Moral Ekonomi Pedagang Komunitas Etnik India

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

MORAL EKONOMI PEDAGANG

KOMUNITAS ETNIK INDIA

(Studi Kasus: di Kampung Madras, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Medan)

DIAJUKAN OLEH

FLORENCE

040901051

SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Florence

NIM : 040901051

Departemen : Sosiologi

Judul : MORAL EKONOMI PEDAGANG KOMUNITAS ETNIK INDIA

(Studi Kasus: di Kampung Madras, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Henry Sitorus, M.Si Prof.Dr.Badaruddin, M. Si NIP. 131 571 774 NIP. 131 996 175

Dekan

Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA NIP. 131 757 010


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan didepan Panitia

Penguji Skripsi Departemen Sosiologi, FISIP USU pada:

Hari : Senin

Tanggal : 15 Desember 2008 Pukul : 12 .30 WIB

Tempat : Ruang Sidang

Tim Penguji:

Ketua Penguji : (Prof. DR. Badaruddin. Msi)

Penguji I (Pembimbing) : ( Drs. Hendry Sitorus Msi)


(4)

ABSTRAK

Kota Medan adalah kota yang berkembang dari sebuah kota yang sudah ada sejak dulu yang dibentuk setelah adanya perkebunan tembakau deli. Semakin berkembangnya kota maka mobilitas kota tersebut semakin tinggi. Masyarakat pendatang dan masyarakat pribumi harus mampu beradaptasi untuk mengimbani perkembangan kota. Komunitas Etnik India adalah salah satu pendatang yang sudah sejak awal membentuk daerah komunitas mereka. Tetapi dengan perkembangan jaman mereka mulai tersisih ke pinggiran kota. Berdagang adalah keahlian mereka yang bersifat turun-temurun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana moral ekonomi pedagang pada komunitas etnik India khususnya di kampung Madras,untuk mengetahui pengaruh agama dan budaya etnik India terhadap aktivitas ekonomi mereka dan bagaimana persaingan yang terjadi dengan para pedagang etnik Tionghoa, untuk mengetahui bagaimana cara mereka untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan kota Medan terutama berhubungan dengan aktivitas ekonominya, dan untuk mengetahui apakah moral ekonomi pedagang pada komunitas etnis India di Kampung Madras masih relevan untuk digunakan sesuai dengan perkembangan kota Medan.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Madras, Kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan Polonia. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, dilakukan melalui wawancara dengan informan, observasi, dokumentasi, dan jurnal yang masih berkaitan dengan penelitian. Data-data dan informasi yang telah dipeoleh dari lpangan diinterpretasikan melalui teknik analisa data.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sampai kepada interpretasi dan analisis data, dapat diketahui bahwa Komunitas India di Kota Medan khususnya di Kampung Madras memiliki sifat dagang yang turun temurun dalam keluarga mereka. Nilai-nilai budaya dan agama yang yakini sampai saat ini masih mempengaruhi cara berdagang mereka. Komunitas orang Tamil dan orang Punjabi adalah etnik India yang banyak berada di Kampung Madras dan Sumatera Utara umumnya. Orang Tamil lebih terbuka untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga identitas dan budaya mereka berangsur-angsur mulai hilang. Sedangkan orang Punjabi yang masih tetap mempertahankan lingkungan sosial budaya mereka sehingga orang-orang Punjabi lebih mampu bertahan dengan karakteristik budayanya. Kesuksesan bisnis orang Punjabi dilandasi oleh masih kuatnya ikatan solidaritas sesama orang Punjabi. Pada akhirnya moral ekonomi pedagang etnik India tidak lagi relevan untuk dilakukan sesuai dengan perkembangan kota Medan saat ini.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji hormat dan syukur penulis panjatkan kepada Allah didalam Nama Tuhan Yesus Kristus atas segala Anugerah, Kasih dan PenyertaanNya yang telah penulis terima sepanjang hidup dan telah memampukan dalam setiap proses penyelesaian mulai dari perkuliahan hingga pada penyusunan skripsi yang berjudul “MORAL EKONOMI PEDAGANG KOMUNITAS ETNIK INDIA (Studi Kasus: di Kampung Madras, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Medan)”

.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari para pembaca agar kiranya skripsi ini dapat menjadi berkat dan bermanfaat bagi pembaca.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran, motivasi, serta dukungan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(6)

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si sebagai ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si selaku dosen pembimbing penulis, yang banyak memberikan bimbingan, arahan, saran, serta sumbangan pemikiran dan ide-ide dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Lina Sudarwati M.Si, selaku dosen wali peneliti.

6. Seluruh staf pengajar dan administrasi FISIP USU khususnya Departemen Sosiologi, buat Kak Feny dan Kak Nurbetti saya ucapkan terima kasih atas segala bantuannya.

7. Bapak Hidayat. AP. S.Sos selaku Lurah Kelurahan Madras Hulu, dan Bapak Sucipto selaku Sekretaris Lurah yang telah banyak membantu dan memberikan masukan selama penelitian berlangsung. Beserta seluruh informan peneliti yang bersedia diwawancarai dalam membantu peneliti untuk mendapatkan data-data.

8. Secara khusus dan teristimewa kepada kedua orang tua saya, kepada Bapak yang sangat saya sayangi dan hormati E. Butar-Butar dan Mama yang sangat saya sayangi dan cintai K. Raja Guk-Guk yang tak putus-putusnya memberi semangat, dukungan, tuntunan, doa, dan perhatian yang dilimpahkan dengan kasih sayang kepada saya. Saya bersyukur dan berterima kasih berada dalam keluarga dan orang tua yang sangat mengasihi saya.


(7)

9. Kepada abangku Pangeran Butar-Butar yang mengasihi saya serta selalu memberikan dorongan semangat, doa, perhatian, solusi-solusi yang tepat pada saat saya mengalami masalah selama penulisan skripsi, terima kasih My Brother ku bersyukur memilki abang seperti Engkau. Untuk adek-adek yang manis dan baik: Pretty Fortuna dan Helena yang sangat kubanggakan dan kukasihi yang senantiasa berdoa untuk kakaknya, memberi semangat dan mau berbagi dengan saya, dan membuat suasana menjadi ramai dan sukacita. Terima kasih buat keluargaku yang kusayangi.

10.Seluruh komponen pelayanan UKM KMK USU UP PEMA FISIP, AKK, PKK dan alumni dan terkhusus KK Eklesia yang kukasihi dan sayangi : Bang Anto, Herna Uli Sitanggang, Renova Munthe, Juniaty Simarmata, Ferika Tomari Nadeak, Mestika Silitonga, Rosmalemna terima kasih untuk doa dan dukungannya. Saya bersyukur dapat bertumbuh dan dibentuk bersama-sama dengan teman-teman sepelayanan. Kepada semua pengurus, AKK dan PKK terima kasih untuk doanya dan dukungannya mari tetap berjuang dan andalkan Tuhan dalam setiap hidup kita. Be The Best For God.

11.Kepada teman-teman seperjuangan Sosiologi Stambuk 2004 : Reni, Devi, weny, Beni, Titin, Yulianti, Jeni, Rabanta, Imay, Kasiati, Diana, Dini, Meipa, Ismi, Rini, Yanti, Wildan, Anita, Helen, Kristina, Heriani, Heru, Faisal, Ika, Alex, Suyadi, Eko Rusadi, Eko Evan, Otto, Christian, Robin, Idris, Dila, Ikhsan, Rudi, Kiki, Ira dan teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan, saran dan doanya. Kepada Senior Stambuk 2002, dan stambuk 2003 dan junior 2005-2007 yang tidak dapat saya sebutkan satu


(8)

persatu terima kasih atas bantuan dan sarannya yang selama ini diberikan kepada penulis.

12.Buat teman yang kusayangi Rahel, Kak Santa, Kak Melinda, Kak Tini, Kak Ana, Netti, Duma, kak Nelli Turnip dan semua teman di ASTRIFO: Kak Erni, Bella, Theo, Pipit, Kak Heni, Bulan, Marina ’Boca’, Feni, Sofie, Ruth, Siska, Nova, Pina, Bella P, yang telah telah memberikan semangat, tawa sukacita, motivasi dan perhatian.

Akhirnya penulis menyadari tidak akan mampu membalas segala kebaikan yang telah diberikan, karena tanpa peran kalian semua penulis tidak akan mampu menyelesaiakan skripsi ini. Biarlah kiranya Tuhan yang memberkati semuanya.

Medan, Desember 2008

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Defenisi Konsep... 10

BAB II KAJAIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang... 12

2.2. Tindakan Ekonomi... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian... 22

3.2. Lokasi Penelitian... 22

3.3. Unit Analisis dan Informan... 23

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 24

3.5. Interpretasi Data... 25

3.6. Jadwal Penelitian ... 26

3.7. KeterbatasanPenelitian... 27 BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 4.1.1. Sejarah Lokasi Penelitian... 4.1.2. Letak dan Batas Wilayah ... 4.1.3. Keadaan penduduk ... 4.1.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur ...


(10)

4.1.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat pendidikan 4.1.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian . 4.1.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 4.1.3.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis... 4.1.4. Fasilitas Umum ... 4.1.4.1. Fasilitas Pendidikan ... 4.1.4.2. Fasilitas Ekonomi... 4.1.4.3. Fasilitas Peribadatan ... 4.1.4.4. Fasilitas Kesehatan... 4.1.4.5. Fasilitas Lembaga Masyarakat... 4.2. Profil Informan... 4.3. Interpretasi Data... 4.3.1. Moral Ekonomi Pedagang Komunitas Etnik India... 4.3.2. Persaingan dan Adaptasi Para Pedagang ... 4.3.3. Kehidupan Budaya dan Agama dalam Aktivitas Ekonomi ... 4.3.4. Sistem Pelapisan Sosial ... 4.3.4.1. Komunitas Punjabi... 4.3.4.2. Komunitas Tamil ... BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan... 5.2. Saran ... DAFTAR PUSTAKA


(11)

