1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Slim
2002 dalam Bambang Indriyanto 2009: 33 mengatakan bahwa,”Hak asasi manusia tidak terjadi karena manusia hidup dalam keterisolasian. Kesadaran
terhadap hak asasi manusia muncul ketika mereka berada dalam suatu kesatuan sosial”. Berdasarkan hal tersebut, maka perasaan bahwa hak assi seseorang telah
dilanggar ataupun diakui adalah ketika mereka berada dalam kebersamaan pada suatu kesatuan sosial.
Bangsa Indonesia menyadari dan mengakui bahwa setiap individu adalah bagian dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat terdiri dari individu-individu
yang mempunyai hak asasi serta hidup di dalam lingkungan yang merupakan sumber daya bagi kehidupannya. Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia,
peraturan tentang hak asasi manusia telah tertuang dalam sejumlah peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya, Tap
MPR Nomor XVIIMPR1998 tentang hak asasi manusia dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan Undang-Undang No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Penerapan hak asasi manusia di masyarakat tidak mungkin terjadi dengan
sendirinya. Departemen Pendidikan Nasional sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan telah beberapa tahun ini memperkenalkan hak asasi manusia sebagai
bagian dari kehidupan bermasyarakat dalam bentuk kebijakan memasukkan materi hak asasi manusia dalam kurikulum pendidikan formal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional jelas terungkap bahwa tujuan pendidikan nasional, selain
mengembangkan kemampuan
akademik peserta
didik juga
menuntut dikembangkannya kompetensi moral, sosial serta keterampilan. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Kecerdasan yang dituntut dalam tujuan pendidikan nasional tidak hanya cerdas kognitif, tetapi juga cerdas emosional,
moral, fisik, dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi tanpa mengabaikan martabatnya di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia.
Tujuan pendidikan nasional Indonesia juga sejalan dengan empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO seperti yang dikemukakan oleh
Dasim Budimansyah 2002:4, yaitu: “Peserta didik harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk
memperkaya pengalaman
belajarnya learning
to do
dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik,
sosial maupun budaya sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya learning to know. Diharapkan
interaksi dengan lingkungannya dapat itu dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya learning to be. Kesempatan berinteraksi dengan
berbagai individu atau kepribadiannya learning to live together untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran
terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup”. Pelaksanaan pendidikan hak asasi manusia dalam mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pelaksanaan yang wajib melalui pembelajaran dalam kelas yang saat ini telah dilaksanakan dan dinilai oleh guru.
Pada mata pelajaran yang lain, pendidikan hak asasi manusia dapat diintegrasikan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar dari mata pelajaran yang relevan.
Pemilihan cara dan bentuk pendidikan hak asasi manusia di sekolah dibebaskan kepada satuan pendidikan sesuai dengan visi dan misi masing-masing satuan
pendidikan. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar Pendidikan
Kewarganegaraan PKn untuk Sekolah Menengah Pertama SMP atau Madrasah Tsanawiyah MTs yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional
2006: 2 hak asasi manusia merupakan salah satu aspek dalam ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi:
1. Hak dan Kewajiban Anak,
2. Hak dan Kewajiban Anggota Masyarakat,
3. Instrumen Nasional dan International Hak Asasi Manusia,
4. Pemajuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia.
Adapun tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan. 2.
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Depdiknas, 2006: 49
Dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di atas, selayaknya pembelajaran hak asasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat
membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan intelektual dan pengalaman. Materi hak asasi manusia dibelajarkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran siswa terhadap hak asasi manusia. Tujuannya adalah untuk mencegah siswa melakukan tindakan yang
bertentangan dengan hak asasi manusia. Kenyataan ini sesuai dengan misi dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu sebagai mata pelajaran yang
membentuk warga negara agar memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter Tiffany, 2009 dalam http:rimamiror.com-pembelajaran-ham. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soetandyo Wignjosoebroto dalam
Sobirin Maulian dan Suparman Marzali,2006: 2 yang mengatakan bahwa: “Pendidikan Kewarganegaraan civics, yang berhakikat juga sebagai
pendidikan untuk mengenali dan menghayati hak-hak warga negara yang asasi civil right diacarakan dengan harapan agar setiap peserta didik pada
akhirnya akan dapat menyadari hak-haknya yang asasi, yang perlindungannya dijamin oleh undang-undang negara. Lebih lanjut dari
sebatas menyadari hak-haknya sendiri, diharapkan pula akan dapat membangkitkan empati di kalangan peserta didik, ialah kesadaran bahwa
orang-orang lain sebagai sesama warga atau sesama manusia itu adalah sesungguhnya juga penyandang hak yang harus pula ia hormati”.
