d. Income atau pendapatan rata-rata tempat usaha tiap bulannya selama
satu tahun opersional tempat usaha hiburan tersebut.
3. Peranan Yayasan Karya Cipta Indonesia
Berkaitan dengan penggunaan karya cipta, pemegang hak cipta tidak memiliki kemampuan untuk memonitor setiap penggunaan karya ciptanya oleh pihak lain.
Pemegang Hak Cipta tersebut tidak bisa setiap waktu mengontrol setiap stasiun televisi, radio, restoran untuk mengetahui berapa banyak karya cipta lagunya telah
diperdengarkan ditempat tersebut. Oleh karena itu, untuk menciptakan kemudahan baik bagi si pemegang hak cipta untuk memonitor penggunaan karya ciptanya dan
bagi si pemakai maka si penciptapemegang Hak Cipta dapat saja menunjuk kuasa baik seseorang ataupun lembaga yang bertugas mengurus hal-hal tersebut. Dalam
prakteknya di beberapa negara, pengurusan lisensi atau pengumpulan royalti dilakukan melalui suatu lembaga manajemen kolektif.
Di Indonesia, salah satu lembaga manajemen kolektif adalah Yayasan Karya Cipta Indonesia YKCI. Yayasan Karya Cipta Indonesia didirikan di Jakarta yang
mempunyai maksud dan tujuan : 1. Mengurus kepentingan para pencipta Indonesia yang hak ciptanya dikuasakan
kepada Yayasan, terutama dalam rangka pemungutan fee royalty bagi pemakaian hak ciptanya oleh orang lain untuk kepentingan penggunaan yang bersifat
komersial baik di dalam maupun di luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
2. Mewakili kepentingan para pencipta luar negeri, terutama dalam rangka pemungutan fee royalty atas pemakai hak Cipta asing oleh orang lain untuk
kepentingan penggunaan yang bersifat komersial di wilayah Indonesia. 3.. Mewakili dalam mempertahankan dan melindungi kepentingan para Pencipta atas
pelanggaran Hak Cipta. 4. Meningkatkan kreativitas para pencipta melalui pendidikan pembinaan dan
pengembangan serta kemampuan pengetahuan dalam bidang musik. Sedangkan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, maka YKCI
menjalankan usaha-usahanya sebagai berikut :
1. Melaksanakan administratif bersama collective administration atas pemakaian Hak Cipta dari para pencipta pada umumnya, Pencipta musik pada khususnyabaik
ciptaan Indonesia maupun asing; 2. Melakukan pemungutan fee royalty atas pemakaian Hak Cipta untuk kepentingan
komersial baik berupa pertunjukan maupun penyiaran performing right dan penggandaan melalui media cetak maupun alat mekanik mechanical right;
3. Mendistribusikan pungutan fee royalty tersebut dalam pasal 5 sub b kepada yang berhak setelah dipotong biaya
administrasi; 4. Berperan serta secara aktif di dalam kegiatan pendidikan pembinaan dan
pengembangan dalam rangka peningkatan kreatifitas, pengetahuan serta kemampuan para Pencipta Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Institusi ini adalah fasilitator yang sangat penting bagi pencipta maupun pengguna karya ciptapemakai, karena institusi ini menjembatani hubungan antara
pemegang hak cipta dengan pemakai dan akan memastikan bahwa si pemegang hak cipta atau pencipta menerima pembayaran atas penggunaan karya mereka. Institusi ini
bertindak atas nama para anggotanya untuk menegosiasikan royalti dan syarat-syarat penggunaan karya cipta tersebut kepada pemakai, mengeluarkan lisensi untuk
pemakai, mengumpulkan dan mendistribusikan royalti.