ABSTRAK

Kota Medan adalah kota yang berkembang dari sebuah kota yang sudah ada sejak dulu yang dibentuk setelah adanya perkebunan tembakau deli. Semakin berkembangnya kota maka mobilitas kota tersebut semakin tinggi. Masyarakat pendatang dan masyarakat pribumi harus mampu beradaptasi untuk mengimbani perkembangan kota. Komunitas Etnik India adalah salah satu pendatang yang sudah sejak awal membentuk daerah komunitas mereka. Tetapi dengan perkembangan jaman mereka mulai tersisih ke pinggiran kota. Berdagang adalah keahlian mereka yang bersifat turun-temurun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana moral ekonomi pedagang pada komunitas etnik India khususnya di kampung Madras,untuk mengetahui pengaruh agama dan budaya etnik India terhadap aktivitas ekonomi mereka dan bagaimana persaingan yang terjadi dengan para pedagang etnik Tionghoa, untuk mengetahui bagaimana cara mereka untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan kota Medan terutama berhubungan dengan aktivitas ekonominya, dan untuk mengetahui apakah moral ekonomi pedagang pada komunitas etnis India di Kampung Madras masih relevan untuk digunakan sesuai dengan perkembangan kota Medan.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Madras, Kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan Polonia. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, dilakukan melalui wawancara dengan informan, observasi, dokumentasi, dan jurnal yang masih berkaitan dengan penelitian. Data-data dan informasi yang telah dipeoleh dari lpangan diinterpretasikan melalui teknik analisa data.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sampai kepada interpretasi dan analisis data, dapat diketahui bahwa Komunitas India di Kota Medan khususnya di Kampung Madras memiliki sifat dagang yang turun temurun dalam keluarga mereka. Nilai-nilai budaya dan agama yang yakini sampai saat ini masih mempengaruhi cara berdagang mereka. Komunitas orang Tamil dan orang Punjabi adalah etnik India yang banyak berada di Kampung Madras dan Sumatera Utara umumnya. Orang Tamil lebih terbuka untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga identitas dan budaya mereka berangsur-angsur mulai hilang. Sedangkan orang Punjabi yang masih tetap mempertahankan lingkungan sosial budaya mereka sehingga orang-orang Punjabi lebih mampu bertahan dengan karakteristik budayanya. Kesuksesan bisnis orang Punjabi dilandasi oleh masih kuatnya ikatan solidaritas sesama orang Punjabi. Pada akhirnya moral ekonomi pedagang etnik India tidak lagi relevan untuk dilakukan sesuai dengan perkembangan kota Medan saat ini.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kota Medan di Sumatera Utara adalah sebuah kota yang tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari kalangan penduduk pribumi maupun imigran dari kawasan Asia. Seperti Cina, India, Arab dan imigran dari kawasan Asia Tenggara lainnya. Gerakan perpindahan kaum migran ke kota Medan tidak terlepas dari pertumbuhan kota yang pesat sebagai pusat kemajuan ekonomi, dan sebagai tempat tujuan baru yang menjanjikan untuk perbaikan hidup. Kota Medan sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa serta dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk mendorong mobilitas penduduk.

Suatu kota, berkembang karena adanya kegiatan ekonomi, dan tingginya perputaran uang sebagai dimensi pembangunan yang menyangkut pertumbuhan kota itu sendiri. Kedudukan kota dewasa ini semata-mata bukan merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian saja, tetapi banyak mengandung berbagai masalah sosial terutama ditinjau dari segi kebutuhan kehidupan ekonomi masyarakat desa dan kota-kota sekelilingnya.

Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah kota senantiasa dinamis mengikuti perubahan jaman. Dalam kenyataannya, kota berkembang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan aktifitas kota tersebut. Hal yang demikian ini menuntut


(13)

suatu pola pembangunan kota yang terencana dengan baik. Di satu pihak pembangunan kota merupakan salah satu faktor penarik bagi migran maupun urbanis untuk datang berbondong-bondong ke kota. Segala bentuk bangunan fisik di kota membutuhkan penataan zona-zona-nya sendiri, misalnya zona pemukiman, perkantoran, pertokoan dan lain-lain. Suatu kota sebagai pusat pemukiman mempunyai peran penting dalam memberi pelayanan di berbagai bidang kehidupan bagi penduduknya dan daerah sekitarnya.

Perkembangan kota Medan saat ini sebagai pusat bisnis didukung oleh perencanaan pembangunan perkotaan telah dijadikan sebagi wilayah metropolitan yang disebut sebagai Metropolitan Mebidang (Medan, Binjai, Deli Serdang) yaitu Medan sebagai kota inti, Kota Binjai dan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang sebagai kota-kota penyangga dan kota-kota satelitnya adalah Belawan, Tembung, Simpang Sunggal, Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Batang Kuis dan Pancur Batu. Kawasan Metropolitan Mebidang ini telah berperan sebagai pintu gerbang keluar masuknya barang dan sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi dan budaya di daerah Sumatera Utara. Kota Medan berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan kota-kota penyangganya sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Wilayah metropolitan ini sebetulnya adalah suatu bentuk dari kesatuan system perkotaan antara kota besar (kota inti) dengan kota sekelilingnya (kota satelit), dimana terdapat pembagian tugas antara kota inti dan kota satelit dalam hal memberikan pelayanan, sehingga dapat dikatakan bahwa kota inti dan kota satelit mempunyai kaitan yang erat. Kaitan yang erat ini ditandai dengan adanya penduduk penglaju antara kota inti dan kota satelit setiap harinya, (Sinulingga, 1999:12).


(14)

Melihat perkembangan kota Medan saat ini, telah menarik banyak orang untuk datang dengan alasan mencari lapangan pekerjaan dan harapan tentang penghasilan yang lebih baik. Tidak terkecuali komunitas etnik India yang sejak awal sudah bermigrasi ke Indonesia sebagai buruh di perkebunan Tanah Deli (dulunya Sumatera Timur). Ketika kontrak mereka telah selesai mereka tidak lagi kembali ke daerah asalnya (Madras, India Selatan) dan hidup sebagian banyak sebagai pedagang hingga ke kota Medan.

Aktivitas perdagangan orang India telah menyebar ke Sumatera terlihat pada Prasasti bertarikh 1010 Saka atau 1088 M tentang perkumpulan pedagang Tamil di Barus yang ditemukan pada 1873 di Situs Lobu Tua (Barus), sebuah kota purba di pinggir pantai Samudera Hindia. Keberadaan kaum pedagang India pada abad ke-11 di Pantai Barat Sumatera, kemudian dikaitkan oleh sejumlah penulis dengan migrasi yang mereka lakukan ke arah pedalaman Sumatera karena terdesak oleh kekuatan armada pedagang-pedagang dari Arab atau Mesir, (Lubis, 2005 dalam Jurnal ETNOVISI).

Kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar dan hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai bagian wilayah Sumatera Timur khususnya Medan, baru terjadi sejak pertengahan abad ke-19 yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli. Pemukiman mereka yang tertua di kota Medan terdapat di suatu tempat yang dulu dikenal dengan nama Kampung Madras yaitu di kawasan bisnis Jalan Zainul Arifin (dulu bernama Jalan Calcuta). Kawasan ini lazim juga dikenal dengan sebutan Kampung Keling. Lokasi perkampungan mereka terletak di pinggiran Sungai Babura, sebuah sungai yang membelah kota


(15)

Medan dan menjadi jalur utama transportasi. Di kawasan ini hingga sekarang masih mudah ditemukan situs-situs yang menandakan keberadaan orang-orang India, misalnya tempat ibadah umat Hindu yaitu Shri Mariamman Kuil yang dibangun tahun 1884 sebagai pemujaaan terhadap Dewa Kali, (http://id.wikipedia.org/India-Indonesia, diakses 22 Februari 2008).

Orang-orang India yang datang secara mandiri ke kota Medan pada umumnya memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Berdasarkan observasi, di kawasan Kampung Madras banyak orang-orang Tamil yang menjual makanan misalnya martabak keling, rumah makan khas India dan menjual rempah-rempah. Pada saat hari-hari besar agama, akan sangat ramai orang-orang India untuk berdagang kembang api yang berjejer di sepanjang Jalan Zainul Arifin. Di samping itu, mereka juga berdagang pernak-pernik India, berjualan koran dan majalah di tepi-tepi jalan, dan berdagang alat-alat olah raga serta berbagai musik India. Jenis usaha yang banyak digeluti bahkan jaringan bisnisnya dikuasai oleh etnik India keturunan Punjabi adalah bisnis alat-alat olah raga dan musik yang dikenal dengan sebutan toko sport. Diperkirakan usaha toko sport ini sudah berkembang di Medan sejak tahun 1930-an. Tengku Lukman Sinar (2001) mencatat bahwa toko India yang pertama di Medan adalah “Hoondamall” yang didirikan tahun 1888 dan alat-alat olah raga yang tertua adalah “Hari Bros” yang didirikan tahun 1926.

Aktivitas ekonomi sebagai pedagang tidak dapat terlepas dari kehidupan komunitas India. Ada kemungkinan dari komunitas etnik India ini melakukan tindakan ekonomi dan moral ekonomi pedagang sesuai dengan budaya dan agama yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Masyarakat selama ini lebih


(16)

memandang bahwa etnik Tionghoa memiliki etos kerja yang tinggi dalam bidang usaha berdagang. Mereka lebih berbakat dan juga terampil dalam mengendalikan setiap urusan dagang. Di wilayah ini juga, etnik India memiliki sifat yang gigih dan mandiri dalam usaha berdagang yang mereka jalankan.

Atas dasar semangat persaudaraan dan keagamaan, aktivitas ekonomi mempunyai tujuan tidak hanya untuk mencari laba atau keuntungan semata, tetapi yang lebih diperhatikan adalah menjaga dan melindungi nilai-nilai yang dianggap baik, stabilitas dan teratur. Moral ekonomi menempatkan nilai-nilai sosial sebagai faktor yang berpengaruh dalam sistem ekonomi dan perilaku ekonomi masyarakat diatur oleh moralitas tertentu yang dikenal dengan etika subsistensi. Pada umumnya masyarakat cenderung berperilaku berdasarkan pedoman pada institusi yang ada dalam masyarakat tersebut. Perilaku di pasar dituntun oleh institusi di bidang ekonomi atau perilaku di tempat ibadah dituntun oleh institusi di bidang agama. Acapkali sejumlah warga masyarakat secara berkelompok menampilkan perilaku yang tidak berpedoman pada institusi yang ada. Perilaku ini disebut perilaku kolektif yang dipicu oleh suatu rangsangan yang sama yang terdiri dari suatu peristiwa, benda dan ide.

Aspek moral hingga kini masih mendominasi kehidupan masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dalam masyarakat, motif moral dan tindakan sosial menjadi dasar untuk mengarahkan keputusan-keputusan yang diambil. Moral ekonomi berusaha melihat sikap subsistesi dalam diri petani yang bersikap kurang tanggap terhadap motivasi dan resiko, sehingga dalam setiap tindakannya lebih mementingkan sikap mengamankan diri lebih dahulu (safety first). Sikap seperti ini


(17)

dimungkinkan karena ikatan kelompok yang kuat, yang membuat kelompok dapat menjadi tempat menggantungkan resiko dan sebagai media untuk membagi resiko secara efektif sehingga sikap kolektif lebih menonjol dibandingkan dengan sikap individual (Rachbini,1994). James Scott dalam Putra (2003:125) juga menyatakan bahwa masyarakat petani umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dilihat dari adanya hubungan sosial yang akrab berlandaskan tradisi, kekerabatan dan pertalian tempat tinggal serta sistem nilai yang menekankan tolong-menolong

Dalam masyarakat petani, sanak saudaranya lebih diandalkan daripada sumber dayanya sendiri, maka atas dasar timbal balik ia memberikan kepada mereka hak atas tenaga kerja dan sumber dayanya sendiri. Kerabat dan kawan yang telah menolongnya dari kesulitan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka sendiri dalam kesulitan. Dapat dikatakan bahwa masyarakat petani saling membantu oleh karena ada satu konsensus yang tidak diucapkan mengenai resiprositas dan bantuan yang diberikan dapat disamakan dengan uang yang mereka simpan di bank untuk digunakan nanti apabila mereka sendiri dalam kesulitan, (Scoot, 1976). Ini berarti bahwa kewajiban untuk membalas budi merupakan suatu prinsip moral yang paling utama yang berlaku bagi masyarakat petani.

