Cara Penetapan Rendemen Tebu di Indonesia Saat ini

Gambar 1. Alur Pengolahan Tebu Menjadi Gula Kristal

2.5. Cara Penetapan Rendemen Tebu di Indonesia Saat ini

Rendemen merupakan tolok ukur perolehan gula, ditentukan setiap periode berdasarkan kristal nyata yang dihasilkan dari tebu yang digiling. Sebagai contoh, bila dinyatakan rendemen 10 maka untuk setiap 1000 kg tebu giling diperoleh sukrosa 100 kg. Tampaknya sederhana, namun dalam prakteknya pengukuran rendemen tidak mudah. Angka perbandingan sukrosa terhadap tebu yang benar baru bisa diperoleh jika pabrik gula PG berhenti beroperasi. Semua bahan baku digiling dan semua gula ditampung, kemudian keduanya dihitung dan dibandingkan Ananta, 1984. Dalam kenyataannya, tebu yang masuk ke PG dimiliki oleh ratusan bahkan ribuan petani. Tebu masuk secara kontinyu dan menghasilkan gula kristal yang kontinyu pula. Dalam kondisi seperti itu, rendemen tebu petani yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dibedakan Partowinoto, 1996. PG tidak bisa dihentikan sementara hanya untuk menghitung rendemen masing-masing petani. Pemasakan Kristalisasi Penggilingan Pemurnian Tebu Nira kotor Bagase ampas Nira bersih Filter cake blotong Nira kental Gula pasir Molases tetes Kehilangan gula 1,5-2,5 Untuk mengatasi hal tersebut, maka penetapan rendemen di Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan rumus Hommes Ananta, 1975. Hommes menyatakan bahwa rendemen merupakan suatu besaran yang ditentukan oleh faktor luar pabrik dan faktor dalam pabrik Hommes, 1932 dalam Ananta, 1984. Yang dimaksud dengan faktor luar pabrik adalah nilai nira perahan pertama NNPP, sedangkan faktor pabrik tercakup dalam Faktor Rendemen FR. Nilai nira perahan pertama sepenuhnya tergantung kepada kualitas tebu yang digiling Santoso, 1998. Secara matematis rumus penentuan rendemen dinyatakan sebagai berikut : Rendemen = Nilai Nira Perahan Pertama x Faktor Rendemen ….........… 1 Awalnya, usahatani tebu berada di bawah satu manajemen pabrik gula Ananta, 1975. Angka rendemen hanya dibutuhkan oleh PG guna keperluan intern mereka, terutama untuk mengukur kinerja proses. Sejak diberlakukannya program Tebu Rakyat Intensifikasi tahun 1975 Inpres No. 91975 tebu ditanam dan dikelola oleh petani tebu rakyat PTR, pabrik gula hanya menggiling tebu PTR dengan sistem bagi hasil berdasarkan rendemen tebu. Berdasarkan kondisi tersebut maka penentuan rendemen sebagaimana rumus Hommes di atas ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No. 013SKMENTANBPB376 tanggal 5 Maret 1976 tentang Pedoman Penentuan Rendemen Tebu Rakyat Yang Diolah Pabrik Gula. Berdasarkan SK Mentan di atas, nilai nira perahan pertama diambil dari setiap contoh tebu yang minimal bisa memenuhi waktu giling 30 menit Ananta, 1984.. Pada PG berkapasitas 2000 – 3000 TCD dalam waktu giling 30 menit diperlukan sekitar 60 ton tebu. Oleh karena itu, analisis nira perahan pertama dilakukan untuk setiap 60 ton tebu Santoso, 1998. Dalam konteks tersebut, jumlah tebu yang dimiliki petani secara individu tidak dapat memenuhi kebutuhan analisis. Terkait dengan faktor rendemen di atas, dikenal istilah Winter Rendemen WR yang merupakan perbandingan sukrosa dalam gula hasil dengan sukrosa yang terdapat dalam nira mentah Meade dan Chen, 1977. Winter Rendemen merupakan persentase jumlah hablur sukrosa akhir yang efektif dihasilkan terhadap jumlah hablur yang terdapat dalam nira mentah yang diolah. Hablur yang dimaksud dihitung sebagai standar gula pasir equivalent sugar granulated yakni kristal 100 murni atau gula kristal putih. Karena winter rendemen menunjukkan kemampuan stasiun pengolahan dalam mengambil sukrosa dari nira mentah, maka nilai WR sebenarnya menggambarkan efisiensi stasiun pengolahan. Nilai WR biasanya kurang dari 100, karena beberapa bagian sukrosa akan hilang selama proses pengolahan. Kehilangan tersebut bisa karena sukrosa terbawa ke dalam blotong setelah proses klarifikasi, terangkut ke dalam tetes, atau secara kimia sukrosa berubah menjadi senyawa lain Santoso, 1998. Menurut Winter Carp dalam Meade dan Chen 1977, Faktor rendemen = KNT x HPB x PSHK x WR x 10 -8 ............................... 2 dimana KNT : hasil kali kadar nira tebu, HPB : hasil pemerahan brix, perbandingan setara harkat kemurnian nira mentahnira perahan pertama PSHK dan Winter Rendemen WR. Dengan demikian persamaan 1 dapat diturunkan menjadi : Rendemen = NNPP x KNT x HPB x PSHK x WR x 10 -8 ……................. 3 Menurut Santoso dan Bahri 2004, rumus ini biasa digunakan di Indonesia. Dalam rumus ini kualitas tebu didekati dengan NNPP x KNT x 10 -2 dan efisiensi pabrik didekati dengan HPB x PSHK x WR x 10 -4 Anonim, 1984; LRPI, 2004; Santoso dan Bahri, 2004. Sehingga : Rendemen = NNPP x KNT x efisiensi pabrik x 10 -2 …....................... 4. Jika mengacu kepada penentuan rendemen yang digunakan di Indonesia saat ini {persamaan 1} dan membandingkannya dengan persamaan 4, maka seharusnya pendekatan yang terjadi adalah : Faktor Rendemen = KNT x efisiensi pabrik x 10 -2 ............................................. . 5 Persamaan 5 diatas menunjukkan hasil penetapan rendemen berdasarkan analisis nilai nira perahan pertama kurang menghargai prestasi individu, karena kualitas tebu yang seharusnya didekati dengan NNPP dan KNT hanya didekati dengan NNPP saja, KNT untuk semua tebu dianggap sama.

2.6. Metode Penetapan Rendemen Tebu Alternatif