HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN KESADARAN HAK ASASI MANUSIA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEBAKKRAMAT TAHUN AJARAN 2009 2010

(1)

1

1

HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA

DENGAN KESADARAN HAK ASASI MANUSIA PADA SISWA

KELAS VII SMP NEGERI 1 KEBAKKRAMAT

TAHUN AJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Oleh :

ARUM DWI LESTARI

K6406014

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

PENGAJUAN

HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN KESADARAN HAK ASASI MANUSIA PADA SISWA

KELAS VII SMP NEGERI 1 KEBAKKRAMAT TAHUN AJARAN 2009/2010

Oleh :

ARUM DWI LESTARI K6406014

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(3)

3

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I

Winarno, S.Pd, M.Si

NIP. 19710813 199702 1 001

Pembimbing II

Triyanto, S.H, M.Hum NIP. 19830408 200604 1 002


(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Ketua : Drs. Machmud A.R, S.H, M.Si ... Sekretaris : Dra. C.H Baroroh, M.Si ... Anggota I : Winarno, S.Pd, M.Si ...

Anggota II : Triyanto, S.H, M.Hum ...

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

5

ABSTRAK

Arum Dwi Lestari. HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN KESADARAN HAK ASASI MANUSIA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEBAKKRAMAT TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. September. 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran akan hak asasi manusia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kebakkramat tahun ajaran 2009/2010.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif korelasional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kebakkramat tahun ajaran 2009/2010, yang terdiri dari 6 kelas sebanyak 202 siswa. Sampel diambil dengan teknik Proporsional Random Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 40 siswa. Teknik pengumpulan data untuk variabel pemahaman hak asasi manusia (X) menggunakan tes dan data untuk variabel kesadaran hak asasi manusia (Y) menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi manusia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kebakkramat tahun ajaran 2009/2010 yang dapat dibuktikan dengan hasil analisa yaitu diperoleh harga rxy= 0,331 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=40 diperoleh rtabel = 0,312, karena rxy> rtabel yaitu 0,331 > 0,312 , maka menunjukkan ada hubungan yang positif antara variabel X dengan variabel Y. Sedangkan harga thitung=2,163 dan

pada taraf signifikansi 5% dengan N=40 diperoleh ttabel=2,02, karena thitung>ttabel

yaitu 2,163 > 2,02 maka antara variabel X dengan variabel Y terdapat hubungan yang signifikan atau berarti. Adapun persamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=51.8802+0.3454X, berdasarkan persamaan regresi menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pemahaman hak asasi manusia maka diikuti kenaikan variabel kesadaran hak asasi manusia sebesar kemiringan gradien garis regresi sebesar 0,3454.


(6)

ABSTRACT

Arum Dwi Lestari. THE RELATION BETWEEN HUMAN RIGHT COMPREHENTION AND HUMAN RIGHT AWARENESS STUDENT CLASS VII SMP NEGERI 1 KEBAKKRAMAT ACADEMIC YEAR OF 2009/2010. Essay, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. September . 2010.

The objective of research is to find out whether or not there is a positive and significant relation between human right comprehention and human right awareness student class VII SMP Negeri 1 Kebakkramat academic year of 2009/2010.

This study employed a correlational descriptive method. The population of research was all class VII SMP Negeri 1 Kebakkramat academic year of 2009/2010., consisting of 6 class as many as 202 students. The sample was taken using Proportional Random Sampling, and 40 students were obtained as the sample. Technique of collecting data used for human right comprehention variable (X) was test and technique of collecting data used for human right awareness variable (Y) was questioner. Technique of analyzing data employed was simple korelation.

Considering the result of research, it can be concluded that there is a positive and significant relation between human right comprehention and human right awareness student class VII SMP Negeri 1 Kebakkramat academic year of 2009/2010 that can be seen from the result of analysis in which the rxy value = 0.3311 and at significance level of 5% with N = 40 is gotten rtable = 0.312, because rxy > rtable of 0.3311 > 0,312, indicating that there is a positive relation between X and Y variables. Meanwhile tstatistic value = 2.163 and at significance level of 5% with N = 40 is gotten ttable = 2.02, because thitung > ttable of 2.163>2.02, therefore between the X and Y variable there is a significant relation. The simple linear regression equation obtained is Y = 51.8802 + 0.3454X, so from the regression equation, it can be describe that each one unit increase in the X variable is followed by the increase of X as many as regression gradient slope of 0.3454.


(7)

7

MOTTO

“Kalau anda mau membela keadilan manusiawi dasar, anda harus melakukannya bagi siapa saja, bukan hanya secara selektif bagi mereka yang

didukung oleh orang-orang dipihak anda, dibudaya anda, dibangsa anda ”. (Edward W Said)


(8)

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya, semoga Allah SWT memberikan kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat Mbak Kris, mas Arif, dan adek Devanda

Seseorang yang akan menjadi harapan dan masa depan.

Teman-teman dekat: Berti, Fitri, Nanda, Ninis Iin, Fatma, dan Jasmin

Teman-teman PPKn angkatan 2006 Almamater


(9)

9

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini

2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini

3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini.

4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi

5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi

6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 7. Triyanto, S.H, M.Hum Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan

bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini

8. Wijianto, S.Pd pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan


(10)

9. Drs. H. Suparlan, M.Pd Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Kebakkramat yang telah memberikan ijin penelitian

10. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini

11. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga dunia pragmatika.

Surakarta, Oktober 2010

Penulis


(11)

11

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACK... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Tinjauan tentang Hak Asasi Manusia ... 9

2. Tinjauan tentang Pemahaman Hak Asasi Manusia ... 16

3. Tinjauan tentang Kesadaran Akan Hak Asasi Manusia ... 25

4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan kaitannya dengan Hak Asasi Manusia ... 30


(12)

5. Hubungan Pemahaman Hak Asasi Manusia dengan Kesadaran

Akan Hak Asasi Manusia ... 36

6. Teori Gestalt ... ... 37

7. Penelitian yang Relevan ... ... 38

B. Kerangka Berpikir ... 38

C. Perumusan Hipotesis ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

B. Metode Penelitian ... 41

C. Populasi dan Sampel ... 42

D. Teknik Pengumpulan Data ... 45

E. Teknik Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 62

1. Deskripsi Data Pemahaman Hak Asasi Manusia... ... 63

2. Deskripsi Data Kesadaran Akan Hak Asasi Manusia ... 64

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 65

1. Uji Normalitas ... 65

2. Uji Linieritas ... 65

C. Pengujian Hipotesis ... 66

1. Pengujian Hasil Analis Data………. 66

2. Penafsiran Pengujian Hipotesis ……… 67

3. Kesimpulan Pengujian Hopotesis ……….. . 68

4. Pembahasan Hasil Analisis data ... 68

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71

B. Implikasi ... 71

C. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 76


(13)

13

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Hak Asasi Manusia

untuk Sekolah Dasar Kelas 1 ... 22

2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Hak Asasi Manusia untuk Sekolah Menengah Pertama Kelas VII ... 23

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Hak Asasi Manusia untuk Sekolah Menengah Atas Kelas X ... 24

4 Waktu Kegiatan Penelitian ... 41

5. Jumlah Populasi Penelitian ... 43

6. Distribusi Frekuensi Pemahaman Hak Asasi Manusia ... 63

7. Distribusi Frekuensi Kesadaran Hak Asasi Manusia ... 64


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tingkatan Pemahaman ... 17

2. Skema kerangka berpikir... 40

3. Histogram Variabel Pemahaman Hak Asasi Manusia ... 64

4. Histogram Variabel Kesadaran Akan Hak Asasi Manusia ... 65


(15)