Hans Dieter Evers, (Damsar, 2000:90) setuju dengan pendapat James Scott yang menyatakan bahwa masyarakat petani pada umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu sistem nilai yang menekankan tolong-menolong, pemilikan bersama sumber daya dan keamanan subsistensi. Terdapat bukti kuat bahwa bersama-sama dengan resiprositas, hak terhadap subsistensi merupakan suatu prinsip moral yang aktif dalam tradisi desa. Ini direfleksikan pada


(18)

tekanan-tekanan sosial terhadap orang yang relatif berpunya di dalam desa tersebut untuk membuka tangan dengan lebar menyambut tetangga-tetangga atau kerabat yang kurang bernasib baik. Dalam kondisi seperti ini, pedagang menghadapai dilema, di satu pihak memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabatnya dan para tetangganya untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya sendiri atau untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di pihak lain (Damsar, 2000:90).

Komunitas etnik India pada dasarnya telah dibentuk untuk menjadi pedagang yang gigih dalam usaha yang dijalankannya didalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dapat ditegaskan dari sejarah yang mencatat bahwa komunitas India datang sendiri ke daerah Sumatera Utara dan membentuk satu nama wilayah mereka sendiri sebagai kumpulan komunitas etnik India, sehingga membentuk komunitas ini menjadi orang-orang yang gigih dan ulet untuk bekerja keras agar tetap berjuang hidup khususnya dalam berdagang. Tetapi mereka tidak terlepas dari dilema atau permasalahan dalam aktivitas ekonomi serta masih adanya budaya dan agama yang mempengaruhi aspek kehidupan temasuk dalam kegiatan aktivitas ekonomi mereka. Melihat perkembangan kota Medan yang semakin maju, komunitas ini harus lebih giat lagi bekerja untuk mengimbangi perkembangan kota saat ini. Persaingan dengan pedagang Tionghoa yang sudah banyak memenuhi kawasan Kampung Madras adalah salah satu penghambat bagi mereka untuk bisa berkembang atau menjadikan mereka tersingkir selamanya dari kawasan yang mereka bentuk pada awalnya. Hingga saat ini komunitas India ini tidak lagi hanya berdagang di Kampung madras saja tetapi sudah


(19)

banyak mereka berdagang di pasar Petisah, pasar Sambu dan sudah terpencar di berbagai daerah di kota Medan.

Untuk itulah hal ini menarik untuk diteliti guna memperoleh sebuah gambaran mengenai moral ekonomi pedagang di dalam berperilaku, bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian khususnya pada komunitas etnis India di Kampung Madras Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di dalam latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah moral ekonomi pedagang pada komunitas etnik India di Kampung Madras, Medan?

2. Bagaimana pengaruh agama dan budaya etnik India terhadap aktivitas ekonomi mereka dan bagaimana persaingan yang terjadi dengan para pedagang etnik Tionghoa?

3. Bagaimana cara mereka untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan kota Medan terutama berhubungan dengan aktivitas ekonomi mereka?

4. Apakah moral ekonomi pedagang komunitas etnik India di Kampung Madras masih relevan untuk digunakan sesuai dengan perkembangan kota Medan?


(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui moral ekonomi pedagang pada komunitas etnik India khususnya di kampung Madras, Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh agama dan budaya etnik India terhadap aktivitas ekonomi mereka dan bagaimana persaingan yang terjadi dengan para pedagang etnik Tionghoa.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara mereka untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan kota Medan terutama berhubungan dengan aktivitas ekonominya.

4. Untuk mengetahui apakah moral ekonomi pedagang pada komunitas etnis India di Kampung Madras masih relevan untuk digunakan sesuai dengan perkembangan kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Sosiologi serta dapat memberikan sumbangan dalam ilmu sosial khususnya Sosiologi Ekonomi mengenai moral ekonomi pedagang Etnis India.


(21)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya, dapat menjadi sumbangan bagi khasanah kepustakaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat untuk mengetahui kehidupan perekonomian Etnis India di kota Medan.

1.5. Defenisi Konsep

Dalam penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian agar tidak menimbulkan kesalahpahaman konsep yang dipakai dalam penelitian. Berikut ini adalah beberapa konsep yang relevan dengan konteks permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Moral

Moral diartikan dengan etika atau tata tertib tingkah laku yang dianggap baik dan luhur dalam suatu lingkungan masyarakat, (Pringgodigado,1973:848). 2. Moral ekonomi

Moral ekonomi adalah suatu tindakan ekonomi oleh pelaku-pelaku ekonomi sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam pola bertindak dan berpikir yang dianggap baik dan benar. Dalam penelitian ini, moral ekonomi yang dimaksud adalah moral ekonomi pedagang pada komunitas etnik India. Moral ekonomi mereka sebagai pelaku-pelaku ekonomi masih berpedoman pada ikatan atau hubungan keluarga yang dianggap sebagai pedoman etika dalam bertindak dan berpikir dalam perkembangan ekonomi mereka.


(22)

3. Pedagang

Pedagang adalah individu atau sekelompok individu yang menjua produk atau barang kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung, (Damsar, 2000:106). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pedagang adalah komunitas etnik India di Kampung Madras yang menjual produk atau barang-barang secara langsung kepada pembeli.

4. Etnik

Etnik adalah suatu golongan masyarakat yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan budaya dan dikuatkan oleh kesatuan bahasa, (Koentjaraningrat, 1982:264). Menurut Soekanto , etnik itu sendiri merupakan kesatuan-kesatuan manusia yang sangat terikat oleh kesadaran akan kesatuan sistem sosial dan kebudayaan yang tidak jarang didukung oleh adanya bahasa-bahasa tertentu di kalangan suku-suku bangsa tersebut, (Soekanto, 1983:48). 5. Etnik India

Etnik India merupakan salah satu etnik di Indonesia yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai salah satu etnik di Indonesia. Sebagian besar etnik India banyak bermukim di Sumatera khususnya di kota Medan. Dalam penelitian ini etnik India yang dimaksud adalah orang-orang Tamil dan Orang Punjabi yang berada di Kampung Madras. Saat ini diperkirakan 70 ribu jiwa Etnik India tersebar di Indonesia (ada sekitar 30 ribu jiwa bermukim di kota Medan).


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Moral Ekonomi Pedagang

Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu bentuk peraturan tersebut adalah tentang moral. Dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah ajaran baik-buruk yang diterima masyarakat dalam perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila. Norma dan nilai-nilai merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam moral dan dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan baik buruknya tindakan atau perbuatan sebagai manusia. Norma dapat diartikan sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Selain norma, nilai termasuk didalam unsur-unsur moral. Nilai merupakan suatu harga, isi atau makna dari perbuatan yang memiliki tujuan. Nilai berada di dalam moral agar seseorang dapat berbuat baik dengan tujuan yang memiliki nilai. Moral, norma, dan nilai-nilai dapat berjalan apabila didalamnya terdapat atribut yaitu sifat atau tindakan untuk melakukan hal tersebut sehingga menghasilkan perilaku-perilaku yang benar dalam kehidupan (Soekanto, 1990:199).

Bertolak dari semuanya itu, moral telah mencakup berbagai aspek kehidupan baik dalam budaya, agama, politik, pendidikan dan ekonomi. Di dalam ekonomi, moral juga diperlukan. Moral ekonomi adalah suatu tindakan ekonomi yang


(24)

dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam pola bertindak dan berpikir yang dianggap baik dan benar di dalam aktivitas ekonomi. Nilai-nilai moral diletakkan diatas pertimbangan ekonomi di dalam setiap pengambilan keputusan untuk menjalankan usaha. Moral ekonomi dan etos kerja adalah salah satu hal yang penting didalam peningkatan produktivitas ekonomi.

Moral ekonomi pada awalnya sudah ada sejak masa dulu. Masyarakat pada awalnya menggunakan sistem barter. Kemudian, dengan adanya perkembangan muncullah etika subsistensi pada petani. Moral ekonomi petani tidak berorientasi pada untung dan menghindari resiko. Mereka bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan semata.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh James.C.Scott pada petani di Asia tenggara ditemukan bahwa banyak petani di Asia tenggara yang hasil panennya hanya digunakan sebagai bahan pangan saja. Mereka menggunakan hasilnya untuk kebutuhan hidup, selebihnya dijual untuk membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam, kain dan untuk memenuhi tagihan-tagihan dari pihak luar (Scott, 1981:4-5). Sifat resiprositas dan prinsip ”dahulukan selamat” masih melekat pada masyarakat ini. Sudah menjadi suatu konsensus yang tak terucapkan mengenai resiprositas pada petani untuk menolong kerabat, teman dan tetangga dari kesulitan dan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka dalam kesulitan. Norma-norma inilah yang telah melekat dalam moral ekonomi petani, (Scott, 1981:19)


(25)

Tetapi ketika petani mengalami pungutan-pungutan terhadap hasil produksi mereka, maka muncul moral ekonomi untuk melakukan suatu tindakan yang benar agar subsistensi mereka tidak terancam. Para petani, menurut James Scott mulai mencari pekerjaan-pekerjaan sampingan. Seperti berjualan kecil-kecilan, menjadi tukang kecil, buruh lepas atau malah berimigrasi. Hal-hal tersebut mulai dilakukan para kaum Peasant untuk tidak tergantung pada bantuan orang lain dengan cara mulai menjual hasil pertanian ke pasar. Pada saat kebutuhan dan perkembangan semakin maju, maka etika subsistensi kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga muncul sistem ekonomi uang.

Sesuai dengan perkembangan dan meningkatnya kebutuhan maka sistem barter yang dilakukan oleh mayarakat pertama berangsur-angsur berubah. Demikian juga dengan moral ekonomi petani yang sifatnya subsistensi dan menghindari resiko juga mengalami peubahan. Perkembangan manusia selalu dinamis karena itu ketika para peasant mengalami dilema, maka mereka mulai mengubah moral ekonomi mereka. Sifat untuk mencapai untung dan mulai mengambil resiko mulai dilakukan oleh kaum peasant yang dimulai dengan menjadi pedagang. Moral ekonomi pedagang yang masih disisipi oleh moral ekonomi petani mulai mengalami berbagai perkembangan.