113
Pemakai yang antara lain adalah stasiun televisi, radio, restoran, cafe, hotel, pusat perbelanjaan, diskotik, theater, karaoke dan tempat-tempat lainnya yang
memutarkan dan memperdengarkan lagumusik untuk kepentingan komersial berkewajiban untuk membayar royalti karena lagumusik adalah karya intelektual dari
seseorang, dimana pembayaran royalti tersebut di Indonesia dapat dilakukan melalui KCI. Perlu di ingat bahwa royalti yang anda bayarkan tidak akan masuk kedalam
institusi KCI melainkan akan didistribusikan oleh KCI kepada para pencipta lagu yang karyanya telah digunakan. Untuk mempermudahnya, pemakai dapat pula
memiliki lisensi dari KCI ini sehingga pemakai dapat menggunakan jutaan karya cipta musik untuk kepentingannya dimana sebagai konsekwensinya adalah membayar
royalti kepada KCI atas lisensi tersebut.
114
Lisensi adalah kontrak yang memungkinkan pihak lain selain pemilik hak kekayaan intelektual untuk membuat, menggunakan, menjual atau mengimport
113
http:.www.hukumonline.co.idykci diakses pada tanggal 18 maret 2008
114
http:www.ykci.or.idumum_lembaga.php diakses pada tanggal 23 April 2008
Universitas Sumatera Utara
produk atau jasa berdasarkan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini Yayasan Karya Cipta Indonesia YKCI telah menerima kuasa dari
pemilik hak untuk membuat perjanjian dengan pengguna musik komersial dengan menerbitkan sertifikat Lisensi Pengumuman Musik.
115
Pemberi lisensi harusnya mengetahui sampai titik mana hak kekayaan intelektual dapat dilisensikan kepada pihak lain dan seberapa jauh pemberi lisensi
sudah dilindungi secara hukum. Demikian hal bagi Penerima Lisensi harus mengetahui keabsahan dan kepemilikan atas obyek dari lisensi. Dengan demikian
dalam sertifikat Lisensi tersebut baik bagi pemakai maupun penerima hak lisensi harus mengetahui hak dan kewajibannya serta kesenangannya dalam menyerahkan
menggunakan hak yang ada dalam hak cipta Sehubungan dengan lisensi tersebut, perlu diperhatikan beberapa hal penting
bahwa lisensi tersebut sesuai dengan sifatnya merupakan suatu perjanjian yang pada dasarnya harus disepakati oleh kedua belah pihak tanpa paksaan. Sebagai suatu
perjanjian, baik anda yang merupakan pengguna pemakai karya cipta musik maupun PenciptaPemegang Hak Cipta KCI sebagai kuasa yang merupakan para pihak
dalam perjanjian pada dasarnya dapat melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan dalam perjanjian. Dalam negosiasi tersebut dapat dibahas hal-hal yang
juga menyangkut kepentingan anda sebagai pemakai, diantaranya mengenai ruang lingkup pemanfaatan karya cipta tersebut apakah akan digunakan untuk kepentingan
115
http:www.ykci.or.idlisensi_slpmuser.php diakses pada tanggal 10 Juni 2008
Universitas Sumatera Utara
sendiri atau untuk komersial. Dimana apabila suatu karya cipta digunakan untuk kepentingan sendiri tidak ada kewajiban untuk membayar royalti.
Negosiasi tersebut juga dapat dilakukan terhadap besarnya royalti yang harus dibayarkan oleh anda sebagai pengguna dan sistem pembayaran royalti tersebut
sesuai dengan kapasitas anda dalam melakukan pembayaran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PELAKSANAAN PERFORMING RIGHT DALAM KEGIATAN USAHA
HIBURAN DI KOTA MEDAN
Deskripsi Lokasi Penelitian
116
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara
regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah
daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan
langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota- kota negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-
lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barangjasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya
yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor
116
Disadur dari http:www.pemkomedan.go.idselayang_informasi.php diakses pada tanggal 16 Desember 2008
Universitas Sumatera Utara
tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regionalnasional
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman plural adapt istiadat. Hal ini
memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi
demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan
perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.
Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan
kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain
perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian
disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.
Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak
Universitas Sumatera Utara
banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai
dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran fertilitas dan tingkat kematian mortalitas,
meningkatnya arus perpindahan antar daerah migrasi dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik commuters, mempengaruhi kebijakan kependudukan yang
diterapkan. Sebagai aktivitas yang diorientasikan untuk memperoleh keuntungan secara
ekonomis, kegiatan bisnis merupakan bidang yang sangat luas dan terkait dengan bidang-bidang lainnya. Perubahan kondisi atau kebijakan dalam bidang lain akan
selalu mempengaruhi kondisi bisnis yang ada. Kegiatan bisnis, terlebih yang berskala besaar, akan sangat dipengaruhi lingkungan nasional, budaya, hukum, politik,
teknologi, hankam, dan lain-lain khususnya lingkungan makro ekonomi. Kondisi saling ketergantungan tersebut merupakan alasan kuat bagi
Pemerintah Kota Medan bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat, untuk selalu berusaha menciptakan iklim atau lingkungan yang kondusif bagi kegiatan
bisnis di kota ini, baik bagi bisnis lokal, domestik, maupun asing. Kenyataan menunjukkan bahwa faktor yang menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif
sangat kompleks, saling ketergantungan, pengaruh mempengaruhi antar berbagai faktor sehingga sangat multi dimensi. Untuk itulah Pemko Medan secara intens dan
terus menerus selalu melakukan dialog, berinteraksi dengan seluruh kalangan dan lapisan masyarakat untuk membangun dan menciptakan lingkungan bisnis yang
Universitas Sumatera Utara
kondusif bagi semua pelaku bisnis tanpa diskriminatif. Dalam pembangunan Kota Medan paling tidak ada lima pelaku yang paling menonjol; Pemerintah, Swasta
dunia usaha, Masyarakat, Profesional, dan Intelektual. Demikian juga dalam kegiatan ekonomi, selain dikenal sektor publik yang diperankan oleh Pemerintah juga
tidak kalah pentingnya sektor Swasta dan Masyarakat. Bahkan dilihat dari kontribusi masing-masing sektor, sektor Swasta memberikan sumbangan jauh lebih besar,
bahkan mencapai 80 dari total investasi yang ada. Dengan demikian sektor Pemerintah hanya memberikan sumbangan 20. Oleh karena itu salah satu kebijakan
penting yang ditempuh Pemko Medan adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi sektor Swasta dan Masyarakat untuk terlibat tidak saja dalam aktivitas-aktivitas
yang diorientasikan mencari laba, tetapi juga kegiatan pembangunan kota secara keseluruhan.
Untuk mendorong partisipasi luas Swasta dan Mmasyarakat dalam pembangunan kota maka salah satu cara taktik yang ditempuh adalah membangun
kemitraan antara Pemko, Swasta dan Masyarakat dengan dukungan kaum profesional dan Intelektual.
Berbagai kemitraan dan kerjasama tersebut terus dibangun dan dikembangkan dengan dasar saling memperkuat, saling membutuhkan dan saling menguntungkan
satu sama lain. Adalah komitmen Pemko Medan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi sektor Swasta dan Masyarakat untuk terlibat dalam proyek
pembangunan kota sektor publik, dengan berbagai bentuk perjanjian yang mungkin dilaksanakan seperti sistem kontrak sewa dan lain-lain. Dengan demikian tanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab pembangunan kota, dipandang merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh lapisan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara, dengan pertimbangan bahwa ibukota propinsi ini yang menjadi tempat dan
pusat pelayanan termasuk maraknya tempat hiburan yang banyak dikelola para investor pemilik modalsebagai usaha komersial di bidang seni musiklagu karoke.
Populasinya, seluruh pengusaha hiburan karaoke yang bergerak dalam usaha komersial di bidang karya seni musik dengan teknik non random sampling yaitu
dengan cara osive sampling. Sedangkan populasi pengusaha hiburan karaoke, karena jumlahnya relatif banyak maka diambil 10 unit usaha hiburan karaoke.
