F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
Dalam penelitian hukum, adanya kerangka teoritis dan kerangka konsepsional menjadi syarat penting. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa
konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Dan didalam kerangka teoritis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori
sebagai suatu system aneka “theore’ma” atau ajaran.
23
1. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang diteliti. Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dara kerangka
teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses
tertentu terjadi, dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang menunjukkan ketidak benarannya.
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo “ teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis diantara perubahan
variable dalam bidang-bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir frame of thinking dalam memehami serta menangani permasalahan yang
timbul di dalam bidang tertentu. Maria S. W. Sumardjono, menyebutkan bahwa teori adalah seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah
23
Soejono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. 1, Cet 7, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal.6
Universitas Sumatera Utara
didefinisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel sehingga
menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel
tersebut. Menetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini agar tidak
salah arah. M. Solly Lubis, menyebutkan “ bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui
ataupun tidak disetujui yang dijadikan rumusan dalam membuat kerangka berfikir dalam penulisan
24
. Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan atau
petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Dalam hal ini fungsi teori selaras dengan apa yang dipaparkan oleh Sugiyono bahwa
“ teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variable yang akan diteliti. Setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban sementara
terhadap masalah yang diajukan”. Artinya bahwa teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus
didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
25
Berawal dari pemikiran tentang ciptaan atau karya cipta, sudah sewajarnya apabila Negara menjamin perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya
intelektual manusia sebagai hasil dari olah pikirnya baik dalam bidang pengetahuan, industri, maupun seni dan sastra. Dasar pemikiran diberikannya kepada seorang
24
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994. hal.80
25
M. Solly Lubis, Op.Cit.hal.17
Universitas Sumatera Utara
individu perlindungan hukum terhadap ciptaan seorang individu tersebut berawal dari teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran Mazhab atau Doktrin Hukum Alam
yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang dikenal dalam Sistem Hukum Sipil yang merupakan sistem hukum yang dipakai di
Indonesia.
26
Pengaruh Mazhab Hukum Alam ini terhadap seorang individu yang menciptakan berbagai ciptaan yang kemudian memperoleh perlindungan hukum atas
ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual. Pasal 27 ayat 1 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, menyatakan : “
Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendaptkan perlindungan atas kepenringan-kepentingan moral dan material yang merupakan hasil dari ciptaannya di
bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.”
27
. Pengakuan universal ini mengakibatkan sudah tidak diragukan lagi bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan
manusia dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi, yaitu :
1. Konsepsi Kekeayaan
2. Konsepi Hak
3. Konsepsi perlindungan Hukum
Ketiga konsepsi ini lebih lanjut menimbulkan kebutuhan adanya pembangunan hukum dalam bentuk pelbagai undang-undang, misalnya mengenai
HAKI. Mengenai pembangunan hukum ini, Mochtar Kusumaatmadja berpendapat
26
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi ke-2 cetakan ke-3, Bandung, Alumni, 2005.hal. 17
27
Ibid.hal.18
Universitas Sumatera Utara
bahwa sanya hukum adalah sebagai sarana bagi pembangunan dan sarana pembaharuan masyarakat.
28
Pendapatnya yang demikian ini bertolak dari pandangan tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang dapat dikembalikan pada pertanyaan
fundamental yaitu : Apakah tujuan hukum itu ?. Jawaban yang dapat diajukan atas pertanyaan tersebut adalah bahwa pada akhirnya tujuan pokok dari hukum tersebut
apabila akan direduksi pada suatu hal saja, adalah ketertiban order
29
. Disamping ketertiban, tujuan hukum lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda sisi
dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia mengalami penjajahan Belanda
selama 3 ½ abad. Sebagai negara jajahan, masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya, demikian juga masalah hukum dan hak cipta semuanya dikuasi dan
ditenukan oleh penjajah. Kedaulatan, termasuk dalam hubungan internasional dikendalikan oleh pemerintah kolonia tersebut.
Ketika negeri Belanda menandatangani naskah Konveksi Bern pada tanggal 1 April 1913, sebagai negara jajahanya Indonesia diikutsertakan dalam konvensi
tersebut, sebagaimana tersebut dalam Staatsbalad tahun 1914, Nomor 797. Ketika Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma pada tanggal 2 Juni 1928, peninjauan
kembali ini dinyatakan pula berlaku untuk Indonesia Staatsblad tahun 1912
30
.