Artinya, pembelajaran
hak asasi
manusia dalam
Pendidikan Kewarganegaraan berguna untuk membentuk kesadaran pada peserta didik
terhadap hak-hak asasi yang dimilikinya, serta menumbuhkan rasa empati yaitu memiliki kesadaran untuk menghargai dan menghormati hak-hak orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia memang diperlukan dan tidak hanya sekedar pemberitahuan, tetapi memerlukan sistem penanaman nilai sejak dini
yaitu melalui sistem pendidikan yang secara sengaja memasukkan materi hak asasi manusia. Dengan adanya materi mengenai hak asasi manusia yang diberikan
kepada siswa diharapkan dapat membentuk kesadaran hak asasi manusia sejak dini sebagai upaya dalam pembinaan warga negara yang baik yaitu warga negara
yang cerdas, terampil dan berkarakter serta memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya, sebagaimana dirumuskan dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pembelajaran hak asasi manusia pada Pendidikan Kewarganegaraan perlu
dibangun dan dikembangkan guna melestarikan dan mengembangkan kehidupan sosial yang baik dalam masyarakat yang memerlukan kesadaran hak asasi
manusia dari setiap warga negaranya, sehingga tujuan dari pembelajaran hak asasi manusia tercapai yaitu terciptanya warga negara yang mau dan mampu untuk
menjunjung tinggi hak asasinya. Berdasarkan uraian di atas, materi hak asasi manusia dalam mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat membentuk kesadaran akan hak asasi manusia pada siswa sesuai dengan harapan semua pihak, termasuk
lingkungan. Meskipun materi hak assi manusia telah diajarkan pada siswa sebagai upaya membentuk kesadaran hak asasi manusia masih terlihat perilaku-perilaku
siswa yang kurang mencerminkan kesadaran hak asasi manusia. Fakta menunjukkan sejumlah kasus kekerasan atau yang biasa dikenal dengan istilah
bullying yang terjadi pada siswa, tidak sepenuhnya dilakukan oleh tenaga
pendidik melainkan teman sekelasnya sesama peserta didik, bahkan tak jarang diantaranya masuk dalam tindakan kejahatan yang mencerminkan ketidaksadaran
akan hak asasi manusia. Bullying merupakan bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha
menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorangkelompok yang lebih lemah oleh seseorangsekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih
kuat Kabar Indonesia, 3 Juni 2007 dalam http:www.kabarindonesia.com
. Sedangkan menurut Diena Haryana 2007 menyatakan bahwa,” Secara sederhana
bullying diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak
berdaya”. Adapun bentuk bullying terbagi tiga, yaitu bersifat fisik, seperti memukul, menampar, memalak; verbal seperti memaki, menggosip, mengejek;
serta psikologis,
seperti mengintimidasi,
mengecilkan, mengabaikan,
mendiskriminasi. http:run18.multiply.comreviewsitem3
. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah
saat ini sangat memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat bagi anak menimba ilmu serta membantu membentuk karakter pribadi yang positif
ternyata malah menjadi tempat tumbuh suburnya praktek-praktek kekerasan. Plan Indonesia dan SEJIWA dalam Hanna Meita 2009 melakukan survei
yang melibatkan 1.500 pelajar SMP dan SMA di 3 kota besar yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Dari hasil survei membuktikan bahwa 67 pelajar
SMP dan SMA menyatakan tindak kekerasan pernah terjadi di sekolah mereka http:www.riliskan.comanak-indonesia-bangkit-melawan-bullying.html.
Berdasarkan uraian di atas, maka pemahaman tentang konsep hak asasi manusia sangat diperlukan di SMP Negeri 1 Kebakkramat untuk mendorong
adanya keseimbangan antara pemahaman tentang hak asasi manusia dengan kesadaran akan hak asasi manusia yang diwujudkan dengan sikap dan perilaku
positif terhadap perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Pemahaman hak asasi manusia pada siswa dapat dilihat dari hasil tes
pembelajaran materi hak asasi manusia. Adapun hasil tes materi hak asasi manusia pada siswa kelas VII diperoleh nilai rata-rata sebesar 83,43 sehingga
dikategorikan pemahaman siswa pada materi hak asasi manusia sangat tinggi sehingga hal tersebut tentunya dapat membentuk kesadaran hak asasi manusia
yang tinggi pula pada siswa. Menurut keterangan guru bimbingan konseling untuk siswa kelas VII
secara umum sikap dan perilaku siswa menunjukkan kesadaran hak asasi manusia yang cukup baik, hal itu dapat dilihat dari minimnya tindak pelanggaran yang
dilakukan siswa kelas VII terkait dengan kesadaran hak asasi manusia. Ada dua kemungkinan yang menjadi faktor minimnya tindak pelanggaran yang dilakukan
siswa kelas VII terkait dengan kesadaran hak asasi manusia. Pertama, karena siswa benar-benar memiliki pemahaman hak asasi manusia yang baik. Kedua,
karena siswa merasa masih tergolong siswa junior sehingga ada perasaan takut untuk melakukan tindakan-tindakan pelanggaran.
Meskipun demikian, ada juga beberapa siswa kelas VII yang menunjukkan sikap dan perilaku yang kurang mencerminkan kesadaran hak asasi manusia yaitu
dengan melakukan tindakan-tindakan yang seperti memaki dan menghina sesama teman sehingga tak jarang hal tersebut memicu adanya perkelahian. Selain itu,
bentuk kurangnya kesadaran siswa akan hak asasi manusia berdasarkan keterangan guru Pendidikan Kewarganegaraan, dapat dilihat pula pada saat proses
pembelajaran yang sedang berlangsung. Siswa cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran meskipun telah diterapkan metode diskusi untuk menciptakan
pembelajaran yang interaktif antara guru dengan murid. Kurangnya partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan rendahnya kesadaran siswa
akan hak asasi manusia bahwa dirinya berhak untuk mengeluarkan pendapat sesuai dengan pikiran serta penilaiannya terhadap suatu hal.
Dari uraian yang telah disampaikan di atas maka timbul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian tentang ada tidaknya hubungan yang positif
dan signifikan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi manusia pada siswa, sehingga dalam penelitian ini penulis mengambil judul yaitu:
hubungan antara pemahaman hak asasi manusia dengan kesadaran hak asasi manusia pada siswa kelas VII SMP Negeri I Kebakkramat tahun ajaran
20092010.
B. Identifikasi masalah