BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kota Medan di Sumatera Utara adalah sebuah kota yang tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari
kalangan penduduk pribumi maupun imigran dari kawasan Asia. Seperti Cina, India, Arab dan imigran dari kawasan Asia Tenggara lainnya. Gerakan perpindahan kaum
migran ke kota Medan tidak terlepas dari pertumbuhan kota yang pesat sebagai pusat kemajuan ekonomi, dan sebagai tempat tujuan baru yang menjanjikan untuk
perbaikan hidup. Kota Medan sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang kegiatan
perdagangan barang dan jasa serta dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang memadai
untuk mendorong mobilitas penduduk.
Suatu kota, berkembang karena adanya kegiatan ekonomi, dan tingginya perputaran uang sebagai dimensi pembangunan yang menyangkut pertumbuhan kota
itu sendiri. Kedudukan kota dewasa ini semata-mata bukan merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian saja, tetapi banyak mengandung berbagai
masalah sosial terutama ditinjau dari segi kebutuhan kehidupan ekonomi masyarakat desa dan kota-kota sekelilingnya.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah kota senantiasa dinamis mengikuti perubahan jaman. Dalam kenyataannya, kota berkembang sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan dan aktifitas kota tersebut. Hal yang demikian ini menuntut
Universitas Sumatera Utara
suatu pola pembangunan kota yang terencana dengan baik. Di satu pihak pembangunan kota merupakan salah satu faktor penarik bagi migran maupun urbanis
untuk datang berbondong-bondong ke kota. Segala bentuk bangunan fisik di kota membutuhkan penataan zona-zona-nya sendiri, misalnya zona pemukiman,
perkantoran, pertokoan dan lain-lain. Suatu kota sebagai pusat pemukiman mempunyai peran penting dalam memberi pelayanan di berbagai bidang kehidupan
bagi penduduknya dan daerah sekitarnya. Perkembangan kota Medan saat ini sebagai pusat bisnis didukung oleh
perencanaan pembangunan perkotaan telah dijadikan sebagi wilayah metropolitan yang disebut sebagai Metropolitan Mebidang Medan, Binjai, Deli Serdang yaitu
Medan sebagai kota inti, Kota Binjai dan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang sebagai kota-kota penyangga dan kota-kota satelitnya adalah
Belawan, Tembung, Simpang Sunggal, Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Batang Kuis dan Pancur Batu.
Kawasan Metropolitan Mebidang ini telah berperan sebagai pintu gerbang keluar masuknya barang dan sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi dan budaya di daerah
Sumatera Utara. Kota Medan berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN dan kota-kota penyangganya sebagai Pusat Kegiatan Lokal PKL. Wilayah metropolitan
ini sebetulnya adalah suatu bentuk dari kesatuan system perkotaan antara kota besar kota inti dengan kota sekelilingnya kota satelit, dimana terdapat pembagian tugas
antara kota inti dan kota satelit dalam hal memberikan pelayanan, sehingga dapat dikatakan bahwa kota inti dan kota satelit mempunyai kaitan yang erat. Kaitan yang
erat ini ditandai dengan adanya penduduk penglaju antara kota inti dan kota satelit setiap harinya, Sinulingga, 1999:12.