117
Pelaksanaan Performing Rights dalam Kegiatan Uasah Hiburan Karoke Di Kota Medan
Dari penelitian dilapangan terhadap pelaksanaan performing rights dalam kegiatan usaha hiburan karoke di kota Medan, para responden menyatakan kurang
memahami: 1. Sikap Hukum Pengusaha Hiburan Musik dan Aparat Penegak Hukum Berkenaan
Pelaksanaan Performing Rights
117
Penulis dalam penelitian ini mengambil inisiatif untk hanya menggunakan inisial tempat usaha karoke demi melindungi kredibilitas tempat usaha dan mengantsipasi masalh yang dapat timbul
dikemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
Sikap hukum tersebut merupakan persepsi para pihak yang diwujudkan dalam ketaatan pengimplementasian ketentuan undang-undang Hak Cipta khususnya yang
berkaitan dengan penggunaan atau penyuaraan lagu-lagu yang dikomersialkan. Sikap hukum para pihak tersebut merupakan hal yang mendasar bagi
efektifnya pelaksanaan hukum. Sikap hukum di sini dapat diukur dengan mengetahui bagaimana tingkat pemahaman hukumnya, penyerapan informasi serta bagaimana
ketaatan hukumnya. Dengan memahami peraturan perundangundangan tentang Hak Cipta secara baik dan benar akan memperlancar pelaksanaan dan perlindungan hak-
hak ekonomi pencipta hasil Performing Rights. Sebelum mengetahui tingkat pemahaman hukum responden alangkah baiknya
kalau mengetahui terlebih dahulu tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan responden memperlihatkan bahwa responden berpendidikan sekolah dasar tidak ada
00,00 , berpendidikan Sekolah Lanjutan SLP dan SLA 66,67 , dan yang berpendidikan Perguruan Tinggi 33,33 . Dengan demikian berdasarkan data
kuantitatif dapatlah diketahui bahwa tingkat pendidikan responden lebih banyak yang berpendidikan SL sehingga dapat dikategorikan bahwa tingkat pendidikan responden
relatif masih sedang. Dengan pendidikan yang relatif masih sedang, tentunya amat sangat mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap substansi dari Undang-
Undang Hak Cipta. Data kuantitatif menunjukkan bahwa 22,22 responden menyatakan
memahami isi dari Perundangundangan Hak Cipta di Indonesia, 44,44 serta 33,33
Universitas Sumatera Utara
responden menyatakan tidak memahami sama sekali isi dari Perundangundangan Hak Cipta.
Berdasarkan gambaran di atas dapatlah disimpulkan bahwa tingkat pemahaman responden tentang isi Perundang-undangan Hak Cipta berada pada
kategori rendah, sedangkan responden yang menyatakan kurang memahami isi Perundang-undangan Hak Cipta 44,44 masuk dalam kategori tinggi.
Setelah dilakukan penelusuran lebih jauh melalui wawancara terhadap dua responden yang menyatakan memahami Perundang-undangan Hak Cipta, ternyata
pemahaman mereka sebatas adanya pencipta dan karyanya yang diperolehnya atau informasinya melalui media cetakelektronik
118
. Selain itu responden mengetahui dan memahami bahwa para pencipta lagu berhak atas royalti. Namun tidak mengetahui
bahwa ada hak-hak ekonomi yang melekat pada Performing Rights. Hasil penelitian selanjutnya tentang perolehan informasi dan sumber mana informasi tersebut
diperoleh, bagi pengusaha hiburan karaoke, menunjukkan bahwa responden pengusaha hiburan karaoke memperoleh informasi yang frekuensinya paling
dominan adalah media cetakelektronik, di mana 22,22 sering dan 77,78 kadangkadang. Selain informasinya dari media cetak, juga sebagian kecil hanya
22,22 yang kadang-kadang memperolehnya melalui pendidikan formal. Di samping sumber informasi dengan frekuensi yang dominan, terdapat pula
sumber yang sama sekali belum pernah didapatkan, sumber tersebut adalah
118
Berdasarkan wawancara terhadap manajer operasional S karoke dan B karoke tanggal 19 Agustus 2008.
