt = (p/100xKNP) + [A/100 x (100-KNP)] : (KNP-b/100xKNP)x(p/100xKNP)


(1)

24 Pan Masak 1 (D) 400 360 91,60 64,43 1,488 49,06 34,51 70,34 25 Pan Masak 2 (D) 200 180 91,60 64,43 1,488 24,53 17,25 70,34 26 Pan Masak 3 (A) 400 250 84,60 69,86 1,439 30,44 25,13 82,58 27 Pan Masak 4 (A) 200 170 84,60 69,86 1,439 20,70 17,09 82,58 28 Pan Masak 5 (A) 250 140 84,60 69,86 1,439 17,05 14,08 82,58 29 Pan Masak 6 (A) 200 160 84,60 69,86 1,439 19,48 16,09 82,58 30 Pan Masak 7 (A) 200 150 84,60 69,86 1,439 18,26 15,08 82,58 31 Seed Vesel A 200 0 97,60 88,64 1,531 0,00 0,00 90,82 32 Seed Vesel D 200 0 91,60 77,33 1,488 0,00 0,00 84,42 33 Trog Masakan 1 (D) 400 320 91,60 64,43 1,488 43,61 30,67 70,34 34 Trog Masakan 2 (D) 250 63 91,60 64,43 1,488 8,52 5,99 70,34 35 Trog Masakan 3 (D) 200 190 91,60 64,43 1,488 25,89 18,21 70,34 36 Trog Masakan 4 (D) 200 180 91,60 64,43 1,488 24,53 17,25 70,34 37 Trog Masakan 5 (D) 200 160 91,60 64,43 1,488 21,80 15,34 70,34 38 Trog Masakan 6 (D) 200 80 91,60 64,43 1,488 10,90 7,67 70,34 39 Trog Masakan 7 (D) 230 219 91,60 64,43 1,488 29,78 20,94 70,34 40 Trog Masakan 8 (D) 230 207 91,60 64,43 1,488 28,21 19,84 70,34 41 Trog Masakan 9 (C) 200 80 91,60 71,23 1,488 10,90 8,48 77,76 42 Trog Masakan 10 (A) 200 80 84,60 69,86 1,439 9,74 8,04 82,58 43 Trog Masakan 11 (A) 200 50 84,60 69,86 1,439 6,09 5,03 82,58 44 Trog Masakan 12 (A) 200 160 84,60 69,86 1,439 19,48 16,09 82,58 45 Trog Masakan 13 (A) 300 120 84,60 69,86 1,439 14,61 12,06 82,58 46 Trog Masakan 14 (A) 200 20 84,60 69,86 1,439 2,44 2,01 82,58 47 Trog Masakan 15 (A) 200 60 84,60 69,86 1,439 7,31 6,03 82,58 48 Trog Masakan 16 (A) 200 0 84,60 69,86 1,439 0,00 0,00 82,58 49 Trog Einwurf D2 180 36 91,60 77,33 1,488 4,91 4,14 84,42 50 Trog Einwurf C 200 0 91,60 82,04 1,488 0,00 0,00 89,56 51 Mixer A U/S 20 15 84,60 69,59 1,439 1,83 1,50 82,26 52 Feed Mixer A 20 0 84,60 69,86 1,439 0,00 0,00 82,58 53 Feed Mixer SHS 20 0 97,60 88,64 1,531 0,00 0,00 90,82 54 Feed Mixer D1 40 20 91,60 64,43 1,488 2,73 1,92 70,34 55 Feed Mixer D2 40 20 91,60 77,33 1,488 2,73 2,30 84,42 56 Mixer D1 U 20 15 91,60 64,43 1,488 2,04 1,44 70,34 57 Mixer D2 (T) 20 15 91,60 77,33 1,488 2,04 1,73 84,42 58 Mixer D2 (S) 20 15 91,60 77,33 1,488 2,04 1,73 84,42

4. Gula

59 Gula kerikilan + Halus zak 2 99,90 99,60 1,000 1,00 1,00 99,70 60 Gula dalam silo zak 8 99,90 99,60 1,000 4,00 3,98 99,70