Universitas Sumatera Utara
Melihat perkembangan kota Medan saat ini, telah menarik banyak orang untuk datang dengan alasan mencari lapangan pekerjaan dan harapan tentang
penghasilan yang lebih baik. Tidak terkecuali komunitas etnik India yang sejak awal sudah bermigrasi ke Indonesia sebagai buruh di perkebunan Tanah Deli dulunya
Sumatera Timur. Ketika kontrak mereka telah selesai mereka tidak lagi kembali ke daerah asalnya Madras, India Selatan dan hidup sebagian banyak sebagai pedagang
hingga ke kota Medan. Aktivitas perdagangan orang India telah menyebar ke Sumatera terlihat pada
Prasasti bertarikh 1010 Saka atau 1088 M tentang perkumpulan pedagang Tamil di Barus yang ditemukan pada 1873 di Situs Lobu Tua Barus, sebuah kota purba di
pinggir pantai Samudera Hindia. Keberadaan kaum pedagang India pada abad ke-11 di Pantai Barat Sumatera, kemudian dikaitkan oleh sejumlah penulis dengan migrasi
yang mereka lakukan ke arah pedalaman Sumatera karena terdesak oleh kekuatan armada pedagang-pedagang dari Arab atau Mesir, Lubis, 2005 dalam Jurnal
ETNOVISI. Kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar dan hingga sekarang
menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai bagian wilayah Sumatera Timur khususnya Medan, baru terjadi sejak pertengahan abad ke-19 yaitu sejak
dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli. Pemukiman mereka yang tertua di kota Medan terdapat di suatu tempat yang dulu dikenal dengan nama Kampung Madras
yaitu di kawasan bisnis Jalan Zainul Arifin dulu bernama Jalan Calcuta. Kawasan ini lazim juga dikenal dengan sebutan Kampung Keling. Lokasi perkampungan
mereka terletak di pinggiran Sungai Babura, sebuah sungai yang membelah kota
Universitas Sumatera Utara
Medan dan menjadi jalur utama transportasi. Di kawasan ini hingga sekarang masih mudah ditemukan situs-situs yang menandakan keberadaan orang-orang India,
misalnya tempat ibadah umat Hindu yaitu Shri Mariamman Kuil yang dibangun tahun 1884 sebagai pemujaaan terhadap Dewa Kali, http:id.wikipedia.orgIndia-
Indonesia, diakses 22 Februari 2008. Orang-orang India yang datang secara mandiri ke kota Medan pada umumnya
memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Berdasarkan observasi, di kawasan Kampung Madras banyak orang-orang Tamil yang menjual makanan
misalnya martabak keling, rumah makan khas India dan menjual rempah-rempah. Pada saat hari-hari besar agama, akan sangat ramai orang-orang India untuk
berdagang kembang api yang berjejer di sepanjang Jalan Zainul Arifin. Di samping itu, mereka juga berdagang pernak-pernik India, berjualan koran dan majalah di tepi-
tepi jalan, dan berdagang alat-alat olah raga serta berbagai musik India. Jenis usaha yang banyak digeluti bahkan jaringan bisnisnya dikuasai oleh etnik India keturunan
Punjabi adalah bisnis alat-alat olah raga dan musik yang dikenal dengan sebutan toko sport. Diperkirakan usaha toko sport ini sudah berkembang di Medan sejak tahun
1930-an. Tengku Lukman Sinar 2001 mencatat bahwa toko India yang pertama di Medan adalah “Hoondamall” yang didirikan tahun 1888 dan alat-alat olah raga yang
tertua adalah “Hari Bros” yang didirikan tahun 1926. Aktivitas ekonomi sebagai pedagang tidak dapat terlepas dari kehidupan
komunitas India. Ada kemungkinan dari komunitas etnik India ini melakukan tindakan ekonomi dan moral ekonomi pedagang sesuai dengan budaya dan agama
yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Masyarakat selama ini lebih
Universitas Sumatera Utara
memandang bahwa etnik Tionghoa memiliki etos kerja yang tinggi dalam bidang usaha berdagang. Mereka lebih berbakat dan juga terampil dalam mengendalikan
setiap urusan dagang. Di wilayah ini juga, etnik India memiliki sifat yang gigih dan mandiri dalam usaha berdagang yang mereka jalankan.
Atas dasar semangat persaudaraan dan keagamaan, aktivitas ekonomi mempunyai tujuan tidak hanya untuk mencari laba atau keuntungan semata, tetapi
yang lebih diperhatikan adalah menjaga dan melindungi nilai-nilai yang dianggap baik, stabilitas dan teratur. Moral ekonomi menempatkan nilai-nilai sosial sebagai
faktor yang berpengaruh dalam sistem ekonomi dan perilaku ekonomi masyarakat diatur oleh moralitas tertentu yang dikenal dengan etika subsistensi. Pada umumnya
masyarakat cenderung berperilaku berdasarkan pedoman pada institusi yang ada dalam masyarakat tersebut. Perilaku di pasar dituntun oleh institusi di bidang
ekonomi atau perilaku di tempat ibadah dituntun oleh institusi di bidang agama. Acapkali sejumlah warga masyarakat secara berkelompok menampilkan perilaku