15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar sampel ... 76

2. Daftar tryout ... 77

3. Kisi-kisi uji coba tes pemahaman hak asasi manusia... 78

4. Lembar uji coba tes pemahaman hak asasi manusia ... 79

5. Uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan derajat kesukaran tes.. ... 86

6. Kisi-kisi penelitian tes pemahaman hak asasi manusia... 88

7. Lembar penelitian tes pemahaman hak asasi manusia ... 89

8. Contoh perhitungan uji validitas tes ... 96

9. Contoh perhitungan uji reliabilitas tes ... 97

10. Contoh perhitungan daya beda ... 100

11. Contoh perhitungan indeks kesukaran ... 101

12. Kisi-kisi uji coba angket kesadaran akan hak asasi manusia.. ... 102

13. Lembar uji coba angket kesadaran akan hak asasi manusia .. ... 103

14. Uji validitas dan reliabilitas angket... ... 104

15. Kisi-kisi penelitian angket kesadaran akan hak asasi manusia ... 109

16. Lembar penelitian angket kesadaran akan hak asasi manusia ... 110

17. Contoh perhitungan uji validitas angket.... ... 114

18. Contoh perhitungan uji reliabilitas angket ... 116

19. Rekapitulasi data penelitian ... 117

20. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel X ... 119

21. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel Y ... 121

22. Uji linieritas X terhadap Y ... 124

23. Perhitungan uji linieritas dan keberartian X terhadap Y ... 125

24. Perhitungan Koefisien korelasi sederhana antara X dan Y ... 128

25. Perhitungan uji keberartian koefisien korelasi ... 129

26. Garis regresi sederhana Y atas X ... 130

27. Permohonan ijin research/ try out kepada rektor UNS di Surakarta... 131


(16)

28. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 132 29. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi/ makalah .. 133 30. Surat Rekomendasi research/survey dari BAPPEDA kabupaten

Karanganyar ... .. 134 31. Surat Rekomendasi research/survey dari Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olah Raga kabupaten Karanganyar ... .. 135 32. Surat kepada kepala sekolah SMP Negeri 1 Kebakkramat untuk

mengadakan research ... 136 33. Surat keterangan telah mengadakan research di SMP Negeri 1

Kebakkramat ... 137


(17)

1

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Slim (2002) dalam Bambang Indriyanto (2009: 33) mengatakan bahwa,”Hak asasi manusia tidak terjadi karena manusia hidup dalam keterisolasian. Kesadaran terhadap hak asasi manusia muncul ketika mereka berada dalam suatu kesatuan sosial”. Berdasarkan hal tersebut, maka perasaan bahwa hak assi seseorang telah dilanggar ataupun diakui adalah ketika mereka berada dalam kebersamaan pada suatu kesatuan sosial.

Bangsa Indonesia menyadari dan mengakui bahwa setiap individu adalah bagian dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hak asasi serta hidup di dalam lingkungan yang merupakan sumber daya bagi kehidupannya. Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia, peraturan tentang hak asasi manusia telah tertuang dalam sejumlah peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya, Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Penerapan hak asasi manusia di masyarakat tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Departemen Pendidikan Nasional sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan telah beberapa tahun ini memperkenalkan hak asasi manusia sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat dalam bentuk kebijakan memasukkan materi hak asasi manusia dalam kurikulum pendidikan formal.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional jelas terungkap bahwa tujuan pendidikan nasional, selain mengembangkan kemampuan akademik peserta didik juga menuntut dikembangkannya kompetensi moral, sosial serta keterampilan. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta


(18)

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kecerdasan yang dituntut dalam tujuan pendidikan nasional tidak hanya cerdas kognitif, tetapi juga cerdas emosional, moral, fisik, dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi tanpa mengabaikan martabatnya di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia.

Tujuan pendidikan nasional Indonesia juga sejalan dengan empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO seperti yang dikemukakan oleh Dasim Budimansyah (2002:4), yaitu:

“Peserta didik harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik, sosial maupun budaya sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Diharapkan interaksi dengan lingkungannya dapat itu dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kepribadiannya (learning to live together) untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup”.

Pelaksanaan pendidikan hak asasi manusia dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah pelaksanaan yang wajib melalui pembelajaran dalam kelas yang saat ini telah dilaksanakan dan dinilai oleh guru. Pada mata pelajaran yang lain, pendidikan hak asasi manusia dapat diintegrasikan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar dari mata pelajaran yang relevan. Pemilihan cara dan bentuk pendidikan hak asasi manusia di sekolah dibebaskan kepada satuan pendidikan sesuai dengan visi dan misi masing-masing satuan pendidikan.

Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2006: 2) hak asasi manusia merupakan salah satu aspek dalam ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi:


(19)

3

1. Hak dan Kewajiban Anak,

2. Hak dan Kewajiban Anggota Masyarakat,

3. Instrumen Nasional dan International Hak Asasi Manusia, 4. Pemajuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia.

Adapun tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Depdiknas, 2006: 49)

Dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di atas, selayaknya pembelajaran hak asasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan intelektual dan pengalaman. Materi hak asasi manusia dibelajarkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran siswa terhadap hak asasi manusia. Tujuannya adalah untuk mencegah siswa melakukan tindakan yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Kenyataan ini sesuai dengan misi dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu sebagai mata pelajaran yang membentuk warga negara agar memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter (Tiffany, 2009 dalam http//:rimamiror.com-pembelajaran-ham).

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soetandyo Wignjosoebroto dalam (Sobirin Maulian dan Suparman Marzali,2006: 2) yang mengatakan bahwa:

“Pendidikan Kewarganegaraan (civics), yang berhakikat juga sebagai pendidikan untuk mengenali dan menghayati hak-hak warga negara yang asasi (civil right) diacarakan dengan harapan agar setiap peserta didik pada akhirnya akan dapat menyadari hak-haknya yang asasi, yang perlindungannya dijamin oleh undang-undang negara. Lebih lanjut dari


(20)

sebatas menyadari hak-haknya sendiri, diharapkan pula akan dapat membangkitkan empati di kalangan peserta didik, ialah kesadaran bahwa orang-orang lain sebagai sesama warga atau sesama manusia itu adalah sesungguhnya juga penyandang hak yang harus pula ia hormati”.

Artinya, pembelajaran hak asasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan berguna untuk membentuk kesadaran pada peserta didik terhadap hak-hak asasi yang dimilikinya, serta menumbuhkan rasa empati yaitu memiliki kesadaran untuk menghargai dan menghormati hak-hak orang lain.

Kesadaran akan hak asasi manusia memang diperlukan dan tidak hanya sekedar pemberitahuan, tetapi memerlukan sistem penanaman nilai sejak dini yaitu melalui sistem pendidikan yang secara sengaja memasukkan materi hak asasi manusia. Dengan adanya materi mengenai hak asasi manusia yang diberikan kepada siswa diharapkan dapat membentuk kesadaran hak asasi manusia sejak dini sebagai upaya dalam pembinaan warga negara yang baik yaitu warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter serta memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya, sebagaimana dirumuskan dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pembelajaran hak asasi manusia pada Pendidikan Kewarganegaraan perlu dibangun dan dikembangkan guna melestarikan dan mengembangkan kehidupan sosial yang baik dalam masyarakat yang memerlukan kesadaran hak asasi manusia dari setiap warga negaranya, sehingga tujuan dari pembelajaran hak asasi manusia tercapai yaitu terciptanya warga negara yang mau dan mampu untuk menjunjung tinggi hak asasinya.

Berdasarkan uraian di atas, materi hak asasi manusia dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat membentuk kesadaran akan hak asasi manusia pada siswa sesuai dengan harapan semua pihak, termasuk lingkungan. Meskipun materi hak assi manusia telah diajarkan pada siswa sebagai upaya membentuk kesadaran hak asasi manusia masih terlihat perilaku-perilaku siswa yang kurang mencerminkan kesadaran hak asasi manusia. Fakta menunjukkan sejumlah kasus kekerasan atau yang biasa dikenal dengan istilah bullying yang terjadi pada siswa, tidak sepenuhnya dilakukan oleh tenaga


(21)

5

pendidik melainkan teman sekelasnya sesama peserta didik, bahkan tak jarang diantaranya masuk dalam tindakan kejahatan yang mencerminkan ketidaksadaran akan hak asasi manusia.