Jumlah 632,68 466,68 73,76

Hari ke 4

Bahan Jumlah Desain Estim Brix Pol BJ Ton Ton HK

HL HL % % brix pol

1. Nira Kental Evaporator 1 1 35 35 12,56 10,19 1,053 0,46 0,38 81,13 Evaporator 2 1 35 35 12,56 10,19 1,053 0,46 0,38 81,13 Evaporator 3 1 30 0 12,56 10,19 1,053 0,00 0,00 81,13 Evaporator 4 1 30 30 58,80 48,28 1,305 2,30 1,89 82,11


(2)

Evaporator 5 A/B 2 20 40 58,80 48,28 1,305 3,07 2,52 82,11 Sulfitir NK Utara 1 50 40 58,80 48,28 1,305 3,07 2,52 82,11 Sulfitir NK Selatan 1 80 0 58,80 48,28 1,305 0,00 0,00 82,11 Peti tunggu NK

tersulfitir 6 150 180 58,80 48,28 1,305 13,82 11,35 82,11 Peti tarik NK tersulfitir 1 90 0 58,80 48,28 1,305 0,00 0,00 82,11

2. Stroop dan Klare

Stroop A - 1 1 94 71 87,30 53,75 1,462 9,00 5,54 61,57 Stroop A - 2 3 52 140 87,30 53,75 1,462 17,92 11,03 61,57 Stroop A - 3 2 88 132 87,30 53,75 1,462 16,85 10,37 61,57 Stroop A - 4 3 52 117 87,30 53,75 1,462 14,93 9,19 61,57 Stroop A 3 70 158 87,30 53,75 1,462 20,10 12,38 61,57 Stroop A 1 70 53 87,30 53,75 1,462 6,70 4,13 61,57 Stroop C 3 70 189 90,60 50,18 1,476 25,27 14,00 55,39 Klare D 3 90 203 81,60 42,85 1,419 23,44 12,31 52,51 Klare SHS 1 150 98 82,60 63,42 1,432 11,54 8,86 76,78 Peti tarik stroop A 2 30 57 87,30 53,75 1,462 7,27 4,48 61,57 Peti tarik Stroop C 1 30 29 90,60 50,18 1,476 3,81 2,11 55,39 Peti tarik Klare D 1 30 29 81,60 42,85 1,419 3,30 1,73 52,51 Peti Leburan Utara 1 20 0 86,60 62,48 1,419 0,00 0,00 72,15 Peti Leburan Selatan 1 40 30 86,60 62,48 1,419 3,69 2,66 72,15 3. Masakan