Menurut Hans Dieter Evers dalam Damsar (2000: 90-92), moral ekonomi pedagang tetap menghadapi permasalahan dalam aktivitas jual-beli. Evers menyatakan bahwa para pedagang seringkali mengalami dilema, hal inilah yang menyebabkan adanya pertentangan dalam diri pedagang sendiri. Apabila pedagang menggunakan harga yang tinggi, maka dagangannya tidak akan laku, tetapi apabila


(26)

pedagang menjual dagangannya dengan harga murah sedangkan modal sangat mahal maka kerugian akan dialami atau jika pedagang bermurah hati dengan menetapkan harga yang rendah atau memperpanjang jangka waktu pembayaran maka pedagang itu akan menghadapi kerugian juga.

Dalam keadaan seperti ini menurut H.D.Evers, pedagang berusaha mencari jalan keluar sendiri. Diantaranya adalah dengan memilih jalan untuk merantau atau membuka usahanya di daerah lain, sehingga pertentangan batinpun tidak ada lagi. Evers memandang bahwa pedagang adalah manusia yang kreatif dan dinamis. Hal ini didasarkan kepada para pedagang yang tidak tertumpu pada norma-norma yang ada di didalam masyarakat. Mereka bisa menyelesaikan permasalahan pribadi tanpa melanggar norma-norma yang ada. Berbeda seperti yang dinyatakan James Scott tentang moral ekonomi petani yang didasarkan atas norma subsistensi dan norma resiprositas yang terikat sangat statis pada aktivitas ekonomi mereka. Prinsip moral tersebut dipelajari, dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan melalui proses pembudayaan secara terus-menerus dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Di sini yang menjadi alat kontrol atas tingkah laku seseorang di dalam komunitas adalah ukuran “baik dan buruk” berdasarkan sistem nilai (budaya) yang dianut oleh masyarakat.

Pada dasarnya setiap manusia yang terlibat dalam aktivitas perekonomian akan mengalami hal yang sama dalam dilema atau permasalahan dalam aktivitas ekonomi, baik masyarakat petani, pedagang, nelayan baik mereka yang ada di desa maupun di perkotaan. Apabila mereka menghadapi masalah yang disebut dengan masalah subsistensi atau resiprositas, maka mereka akan mencoba untuk melakukan


(27)

tindakan-tindakan yang baru seperti menjual, menggadaikan, meminjam uang (berhutang) dan tindakan lainnya. Tujuan dari semua itu adalah untuk mengamankan posisi mereka dalam aktivitas perekonomian di dalam menghadapi persaingan yang ada.

Melihat dilema yang dialami oleh pedagang tersebut, Hans Dieter Evers dalam Damsar (2000) menemukan 5 (lima) solusi atau jalan keluar yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para pedagang dalam menghadapi dilema tersebut, yaitu:

1. Imigrasi Pedagang Minoritas

Kelompok minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan etnogenesis yaitu munculnya identitas etnis baru. Cara diferensiasi etnis dan budaya tersebut secara efektif dapat mengurangi dilema pedagang. Evers memberikan contoh tentang ”pedagang kredit” yang ada di Sumateraa Utara, yang sebagian berasal dari suku Batak dan beragama Kristen yang melakukan aktivitas dagangnya sebagai penjual pakaian dan kain bakal baju kepada orang-orang desa dengan pembayaran tidak kontan. ”Pedagang kredit” itu sendiri membeli barang dagangannya kepada pedagang grosir yang umumnya orang Minangkabau. Evers melihat jika orang Minangkabau sendiri yang melakukan ”perdagangan kredit’ seperti yang dilakukan oleh orang Batak, di kampung halaman tempat asalnya maka dia akan dihadapkan kepada dilema yaitu antara mencari keuntungan untuk mengakumulasi modal dan kewajiban moral untuk menikmati bersama dengan orang sekampung atas penghasilannya. Untuk menghindari dilema tersebut maka lebih baik


(28)

merantau (migrasi) ke daerah lain dan melakukan aktivitas perdagangan di sana.

2. Pembentukan Kelompok-Kelompok Etnis atau Religius

Muncul dua komunitas moral yang menekankan pentingnya kerja sama tetapi tidak keluar dari batas-batas moral. Seperti pedagang kredit yang ada di Sumatera Barat, mereka dibutuhkan oleh masyarakat Sumatera Barat sebagai pemasok kebutuhan sandang baru, sedangkan pedagang sendiri memperoleh untung yang relatif besar karena harga ditetapkan relatif lebih tinggi dari harga di pasaran. Ini berarti terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat pedesaan Sumatera Barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki komunitas moral sendiri yaitu agama Islam dan agama Kristen.

3. Akumulasi Status Kehormatan (Moral Budaya)

Melalui peningkatan akumulasi modal budaya berarti adanya peningkatan derajat kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Sesuai dengan studi Geertz tentang peranan santri pada sektor perdagangan orang Jawa bahwa kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh kaum santri memberi dampak kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki. Hal ini menghindari dari cemoohan masyarakat sebagai orang kikir dan tamak tetapi sebaliknya dianggap orang yangberbudi baik dan bermurah hati.


(29)

4. Munculnya Pedagang Kecil dengan Ciri “Ada Uang Ada Barang”

Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di Jawa, Evers melihat bahwa para pedagang bakul kurang ditundukkan oleh tekanan solidaritas jika dibandingkan dengan pedagang yang lebih besar. Pedagang bakul akan bersikeras melakukan transaksi dalam bentuk “ada uang ada barang” dan menghindari masalah utang piutang dengan pelanggan. Apabila ada permintaan kredit maka akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan sangat dibatasi sehingga tidak muncul resiko perkreditan. Dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh pedagang kecil tersebut, memungkinkan pedagang untuk menghindari dilema yang biasanya dialami.

5. Depersonalisasi (Ketidakterlekatan) Hubungan-Hubungan Ekonomi.

Jika ekonomi pasar berkembang dan hubungan-hubungan ekonomi relatif tidak terlekat atau terdiferensiasi maka dilema pedagang ditransformasikan ke dalam dilema sosial pasar ekonomi kapitalis. Evers melihat bahwa suatu ekonomi modern memerlukan rasionalisasi hubungan-hubungan ekonomi dan keunggulan produktivitas di satu sisi dan di sisi lain keadilan sosial dan redistribusi dibutuhkan untuk mempertahankan legitimasi penguasa serta tatanan sosial dan politiknya. Ini bukan berarti dilema pedagang hilang tetapi nilainya turun dan ditransformasikan ke dalam suatu figur sosial dan budaya baru.


(30)

2.2. Tindakan Ekonomi

Tindakan ekonomi adalah suatu bentuk dari tindakan sosial. Menurut Weber, tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Aktor sebagai pelaku ekonomi akan selalu mengarahkan tindakannya menurut kebiasaan dan adat dari nilai-nilai dan norma yang dimiliki dalam sistem hubungan sosial yang sedang berlangsung. Pada kelompok masyarakat petani, tindakan ekonomi merupakan cerminan langsung dari moral ekonomi sedangkan pada masyarakat pedagang, tindakan ekonomi merupakan kombinasi antara moral ekonomi, kepentingan ekonomi dan dimensi moral mereka yang senantiasa dinamis. Norma-norma moral, adat, hukum dipandang sebagai sesuatu yang mengganjal dalam mencapai kepentingan pribadi. Tetapi sebagai manusia yang kreatif, masyarakat pedagang tetap mencari jalan keluar dengan melakukan proses interaksi antara pedagang dengan pedagang maupun pedagang dengan kelompok masyarakat, (Damsar, 2000:92-100).

Tindakan ekonomi tidak dapat terlepas dari moral ekonomi dalam ekonomi pasar. Di dalam ekonomi pasar, ditemukan budaya yang mempengaruhi sistem nilai-nilai setiap pelaku ekonomi sesuai dengan yang mereka yakini dan pilihan-pilihan rasional yang menuntun para pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan mereka.

Bertolak dari penelitian yang dilakukan oleh James. C.Scott tentang moral ekonomi petani di Asia Tenggara, Robert W. Hefner juga melakukan penelitian tentang Budaya Pasar di Asia Tenggara. Menurut Hefner (1998), kaum pendatang atau migran yang banyak ditemui di Asia Tenggara yakni kaum Tionghoa adalah kelompok yang mampu bersaing dan berkembang dalam melakukan kegiatan


(31)

ekonomi pasar. Tetapi mereka tidak terlepas dari dilema moral yang dipengaruhi oleh budaya yang mereka yakini.

Menurut Jamie Mackie dalam Hefner (1998:197-181) orang Tionghoa di Asia Tenggara lebih berwatak wirausaha dalam kegiatan bisnis dibandingkan penduduk pribumi. Mereka memiliki jaringan ekonomi yang dikenal dengan sistem ekonomi perusahaan keluarga. Sistem-sistem nilai di kalangan orang-orang Thailand, orang Jawa, orang Melayu, orang Burma ataupun orang Vietnam dianggap kurang memiliki orientasi terhadap dagang. Orang Tionghoa yang datang menyebar ke Asia Tenggara, hampir seluruhnya berasal dari kelas-kelas sosial yang telah menyerap budaya Konfusius yakni suatu tradisi yang diteruskan secara turun temurun mengenai apa yang baik, bagaiman perilaku yang baik maupun yang buruk dalam setiap aspek kehidupan khususnya dalam dunia bisnis atau dagang. Dalam kasusnya di Indonesia, Jamie Mackie melihat bahwa pengusaha-pengusaha Tionghoa banyak yang berhasil di bidang dunia bisnis dimana mereka disebut sebagai Cina totok yang dikenal suka bekerja keras, paling berani mengambil resiko dan berhasil. Tindakan ekonomi mereka, prediksi mereka terhadap dunia pasar telah membawa banyak orang Tionghoa untuk berhasil dalam dunia dagang tanpa harus kehilangan hubungan yang baik dengan keluarga mereka.

Berbeda negara berbeda juga karakter masyarakatnya. Menurut Michael G. Peletz dalam Hefner (1998:257-258), masyarakat Melayu di Malaysia tidak mengembangkan tradisi Melayu untuk bekerja sama dalam bidang ekonomi diantara semua keluarga. Dikalangan orang Melayu, keluarga dan bisnis tidak dicampurbaurkan. Orang Melayu tidak suka bergabung dalam usaha bisnis patungan


(32)

dengan para kerabatnya atau bekerja sama dengan mereka dalam jenis-jenis kegiatan bisnis tertentu. Mereka berusaha memisahkan diri dan melindungi hubungan-hubungan keluarga baik dari sifat keuntungan dan kepentingan pribadi dari para pelaku sosial.