Bullying merupakan bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang/kelompok yang lebih lemah oleh seseorang/sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih kuat (Kabar Indonesia, 3 Juni 2007 dalam http://www.kabarindonesia.com ). Sedangkan menurut Diena Haryana (2007) menyatakan bahwa,” Secara sederhana bullying diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya”. Adapun bentuk bullying terbagi tiga, yaitu bersifat fisik, seperti memukul, menampar, memalak; verbal seperti memaki, menggosip, mengejek; serta psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasi. (http://run18.multiply.com/reviews/item/3).

Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat bagi anak menimba ilmu serta membantu membentuk karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuh suburnya praktek-praktek kekerasan.

Plan Indonesia dan SEJIWA dalam Hanna Meita (2009) melakukan survei yang melibatkan 1.500 pelajar SMP dan SMA di 3 kota besar yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Dari hasil survei membuktikan bahwa 67% pelajar SMP dan SMA menyatakan tindak kekerasan pernah terjadi di sekolah mereka (http://www.riliskan.com/anak-indonesia-bangkit-melawan-bullying.html).

Berdasarkan uraian di atas, maka pemahaman tentang konsep hak asasi manusia sangat diperlukan di SMP Negeri 1 Kebakkramat untuk mendorong adanya keseimbangan antara pemahaman tentang hak asasi manusia dengan kesadaran akan hak asasi manusia yang diwujudkan dengan sikap dan perilaku positif terhadap perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.

Pemahaman hak asasi manusia pada siswa dapat dilihat dari hasil tes pembelajaran materi hak asasi manusia. Adapun hasil tes materi hak asasi manusia pada siswa kelas VII diperoleh nilai rata-rata sebesar 83,43 sehingga


(22)

dikategorikan pemahaman siswa pada materi hak asasi manusia sangat tinggi sehingga hal tersebut tentunya dapat membentuk kesadaran hak asasi manusia yang tinggi pula pada siswa.

Menurut keterangan guru bimbingan konseling untuk siswa kelas VII secara umum sikap dan perilaku siswa menunjukkan kesadaran hak asasi manusia yang cukup baik, hal itu dapat dilihat dari minimnya tindak pelanggaran yang dilakukan siswa kelas VII terkait dengan kesadaran hak asasi manusia. Ada dua kemungkinan yang menjadi faktor minimnya tindak pelanggaran yang dilakukan siswa kelas VII terkait dengan kesadaran hak asasi manusia. Pertama, karena siswa benar-benar memiliki pemahaman hak asasi manusia yang baik. Kedua, karena siswa merasa masih tergolong siswa junior sehingga ada perasaan takut untuk melakukan tindakan-tindakan pelanggaran.

Meskipun demikian, ada juga beberapa siswa kelas VII yang menunjukkan sikap dan perilaku yang kurang mencerminkan kesadaran hak asasi manusia yaitu dengan melakukan tindakan-tindakan yang seperti memaki dan menghina sesama teman sehingga tak jarang hal tersebut memicu adanya perkelahian. Selain itu, bentuk kurangnya kesadaran siswa akan hak asasi manusia berdasarkan keterangan guru Pendidikan Kewarganegaraan, dapat dilihat pula pada saat proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Siswa cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran meskipun telah diterapkan metode diskusi untuk menciptakan pembelajaran yang interaktif antara guru dengan murid. Kurangnya partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan rendahnya kesadaran siswa akan hak asasi manusia bahwa dirinya berhak untuk mengeluarkan pendapat sesuai dengan pikiran serta penilaiannya terhadap suatu hal.

Dari uraian yang telah disampaikan di atas maka timbul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian tentang ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi manusia pada siswa, sehingga dalam penelitian ini penulis mengambil judul yaitu: hubungan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi manusia pada siswa kelas VII SMP Negeri I Kebakkramat tahun ajaran 2009/2010.


(23)

7

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan, yaitu :

1. Proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada materi hak asasi manusia belum memberikan pemahaman hak asasi manusia yang berorientasi pada kesadaran akan hak asasi manusia.

2. Semakin meningkatnya perilaku siswa yang tidak mencerminkan kesadaran akan hak asasi manusia.

3. Rendahnya kesadaran akan hak asasi manusia yang diasumsikan berkaitan dengan tinggi rendahnya pemahaman hak asasi manusia.

4. Adanya sikap dan perilaku siswa yang kurang menunjukkan pemahaman dan kesadaran hak asasi manusia yang positif dan signifikan.

C. Pembatasan Masalah

Supaya masalah dapat dikaji dan dijawab secara mendalam dan tidak terlalu luas, penulis membatasi masalah hanya pada rendahnya kesadaran akan hak asasi manusia yang diasumsikan berkaitan dengan tinggi rendahnya pemahaman hak asasi manusia, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

Hubungan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi manusia pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2009/2010.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

”Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi


(24)

manusia pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2009/2010”.

E. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai, dengan tujuan yang jelas tersebut akan mempermudah dalam melakukan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi manusia pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2009/2010.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai suatu karya ilmiah maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi masyarakat pada umumnya mengenai hubungan pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran akan hak asasi manusia.

b. Menjadi pedoman dan bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yang relevan.

2. Manfaat Praktis

Memberi informasi tentang pentingnya pemahaman hak asasi manusia sebagai bahan masukan bagi tenaga pengajar khususnya guru Pendidikan Kewarganegaraan agar selalu menekankan arti penting pemahaman hak asasi manusia.


(25)

9

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia a. Pengertian Hak Asasi Manusia

Menurut Darwan Prinst (2001: 8),”Hak asasi manusia merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, pengingkaran atasnya berarti mengingkari martabat kemanusiaan”.

Sedangkan menurut Haryono (2007: 11),”Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kodratnya”. Dengan demikian hak asasi manusia merupakan hak yang bersifat kodrati artinya hak itu dimiliki oleh setiap manusia karena stastusnya sebagai manusia.

Pengertian hak asasi manusia menurut Undang-Undang No.39 Tahun 1999 dalam Krisna Harahap (2000: 139) adalah:

”Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Pengertian hak asasi manusia dapat disimpulkan sebagai hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai kodrat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib untuk dilindungi dan dihargai oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian, hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan bahwa semua manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki derajat dan martabat yang sama.

Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Menurut Gunawan Setiardja (1993: 75) mengatakan bahwa,”Hak Asasi Manusia jika ditinjau secara objektif berhubungan dengan kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berbudi”. Artinya bahwa


(26)

dalam menjalankan hak-hak asasinya harus memperhatikan hak asasi orang lain mengingat kodrat manusia yang saling berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhannya.

b. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia.

Latar belakang sejarah hak asasi manusia pada hakikatnya muncul karena kesadaran manusia terhadap harga diri, harkat dan martabat kemanusiaanya sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan dan kezaliman yang hampir melanda seluruh umat manusia. Sejarah perkembangan hak asasi manusia dapat dilihat sebagai berikut:

1) Tahun 1215

Lahirnya Magna Charta di Inggris. Piagam ini dianggap sebagai piagam pertama tentang hak asasi manusia. Piagam ini berisi pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia.

2) Tahun 1679

Lahir piagam hak asasi manusia, yaitu Hobeas Corpus Act, yang isinya jaminan kebebasan warga negara dan mencegah penjeraan yang sewenang-wenang terhadap rakyat.

3) Tahun 1776

Declration of Independence di Amerika, yaitu deklarasi kemerdekaaan yang diumumkan oleh tiga belas negara bagian. Deklarasi ini merupakan piagam hak asasi manusia karena mengandung pernyataan,”bahwa semua bangsa diciptakan sama derajat ole Tuhan Yang Maha Pencipta”.