Pan Masak 1 (D) 400 350 90,60 68,21 1,488 47,18 35,52 75,29 Pan Masak 2 (D) 200 180 90,60 68,21 1,488 24,26 18,27 75,29 Pan Masak 3 (A) leburan 400 150 86,60 62,48 1,439 18,69 13,49 72,15 Pan Masak 4 (A) 200 90 89,00 72,11 1,439 11,53 9,34 81,02 Pan Masak 5 (A) 250 150 89,00 72,11 1,439 19,21 15,57 81,02 Pan Masak 6 (A) 200 150 89,00 72,11 1,439 19,21 15,57 81,02 Pan Masak 7 (A) 200 150 89,00 72,11 1,439 19,21 15,57 81,02 Seed Vesel A 200 0 91,60 82,59 1,531 0,00 0,00 90,16 Seed Vesel D 200 0 91,60 78,71 1,488 0,00 0,00 85,93 Trog Masakan 1 (D) 400 400 90,60 68,21 1,488 53,92 40,59 75,29 Trog Masakan 2 (D) 250 238 90,60 68,21 1,488 32,01 24,10 75,29 Trog Masakan 3 (D) 200 180 90,60 68,21 1,488 24,26 18,27 75,29 Trog Masakan 4 (D) 200 180 90,60 68,21 1,488 24,26 18,27 75,29 Trog Masakan 5 (D) 200 190 90,60 68,21 1,488 25,61 19,28 75,29 Trog Masakan 6 (D) 200 140 90,60 68,21 1,488 18,87 14,21 75,29 Trog Masakan 7 (D) 230 58 90,60 68,21 1,488 7,75 5,84 75,29 Trog Masakan 8 (D) 230 184 90,60 68,21 1,488 24,80 18,67 75,29 Trog Masakan 9 (C) 200 120 85,60 65,29 1,488 15,28 11,66 76,27 Trog Masakan 10 (A) 200 0 89,00 72,11 1,439 0,00 0,00 81,02 Trog Masakan 11 (A) 200 0 89,00 72,11 1,439 0,00 0,00 81,02 Trog Masakan 12 (A) 200 0 89,00 72,11 1,439 0,00 0,00 81,02 Trog Masakan 13 (A) 300 180 89,00 72,11 1,439 23,06 18,68 81,02 Trog Masakan 14 (A) 200 0 89,00 72,11 1,439 0,00 0,00 81,02 Trog Masakan 15 (A) 200 0 89,00 72,11 1,439 0,00 0,00 81,02 Trog Masakan 16 (A) 200 0 89,00 72,11 1,439 0,00 0,00 81,02 Trog Einwurf D2 180 135 91,60 78,71 1,488 18,40 15,81 85,93 Trog Einwurf C 200 0 91,60 82,59 1,488 0,00 0,00 90,16 Mixer A U/S 20 15 89,00 72,11 1,439 1,92 1,56 81,02 Feed Mixer A 20 0 89,00 72,11 1,439 0,00 0,00 81,02


(3)

Feed Mixer SHS 20 0 95,60 88,64 1,531 0,00 0,00 92,72 Feed Mixer D1 40 24 90,60 68,21 1,488 3,23 2,44 75,29 Feed Mixer D2 40 20 91,60 78,71 1,488 2,73 2,34 85,93 Mixer D1 U 20 15 90,60 68,21 1,488 2,02 1,52 75,29 Mixer D2 (T) 20 15 91,60 78,71 1,488 2,04 1,76 85,93 Mixer D2 (S) 20 15 91,60 78,71 1,488 2,04 1,76 85,93 4. Gula

Gula kerikilan + Halus zak 6 99,90 99,60 1,000 3,00 2,99 99,70 Gula dalam silo zak 0 99,90 99,60 1,000 0,00 0,00 99,70

Jumlah 631,51 460,84 72,98

Hari ke 5

No Bahan Jumlah Desain Estim Brix Pol BJ Ton Ton HK

HL HL % % brix pol

1. Nira Kental

1 Evaporator 1 1 35 35 14,36 11,72 1,053 0,53 0,43 81,62 2 Evaporator 2 1 35 35 14,36 11,72 1,053 0,53 0,43 81,62 3 Evaporator 3 1 30 30 14,36 11,72 1,053 0,45 0,37 81,62 4 Evaporator 4 1 30 30 64,36 52,25 1,305 2,52 2,05 81,19 5 Evaporator 5 A/B 2 20 0 64,36 52,25 1,305 0,00 0,00 81,19 6 Sulfitir NK Utara 1 50 40 64,36 52,25 1,305 3,36 2,73 81,19 7 Sulfitir NK Selatan 1 80 0 64,36 52,25 1,305 0,00 0,00 81,19 8

Peti tunggu NK

tersulfitir 6 150 270 64,36 52,25 1,305 22,68 18,42 81,19 9 Peti tarik NK tersulfitir 1 90 90 64,36 52,25 1,305 7,56 6,14 81,19