Universitas Sumatera Utara
penyuluhan hukum. Ternyata dari 9 responden menyatakan bahwa selama mengelola usahanya maupun sebelumnya, sama sekali tidak pernah memperoleh penyuluhan
hukum Hak Cipta. Kenyataan-kenyataan di atas berdasarkan keterangan melalui jawaban surat elektronik email dari wakil kepala unit pelayanan hukum Departemen
Hukum dan HAM yang juga membawahi unit pelayanan Hak Cipta, merek dan paten melalui situs resmi, diperoleh keterangan bahwa menyangkut penyuluhan hukum
dalam bidang HAKI, hingga saat penelitian ini dilakukan, baru dilaksanakan untuk hak merek. Hal tersebut dikarenakan untuk melaksanakan penyuluhan hukum harus
berdasarkan pada petunjuk pelaksanaan anggaran yang disediakan oleh Departemen. Dan lebih lanjut dijelaskan bahwa telah dilakukan upaya kerjasama dengan Yayasan
Karya Cipta Indonesia YKCI di Jakarta, namun sampai sekarang belum ada realisasinya.
119
Sehingga penulis beranggapan bahwa belum adanya keseriusan dari aparat pemerintah untuk mensosialisasikan peraturan perundang-undangan di bidang
Hak Cipta. Selanjutnya hasil pemantauan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan responden sama sekali belum mencerminkan keefektifan hukum. Sebagian 33,33 responden ingin mematuhi peraturan hukum, semata-mata agar hubungan
baik tetap terjaga. Namun kepatuhannya bukan karena untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar royalti kepada pencipta lagu, tetapi kemungkinan hanya agar
119
Berdasarkan jawaban email dari http:dephumham.or.idhaki_kosultasi.php pada tanggal 22 September 2008
Universitas Sumatera Utara
hubungan baiknya dengan mereka yang diberi wewenang menerapkan hukum tetap terjalin baik, agar usaha karaoke yang mereka kelola tetap dapat berjalan dengan
baik.
2. Kondisi Kemasyarakatan yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Performing Rights
Hukum merupakan pencerminan pola hubungan ekonomi, politik, dan sosial budaya, serta mewujudkan berlangsungnya pemantapan hubungan-hubungan itu.
Sistem hukum dapat merupakan mekanisasi yang secara tidak langsung melayani kepentingan kelas ekonomi dan kelas politik yang dominan. Sehingga akan memberi
pengaruh khususnya dalam kehidupan sosial. Dengan demikian akan dicoba melihat sejauh mana aspek ekonomi, aspek politik, dan aspek sosial budaya mempengaruhi
pelaksanaan Performing Rights. Dominasi pengusaha yang cenderung didasarkan pada kepentingan duniausahanya dalam mengejar keuntungan Profit motive, bagi
seorang pengusaha lebih dikedepankan dalam menjalankan usahanya. Karena pada dasarnya usaha yang dikelolanya dalam bentuk hiburan karaoke untuk kebutuhan
masyarakat pencinta musik dikelolanya dengan motive keuntungan. Hal tersebut tercermin dalam jawaban-jawaban responden yang menunjukkan bahwa 88,89
responden yang sangat mengutamakan keuntungan dalam menjalankan usahanya. Dengan adanya prinsip mengutamakan keuntungan, pengusaha selalu
berusaha menekan biaya-biaya pengeluaran, termasuk menghindari untuk membayar
Universitas Sumatera Utara
royalti, karena dengan membayar royalti akan membuat daftar pungutan bertambah panjang.
Meskipun kepentingan ekonomi keuntungan merupakan tujuan utama bagi pengusaha, tidak berarti kepentingan Pemda menjadi terabaikan. Kepentingan Pemda
terhadap pengusaha hiburan karaoke adalah memperoleh masukan berupa pajak, sedangkan kepentingan pengusaha adalah memperoleh keuntungan yang lebih banyak
dari pengunjung pencipta musik. Dengan demikian secara tak langsung juga akan memberikan imbalan kepada Pemda melalui peningkatan pajak sebagai akibat
peningkatan keuntungan. Responsi tersebut dapat tercermin dari sisi pelayanan yang memudahkan
pengusaha untuk memperoleh Surat Izin Tempat Usaha SITU serta kemudahan- kemudahan lainnya. Terbukti bahwa dari 9 responden, 5 55,56 responden yang
menjawab bahwa dalam mengurus izin usaha tidaklah mendapat kesulitan, dan 4 44,44 yang menjawab kadang-kadang ada kesulitan namun bukanlah suatu yang
dapat menghambat jalannya usaha. Keadaan tersebut di atas, tidak terlepas dari kepentingan Pemerintah Daerah
Kota Medan yang antara lain dengan jalan meningkatkan dan menjaga ketertiban kelancaran produktivitas pengusaha, serta menjaga ketertiban di dalam hubungan
kemasyarakatan, yang akan memperoleh pemasukan berupa pajak atau pungutan dari fasilitas-fasilitas yang lainnya.