4) Tahun 1789

Lahir piagam Declaration des Droits de L’Homme et du Citoyen, yaitu piagam pernyataan hak asasi manusia dan warga negara sebagai hasil dari revolusi Perancis dibawah kepemimpinan jenderal Laffayette.

5) Tahun 1918

Lahir piagam hak asasi manusia, yaitu Right of Determination. Naskah ini diusulkan oleh presiden Theodero Woodrow Wilson yang memuat 14 pasal dasar untuk mencapai perdamaian adil. 6) Tahun 1941


(27)

11

Atlantic Charter yang lahir pada saat berkobarnya perang dunia II dengan pelopornya F.D. Roosevelt, mengusulkan empat kebebasan (The Four Freedom) sebagai penyangga hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.

7) Tahun 1948

Pada tanggal 10 Desember 1948 PBB mengesahkan piagam hak asasi manusia atau Declaration of Human Rights. (Tim MGMP Kewarganegaraan, 2006: 46-47)

c. Macam-Macam Hak Asasi Manusia

Rumusan hak asasi manusia menurut piagam hak asasi manusia sedunia (Universal Declaration of Human Right) yang ditetapkan PBB tanggal 10 Desember 1948.

1) Hak untuk hidup

2) Kemerdekaan dan keamanan badan

3) Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hokum

4) Hak memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain

5) Hak mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana seperti diperiksa dimuka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti sah

6) Hak masuk dan keluar wilayah suatu negara 7) Hak mendapat hak milik atas benda

8) Hak mengutarakan pikiran dan perasaan

9) Hak untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan mengeluarkan pendapat

10) Hak berkumpul

11) Hak mendapat jaminan sosial 12) Hak mendapat pekerjaan 13) Hak berdagang

14) Hak mendapat pendidikan

15) Hak turut serta dalam gerakan kebudayaan di masyarakat

16) Hak menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan (Syahrial Syarbaini, 2006: 130)

Secara umum hak-hak asasi manusia dapat dikelompokkan menjadi enam macam, yaitu :

1) Hak asasi pribadi (personal right), misalnya : a) Hak mengeluarkan pendapat.

b) Hak menikah.

c) Hak untuk memeluk agama. d) Hak kebebasan untuk bergerak.


(28)

a) Mendirikan, menjadi anggota dan simpatisan parpol. b) Ikut pemilu dan kampanya pemilu.

c) Hak ikut berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan umum. 3) Hak asasi ekonomi (property right), misalnya :

a) Hak mendirikan koperasi.

b) Hak menjual, membeli dan menyimpan barang. c) Hak mendirikan badan usaha swasta.

d) Hak mengadakan transaksi bisnis.

4) Hak mendapatkan persamaan hukum dan pemerintahan (right of legal equality), misalnya :

a) Hak untuk menjadi pejabat.

b) Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hokum. c) Hak perlindungan hukum.

5) Hak sosial budaya (social and cultural right), misalnya : a) Hak mendapatkan pendidikan.

b) Hak menikmati haisl kebudayaan.

c) Hak untuk mengembangkan kebudayaan. d) Hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

6) Hak untuk mendapatkan prosedur hukum yang benar (procedural right), misalnya:

a) Hak untuk mendapatkan prosedur hukum yang benar dalam penahanan, penangkapan, penggeledahan dan razia.

b) Hak untuk mendapatkan prosedur yang benar dalam proses peradilan. (Tim MGMP Kewarganegaraan, 2006: 46-47)

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, ciri pokok hakikat hak asasi manusia menurut Mansyur Fakih (2003) yang dikutip dari http://rafqiachmat.blogspot.com yaitu:

1) Hak asasi manusia tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. Hak asasi manusia adalah bagian dari manusia secara otomatis. 2) Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang

jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.

3) Hak asasi manusia tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai hak asasi manusia walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar hak asasi manusia.

Dengan demikian hak asasi manusia berlaku bagi siapa saja, kapan saja dan dimana saja sehingga hak asasi manusia merupakan hak yang bersifat universal dan dimiliki oleh manusia sejak dilahirkan dan tidak seorangpun dapat melanggar hak orang lain.


(29)

13

d. Hak Asasi Manusia di Indonesia

Dalam sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia, berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan sudah menunjukkan tuntutan penghormatan terhadap hak asasinya. Hal tersebut terlihat jelas dalam tonggak-tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah, antara lain sebagai berikut:

1) Kebangkitan nasional 20 Mei 1908, yang diawali dengan lahirnya berbagai pergerakan kemerdekaan pada awal abad 20, menunjukkan kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain. 2) Sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, membuktikan bahwa

bangsa Indonesia menyadari hak-haknya sebagai satu bangsa yang bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia.

3) Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak perjuanagn pergerakan kemerdekaan Indonesia diikuti dengan penetapan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam pembukaannya yang mengamanatkan: ‘Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan’. Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan aturan dasar ynag sangat pokok, termasuk hak asasi manusia.(Wijianto dan Siti Aminah,2004: 65)

Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi manusia dalam Tap MPR dan Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam:

1) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat

Hak asasi manusia sebenarnya sudah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa negara Indonesia sendiri, sejak masa berdirinya tidak bisa lepas dari hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat pada alinea pertama yang berbunyi,’’…bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…”.

Dari pernyataan tersebut sangatlah jelas bahwa dalam jiwa bangsa Indonesia sudah tertanam bahwa secara universal semua bangsa


(30)

menginginkan kemerdekaan dan kebebasan tanpa membedakan agama, jenis kelamin, etnik dan golongan.

Dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tertulis dengan jelas bahwa dalam pembentukan pemerintahan negara Indonesia berdasarkan kemerdekaan yang kemudian disusun dalam Undang-Undang Dasar. Hal tersebut dapat dilihat pada alinea keempat yaitu,’’…untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...berdasarkan kemerdekaan…”. 2) Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945

Dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 rumusan hak asasi manusia mencakup hak dalam bidang politik, ekonomi, social dan budaya yang tersebar dari pasal 27 sampai dengan pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.

Sampai pada berakhirnya orde baru tahun 1998 pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia tidak banyak mengalami perkembangan dan tetap berlandaskan pada rumusan yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945.

3) Ketetapan MPR

Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia telah tertuang dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Undang-Undang-Undang-Undang ini sangat penting seiring dengan proses berjalannya hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu, keluar juga Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.

Penegakan hak asasi manusia juga menjadi kebijakan penyelenggaraan negara. Kebijakan dalam bidang hokum salah satunya adalah meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan, penghormatan dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan.


(31)

15

4) Undang-Undang

Undang-Undang yang mengatur dan menjadi hak asasi manusia di Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Undang-Undang ini mengatur dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia. Dalam melaksanakan ketentuan pasal 104, maka disamping Undang-Undang No.39 Tahun 1999 terdapat pula Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.

e. Lembaga Perlindungan Hak Asasi manusia

Melindungi warga negara dari pelanggaran hak asasi manusia sudah menjadi komitmen bersama. Untuk melakukan itu perlu dibentuk lembaga perlindungan hak asasi manusia di Indonesia yang bertugas melindungi korban dari tindak pelanggaran hak asasi manusia yang dapat dilakukan oleh orang, golongan atau bahkan negara selaku lembaga kekuasaan.

Lembaga perlindungan hak asasi manusia di Indonesia antara lain: 1) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) didirikan pada tahun 1993. komnas HAM dibentuk berdasarkan pada Keppres No.50 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993. Pada era reformasi ini kedudukan lembaga komnas HAM diperkuat lagi dengan UU No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia pada pasal 75 sampai dengan pasal 99.