2. Stroop dan Klare

10 Stroop A - 1 1 94 85 87,80 53,86 1,462 10,86 6,66 61,34 11 Stroop A - 2 3 52 94 87,80 53,86 1,462 12,01 7,37 61,34 12 Stroop A - 3 2 88 106 87,80 53,86 1,462 13,55 8,31 61,34 13 Stroop A - 4 3 52 39 87,80 53,86 1,462 5,01 3,07 61,34 14 Stroop A 3 70 42 87,80 53,86 1,462 5,39 3,31 61,34 15 Stroop A 1 70 14 87,80 53,86 1,462 1,80 1,10 61,34 16 Stroop C 3 70 63 89,60 50,50 1,476 8,33 4,70 56,36 17 Klare D 3 90 162 81,60 43,96 1,419 18,76 10,10 53,87 18 Klare SHS 1 150 90 83,60 65,89 1,432 10,78 8,49 78,82 19 Peti tarik stroop A 2 30 60 87,80 53,86 1,462 7,70 4,72 61,34 20 Peti tarik Stroop C 1 30 30 89,60 50,50 1,476 3,97 2,24 56,36 21 Peti tarik Klare D 1 30 30 81,60 43,96 1,419 3,47 1,87 53,87 22 Peti Leburan Utara 1 20 0 81,60 61,77 1,419 0,00 0,00 75,70 23 Peti Leburan Selatan 1 40 40 81,60 61,77 1,419 4,63 3,51 75,70

3. Masakan

24 Pan Masak 1 (D) 400 350 91,60 67,07 1,488 47,70 34,92 73,22 25 Pan Masak 2 (D) 200 150 91,60 67,07 1,488 20,44 14,97 73,22 26 Pan Masak 3 (A) leburan 400 170 81,60 61,77 1,439 19,96 15,11 75,70 27 Pan Masak 4 (A) 200 150 89,04 71,23 1,439 19,22 15,38 80,00 28 Pan Masak 5 (A) 250 170 89,04 71,23 1,439 21,78 17,43 80,00 29 Pan Masak 6 (A) 200 170 89,04 71,23 1,439 21,78 17,43 80,00


(4)

30 Pan Masak 7 (A) 200 130 89,04 71,23 1,439 16,66 13,33 80,00 31 Seed Vesel A 200 0 90,60 82,07 1,531 0,00 0,00 90,58 32 Seed Vesel D 200 0 91,60 80,38 1,488 0,00 0,00 87,75 33 Trog Masakan 1 (D) 400 360 91,60 67,07 1,488 49,06 35,92 73,22 34 Trog Masakan 2 (D) 250 225 91,60 67,07 1,488 30,66 22,45 73,22 35 Trog Masakan 3 (D) 200 180 91,60 67,07 1,488 24,53 17,96 73,22 36 Trog Masakan 4 (D) 200 180 91,60 67,07 1,488 24,53 17,96 73,22 37 Trog Masakan 5 (D) 200 180 91,60 67,07 1,488 24,53 17,96 73,22 38 Trog Masakan 6 (D) 200 80 91,60 67,07 1,488 10,90 7,98 73,22 39 Trog Masakan 7 (D) 230 219 91,60 67,07 1,488 29,78 21,80 73,22 40 Trog Masakan 8 (D) 230 207 91,60 67,07 1,488 28,21 20,65 73,22 41 Trog Masakan 9 (C) 200 180 91,60 68,73 1,488 24,53 18,41 75,03 42 Trog Masakan 10 (A) 200 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 43 Trog Masakan 11 (A) 200 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 44 Trog Masakan 12 (A) 200 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 45 Trog Masakan 13 (A) 300 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 46 Trog Masakan 14 (A) 200 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 47 Trog Masakan 15 (A) 200 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 48 Trog Masakan 16 (A) 200 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 49 Trog Einwurf D2 180 162 91,60 80,38 1,488 22,08 19,37 87,75 50 Trog Einwurf C 200 0 90,60 82,07 1,488 0,00 0,00 90,58 51 Mixer A U/S 20 20 89,04 71,23 1,439 2,56 2,05 80,00 52 Feed Mixer A 20 0 89,04 71,23 1,439 0,00 0,00 80,00 53 Feed Mixer SHS 20 0 95,60 88,64 1,531 0,00 0,00 92,72 54 Feed Mixer D1 40 20 91,60 67,07 1,488 2,73 2,00 73,22 55 Feed Mixer D2 40 20 91,60 80,38 1,488 2,73 2,39 87,75 56 Mixer D1 U 20 15 91,60 67,07 1,488 2,04 1,50 73,22 57 Mixer D2 (T) 20 15 91,60 80,38 1,488 2,04 1,79 87,75 58 Mixer D2 (S) 20 15 91,60 80,38 1,488 2,04 1,79 87,75