Dengan adanya pengusaha melalui usaha hiburan karaoke yang dikelolanya dengan profit motive, yang mana selain harus membayar pajak restoran dan hiburan,
Universitas Sumatera Utara
juga membeli kaset-kaset VCD untuk memenuhi selera pengunjung. Hal-hal tersebut, telah mempengaruhi para pengusaha untuk tidak memenuhi kewajibannya membayar
royalti yang merupakan hak-hak ekonomi pencipta. Dengan demikian Performing Rights hak mengumumkan lagu-lagu pencipta yang dikomersialkan oleh pengusaha
karaoke di Kota Medan telah merugikan para pencipta.
Dari hasil pengumpulan informasi dan data melalui kuesioner dan wawancara, sebabsebab timbulnya keadaan tersebut terutama bersumber pada :
a. Masih belum memasyarakatnya etika untuk menghargai dan
menghormati karya cipta seseorang. b.
Kurangnya pemahaman terhadap arti dan fungsi Hak Cipta serta ketentuan-ketentuan Undang-Undang Hak Cipta pada umumnya yang
disebabkan karena masih belum adanya penyuluhan yang memadai mengenai hal tersebut.
3. Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Ekonomi Pencipta Perlindungan hukum Law Protection yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah pemberian rasa aman dan pasti, atau rasa terlindungi oleh peraturan perundangundangan UUHC, dari perbuatan-perbuatan yang tidak bertanggung
jawab atau curang. Hasil penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana wujud perlindungan
hukum hak ekonomi pencipta tatkala lagu ciptaannya disuarakan secara komersial
Universitas Sumatera Utara
oleh pengusaha karaoke, yang akan diukur dengan mengungkapkan sejauhmana koordinasi antar instansi terkait, dan bagaimana penegakan hukum dalam rangka
memberi perlindungan hukum terhadap hk-hak ekonomi pencipta berkenaan pelaksanaan Performing Rights sebagai usaha komersial.
Kenyataan yang penulis dapatkan di lokasi penelitian, aparat pemerintahaparat penegak hukum bahwa sampai saat penelitian ini dilaksanakan
khusus untuk masalah .Performing Rights menunjukkan belum adanya koordinasi yang baik antara instansi terkait dalam rangka pengawasan dan pemantauan terhadap
pengusaha karaoke yang melakukan pelanggaran Hak Cipta. Di samping itu aparat pemerintah belum ada kerjasamanya dalam melakukan sosialisasi UUHC.
Frekuensi pengawasan oleh aparat penegak hukum menunjukkan bahwa 55,56 responden pengusaha karaoke yang sama sekali tidak pernah didatangi atau
dipantau oleh aparat penegak hukum. Selebihnya 44,44 responden yang menjawab kadang-kadang, namun pengawasan yang mereka maksudkan adalah
mengenai kasetfilm yang berbau pornografi. Menyimak hal tersebut di atas, menurut penulis dapat dijelaskan bahwa aparat
penegak hukum, belum serius memberi tindakan bahkan ada yang belum memahami secara baik dan benar tentang kriteria pelanggaran Hak Cipta. Karena pernyataan
bahwa “belum pernah melakukan pelanggaran” itu sangat berbeda sekali dengan hasil pemantauan penulis di lapangan. Kenyataan menunjukkan bahwa 7 dari 10 tempat
karaoke tidak mempunyai lisensi, dan 1 dari 10 tempat karaoke yang menjadi objek penelitian menyatakan bahwa usahanya memiliki lisensi berdasarkan karena adanya
Universitas Sumatera Utara
franchise usaha yang keberadaannya di kota medan adalah sebagi cabang dari tempat karaoke yang berpusat di jakarta
Hal tersebut dapat dilihat dari jawaban-jawaban responden di mana 85 responden belum ada izin dari pencipta laguYKCI sebagai pihak yang mewakili
pencipta. Menurut penulis, inilah yang merupakan pelanggaran Hak Cipta.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK PRODUSER REKAMAN SUARA
DAN PEMEGANG HAK CIPTA
Perlindungan atas Hak Cipta adalah berdasarkan pada kesepakatan The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works tanggal 9 September
1886 di Bern, Swiss. Pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada tanggal 1 November 1912 memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern melalui asas