Menurut Wijianto dan Siti Aminah (2004: 71), “Komnas HAM adalah sebuah organisasi independent, yang tidak berpihak, visioner, serta melakukan kegiatan pendidikan dan penyuluhan masyarakat tentang hak asasi manusia”. Dengan demikian bangsa Indonesia sangat memperhatikan masalah hak asasi manusia terbukti dengan dibentuknya komnas HAM yang bekerja untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia di seluruh Indonesia.

2) Lembaga Bantuan Hukum (LBH)

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) berubah menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Keberadaanya dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan warga negara dalam membayar dan menuntut haknya untuk memiliki kedudukan yang sama dalam hukum. “Yayasan Lembaga Bantuan


(32)

Hukum Indonesia ini bertujuan untuk membela kepentingan masyarakat tanpa memandang latar belakang suku, keyakinan politik, ideologi, agama, kekayaan, warna kulit, keturunan dan kelompok orang yang dibelanya” (Wijianto dan Siti Aminah,2004: 73). Dengan demikian, lembaga ini bertujuan untuk mencegah ledakan gejolak dan keresahan dalam masyarakat. Keberhasilan dari lembaga ini dapat mengembalikan kewibawaan hukum dan pengadilan di negara kita yang sudah lama terpuruk.

3) Lembaga-lembaga Lain

Lembaga lain yang dimaksud disini adalah lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dibentuk oleh orang-orang yang juga berperan dalam perlindungan hak asasi manusia. Lembaga swadaya masyarakat bergerak dalam berbagai bidang. Misalnya bidang lingkungan hidup, bidang pendidikan, bidang sosial, dan bidang kesehatan. Lembaga swadaya masyarakat merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Dengan demikian lembaga-lembaga yang dimaksud disini adalah lembaga-lembaga masyarakat yang bergerak dalam bidang penegakan dan perlindungan hak asasi manusia.

2. Tinjauan Tentang Pemahaman Hak Asasi Manusia a. Pengertian Pemahaman

Pengertian pemahaman menurut Benyamin S Bloom yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1998: 47) mengemukakan bahwa,” pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti dari suatu bahan yang telah terlihat antara lain dalam kemampuan seseorang menafsirkan, informasi, meramalkan akibat suatu peristiwa dan kemampuan lain sejenisnya”.

Sedangkan pengertian pemahaman menurut Suharsimi Arikunto (2002: 134) mengatakan bahwa,” pemahaman adalah mempertahankan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasi, memberi contoh, menuliskan kembali, memperkirakan”. Dengan pemahaman diharapkan seseorang dapat


(33)

17

membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta dan konsep dari suatu bahan yang telah dipelajarinya.

Kesimpulan dari pengertian pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti dari suatu bahan yang dipelajari yang dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mempertahankan, meramalkan, memberi contoh dan menyimpulkan bahan tersebut.

Untuk dapat mengetahui lebih jelas lagi tentang pemahaman, maka perlu dikaji hal-hal sebagai berikut:

1) Tingkatan Pemahaman

Pemahaman seseorang terhadap suatu obyek atau peristiwa dimulai dari tahap awal hingga tahap akhir yang menunjukkan seseorang tidak hanya mengetahui suatu masalah tetapi juga mengerti serta memahami dengan apa yang telah ia pelajari. Tingkatan pemahaman menurut Buxton dalam Wahyudi (2002: 389) dibagi dalam empat tingkatan yaitu sebagai berikut:

Gambar 1 Tentang Tingkatan pemahaman Penjelasan :

a) Tingkatan pertama disebut tingkatan pemahaman meniru (rote learning). Pada tingkatan ini siswa dapat mengerjakan suatu soal tetapi tidak tahu mengapa.

Relational Understanding

Insightful understanding

Observational understanding


(34)

b) Tingkatan kedua disebut tingkatan pemahaman observasi (observational understanding). Pada tingkatan ini siswa menjadi lebih mengerti setelah melihat adanya suatu pola (pattern) atau kecenderungan.

c) Tingkatan ketiga disebut tingkatan pemahaman pencerahan (insightful understanding). Pada tingkatan ini, sebagai ilustrasi, ada seorang siswa yang mampu menjawab soal-soal dengan baik dan tepat, tetapi baru kemudian menyadari mengapa dan bagaimana dia dapat menyelesaikannya setelah melakukan diskusi ulang atau mempelajari ulang materinya. d) Tingkatan keempat disebut tingkatan pemahaman relasional. Pada

tingkatan ini, siswa tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah tetapi dia juga dapat menerapkannya pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.

Berdasarkan tingkatan pemahaman diatas, maka pada dasarnya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran sangat penting untuk diketahui oleh para pendidik. Hal tersebut untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman yang telah diperoleh siswa terhadap materi yang diajarkan. Dengan demikian guru dapat mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu konsep atau baru pada tahapan tahu atau hafal tentang konsep sesuai dengan sasaran pembelajaran.

Tingkatan pemahaman seorang siswa terhadap suatu obyek yang dipelajari tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai pembelajaran yang optimal.

2) Tingkatan Pemahaman dalam Taksonomi Bloom

Dalam hubungannnya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling penting. Yang menjadi tujuan pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Tingkatan pemahaman merupakan salah satu tingkatan dalam ranah kognitif yang terdiri dari enam tingkatan mulai dari yang hanya bersifat pengetahuan tentang fakta-fakta sampai kepada proses intelektual yang tinggi yaitu dapat mengevaluasikan sejumlah fakta. Menurut Taksonomi Bloom dalam Daryanto


(35)

19

(1997: 103) mengatakan bahwa ” Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian”. Adapun masing-masing tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah aspek yang paling besar dalam taksonomi Bloom, seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya dan harus mengerti atau dapat menggunakannya.

b) Pemahaman (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Penerapan (application)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dari situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (analysis)

Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,


(36)

merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Penilaian (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria- kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan tes atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dengan tingkatan tersebut di atas.

Tingkatan pemahaman menurut Suhaenah Suparno (2000: 6) merupakan ”kemampuan untuk menangkap arti dari apa yang tersaji”. Dengan demikian, seorang siswa dalam ranah kognitifnya dikatakan tingkat pemahamannya baik apabila siswa dapat menangkap arti dari materi yang telah ia terima.

3) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkatan Pemahaman Siswa

Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa untuk mencapai pembelajaran yang optimal. Pembelajaran siswa dikatakan optimal jika mereka mengalami pembelajaran yang bermakna, yang disertai dengan pencapaian tingkatan pemahaman yang lebih tinggi dari tingkatan pemahaman sebelumnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkatan pemahaman siswa menurut Wahyudi (2002: 389-390) adalah sebagai berikut :

a) Faktor pertama adalah tingkat usia siswa (tingkat sekolah :SD, SLTP atau SMU).

b) Faktor kedua adalah pendekatan yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).

c) Faktor ketiga adalah motivasi siswa.

Dengan demikian pencapaian tingkatan pemahaman pada siswa tergantung pada diri siswa sendiri serta pada guru selaku sarana atau fasilitas bagi siswa dalam mempelajari konsep suatu materi. ”Semakin baik atau tinggi tingkat usia siswa atau tingkat sekolah, motivasi siswa, dan pendekatan yang


(37)

21

digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar maka semakin tinggi pula tingkatan pemahaman siswa terhadap suatu materi dan sebaliknya” (Wahyudi, 2002: 390)

b. Pemahaman Hak Asasi Manusia

Pemahaman tentang konsep hak asasi manusia sangat diperlukan bagi masyarakat untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang salung menghormati dan menghargai haekat dan martabat kemanusiaan.

Bentuk konkrit yang diharapkan adalah kemampuan seseorang menghormati hukum yang berlaku, menghormati hak orang lain, menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, serta mampu menyelesaikan berbagai permasalahan hidup secara kekeluargaan ataupun melalui jalur hukum. Kemampuan ini akan mengkondisikan seseorang menjadi manusia yang disiplin, mematuhi aturan yang berlaku, yang selalu berusaha menghindari konflik horisontal maupun vertikal, serta menolak perilaku premanisme dan anarkhi dalam penyelesaian berbagai masalah.