Menurut Tania Murray (Hefner, 1998:223) melalui penelitian yang dilakukan di Penang Malaysia, para pedagang Melayu telah mengalami kesulitan berbisnis ketika mereka berdagang di wilayah kediaman mereka sehingga lebih banyak terjerat dalam kewajiban-kewajiban pribadi dan sosial kepada para pelanggannya yang adalah orang Melayu. Para pedagang secara terpaksa untuk memberi kredit bagi pelanggannya. Hal yang seperti inilah dilihat oleh Evers sehingga memberikan solusi terhadap dilema yang dialami pedagang salah satunya dengan melakukan imigrasi pedagang minoritas seperti yang dilakukan oleh pedagang Minangkabau di Indonesia


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam dan mendetail (Faisal, 1999:22). Tujuan studi kasus adalah mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial. Sebagai studi kasus, kesimpulan yang dihasilkan oleh peneliti pada dasarnya hanya berlaku secara terbatas pada komunitas yang diteliti (Sumadi, 1983). Dalam studi kasus ini, realitas sosial yang diteliti adalah moral ekonomi pedagang yang difokuskan pada komunitas Etnik India di kampung Madras Medan.

3.2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Madras, Kelurahan Madras hulu Kecamatan Medan Polonia (yang sering dikenal orang dengan sebutan Kampung Keling). Alasan pemilihan penelitian berada di lokasi ini adalah karena menurut sejarah bahwa kawasan ini adalah tempat asal komunitas etnik India dan masyarakat yang berada di lokasi ini dominan memiliki mata pencaharian sebagai pedagang.


(34)

3.3. Unit Analisis dan Informan

Analisis data secara umum adalah untuk mempertajam masalah dan merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan stuan uraian data. Keseluruhan data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh jalinan hubungan dan kaitan masalah. Unit analisis dalam penelitian ini adalah komunitas Etnik India yang bermata pencaharian sebagai pedagang yang berada di kampung Madras Medan.

Informan yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini disebut sebagai informan. Informan yang menjadi subjek penelitian dibedakan atas dua jenis yakni informan kunci dan informan biasa yang dapat mendukung data penelitian.

a. Informan kunci yaitu sumber informasi yang aktual dalam menjelaskan tentang moral ekonomi pedagang etnik India dan perkembangan etnik ini. Kriterianya adalah:

Orang yang ditunjuk masyarakat etnik India sebagai yang ditua-kan atau dianggap sebagai orang yang mengetahui banyak tentang perkembangan Etnik India di Kampung Madras

Komunitas etnik India yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan bertempat tinggal di Kampung Madras.

 Informan biasa merupakan sumber informasi sebagai data pendukung dalam menjelaskan keadaan daerah kampung Madras.


(35)

Kriterianya:

 Masyarakat yang tinggal di Kampung Madras yang bukan etnik India yang memiliki mata pencaharian sebagai pedagang.

 Pembeli atau langganan pada pedagang etnik India

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

 Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang serta keseluruhan kemungkinan interkasi interpersonal dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Khususnya proses berdagang komunitas etnik India di Kampung Madras. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.  Wawancara mendalam, yaitu peneliti mengadakan Tanya jawab secara

langsung dengan para informan di lokasi penelitian. Agar wawancara lebih terarah maka digunakan instrument berupa pedoman wawancara (interview guide) yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian


(36)

ini digunakan juga instrument penunjang lainnya dalam wawancara yaitu alat Bantu rekam (tape recorder) yang akan membentu peneliti dalam mengalisis data dari hasil wawancara.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka dan pencatatan dokumen yaitu dengan mengumpulkan data dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian sehingga dapat ditemukan tema dan selanjutnya dapat dianalisis, (Moeleong, 1993:103).

Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan-catatan lapangan, dipelajari dan ditelaah kemudian tahap selanjutnya adalah mereduksi data yaitu melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan. Dari berbagai kategori tersebut akan dilihat kaitannya satu dengan yang lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif.


(37)

3.6.Jadwal Penelitian

BULAN KE-

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

NO KEGIATAN

1 Seminar Proposal

2 Revisi Proposal

3 Persiapan Instrument

4 Pengurusan Surat Izin

5 Penelitian Lapangan

6 Pengumpulan Data

dan Analisis

7 Bimbingan

8 Penyusunan Laporan

Akhir


(38)

3.7.Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini karena peneliti mengalami keterbatasan dalam pengurusan dan pembuatan surat izin penelitian yang harus peneliti jalani sehingga menyebabkan lamanya waktu yang peneliti habiskan untuk mengurus surat khususnya dengan birokrasi pemerintahan yang terlalu berhati-hati dalam memberikan izin penelitian. Di samping itu, perbedaan budaya menyebabkan kurang mampu beradaptasi dalam wawancara maupun pengambilan data. Karena informan peneliti adalah pedagang etnis India yang cukup sibuk dalam melakukan aktivitas perdagangannya dari pagi hingga malam, maka peneliti harus mampu melihat waktu yang tepat untuk melakukan wawancara. Selain itu keterbatasan waktu karena wawancara baru dapat dilakukan pada waktu sore atau malam hari disaat mereka tidak terlalu sibuk melayani para pelanggannya. Bahkan untuk melakukan wawancara, peneliti harus melakukan pendekatan dengan cara membeli dagangan mereka.


(39)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Lokasi Penelitian

Kota Medan adalah kota yang sudah berkembang sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian hingga saat ini. Memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Mayoritas penduduk Kota Medan sekarang adalah suku Jawa, Batak dan Minang, tetapi di kota ini juga banyak tinggal orang keturunan India dan Tionghoa. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara, kuil yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin bahkan dikenal sebagai Kampung Madras (Kampung India).

Perkembangan Kota Medan tidak terlepas dari sejarah yang mendukung keberadaannya. Dimana dengan adanya Perkebunan tembakau Deli, Kota Medan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan pada tahun 1918. Hingga saat ini sudah banyak berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur tersedia di Kota Medan. Wilayah Kota Medan dikepalai oleh Walikota yang membawahi 21 kecamatan dan 151 kelurahan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Medan, diakses Senin 24 November 2008)


(40)

Kecamatan Medan Polonia adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan yang memiliki luas wilayah 9,01 KM². Kecamatan ini memiliki batas wilayah di sebelah Barat dengan Medan Baru, sebelah Timur berbatasan dengan Medan Maimun, sebelah Selatan dengan Medan Johor, dan sebelah Utara dengan Medan Petisah.

Pada tahun 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 46.316 jiwa. Pada tahun 2004, penduduknya bertambah menjadi 49.048 Jiwa. Hal ini terjadi karena di kecamatan ini mobilitas penduduknya sangat tinggi di dukung dengan adanya bandara internasional kota Medan, Polonia, sebagai daerah pintu gerbang Kota Medan, yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya baik regional maupun internasional melalui transportasi udara. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri, di Kecamatan Medan Polonia ini juga terdapat beberapa jenis usaha industri seperti: industri perabot rumah tangga dari kayu, houlding & komponen bahan bangunan, sepatu, konveksi, pengolahan kopi, dan kerupuk ubi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Medan Polonia, Medan, diakses Senin 24 November 2008)

Kecamatan Medan Polonia mempunyai 5 kelurahan yaitu: Kelurahan Anggrung, Kelurahan Madras Hulu, Kelurahan Sukadamai, Kelurahan Polonia dan Kelurahan Sari Rejo. Dari kelima kelurahan tersebut, Kelurahan Madras Hulu adalah lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti tepatnya di Kampung Madras.

Kampung Madras ini dikenal dengan wilayah tempat tinggal komunitas keturunan India yang cukup besar di kota Medan. Di kawasan ini penduduknya banyak bermatapencaharian sebagai pedagang terlihat dengan banyaknya toko-toko,


(41)

kios-kios, warung makan, warung jajanan, rumah makan khas India serta aktivitas perdagangan yang berlangsung setiap harinya.

Pada awalnya Kampung Madras dipanggil ”Patisah” kemudian berubah menjadi Kampung Madras guna mencerminkan tanah asal keturunan India bagian Selatan, dimana saat itu komunitas India mayoritas bertempat tinggal di daerah itu. Namun, Kampung Madras kurang populer dan akhirnya diganti dengan istilah ”Kampung Keling”. Saat ini masyarakat lebih banyak mengenal dengan sebutan Kampung Keling. Tetapi etnik India yang berada di daerah itu sangat tidak senang dan terkesan marah bila mereka disebut tinggal di Kampung Keling karena kata ”Keling” dianggap sebagai kata makian atau mengandung makna negatif bagi etnik India sehingga mereka lebih senang menyebut tempat tinggalnya di Kampung Madras.

Kedatangan orang-orang India ini sampai ke kota Medan terjadi sejak pertengahan abad ke-19 yaitu sejak dibukanya perkebunan di Tanah Deli. Pada tahun 1874 sudah dibuka 22 perkebunan yang tentunya memerlukan banyak pekerja buruh. Untuk memenuhi pekerja di perkebunan ini, didatangkanlah para buruh dari berbagai daerah di Indonesia dan dari negara lain yaitu dari negara Cina dan India. Para buruh perkebunan ini lama tinggal di tanah Deli dan akhirnya melakukan perkawinan dan tinggal menetap. Tetapi banyak orang-orang India yang pindah ke kota Medan dan sekitarnya setelah mereka tidak lagi bekerja di perkebunan. Mereka beralih pekerjaan menjadi pedagang mulai dari berdagang rempah-rempah, makanan, tekstil dan barang-barang khas India.


(42)

Dalam perkembangan kota Medan dan semakin banyaknya komunitas India berada di sana maka mereka membentuk Kampung Madras sebagai daerah komunitas mereka. Untuk mengumpulkan semua warga keturunan India yang menyebar di sejumlah tempat di seluruh Medan dan sekitarnya, maka saat itu dibentuklah tempat pertemuan mereka di Kuil Sri Mariamman (awalnya belum menjadi Kuil umat Hindu tetapi masih berupa tempat perkumpulan komunitas India). Perkampung Madras ini berdiri bersamaan dengan berdirinya Kuil Sri Mariamman pada tahun 1884 yang ditetapkan sebagai tempat ibadah mereka hingga saat ini.

Komunitas India yang dominan bertempat tinggal di Kampung Madras adalah keturunan India Tamil yang memiliki ciri khas berkulit hitam, hidung mancung dan berkumis lebat. Tetapi ada juga keturunan Punjabi atau yang sering disebut dengan orang Sikh dengan ciri khas berbadan besar, berkulit putih, hidung mancung dan sering menggunakan Sorban (penutup kepala) yang banyak memiliki toko-toko sport dan musik.

Hingga tahun 1950-an masih banyak etnik India bermukim di Kampung Madras. Tetapi seiring dengan semakin berkembangnya kota Medan banyak orang-orang India pindah ke pinggiran kota untuk mencari matapencaharian yang lain karena kampung Madras semakin berkembang menjadi salah satu wilayah pusat kota yang menyebabkan kebutuhan hidup lebih tinggi. Untuk dapat bertahan hidup maka mereka berpencar mencari tempat lain di pinggiran kota dengan harapan dapat hidup lebih baik dibanding di pusat kota yang membutuhkan tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Tanah dan pemukiman yang mereka tinggalkan akhirnya banyak di beli dan


(43)

ditemapati oleh etnik Tionghoa dan hingga sekarang etnik Tionghoa banyak bermukim dan berdagang di Kampung Madras.