konkordansi di Hindia Belanda dengan mengeluarkan suatu Auterswet 1912 berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Belanda pada tanggal 29 Juni 1911 Stb
Belanda No. 197. Konvensi Bern 1886 terus direvisi dan diamandir oleh negara- negara anggota WIP0. Terakhir direvisi di Paris pada tahun 1971 dan 1989.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern akan menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasional di
bidang Hak cipta. Lima prinsip dasar dianut Konvensi Bern adalah sebagai berikut:
120
Pertama, prinsip perlakuan nasional national treatment principle, yakni ciptaan yang berasal dari salah satu peserta perjanjian atau suatu ciptaan yang
pertama kali diterbitkan pada salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum yang sama sebagaimana diperoleh ciptaan peserta warga negara
itu sendiri. Kedua, prinsip perlindungan hukum langsungotomatis automatic protection
principle. Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa
120
http:elisa.ugm.ac.idfilesdinawkR5f3OnqxKuliah20HAKI202006.pdf.
Universitas Sumatera Utara
harus memenuhi syarat apa pun must not be conditional upon compliance with any formality.
Ketiga, prinsip perlindungan independen independent of protection principle, yakni suatu perlindungan hukum yang diberikan tanpa harus bergantung
kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta. Keempat, prinsip minimal jangka waktu hak cipta minimum duration of
copyright. Perlindungan diberikan minimal selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Kelima, prinsip hak-hak moral moral rights principle. Hak yang tergolong sebagai hak moral dimiliki pencipta seperti keberatan mengubah, menambah atau
mengurangi keaslian ciptaan yang perlu mendapat pengaturan perlindungan-nya dalam hukum nasional negara peserta Konvensi Bern.
Pemerintah Indonesia menjadi anggota WTO sejak tahun 1994. Keikutsertaan ini juga membawa konsekuensi hukum harus memberlakukan semua hasil dan prinsip
dasar dari Konvensi Bern. Hal, ini ditindak-lanjuti dengan mensahkannya melalui pembentukan Keppres RI No. 18 Tahun 1997 pada tanggal 7 Mei 1997 dan segera
dinotifikasikan ke WIPO berdasarkan Keppres RI No. 19 Tahun 1997 tanggal 5 Juni 1997.
121
Berlakunya hasil kesepakatan The Berne Convention di Indonesia, maka pemerintah harus mampu untuk melindungi ciptaan dari seluruh negara anggota
121
http:dansur.blogster.comsejarah_dan_perkembangan
Universitas Sumatera Utara
peserta dan penandatangan The Berne Convention tersebut. Selain itu, Indonesia harus pula melindungi ciptaan bangsa asing yang ada di tanah air melalui kesepakatan
pada perjanjian bilateral yang telah diratifikasi. Adanya perjanjian bilateral tersebut akan memberi perlindungan hukumdan rasa aman hak cipta secara timbal balik antara
ciptaan bangsa kita dengan bangsa lain yang sama-sama bergabung dalam WTO, terutama dengan berlakunya pasar bebas.
122
Pada persetujuan TREPs, khususnya Pasal 7 menentukan konsep dasar sasaran perlindungan dan penegakan hukum law enforcement terhadap HKI yang
ditujukan untuk memacu penemuan baru di bidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi dengan tetap memperhatikan
kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi, dan keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
123
Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur dalam undang-undang untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta oleh orang-orang yang tidak
berhak. Apabila terjadi pelanggaran, maka pelang-garan itu harus diproses secara hukum, dan bilamana terbukti melakukan pelanggaran akan dijatuhi hukuman sesuai
dengan ketentuan undang-undang hak cipta. UU No. 19 Tahun 2002 mengatur jenis-
122
Ibid
123
Ibid
Universitas Sumatera Utara
jenis perbuatan pelanggaran dan ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun pidana.