Pemahaman tentang hak asasi manusia dalam negara hukum di Indonesia menurut Alik Ibe (2009) dalam www.alikibe.blogspot.com didasarkan pada:

1. Hak asasi manusia dipahami dalam terminologi hubungan atau relationship. Hak harus dilihat dalam hubungannya dengan masyarakat secara keseluruhan, dan pada saat yang sama masyarakat atau suatu komunitas berhubungan dengan hak-hak seorang individu.

2. Dalam pengembangan hak asasi manusia, berarti menerima adanya kewajiban atau tanggungjawab manusia. Hak asasi manusia tidak dapat dibicarakan tanpa adanya implikasi langsung dari kewajiban masyarakat untuk menghormati hak asasi manusia.

3. Hak asasi manusia harus dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Pemahaman ini menunjukkan bahwa pada akhirnya hanya ada satu hak, yaitu hak untuk menjadi manusia.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman hak asasi manusia adalah kemampuan individu sebagai subyek hukum maupun sebagai warga negara dalam memahami, mensikapi dan menerapkan


(38)

konsep hak asasi manusia yang dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan yaitu hak untuk menjadi manusia.

c. Materi Hak Asasi Manusia Dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Upaya perlindungan dan pengakuan hak asasi manusia dalam suatu negara dapat terwujud apabila setiap warga negara memilki kesadaran akan hak asasi manusia yang terwujud dalam perilaku untuk menghargai harkat dan martabat manusia setiap individu. Salah satu alat untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan menjadi sarana dalam memberikan pengetahuan serta pemahaman hak asasi manusia sehingga diharapkan dengan adanya pengetahuan dan pemahaman tersebut dapat menumbuhkan kesadaran akan arti penting hak asasi manusia.

Adapun cara yang dilakukan yaitu dengan memasukkan materi hak asasi manusia dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi salah satu mata pelajaran yang mencantumkan materi hak asasi manusia yang dapat dilihat dengan jelas dari ruang lingkup yang telah dipaparkan sebelumnya.

Dengan dicantumkannya hak asasi manusia sebagai salah satu ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka menyebarluaskan informasi serta wawasan mengenai hak asasi manusia pada generasi muda menjadi salah satu tanggungjawab Pendidikan Kewarganegaraan.

Berikut ini disampaikan rincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar materi hak asasi manusia yang ada pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masing-masing kelas untuk SD, SMP dan SMA sebagai berikut:

Tabel 1: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Hak Asasi Manusia untuk Sekolah Dasar kelas 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


(39)

23

anak di rumah dan di sekolah

dengan gembira dan didengar pendapatnya 3.2 Melaksanakan hak anak di rumah dan di

sekolah 4. Menerapkan

kewajiban anak di rumah dan di sekolah

4.1 Mengikuti tata tertib di rumah dan di sekolah 4.2 Melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat

Tabel 2: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Hak Asasi Manusia untuk Sekolah Menengah Pertama Kelas VII

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 3. Menampilkan

sikap positif terhadap

perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)

4. Menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat

3.1 Menguraikan hakikat, hukum dan kelembagaan HAM

3.2 Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM

3.3 Menghargai upaya perlindungan HAM 3.4 Menghargai upaya penegakan HAM

4.1 Menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat

4.2 Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggungjawab

4.3 Mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggungjawab


(40)

Tabel 3: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Hak Asasi Manusia untuk Sekolah Menengah Atas Kelas X

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 3. Menampilkan

peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia.

3.1Menganalisis upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM

3.2 Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

3.3 Mendeskripsikan instrumen hukum dan peradilan internasional HAM

Dalam penelitian ini standar kompetensi yang akan dicapai kelas VII semester 2 adalah kemampuan menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang meliputi pengetahuan, keterampilan, serta sikap tentang cakupan materi yang berkenaan dengan konsep-konsep yang terdapat dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas VII semester 2.

Alasan peneliti memilih materi tersebut, karena dalam materi tersebut cakupan konsep hak asasi manusia lebih luas dibandingkan dengan materi pada standar kompetensi menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat. Selain itu materi pada standar kompetensi menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat, cenderung mengarah pada perwujudan perilaku demokratis.

d. Definisi Konseptual Pemahaman Hak Asasi Manusia

Berdasarkan berbagai pendapat tentang pemahaman hak asasi manusia di atas, maka dapat dirumuskan pemahaman hak asasi manusia adalah kemampuan individu sebagai subyek hukum maupun sebagai warganegara dalam memahami, mensikapi dan menerapkan konsep hak asasi manusia yang dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan yaitu hak untuk menjadi


(41)

26

26

manusia. Pemahaman hak asasi manusia secara konseptual diartikan sebagai kemampuan individu dalam menangkap materi hak asasi manusia. Pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, hak asasi manusia dijabarkan dalam Standar Kompetensi yaitu “Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)”.

e. Definisi Operasional Pemahaman Hak Asasi Manusia

Definisi operasional dari pemahaman hak asasi manusia merupakan kompetensi dasar dari penjabaran standar kompetensi. Adapun kompetensi dasar yang dimaksud adalah kompetensi dasar yang masuk dalam tingkatan pemahaman dari ranah kognitif yaitu sebagai berikut:

1. Menguraikan hakikat , hukum dan kelembagaan hak asasi manusia

2. Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan hak asasi manusia 3. Tinjauan Tentang Kesadaran Hak Asasi Manusia

a. Pengertian Kesadaran

Kesadaran manusia sangat tinggi dalam mewujudkan kehiduupan ini. Menurut A.W. Widjaja (1997: 14) kesadaran adalah “Sikap atau perilaku mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan ketentuan perundangan yang ada”. Sedangkan kesadaran menurut Poerwadarminto (1997: 731) mengemukakan kesadaran adalah “keadaan insaf, yakin, merasa, tahu dan mengerti”. Selanjutnya Gerungan (1998: 21) mengemukakan bahwa,”kesadaran adalah suatu aktivitas jiwa dalam hubungannya dengan lingkungan yang menyadari adanya benda-benda di sekitar kita”.

Berdasarkan pengertian kesadaran menurut pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran adalah keadaan insaf sesseorang berdasarkan sikap tahu, mengerti, merasa dan ingat.

b. Jenis kesadaran manusia

Kesadaran manusia menurut A.W.Widjaja (1997: 14-15) terdiri dari : 1) Kesadaran statis


(42)

Kesadaran yang sesuai dengan peraturan perundangan berupa ketentuan-ketentuan dalam masyarakat.

2) Kesadaran dinamis

Kesadaran dinamis menitikberatkan pada kesadaran yang timbul dalam diri manusia, yang timbul dari kesadaran moral, keinsyafan dari dalam diri sendiri yang merupakan sikap batin yang tumbuh dari rasa tanggungjawab.

Kesadaran yang dituntut adalah kesadaran dinamis. Kesadaran ini, manusia dan masyarakat mempunyai keinginan yang kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan lebih lanjut.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran, menurut Bimo Walgito (1997: 46) bahwa,”kesadaran dapat dipengaruhi dua faktor yaitu : 1) faktor endogen atau faktor dari dalam, 2) faktor eksogen atau faktor dari luar”. Adapun yang dimaksud faktor dari dalam di sini adalah faktor yang datang dari dirinya sendiri, faktor ini bersifat selektif, daya seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh yang datang dari luar. Kemudian yang di maksud faktor luar adalah faktor-faktor yang terdapat di luar diri sendiri, faktor ini berupa lingkungan atau kelompok masyarakat dimana mereka hidup.

c. Kesadaran Akan Hak Asasi Manusia

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai kesadaran akan hak asasi manusia hendaknya kita harus mengetahui terminologi dari kesadaran hukum. Hal ini dikarenakan kesadaran akan hak asasi manusia yang dimiliki seseorang menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kesadaran hukum. Dikatakan demikian, karena pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu substansi yang diatur dan dijamin oleh hukum.