28
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002. hal.13-14
29
Eddy Damian, Op.Cit., hal. 19
30
Ali Syahdikhin, Perjalanan HAKI di Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta 2003. Hal.17
Universitas Sumatera Utara
Ketika kemudian Indonesia dijajah oleh Jepang selama 3 ½ tahun, secara di facto kekuasaan dalam pemerintah, politik, ekonomi, sosial dan juga dalam bidang
hukum, termasuk dalam hal Hak Cipta ini juga dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Namun karena pergolakan dan kemelut peperangan, hukum perang yang berlaku
waktu itu seakan tidak memungkinkan pelaksanaan dan pemeliharaan Hak Cipta.
31
Dalam penduduk Jepang ini, Hak Cipta di Indonesia berada dalam keadaan status quo. Sebagai konsekuensi peperangan, pemerintah Jepang tidak berkesepatan
untuk mengurus dan menata perkembangan dengan masalah Hak Cipta ini.
32
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan dirinya sebagai bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat dan bersatu. Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tangal 18 Agustus 1945 menetapkan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang
kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 10 Oktober 1945 dalam Pasalnya menyatakan :
33
”Sebagai badan-badan dan negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar, masih berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tersebut.”
Berdasarkan pasal 5 Persetujuan Peralihan yang dihasilkan dalam Konfrensi Meja Bundar antara Republik Indonesia dengan negeri Belanda, yang setelah
dibatalkan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Maka dengan sendirinya
31
Ibid,Hal.18
32
ibid
33
Faizal Ramzi, Serba-serbi Peraturan Hukum Indonesia : Pasca Kemerdekaan 1945. Penerbit Kebangsaan, Jakarta. 1991. Hal 34
Universitas Sumatera Utara
perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh pemerintah Belanda ketika menjajah Indonesia dimana peraturan-peraturan tersebut dinyatakan juga berlaku bagi negara
jajahnya, praktis dengan merdekanya Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 seyogyanya beralih pula kepada pemerintah Indonesia.
34
Indonesia baru berhasil menciptakan hukum Hak Cipta nasional sendiri pada tahun 1982 yaitu pada saat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
Lembaran Negara 1982 Nomor 15 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3117 diundangkan. Di dalam pertimbangan undang-undang yang mencabut Autersweat
1912 ini ditegaskan bahwa pembuatan undang-undang baru itu dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipaan, menyebarlaskan hasil kebudayaan di bidang
ilmu seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa. Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1987, UUHC 1982 disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang perubahan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta Lembaran Negara 1987
Nomor 42 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3362. Di dalam pertimbangan undang-undang ini dijelaskan bahwa penyempurnaan dimaksudkan sebagai upaya
mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan susastra
35
.
34
Ibid
35
Sanusi Bintang, SH, MLIS, Hukum Hak Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998 hlm 18
Universitas Sumatera Utara
Ditambah bahwa kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin meningkat, khusunya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan susastra ternyata telah
berkembang pula kegiatan pelanggaran Hak Cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan, yang telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat
merusak tatana kehidupan masyarakat pada umumnya dan minat untuk mencipta pada khusunya.
Penyempurnaan berikutnya dari UUHC adalah pada tahun 1997 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 29 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3679. Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penyempurnaan ini diperlukan sehubungan adnaya perkembangan
kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian di tingkat nasional dan internasional yang menuntut pemberian perlindungan yang lebih efektif.
Disamping itu juga karena penerimaan dan keikutsertakan Indonesia dalam persetujuan mengenai aspek-aspek dagang hak atas kekayaan intelektual Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeif Goods TRIPS yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan
organisasi perdagangan dunia Agreement Establishing The Work Trade Organization. Pertimbangan lainnya ialah pengalaman, khususnya terhadap
kekurangan dalam penerapan UUHC sebelumnya. Akhirnya, pada tahun 2002, UUHC yang baru telah diundangkan yaitu
Undang-Undang Nomro 19 Tahun 2002 Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 85 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220 yang memuat perubahan-perubahan
Universitas Sumatera Utara
untuk disesuaikan dengan TRIPS dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk
upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektural yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia.
Selain itu, yang penting artinya dalam UUHC yang baru, ditegaskan dan dipilih kedudukah Hak Cipta disatu pihak dan Hak Terkait neighboruing rights, di
lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan karya intelektual secara lebih jelas.
36
2. Konsepsi