Kampung Madras kini tidak lagi menjadi tempat tinggal mayoritas etnik India tetapi sudah banyak etnik Tionghoa dan Pribumi berdagang dan bertempat tinggal disana. Walaupun demikian Kampung Madras masih tetap di kenal sebagai daerah etnik India dengan ciri khas dagangan yang hanya mereka perdagangkan di daerah itu.

4.1.2. Letak Dan Batas Wilayah

Kampung Madras berada dibawah Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia yang berdiri di areal seluas 66,22 Ha atau 0,6622 Km2 yang secara tata ruang kota termasuk berada di pusat kota Medan. Dari luas areal tersebut terdiri dari luas pemukiman 0,35 Km2 , luas pekarangan 0,95 Km2, luas taman 0,5 Km2, luas perkantoran 0,112 Km2 dan luas prasarana umum 0,100 Km2.

Kelurahan Madras Hulu terdiri dari 10 (sepuluh) lingkungan dan setiap lingkungan dikepalai oleh Kepala Lingkungan masing-masing. Pada Lingkungan 1 (satu) sampai dengan Lingkungan 6 (enam) orang-orang India banyak bertempat tinggal sedangkan mulai dari Lingkungan 7 (tujuh) sampai dengan Lingkungan 10 (sepuluh) sama sekali tidak ada komunitas India yang bertempat tinggal di sana.

Adapun yang menjadi batas-batas wilayah Kelurahan Madras Hulu adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah - Sebelah Selatan : Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia


(44)

- Sebelah Barat : Kelurahan Petisah Hulu, Kecamatan Medan Baru - Sebelah Timur : Kelurahan Hamdan, Kecamatan Maimon.

Denah / peta lokasi Kampung Madras, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia

4.1.3. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data penduduk yang diperoleh dari profil Kelurahan Madras Hulu maka jumlah penduduk yang ada di Madras hulu adalah 4778 jiwa yang tersebar dalam 10 (sepuluh) Lingkungan. Dari jumlah penduduk tersebut dapat di bagi dalam beberapa klasifikasi yaitu berdasarkan umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, agama, dan etnis.

4.1.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

Dilihat dari struktur umur penduduk, Kelurahan Madras Hulu lebih banyak berusia produktif yaitu antara umur 15-59 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Kantor Kelurahan Madras Hulu, jumlah penduduk mulai dari umur 0-10 tahun sebanyak 504 jiwa atau 10,5%, umur 11-21 tahun sebanyak 614 jiwa atau 12,9%, umur 22-32 tahun sebanyak 789 jiwa atau 16,5%, umur 33-43 tahun sebanyak


(45)

1145 jiwa atau 24,0%, umur 44-54 tahun sebanyak 927 jiwa atau 19,4% dan umur 55-80 tahun sebanyak 799 jiwa atau 16,7%. Di lihat dari usia yang kebanyakan adalah produktif, maka masyarakat yang ada di Kelurahan ini masih aktif dan giat dalam mengembangkan kegiatan usaha maupun pekerjaan masing-masing. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan umur, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

No Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase %

1 0 - 10 504 10,5

11 – 21 614 12,9

3 22 – 32 789 16,5

4 33 – 43 1145 24,0

5 44 – 54 927 19,4

6 55 - 80 799 16,7

JUMLAH 4778 100%

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008

4.1.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu unsur yang penting untuk meningkatkan pola pikir, wawasan dan kemampuan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Di samping itu, tingkat pendidikan seseorang juga mempengaruhi sikap mental kewirausahaan dan kemampuan manajerial dalam mengembangkan usahanya.


(46)

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kantor Kelurahan Madras Hulu, tingkat pendidikan di Kampung Madras cukup baik dan termasuk penduduk yang menjunjung tinggi akan pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada jenjang pendidikan mereka. Mulai jenjang pendidikan sarjana sudah ada yakni untuk jenjang pendidikan S-1 sudah mencakup 42 orang dengan persentase 0,9%, bahkan untuk S-2 juga sudah ada sebanyak 11 orang dengan persentase 0,2%. Namun, masih tetap ada penduduk yang pernah sekolah tetapi tidak tamat SD tetapi jumlahnya sedikit yakni 65 orang dengan persentase 1,4%. Untuk pendidikan lain-lainnya lebih banyak dimiliki penduduk Kampung Madras yakni pendidikan informal sebanyak 2601 orang dengan persentase 54,4%. Dari hasil data tersebut dapat diketahui bahwa penduduk Kelurahan Madras Hulu memiliki pendidikan yang baik. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Belum sekolah 336 7,0

2 Tidak tamat SD 65 1,4

3 SD 256 5,4

4 SLTP 189 4,0

5 SLTA 391 8,1

6 Diploma 887 18,6


(47)

8 S-2 11 0,2

9 Lain-lain 2601 54,4

Jumlah 4778 100%

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008

4.1.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kantor Kelurahan Madras Hulu, maka dapat diketahui bahwa 1871 orang dengan persentase 39,1% bermata pencaharian sebagai pedagang. Di urutan kedua bermata pencaharian sebagai buruh/swasta berjumlah 195 orang dengan persentase 4,1%. Kemudian disusul dengan yang bermata pencaharian sebagai supir berjumlah 60 orang dengan persentase 1,2%. Sedangkan pegawai negeri dimana di dalamnya termasuk TNI/Polri berjumlah 45 orang dengan persentase 1%. Pengusaha berjumlah 21 orang dengan persentase 0,4%. Sedangkan yang berprofesi sebagai dokter berjumlah 13 orang dengan persentase 0,3%. Untuk pekerjaan lainnya adalah para ibu rumah tangga, pengangguran dan anak-anak yang masih sekolah berjumlah 2573 orang dengan persentase 53,9%.

Bertolak dari data yang dipaparkan diatas, maka penduduk Kelurahan Madras Hulu ini mayoritas bermata pencaharian sebagai pedagang. Hal ini didukung dengan banyaknya toko-toko, kios-kios, warung makan bahkan warung jajanan yang berada disepanjang jalan yang buka pada sore hingga malam hari. Aktivitas perdagangan yang mereka lakukan ada yang dimulai dari pagi hari hingga malam hari dan ada yang baru dimulai pada malam hari hingga tengah malam. Jenis makanan dan jajanan


(48)

yang terkenal daerah ini adalah makanan khas India. Untuk melihat lebih jelas komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase %

1 Pedagang 1871 39,1

2 Buruh/Swasta 195 4,1

3 Supir 60 1,2

4 Pegawai Negeri 45 1,0

5 Pengusaha 21 0,4

6 Dokter 13 0,3

7 Lain-lain 2573 53,9

Jumlah 4778 100%

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008

4.1.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Berdasarkan data penduduk dari Profil kantor Kelurahan Madras Hulu diketahui bahwa penduduk di daerah ini menganut 5 agama. Jumlah pemeluk agama Budha adalah yang terbesar yakni 2.962 orang dengan persentase 62%, kemudian diikuti penganut agama Islam sebanyak 1.130 orang dengan persentase 23,6%, penganut agama Hindu sebanyak 424 orang dengan persentase 8,9%, penganut agama Kristen Katholik sebanyak 133 orang dengan persentase 2,8% dan yang terkecil


(49)

adalah penganut agama kristen Protestan berjumlah 129 orang dengan persentase 2,7%.

Kelurahan Madras Hulu dikenal dengan jumlah komunitas India yang banyak dan memiliki agama Hindu. Tetapi berdasarkan penelitian dan hasil data, ternyata agama yang banyak diyakini adalah agama Budha. Hal ini terjadi karena sudah banyak orang India yang berpindah agama menjadi Budha, Islam maupun Kristen melalui perkawinan yang berbeda suku. Bahkan komunitas India sudah banyak berkurang jumlahnya dilihat dari jumlah penganut agama Hindu. Walaupun terdapat beragam agama yang dianut penduduk setempat, tetapi setiap pemeluk agama yang berbeda tetap hidup rukun. Tingkat toleransi antar umat beragama cukup baik dan rumah ibadat agama masing-masing tetap di pelihara dengan baik. Perincian komposisi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah (jiwa) Persentase %

1 Budha 2962 62

2 Islam 1130 23,6

3 Hindu 424 8,9

4 Kristen Katholik 131 2,8

5 Kristen Protestan 129 2,7

Jumlah 4778 100%

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008


(50)

Penduduk Kelurahan Madras Hulu ini terkenal dengan beragam etnis tetapi penduduknya sebagian besar adalah etnis Cina dan etnis India. Kedua etnis ini di kelompokkan dalam Warga Negara Indonesia Keturunan (WNI Keturunan). Etnis pribumi yang tinggal di daerah ini juga beragam, mulai dari etnis Batak Toba, Batak Simalungun hingga etnis Jawa. Dari data profil Kelurahan diketahui jumlah WNI Keturunan (Cina dan India) berjumlah 3.478 orang dengan persentase 72,8%. Jumlah penduduk etnis pribumi adalah 1.300 orang dengan persentase 27,2%.

Dalam hubungan sosial antar sesama etnis maupun antar etnis yang berbeda tidak terdapat perselisihan atau kasus konflik yang pernah muncul di daerah ini. Setiap etnis saling menghormati baik etnis pribumi maupun etnis Cina dan India. Komposisi penduduk berdasarkan etnis dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

No Etnis Jumlah (jiwa) Persentase %

1 WNI Keturunan 3478 72,8

2 Pribumi 1300 27,2

Jumlah 4778 100%

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008


(51)

Fasilitas umum yang tersedia di kampung Madras ini sudah cukup memadai baik fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, fasilitas peribadatan dan fasilitas kesehatan. Prasarana dan sarana transportasi, jalan dan prasarana pemerintahan masih dalam kondisi yang baik sehingga mampu mendukung aktivitas penduduk di kampung Madras ini.

4.1.4.1 Fasilitas Pendidikan

Tingkat pendidikan yang baik adalah salah satu faktor yang mendukung

kemajuan dari masyarakatnya dan tentunya didukung dengan tersedianya sarana pendidikan baik formal maupun nonformal. Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil kantor Kelurahan Madras Hulu, maka dapat dilihat jumlah sekolah sebagai fasilitas pendidikan sudah cukup memadai baik dari sekolah taman kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Jika dilihat dari jumlah sarana pendidikan yang ada dan dihubungkan dengan komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya, maka dapat digambarkan bahwa kualitas tingkat pendidikan penduduk kelurahan Madras Hulu cukup tinggi. Jumlah fasilitas sekolah TK, SD/Sederajat, SLTP/Sederajat, dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6

Fasilitas Pendidikan

No Fasilitas pendidikan Jumlah (unit)

1 TK 3

2 SD/Sederajat 2

3 SLTP/Sederajat 2


(52)

5 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) 2

Jumlah 13

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008 4.1.4.2. Fasilitas Ekonomi

Mata pencaharian penduduk Kelurahan Madras Hulu adalah mayoritas sebagai pedagang. Fasilitas ekonomi yang tersedia sudah cukup memadai sehingga mampu mendukung pekerjaan masyarakat di Kelurahan ini. Berdasarkan data yang diperoleh, fasilitas ekonomi yang dapat ditemukan cukup banyak mulai dari toko/swalayan, kios hingga industri makanan dan pasar.