Soerjono Soekanto (1982: 152) berpendapat, “Kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.” Sedangkan OK Chairuddin (1991 : 106) menyatakan, “Kesadaran hukum itu adalah tidak lain daripada suatu kesadaran dalam kehidupan manusia untuk selalu taat dan patuh terhadap hukum”. Ini berarti, kesadaran hukum juga dapat diartikan sebagai perasaan sadar dari seorang manusia akan seperangkat aturan yang memberikan perlindungan terhadap dirinya. Perasaan sadar ini berupa


(43)

28

perasaan akan kebutuhan dan pemahaman terhadap hukum sehingga mempengaruhi seseorang kaitannya dengan ketaatan atas peraturan hukum.

Dengan demikian, kaitannya dengan kesadaran akan hak asasi manusia dapat dianalogkan bahwa kesadaran akan hak asasi manusia merupakan perasaan sadar dari seseorang terhadap kebutuhan dan pemahaman hak asasi manusia sehingga mempengaruhi seeorang kaitannya dengan ketaatan atas peraturan hukum mengenai hak asasi manusia.

d. Penyebab Rendahnya Kesadaran Akan Hak Asasi Manusia

Rendahnya kesadaran akan hak asasi manusia tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika kita mengkaji rendahnya kesadaran akan hak asasi manusia berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum seseorang, menurut Soerjono Soekamto (1983: 98) mengatakan bahwa rendahnya kesadaran hukum disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1) Taraf sinkronisasi yang rendah dari peraturan perundang-undangan. 2) Mentalitas yang kurang baik dari penegak hukum oleh karena sikap

tindaknya yang: a) Impuls b) Emosional

c) Didasarkan pada: (1) Kekayaan material (2) Kekuasaan

(3) Kedudukan

(4) Ketenaran

3) Fasilitas pendukung proses hukum yang relatif tidak memadai.

4) Pemberian contoh yang kurang baik dalam sebagai penataan dari golongan panutan

5) Membudayanya “ Shame culture” ( dan bukan “ Gult culture”) 6) Kecenderungan untuk senantiasa melaksanakan “beleid”. 7) Lebih mementingkan kelaziman daripada kebenaran.

Berdasarkan faktor-faktor penyebab rendahnya kesadaran hukum di atas, maka pada dasarnya setiap warga masyarakat senantiasa mempunyai taraf kesadaran hukum yang berbeda-beda yaitu kesadaran hukum yang tinggi dan kesadaran hukum yang rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh seberapa besar pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap arti penting hukum itu sendiri.


(44)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian rendahnya kesadaran seseorang terhadap hukum yang mengatur mengenai hak asasi manusia adalah suatu penilaian yang tidak tahu atau paham, tidak mengerti akan sistem hukum, adanya perilaku menyimpang dari hukum, kepatuhan hukum yang rendah yang hanya mengetahui hukum tetapi berperilaku tidak sesuai dengan hukum sehingga cenderung pada tindakan pelanggaran hukum.

e. Peningkatan Kesadaran Akan Hak Asasi Manusia

Peningkatan kesadaran akan hak asasi manusia berhubungan dengan tinggi rendahnya kesadaran seseorang terhadap aturan hukum yang mengatur tentang hak asasi manusia. Sedangkan untuk meningkatkan kesadaran hukum seseorang diperlukan adanya peningkatan dalam pemahaman dan pengetahuan. Adapun, peningkatan kesadaran hukum dan penyuluhannya hukum yang teratur dengan dasar rencana yang mantap.

”Tujuan utama dari penyuluhan hukum adalah agar para warga masyarakat memahami hukum-hukum sesuai yang sedang dihadapinya pada suatu saat. Penyuluhan hukum dapat berisi hak-hak dan kewajiban-kewajiban di bidang-bidang tertentu serta manfaatnya apabila hukum tersebut ditaati”.

( Soerjono Soekanto, 1983: 127)

Tujuan dari penerangan dan penyuluhan hukum tidak hanya sekedar agar setiap warga masyarakat mengetahui adanya suatu hukum yang berlaku secara sah, tetapi juga agar setiap warga masyarakat mempunyai kesadaran hukum yang tinggi, sehingga dapat melaksanakan kaedah-kaedah hukum yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, kaitannya dengan kesadaran akan hak asasi manusia dapat disimpulkan bahwa kesadaran akan hak asasi manusia merupakan perasaan sadar dari seseorang terhadap kebutuhan dan pemahaman hak asasi manusia sehingga mempengaruhi seseorang kaitannya dengan ketaatan atas peraturan hukum mengenai hak asasi manusia. Artinya, ketaatan seseorang terhadap peraturan hukum mengenai hak asasi manusia berkaitan serta dengan seberapa besar kesadaran seseorang itu terhadap kebutuhan dan pemahaman yang dimilikinya tentang konsep hak asasi manusia.


(45)

30

Terlepas dari hal tersebut di atas, maka seharusnya manusia dan masyarakat mengetahui dengan baik dab benar apa saja yang menjadi hak-hak asasi dan kewajiban-kewajiban asasinya. A.W Widjaja (1985: 32) memberikan contoh mengenai kaitan antara kewajiban-kewajiban asasi dengan hak-hak asasi misalnya antara lain adalah sebagai berikut:

1) Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran maka setiap warga negara mempunyai kewajiban belajar. 2) Bahwa setiap warga negara berhak/memiliki kebebasan dan setiap

warga negara berkewajiban mengeluarkan suara dengan dilandasi rasa tanggungjawab.

3) Bahwa setiap warga negara berhak untuk merasa aman dan setiap warga negara berkewajiban menjaga keamanan.

4) Dan lain-lain.

f. Definisi Kesadaran Konseptual akan Hak Asasi Manusia

Kesadaran akan hak asasi manusia adalah keadaan sadar atau perasaan seseorang akan hak-hak asasi dan kewajiban-kewajiban asasi yang dimilikinya sebagai kodrat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib untuk dilindungi dan dihargai oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.

g. Definisi Operasional Kesadaran akan Hak Asasi Manusia 1. Kemampuan memiliki kepekaan terhadap hak-hak asasinya 2. Kesanggupan menghargai dan menghormati hak sesama manusia

3. Dorongan untuk berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia

4. Kemampuan bersikap dan berpikir positif terhadap upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia

4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan kaitannya dengan Hak Asasi Manusia

Pendidikan adalah salah satu alat untuk membangun bangsa Indonesia melalui generasi mudanya. Karena pendidikan memberikan arti penting dalam masa perkembangan generasi muda, khususnya dalam perkembangan sikap dan


(46)

perilaku guna memberikan arah dan penentuan pandangan hidupnya. Pendidikan memiliki hakikat mengajarkan manusia untuk menjunjung etika, moral, akhlak, budi pekerti serta perilaku manusia yang dapat menciptakan suatu kehidupan yang baik. Pendidikan juga merupakan salah satu alat dalam pembinaan kesadaran hak asasi manusia baik di sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

Salah satu mata pelajaran yang berperan dalam upaya pembinaan kesadaran hak asasi manusia adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Pemahaman tentang konsep hak asasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan sangat diperlukan untuk membangun pengetahuan seseorang terhadap arti penting hak asasi manusia.