4. Gula

59 Gula kerikilan + Halus zak 0 99,90 99,60 1,000 0,00 0,00 99,70 60 Gula dalam silo zak 0 99,90 99,60 1,000 0,00 0,00 99,70


(5)

Lampiran 7. Bagan Perhitungan Winter Rendemen

Uraian Awal I II s/d h.i III s/d h.i IV s/d h.i V s/d h.i

(STOCK) II III IV V

Pol hasil dan perkiraan

Ton pol dalam perkiraan 456,43 484,98 414,49 414,49 466,68 466,68 460,84 460,84 436,58 436,58

Tambahan ton pol 28,55 -70,49 -41,94 52,19 10,25 -5,84 4,41 -24,26 -19,85

Ton pol gula hasil 194,72 269,42 464,14 189,74 653,87 252,49 906,36 228,58 1134,94

Ton pol Tetes 50,27 60,47 110,74 55,99 166,74 111,51 278,25 151,88 430,12

Jumlah Ton pol 273,54 259,40 532,94 297,92 830,86 358,16 1189,02 356,20 1545,22

Brix hasil dan perkiraan

Ton brix dalam perkiraan 651,41 647,29 563,50 563,50 632,68 632,68 631,51 631,51 594,40 594,40

Tambahan ton brix -4,12 -83,79 -87,91 69,18 -18,73 -1,17 -19,90 -37,11 -57,01

Ton brix gula hasil 195,40 270,36 465,77 190,40 656,17 253,37 909,55 229,39 1138,93

Ton brix Tetes 122,14 146,73 268,86 147,04 415,90 299,94 715,84 383,98 1099,82

Jumlah Ton brix 313,42 333,30 646,72 406,62 1053,34 552,14 1605,49 576,26 2181,74

Kristal diperoleh

HK Tetes (M) 41,16 41,21 41,19 38,08 40,09 37,18 38,87 39,55 39,11

Faktor Tetes 0,7492 0,6995 0,7011 0,7004 0,6150 0,6692 0,5918 0,6359 0,6543 0,6423 Kristal diperoleh 245,64 207,59 453,25 231,07 681,98 243,36 924,20 212,20 1136,40

Perkiraan kristal dalam nira mentah Ton Pol dalam nira mentah 284,79 270,56 555,35 278,20 833,55 286,63 1120,18 271,45 1391,63 Ton Brix dalam nira mentah 377,89 353,35 731,24 358,08 1089,32 380,78 1470,11 353,58 1823,68 Kristal diperkirakan dalam nira

mentah 247,55 237,45 485,00 246,25 731,24 248,96 980,21 238,61 1218,81


(6)

Lampiran 8. Rendemen PG-PG Lingkup PTPN X Tahun Giling 2005

Rendemen (%)

Rendemen (%)

Rendemen (%)

No

Pabrik Gula

Posisi per

Posisi per

Posisi per

31/08/05

15/09/05

31/09/05

1

Mojopanggung

7,60

7,70

7,72

2 Gempol

Krep

7,24

7,29

7,39

3 Ngadirejo 7,35

7,32

7,30

4 Tjoekir

7,10

7,06

7,02

5 Djombang

Baru

6,95

6,95

6,93

6 Pesantren

Baru

7,20

6,96

6,72

7 Toelangan

6,67

6,74

6,69

8 Lestari

6,38

6,36

6,44

9 Watoetoelis

6,15

6,25

6,28

10 Meritjan

6,33

6,18

6,06

11 Kremboong

5,90

5,98

6,01