124
UU No. 19 Tahun 2002 memuat sistem deklaratif first to use system, yaitu perlindungan hukum hanya diberikan kepada pemegang pemakai pertama atas hak
cipta. Apabila ada pihak lain yang mengaku sebagai pihak yang berhak atas hak cipta, maka pemegangpemakai pertama harus membuktikan bahwa dia sebagai pemegang
pemakai pertama yang berhak atas hasil ciptaan tersebut. Sistem deklaratif ini tidak mengharus-kan pendaftaran hak cipta namun pendaftaran pada pihak yang berwenang
cq Ditjen hak Kekayaan Intelektual Depkeh RI merupakan bentuk perlindungan yang dapat memberikan kepastian hukum atas suatu hak cipta.
125
Perlindungan hak bagi Pencipta lagu diatur di dalam Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 jo. Nomor 12 Tahun 1997 jo.
Nomor 7 Tahun 1987 jo. Nomor 6 Tahun 1982, yang menyatakan bahwa seorang Pencipta memiliki hak khusus untuk mengumumkan atau memperbanyak karya
ciptanya maupun memberi izin untuk itu. Sesuai dengan bunyi Pasal 1 I Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun
2002 menyatakan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan yakni berupa pembacaan, penyuaraan, penyiaran,
atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara
124
http:esubijono.wordpress.comhaki_praktek
125
Widyopramono, Tindak pidana Hak Cipta, Analisis dan Penyelesaiannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2004,hal.25
Universitas Sumatera Utara
sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, di dengar atau dilihat orang lain, misalnya mengumumkan musik melalui pemutar kaset, CD, pesawat radio,
televisi, internet, dan media lainnya, atau memperbanyak ciptaannya berupa menambah jumlah suatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau
menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalih wujudkan suatu ciptaan, misalnya memperbanyak
musik ke dalam bentuk kaset, CD, VCD, DVD atau benluk-bentuk phonogram lainnya, memadukan musik ke dalam bentuk audio visual seperti film, sinetron, video
clip, memperbanyak musik ke dalam bentuk cetakan seperti buku, majalah atau media cetak lainnya, atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
126
Hal ini berarti jika ada pihak yang ingin menggunakan suatu karya musik dari seseorang sepatutnya, menurut Undang-Undang Hak Cipta, meminta izin terlebih
dahulu kepada si Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta.
127
Pengguna musik dalam bentuk memperbanyak maupun mengumumkan musik, adalah pihak yang wajib meminta izin. Izin tersebut dapat diperoleh secara
langsung kepada Pencipta atau Penerima Hak Cipta atau secara kolektif melalui penerbit musik music publishers atau melalui Collective Management Organization
CMO.
128
126
Roeslan Saleh, Seluk Beluk Praktis Hak Cipta lagu dan Perlisensiannya, Sinar Grafika Jakarta, 2006.hal. 27
127
Ibid
128
Ibid. hal.45
Universitas Sumatera Utara
Contoh pihak-pihak yang harus memiliki izin adalah pengguna musik dalam bentuk pengumuman, termasuk didalamnya adalah stasiun pemancar televisi dan
radio dengan tanpa kabel, perasahaan penerbangan, Bandar udara, pengelola tempat hiburan, bioskop, penyelenggara konser atau pertunjukan musik, pengusaha
restaurant, cafe, karaoke, discotheque, pengelola mal, supermarket, pertokoan, perkantoran, pengelola musik yang ditransmisikan secara digital website, ringtone,
online radio, dsb, salon, fitness center, aerobic. Sedangkan untuk pengguna musik dalam bentuk perbanyakan termasuk didalamnya adalah stasiun pemancar televisi dan
radio dengan tanpa kabel, perusahaan rekaman, pembuat iklan, pembuat film, pengelola musik yang ditransmisikan secara digital website, ringtone, online radio,
dsb
1. Upaya Penyelesaian Sengketa Dalam Hak cipta