Kawasan ini sering juga disebut sebagai areal jajanan di Kota Medan yang buka pada malam hari antara pukul 19.00 -2300 Wib karena banyak ditemukan warung makan dan warung jajanan yang terletak di Jalan Pagaruyung. Tidak hanya etnis India yang berdagang makanan tetapi juga etnis Cina dan jawa banyak berdagang di sana. Di lokasi ini sangat mudah menemukan makanan khas India mulai dari roti cane, martabak mesir dan jenis makanan lainnya.

Daerah ini juga merupakan pusat masakan khas India yang dikenal dengan bumbu rempah-rempahnya. Salah satu tempat makan yang paling banyak di kunjungi masyarakat baik dari Medan maupun dari luar Medan adalah Rumah Makan cahaya baru yang sudah berdiri 12 tahun lalu yang setiap harinya buka pada pukul 1000 – 2200 Wib. Begitu masuk ke dalam rumah makan ini, suasana ala India langsung terasa melalui dekorasi yang ada di dindingnya. Jenis menu makanan yang dirawarkan juga beraneka ragam makanan khas India. Fasilitas ekonomi yang ada di Kelurahan Madras Hulu ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.


(53)

Tabel 7 Fasilitas Ekonomi

No Fasilitas ekonomi Jumlah (unit)

1 Toko/Swalayan 43

2 Warung jajanan 37

3 Kios kelontong 7

4 Industri makanan 2

5 Percetakan 2

6 Rumah makan 1

7 Pasar 1

8 Bengkel 1

Jumlah 94

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008

4.1.4.3. Fasilitas Peribadatan

Fasilitas peribadatan di Kelurahan Madras Hulu berjumlah 8 (delapan) unit

bangunan rumah ibadah. Semua rumah ibadah masih dalam kondisi yang baik karena kebersihan dan perawatannya tetap dijaga. Setiap penduduk melakukan ibadahnya sesuai agama yang diyakini masing-masing tanpa terjadi konflik. Sehingga tetap terjalin hubungan yang baik antar umat beragama. Untuk mengetahui lebih rinci jumlah fasilitas peribadatan yang ada di Kelurahan Madras Hulu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(54)

Tabel 8 Fasilitas Peribadatan

No Fasilitas peribadatan Jumlah (unit)

1 Mesjid 2

2 Mushola 1

3 Gereja Kristen Protestan 2

4 Gereja Khatolik 2

5 Pura 1

Jumlah 8

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008

4.1.4.4. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang banyak di Kelurahan Madras Hulu adalah praktek dokter sebanyak 7 unit. Apotik juga tersedia sebanyak 6 unit dan posyandu sebanyak 2 unit sedangkan untuk puskesmas dan rumah sakit tidak ada. Apabila ada warga yang harus dirawat inap cukup lama maka dokter akan merujuknya ke rumah sakit terdekat. Melihat fasilitas kesehatan yang sudah ada, masyarakat di Kelurahan ini sangat peduli dengan kesehatan Untuk mengetahui jumlah fasilitas kesehatan yang ada di Kampung Madras dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 9 Fasilitas Kesehatan

No Fasilitas kesehatan Jumlah (unit)


(55)

2 Apotik 6

3 Posyandu 2

Jumlah 15

Sumber: Profil Kantor Kelurahan Madras Hulu 2008

4.1.4.5. Fasilitas Lembaga Masyarakat

Ada beberapa organisasi yang terbentuk di Kelurahan Madras Hulu yaitu 1 organisasi perempuan yang disebut BKOW dengan jumlah anggotanya sebanyak 42 orang, 1 organisasi PKK dengan jumlah anggotanya sebanyak 69 orang, 1 organisasi LPM yang beranggotakan 30 orang dan 1 kelompok gotong royong dengan anggotanya 17 orang. Masyarakat Kelurahan Madras Hulu cukup aktif dalam mengikuti organisasi kemasyarakatan dilihat dari lembaga masyarakat yang aktif dijalankan warga. Fasilitas lembaga masyarakat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10

Fasilitas Lembaga Masyarakat

No Fasilitas lembaga

kemasyarakatan

Jumlah (unit) Jumlah anggota

1 BKOW 1 42

2 PKK 1 69

3 LPM 1 30

4 Kelompok gotong royong 1 17

Jumlah 4 158


(56)

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN KEL. MADRAS HULU

KEC. MEDAN POLONIA

Kepling VIII Wisnu. G Kepling VII Raunad as Kepling VI Suwardi Kepling V Sanjay Kepling III Nanda Balen Kepling IV Irwan Kepling II Baharud in Kepling IX Nafiyun Kepling X Oesman Adamy SEKRETARIS Sucipto KAUR KESRA Kliwon KAUR EKBANG Paham Ginting KAUR

KEUANGAN UMUM KAUR

KAUR PEMERIN TAHAN Saminem Kepling I Lindawa ti LURAH Hidayat. A.P S.Sos


(57)

4.2. Profil Informan

4.2.1. Siwa Senger

Informan ini adalah salah satu informan kunci yang dipercaya masyarakat karena dianggap lebih tahu tentang keadaan Kampung Madras sehingga layak untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Siwa Senger (32 tahun) adalah sosok yang ramah dan berperawakan tinggi besar, berkulit hitam,berkumis tebal dan berhidung mancung. Bapak ini adalah seorang pendeta di Kuil Sri Mariamman.

Setiap hari Jumat pada pukul 06.30 Wib-08.30 Wib umat Hindu akan datang berkumpul untuk melakukan Pratenai (beribadah) untuk mendengar doa-doa suci yang dipimpin oleh Bapak Siwa Senger. Dengan menggunakan pakaian putih dan kain putih yang dililitkan di pinggangnya, Bapak ini melakukan Darmawacara (berkotbah).

Bapak ini hanya dapat dijumpai pada pagi hari dari pukul 09.00 Wib-12.00 Wib dan sore hari pada pukul 16.00 Wib-20.00 Wib di Kuil Sri Mariamman. Setiap harinya Bapak ini akan didatangi oleh jemaat-jemaatnya untuk didoakan seperti untuk doa anak agar di berkati pada saat ujian, didoakan agar jauh dari musibah dan ada juga minta didoakan agar usahanya dapat berjalan lancar. Menurut bapak ini, Dewa-Dewa yang mereka puja dapat mewujudkan apa mereka minta dan didoakan.

Sebagai seorang etnis Tamil yang lahir di Madras Hulu dan merupakan keturunan generasi ke-2, Bapak ini sedikit banyak mengetahui perkembangan etnis India di kota Medan khususnya di Madras Hulu. Menurut Bapak ini, etnis India sudah ada sejak di dirikannya Kuil Sri Mariamman tahun 1884 sebagai tempat ibadah umat Hindu. Melihat perkembangan kota Medan saat ini, menurut Bapak ini banyak


(58)

perubahan yang dialami oleh komunitas India di Madras Hulu. Awalnya komunitas India Tamil di Madras Hulu semuanya adalah beragama Hindu tetapi dengan adanya pembauran dengan masyarakat setempat dan semakin berkembangnya kota Medan maka banyak orang Tamil menikah dengan etnis pribumi dan banyak yang berpindah agama menjadi Islam atau Kristen. Walaupun mereka berubah agama, mereka tetap saja datang ke kuil Sri Mariamman untuk melakukan ritual-ritual budaya karena budaya India masih melekat dalam diri mereka.

Menurut Bapak Siwa Senger, hingga saat ini budaya India masih tetap dilakukan umat Tamil di kota Medan. Dan orang India adalah orang yang ramah terhadap orang lain.

4.2.2. Raunadas

Informan ini adalah tokoh masyarakat orang India di Kampung Madras. Bapak Raunadas adalah Kepala Lingkungan VII Kelurahan Madrad Hulu. Dengan perawakan tinggi besar, hidung mancung, berkumis lebat dan berkulit hitam, tidak tampak pada raut wajahnya yang ramah bahwa usianya sudah mencapai 61 tahun. Bapak ini sering disebut masyarakat di sana dengan sebutan Sahk Rukh Khan karena mirip dengan bintang film India.

Sikapnya yang ramah pada semua masyarakat tanpa membedakan etnis dan agama, telah menjadikan Bapak ini sebagai tokoh yang disegani masyarakat. Walaupun demikian, Bapak ini sering duduk bersama bergabung dengan bapak-bapak yang ada di lingkungan VII maupun di lingkungan lainnya.

Bapak ini adalah keturunan generasi ke-2 yang lahir di Kampung Madras. Dengan sikap yang ramah dan sesekali melucu, Bapak ini menyatakan bahwa


(59)

orang-orang India yang ada di Kampung Madras ini terkenal baik, kompak dan saling membantu. Mereka juga dikenal sebagai pedagang pakaian, pedagang rempah-rempah dan pedagang makanan.

4.2.3. S.D. Pandit

Informan ini sebagai pedagang etnis India yang sudah berdagang pakaian sejak tahun 1950-an atau sekitar 50 tahun yang sebelumnya dikelola oleh orang tuanya. Pak Pandit demikian orang memanggilnya adalah lulusan sarjana jurusan bahasa Inggris dan pensiunan dari salah satu istansi pemerintah. Bapak yang sudah berusia 67 tahun ini berbeda dengan ciri-ciri orang India Tamil karena Bapak ini adalah keturunan Sikh atau disebut sebagai orang Punjabi yang berperawakan tinggi besar, berkulit putih, berhidung mancung dan berkumis tebal tetapi sudah berwarna putih.

Dengan sikapnya yang ramah dan berwibawa bapak ini menerangkan bagaimana pedagang yang ada di Kampung Madras ini. Menurut Pak Pandit, dengan bermodalkan ramah, berbicara sopan dan baik dengan pelanggan adalah cara atau teknik yang sampai saat ini dilakukan mereka untuk menarik pelanggan untuk datang berbelanja ke Toko Pandit ini. Bahkan tidak akan segan memberi diskon atau potongan harga bagi langganan mereka.

Pak Pandit adalah sosok yang tidak pernah berhutang atau melakukan kredit untuk menghidupi keluarganya ataupun dalam memajukan dagangannya karena hingga saat ini bapak ini tetap memegang teguh motto hidupnya yang tetap diturunkan kepada anak-anaknya yakni keserdahanaan dapat membuat kita tetap bertahan hidup.


(60)

Untuk saat ini, menurut Bapak ini pembeli sangat sedikit yang datang untuk membeli bahkan dalam satu hari pernah tidak ada satu orang pun pembeli yang datang. Ini dikarenakan perekonomian yang semakin sulit dan persaingan yang semakin ketat. Demikian yang dinyatakan oleh Bapak yang tidak pernah lupa pada budaya leluhurnya ini.