Menurut Nils Rosemann (2006: 73) mengatakan bahwa,” Education was designed in order to make those educated able to act in accordance with their knowledge either to restrain from violations or to claim human right for their protection”. Pendidikan dirancang untuk membuat orang-orang berpendidikan dan mampu bertindak sesuai dengan pengetahuan mereka baik untuk menahan dari pelanggaran atau untuk mengklaim hak-hak manusia untuk perlindungan mereka. Jika seseorang menyadari hak-hak yang dimilikinya maka ia akan dapat berjuang untuk hidup mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Anja Minhr (2006: 86) yang menyatakan bahwa,” If people are unaware of their own and other s human right they will be unable to claim these right or to fight for them”. Artinya bahwa jika seseorang tidak menyadari dirinya sendiri dan hak asasi manusia orang lain, maka mereka tidak akan dapat berjuang untuk diri mereka sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas, maka jelas bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan masyarakat yang sadar akan arti penting hak asasi manusia. Dalam hal ini pendidikan yang dimaksud adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk mengetahui kaitan antara Pendidikan Keawrganegaraan dengan hak asasi manusia maka perlu diketahui terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:


(47)

32

Pendidikan kewarganegaraan didalam suatu konsep pendidikan sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan moral dan budi pekerti serta kesadaran untuk melaksanakan hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan bernegara.

Dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang dimaksudkan agar warga negara memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku berdasarkan Pancasila dengan kesadaran untuk melaksanakan hak dan kewajibannya.

b. Ruang Lingkup Isi Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu disiplin ilmu tentunya mempunyai ruang lingkup kajian. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, menyatakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek Persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, HAM, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, pancasila dan globalisasi sebagai berikut:

a) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.

b) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata terrtib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.


(48)

c). Hak Asasi Manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

d). Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.

e). Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f). Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyrakat demokrasi.

g) Pancasila, meliputi: Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan pancasila senagai dasar negara, Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h). Globalisasi, meliputi: Globalisasi dilingkungannya, Politik luar negeri,

Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Menguasai globalisasi.

Pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan di setiap jenjang pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai beberapa aspek yang menjadi ruang lingkupnya. Aspek-aspek dalam Pendidikan Kewarganegaraan terssebut kemudian dijabarkan ke dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Yang menjadi ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, HAM, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, pancasila dan globalisasi. c. Ranah Pembelajaran Dalam Pendidikan Kewarganegaraan


(49)

34

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai tujuan dan fungsi , visi dan misi, serta ruang lingkup. Sesuai dengan rumusan tentang tujuan fungsi, visi misi, dan ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu mata pelajaran yang wajib diberikan dalam setiap jalur pendidikan, maka aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan setidaknya menyangkut tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau watak.

Menurut Branson dalam Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 55-61) ”Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan, terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn yaitu Pengetahuan Kewarganegaraan (civics knowledge), Kecakapan Kewarganegaraan (civics dispotition), Watak Kewarganegaraan (civics skill)”.

Adapun penjelasan dari aspek atau domain dalam Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut:

1) Civic Knowledge

Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 55) mengatakan ”Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaran) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara”. Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Wahyuni dan Syaifullah (2008:78) yang mengatakan bahwa,”Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan substansi atau informasi yang harus diketahui oleh warga negara, seperti pengetahuan tentang system politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan kewaraganegaraan (Civic Knowledge) berkaitan dengan pengetahuan yang harus dikuasai warga negara seperti pengetahuan tentang system politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya. Artinya, pemahaman hak asasi manusia masuk dalam aspek atau


(50)

domain dari civic knowledge yaitu pengetahuan yang harus dikuasai seseorang mengenai hak asasi manusia.

Jika dikaitkan dengan Taksonomi Bloom, pemahaman yang merupakan tingkatan kedua dari ranah kognitif menunjukkan kemampuan untuk menangkap makna dari apa yang ia pelajari, sehingga hal tersebut menunjukkan penguasaan dari pengetahuan yang diperoleh siswa. Dengan demikian pemahaman hak asasi manusia dalam taksonomi Bloom masuk dalam ranah kognitif sedangkan dalam aspek atau domain Pendidikan Kewarganegaraan masuk dalam civic knowledge. 2) Civic Skill

Menurut Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 58) ”Civic dispotition (kecakapan kewarganegaraan) mencakup kecakapan intelektual atau kecakapan berpartisipasi”. Pendapat lain diungkapkan pleh Sri Wahyuni dan Syaifullah (2008: 78) ” keterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial, dan psikomotorik”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecakapan-kecakapan intelektual penting untuk terbentuknya warga negara yang berperpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab.

3) Civics dispotition

Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 61) mengatakan ”Civic dispotition (watak kewarganegaraan) mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Civic dispotiton merupakan karakter atau watak pribadi seseorang untuk bertanggung jawab secara moral, disiplin diri dan dapat menghargai harkat dan martabat manusia dari setiap individu. Hal tersebut sejalan dengan ranah afektif dalam Taksonomi Bloom yang berkenaan dengan perasaan seseorang terhadap suatu hal. Perasaan seseorang terhadap suatu hal mencerminkan karakter atau watak seseorang sehingga dalam hal ini kesadaraan akan hak asasi manusia masuk dalam ranah


(51)

36

afektif dalam Taksonomi Bloom sedangkan dalam aspek atau domain pendidikan Kewarganegaraan masuk dalam civic dispotition.

5. Hubungan Antara Pemahaman Hak Asasi Manusia dan Kesadaran akan Hak Asasi Manusia

Pendidikan merupakan proses pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas manusia. Hal ini mengandung pengertian bahwa arti dan peranan pendidikan baik di dalam maupun di luar sekolah sama pentingnya, sebab kedua sistem pendidikan tersebut merupakan komponen yang menentukan dalam keseluruhan proses pendidikan manusia dan masyarakat pada umumnya.

Kegiatan pendidikan ini dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk mendidik generasi muda menjadi manusia seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab sehingga mampu menghadapi segala tantangan yang ada.

Dalam pelaksanaannya, tak jarang pendidikan mengalami hambatan yang mengakibatkan gagalnya output pendidikan. Hal tersebut terlihat dari berbagai perilaku negatif peserta didik seperti tawuran antar pelajar, budaya senioritas dan junioritas yang berlebihan, intimidasi terhadap teman sebaya dan lain sebagainya. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Pendidikan Kewarganegaraan dengan ruang lingkupnya yaitu hak aassi manusia dalam pembelajarannya memberikan pemahaman bagi siswa terkait dengan hak asasi manusia. Pemahaman hak asasi manusia adalah kemampuan untuk menangkap arti dari konsep hak asasi manusia yang dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan yaitu hak untuk menjadi manusia. Adapun konsep hak asasi manusia yang dimaksudkan disini adalah materi-materi


(52)

hak asasi manusia yang secara sengaja dimasukkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam pendidikan kewarganegaraan.

Dengan adanya pendidikan di sekolah khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan materi pokok hak asasi manusia, siswa akan mempunyai pemahaman hak asasi manusia. Pemahaman merupakan salah satu tingkatan dari tujuan kognitif yang berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajarinya. “Pemahaman juga memiliki arti yang sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada porsinya, tanpa pemahaman maka keterampilan, pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna” (Nurul Aini, 2008: 23). Artinya, pemahaman yang dimiliki seseorang akan mendorong kebermaknaan sikap seseorang terhadap suatu hal.

Menurut konsep Driyarkara dalam Zaim Elmubarok (2009: 13) “perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak melalui dengan segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi dengan pengembangan perilaku dan sikap.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pemahaman hak asasi manusia yang dikaji secara kognitif juga menyangkut sikap seseorang dalam hal ini bahwa pemahaman mendorong kebermaknaan sikap seseorang yang terwujud dalam bentuk kesadaran akan hak asasi manusia yaitu sikap untuk menghargai harkat dan martabat manusia setiap individu. Dengan demikian, semakin peserta didik memiliki pemahaman khususnya pemahaman tentang hak asasi manusia maka semakin tinggi tingkat kesadaran akan hak asasi manusia siswa.

6. Teori Behavioristik menurut Gage Berliner

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)