yang tidak berpedoman pada institusi yang ada. Perilaku ini disebut perilaku kolektif yang dipicu oleh suatu rangsangan yang sama yang terdiri dari suatu peristiwa, benda
dan ide. Aspek moral hingga kini masih mendominasi kehidupan masyarakat, baik di
pedesaan maupun di perkotaan. Dalam masyarakat, motif moral dan tindakan sosial menjadi dasar untuk mengarahkan keputusan-keputusan yang diambil. Moral
ekonomi berusaha melihat sikap subsistesi dalam diri petani yang bersikap kurang tanggap terhadap motivasi dan resiko, sehingga dalam setiap tindakannya lebih
mementingkan sikap mengamankan diri lebih dahulu safety first. Sikap seperti ini
Universitas Sumatera Utara
dimungkinkan karena ikatan kelompok yang kuat, yang membuat kelompok dapat menjadi tempat menggantungkan resiko dan sebagai media untuk membagi resiko
secara efektif sehingga sikap kolektif lebih menonjol dibandingkan dengan sikap individual Rachbini,1994. James Scott dalam Putra 2003:125 juga menyatakan
bahwa masyarakat petani umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dilihat dari adanya hubungan sosial yang akrab berlandaskan tradisi, kekerabatan dan
pertalian tempat tinggal serta sistem nilai yang menekankan tolong-menolong Dalam masyarakat petani, sanak saudaranya lebih diandalkan daripada
sumber dayanya sendiri, maka atas dasar timbal balik ia memberikan kepada mereka hak atas tenaga kerja dan sumber dayanya sendiri. Kerabat dan kawan yang telah
menolongnya dari kesulitan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka sendiri dalam kesulitan. Dapat dikatakan bahwa masyarakat petani saling membantu
oleh karena ada satu konsensus yang tidak diucapkan mengenai resiprositas dan bantuan yang diberikan dapat disamakan dengan uang yang mereka simpan di bank
untuk digunakan nanti apabila mereka sendiri dalam kesulitan, Scoot, 1976. Ini berarti bahwa kewajiban untuk membalas budi merupakan suatu prinsip moral yang
paling utama yang berlaku bagi masyarakat petani. Hans Dieter Evers, Damsar, 2000:90 setuju dengan pendapat James Scott
yang menyatakan bahwa masyarakat petani pada umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu sistem nilai yang menekankan tolong-
menolong, pemilikan bersama sumber daya dan keamanan subsistensi. Terdapat bukti kuat bahwa bersama-sama dengan resiprositas, hak terhadap subsistensi merupakan
suatu prinsip moral yang aktif dalam tradisi desa. Ini direfleksikan pada tekanan-
Universitas Sumatera Utara
tekanan sosial terhadap orang yang relatif berpunya di dalam desa tersebut untuk membuka tangan dengan lebar menyambut tetangga-tetangga atau kerabat yang
kurang bernasib baik. Dalam kondisi seperti ini, pedagang menghadapai dilema, di satu pihak memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabatnya dan para
tetangganya untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya sendiri atau untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di pihak lain
Damsar, 2000:90. Komunitas etnik India pada dasarnya telah dibentuk untuk menjadi pedagang
yang gigih dalam usaha yang dijalankannya didalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dapat ditegaskan dari sejarah yang mencatat bahwa komunitas India datang sendiri
ke daerah Sumatera Utara dan membentuk satu nama wilayah mereka sendiri sebagai kumpulan komunitas etnik India, sehingga membentuk komunitas ini menjadi orang-
orang yang gigih dan ulet untuk bekerja keras agar tetap berjuang hidup khususnya dalam berdagang. Tetapi mereka tidak terlepas dari dilema atau permasalahan dalam
aktivitas ekonomi serta masih adanya budaya dan agama yang mempengaruhi aspek kehidupan temasuk dalam kegiatan aktivitas ekonomi mereka. Melihat perkembangan
kota Medan yang semakin maju, komunitas ini harus lebih giat lagi bekerja untuk mengimbangi perkembangan kota saat ini. Persaingan dengan pedagang Tionghoa
yang sudah banyak memenuhi kawasan Kampung Madras adalah salah satu penghambat bagi mereka untuk bisa berkembang atau menjadikan mereka tersingkir
selamanya dari kawasan yang mereka bentuk pada awalnya. Hingga saat ini komunitas India ini tidak lagi hanya berdagang di Kampung madras saja tetapi sudah
Universitas Sumatera Utara
banyak mereka berdagang di pasar Petisah, pasar Sambu dan sudah terpencar di berbagai daerah di kota Medan.
Untuk itulah hal ini menarik untuk diteliti guna memperoleh sebuah gambaran mengenai moral ekonomi pedagang di dalam berperilaku, bertindak dan
beraktivitas dalam kegiatan perekonomian khususnya pada komunitas etnis India di Kampung Madras Medan.
1.2. Perumusan Masalah