4.2.4. Sabbas

Informan ini adalah seorang pedagang makanan khas India di Kampung Madras. Sesuai dengan nama pemiliknya warung jajanan khas India ini diberi nama dengan Sabbas yang menyediakan makanan khas India. Laki-laki yang berumur 38 tahun ini sudah cukup dikenal sebagai orang Tamil yang berdagang makanan khas India di Kampung Madras.

Informan yang berperawakan sedang, hidung mancung, berkulit hitam dan berkumis tebal ini mengaku telah lebih dari 10 tahun sudah berdagang di Kampung Madras. Setiap hari bapak ini sibuk melayani para pembeli karena informan ini sendiri yang meracik bumbu, memasak dan menghidangkan makanan yang dipesan.

Makanan khas India Sabbas tidak hanya ditemui di Kampung Madras lagi karena mereka juga telah membuka cabangnya di salah satu plaza yang terkenal di kota Medan bahkan di luar kota yaitu di Sun Plaza. Untuk mengelolanya informan memberikannya kepada saudaranya. Tetapi terkadang mereka saling bergantian menjaga dagangan mereka. Makanan khas India yang informan dagangkan adalah hasil dari racikan bumbu khas India yang mereka buat sendiri. Menurut informan sifat berdagang orang India itu sudah diturunkan sejak dahulu.


(61)

4.2.5. Salini

Salini adalah pedagang kaset CD, dan VCD khusus film dan lagu-lagu India di Kampung Madras. Toko mereka adalah toko musik India yang sudah dikenal di kota Medan bahkan di luar kota Medan karena dapat dilihat para pembeli datang dari luar kota membeli kaset-kaset CD dan VCD tersebut dengan jumlah yang banyak untuk dijual kembali di daerah masing-masing pembeli berdagang. Toko ini bernama Barathi Music Centre. Ibu ini dibantu oleh suaminya, anaknya perempuan dan anaknya laki-laki dalam mengelola toko musiknya. Sambil didampingi anaknya perempuan yang sudah lulusan sarjana dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di kota Medan, informan mengaku bahwa mereka sudah berdagang sejak tahun 1980-an. Sebelumnya toko tersebut adalah milik adik suaminya, tetapi karena mereka sekeluarga pindah ke luar negeri maka toko tersebut diberikan untuk dikelola oleh keluarga informan sampai sekarang.

Ketika memasuki toko in sangat terlihat kesan India melekat di dalam ruangan ini. Di depan pintu masuk sudah telihat patung Dewa India dan di setiap dinding juga ada ukiran patung-patung Dewa yang mereka yakini dapat memberi berkat, rejeki dan dapat menjaga keluarga mereka. Tidak lupa mereka memasang musik India yang terdengar merdu disaat melakukan wawancara.

Informan memiliki cara tersendiri atau teknik dalam menawarkan kaset-kaset mereka kepada pelanggan yakni selalu menghubungi pelanggan melalui media telepon bahwa ada barang baru seperi film baru atau lagu baru. Dengan cara demikian pelanggan dapat mengetahui informasi terbaru tentang musik-musik India yang menurut Informan di datangkan langsung dari Malaysia.


(1)

BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Perkembangan sebuah kota sangat mempengaruhi kehidupan setiap anggota masyarakat yang berada di dalamnya baik dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, politik maupun aspek lainnya. Kota Medan sebagai kota yang sudah berkembang ternyata telah mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi baik pada masyarakat pribumi maupun masyarakat pendatang. Pada komunitas etnik India yang awalnya adalah sebagai pendatang dan membentuk sebuah komunitas di Kampung Madras mengalami perubahan sesuai perkembangan kota saat ini. Mata pencaharian mereka yang secara turun-temurun adalah sebagai pedagang harus mampu dipertahankan apabila tidak tergusur oleh etnik Tionghoa. Untuk mampu bersaing maka mereka harus membuat strategi bertahan yaitu dengan membuat dagangan mereka yang khas seperti makanan pakaian dan lain sebagainya yang hanya di temukanpada pedagang India.

Dunia dagang adalah salah satu mata pencaharian yang banyak digeluti oleh komunitas etnik India. Hal-hal yang sangat penting dalam menunjang usaha adalah tentang masalah modal, tenaga kerja yang baik, manajemen dan pemasaran. Tetapi ada satu yang yang tak kalah pentingnya yaitu tentang moral ekonomi pedagang yakni adanya norma-norma maupun nilai-nilai yang diterapkan oleh pedagang sesuai dengan budaya yang mereka yakini. Dilihat dari sejarahnya, komunitas etnik India sebagai pendatang dan banyak menjadi pedagang, telah menuntut mereka untuk dapat


(2)

hidup mandiri yang menjadi pedoman dalam hidup mereka. Cara berdagang yang di terapkan secara turun-menurun adalah salah cara yang samapai sekarang tetap dijalankan.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dapi peelitian yang telah dilakukan antara lain:

1. Komunitas India di Kota Medan khususnya di Kampung Madras memiliki sifat dagang yang adalah turun temurun dalam keluarga mereka. Tindakan ekonomi mereka masih berhubungan dengan nilai-nilai budaya yang diyakini sampai saat ini.

2. Komunitas orang Tamil dan orang Punjabi adalah etnik India yang banyak berada di Kampung Madras dan Sumatera Utara umumnya. Orang Tamil lebih terbuka untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga identitas dan budaya mereka berangsur-angsur mulai hilang. Walaupun budaya masih ada tetapi sudah banyak yang hilang dibandingkan dengan budaya yang dulu dibawa nenek moyang mereka. Hal ini berbeda dengan orang Punjabi yang masih tetap mempertahankan lingkungan sosial budaya mereka sehingga orang-orang Punjabi lebih mampu bertahan dengan karakteristik budayanya.

3. Solidaritas kelompok diantara orang Tamil masih kuat yakni berupa system tolong-menolong atau yang disebut dengan Uthewi Sheithel. Kesuksesan bisnis orang Punjabi dilandasi oleh masih kuatnya ikatan solidaritas sesama orang Punjabi. Bila usaha mereka sudah berhasil, mereka akan membuka


(3)

toko cabang di dalam maupun di luar daerah. Dan ini sudah menjadi tradisi mereka sehingga usaha mereka dapat berkembang.

4. Persaingan dan adaptasi yang mampu dilakukan para pedagang komunitas India adalah dengan cara menjual atau berdagang barang atau makanan yang menjadi ciri khas mereka.

5. Pada akhirnya moral ekonomi pedagang etnik India tidak lagi relevan untuk dilakukan sesuai dengan perkembangan kota Medan saat ini. Tanpa mengurangi nilai-nilai dari budaya, dan agama komunitas etnik India tetap menjadikan nilai-nilai yang mereka yakini sebagai pedoman dalam hidup.

5.2. SARAN

Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia merupakan daya tarik tersendiri yang dilihat oleh bangsa-bangsa lain pada negeri kita ini. Beragam etnik membuat beragam bahasa daerah dan adat istiadat adalah ciri khas negeri kita. Salah satu budaya etnik pendatang yakni budaya etnik India hendaknya dapat dikembangkan oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri sebagai penambah keunikan bangsa Indonesia. Untuk itu, ada beberapa saran dan harapan yang dapat peneliti sampaiakn sebagai bahan masukan dalam melihat perkembangan moral ekonomi pedagang khususnya pedagang India di kota Medan, yaitu:

1. Daerah Kampung Madras kiranya dapat dijaga dan dilestarikan sebagai kawasan komunitas India yang ada di kota Medan dan bukti sejarah yang


(4)

menjadi kunjungan wisatawan luar, bukan malah di gusur atau di domonasi oleh komunitas lainnya.

2. Moral ekonomi pedagang yang di dalamnya mencakup norma-norma maupun nilai-nilai dalam aturan dalam ekonomi khususnya dalam berdagang dapat tetap dijalankan dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada agar pedagang tidak mengalami dilema tetapi tetap mampu menjaga hubungan yang baik dengan keluarga, tetangga, pembeli dan dengan pedagang lainnya. 3. Pemerintah hendaknya dapat memperhatikan perkembangan usaha-usaha

kecil menengah yang ada di Kampung Madras tanpa ada pemihakan terhadap satu etnik saja.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BWS. 2001. Kampung Madras: Sebuah Potret Komunitas India Di Medan, naskah buku.

Damsar. 2000. Sosiologi Ekonomi. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Daniel, Moehar, JR. 2001. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta. Etzioni, Amitai. 1992. Dimensi Moral: Menuju Ilmu Ekonomi Baru. PT. Remaja

Rosdakarya Bandung. Bandung.

Faisal, Sanapiah. 1995. Format-format Penelitian Sosial: Dasar-dasar dan Aplikasi. Rajawali Pers. Jakarta.

Hefner, Robert W. 1998. Budaya Pasar: Masyarakat dan Moralitas dalam Kapitalisme Asia Baru. LP3ES. Jakarta.

Koentjaraningrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Jakarta. Moeleong, J Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya

Bandung. Bandung.

Mubyarto. 1987. Ekonomi Pancasila: Gagasan Dan Kemungkinan. LP3ES. Jakarta. Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Putra, Ahimsa, Shri, Heddy. 2003. Ekonomi Moral, Rasional Dan Politik Dalam Industri Kecil Di Jawa. KEPEL Press. Yogyakarta.

Pringgodigado, A G. 1973. Ensiklopedia Umum. Yayasan Kanisius. Yogyakarta. Rachbini, D.J. 1994. Perspektif Teori Ekonomi Politik Baru. Prisma 3, thn XXIII. Sairin, Sjafri., Semedi, Pujo & Hudajana Bambang. 2002. Pengantar Antropologi

Ekonomi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Scoot, C James.1976. Moral Ekonomi Petani: pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. LP3ES. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1983. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Rajawali Perss. Jakarta.


(6)

--- Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiolog Suatu Pengantar. Rajawali Perss. Jakarta.

Sinar, Lukman, Tengku. 2001. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Cetakan kedelapan tanpa penerbit.

Subrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Sinulingga, D Budi. 1999. Pembangunan Perkotaan Tinjauan Regional dan Lokal.

Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Jurnal dan Website

Lubis, B, Zulkifli, Desember 2005. Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Medan: Adaptasi dan Jaringan Sosial, Etnovisi: Jurnal Antropologi Sosial Budaya, LPM-ANTROP FISIP USU, Vol I, No.3, hlm: 138-148.

Putra, Eka, Joni. 18 Desember 2007. Moral Ekonomi, (online), (http://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi, diakses 01 Februari 2008).

www.Google.com (http://id.wikipedia.org/India-Indonesia, diakses 22 Februari 2008).

http://www.pu.go.id/Ditjen_kota/web_metro/webmetro%20juli/web_metro/profil/met ro_meb.htm (diakses 3 Maret 2008)

Gani, Sadikin. 20 September 2006. Sekilas tentang Ekonomi Moral dan Rasional, ( http://rumahkiri.net/index.php?option=com_content&task=view&id=142 &Itemid=3, diakses 16 September 2008)