27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah studi kasus yaitu penelitian yang dilakukan dengan menganalisis rasio keuangan
pemerintah dan APBD Pemerintah Kota Yogyakarta.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif.Pemilihan pendekatan
penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku subjek penelitian. Hasil dari penelitian ini
tidak dapat digunakan bagi pemerintah kotakabupaten lain.
B. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subyek penelitian ini adalah Dinas Peajak Daerah dan Pengelolaan
Keuangan Pemerintah Kota Yogyakarta.
2. Obyek penelitian ini adalah rasio keuangan APBD Pemerintah Kota
Yogyakarta untuk tahun 2007-2011. C.
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian dilaksanakan di Pemerintah Kota Yogyakarta
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari tahun 2013 sampai
bulan Maret tahun 2013.
D. Data yang Diperlukan
a. Gambaran umum Kota Yogyakarta
b. Laporan Realisasi APBD Tahun 2007 - 2011
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Dokumentasi Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan dan mempelajari
tentang data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti antara lain: gambaran umum Pemerintah Kota Yogyakarta, target APBD, realisasi
APBD, dan Laporan Realisasi Anggaran. 2.
Wawancara Wawancara digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan
mengenai hal-hal yang tidak ditemui dalam metode pengumpulan data lain, misalnya kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta.
F. Teknik Analisis Data
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Menghitung seluruh rasio keuangan APBD.
a Rasio KemandirianKeuangan Daerah
Pendapatan Asli Daerah PAD X 100
Bantuan Pemerintah PusatPropinsi dan Pinjaman
Dari hasil perhitungan tersebut, dapat ditarik kesimpulan dengan parameter Halim, 2004: 188-189:
1 Apabila tingkat kemandirian 0 - 25 artinya kemampuan
keuangan daerah tersebut rendah sekali dan menunjukkan pola hubungan instruktif, yaitu daerah tersebut sangat tergantung
kepada pemerintah pusat yang tidak mampu melaksanakan otonomi.
2 Apabila tingkat kemandirian 25 - 50 artinya kemampuan
keuangan daerah rendah dan menunjukkan pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat mulai
berkurang, dengan demikian dianggap sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah.
3 Apabila tingkat kemandirian 50 - 75, artinya kemampuan
keuangan daerah sedang dan menunjukkan pola hubungan partisipatif, yaitu peranan pemerintah pusat semakin
berkurang. Dengan demikian daerah tersebut tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan otonomi
daerah. 4
Apabila tingkat kemandirian 75 - 100, artinya kemampuan keuangan daerah tersebut tinggi dan menunjukkan pola
hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah benar-benar mampu dan mandiri
dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
b Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Rasio Efektivitas = Realisasi Penerimaan PAD X100
Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah
Untuk menentukan tingkat efektivitas tidaknya pungutan PAD digunakan asumsi Halim, 2002: 129:
1 Apabila kontribusi keluaran yang dihasilkan realisasi PAD
semakin besar terhadap nilai pencapaian sasaran target PAD maka dapat dikatakan kinerja pemungutan PAD semakin
efektif. 2
Apabila kontribusi yang dihasilkan semakin kecil terhadap nilai pencapaian sasaran maka dapat dikatakan kinerja
pemungutan PAD kurang efektif. Namun apabila rasio efektivitas mencapai 1 berarti daerah tersebut mampu
menjalankan tugasnya dengan efektif. Rasio = iyo
iyoBiaya yg dikeluarkan untuk memungut PAD Efisiensi
X 100 Realisasi Penerimaan PAD
Untuk menentukan tingkat efisiensi kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien
apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 100 Halim, 2002: 131.
c Rasio Aktivitas dengan Menggunakan Rasio Keserasian
Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Total Belanja Rutin
X 100 Total APBD
Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Total belanja Pembangunan
X 100 Total APBD
Untuk menarik kesimpulan dari hasil perbandingan, prioritas terbesar di antara rasio di atas menunjukkan dana lebih
diprioritaskan ke salah satu atau keduanya dengan range antara 1 - 100. Apabila prioritas tertinggi untuk belanja rutin, artinya
kinerja pemerintah daerah masih kurang mengutamakan kepentingan pembangunan masyarakatnya.
d
Debt Service Coverage Ratio
DSCR = PAD + BD + DAU – BW
Total Pokok Angsuran + Bunga + Biaya Pinjaman Hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus di
atas merupakan angka maksimal apabila pemerintah daerah akan melakukan tambahan dana dari pinjaman pihak luar.
e Rasio Pertumbuhan
Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan
yang telah dicapainya dari periode ke periode berikutnya Halim, 2002: 135.
Untuk penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara melihat kenaikan atau penurunan pada masing-masing komponen
pendapatan dan pengeluaran tiap tahunnya. Apabila ada kenaikan maka menunjukkan pertumbuhan positif dan kinerjanya baik,
sebaliknya jika ada penurunan maka menunjukkan pertumbuhan negative atau kinerjanya tidak baik.
f Derajat Desentralisasi
Derajat desentralisasi dihitung dengan menggunakan rumus: Pendapatan Asli Daerah PAD
X 100 Total Pendapatan Daerah
Dari hasil perhitungan dapat ditarik kesimpulan apabila kontribusi PAD terhadap total pendapatan menunjukkan persentase yang
tinggi, berarti kemampuan pemertintah dalam menyelenggarakan desentralisasi adalah baik.
g Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan menggunakan rumus:
Pendapatan TransferDana Perimbangan X 100
Total Pendapatan Daerah
Dalam penarikan kesimpulan dapat dilihat dari hasil perhitungan. Apabila rasio ketergantungan menunjukkan prosentase yang tinggi
maka semakin besar pula tingkat ketergantungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat maupun provinsi.
h Rasio Efektivitas Pajak Daerah
Rasio efektivitas pajak daerah dihitung dengan menggunakan rumus:
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah X 100
Target Penerimaan Pajak Daerah Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat
disimpulkan dengan cara melihat hasil rasio tersebut. Rasio ini dianggap baik apabila mencapai angka minimal 1 atau 100.
i Derajat Kontribusi BUMD
Derajar kontribusi BUMD dihitung dengan menggunakan rumus: Penerimaan Bagian Laba BUMD
X 100 Penerimaan PAD
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat disimpulkan dengan cara melihat hasil rasio tersebut. Semakin
tinggi rasio tersebut maka semakin baik pula tingkat kontribusi perusahaan daerah dalam menambah Pendapatan Asli Daerah.
j Rasio Efisiensi Belanja Daerah
Rasio efisiensi belanja daerah dihitung dengan menggunakan rumus:
Realisasi Belanja X 100
Anggaran Belanja Angka yang dihasilkan dari perhitungan rasio ini tidak bersifat
absolute, tetapi relatif. Artinya tidak ada standar baku yang dianggap baik untuk rasio ini. Pemerintah daerah dinilai telah
melakukan efisiensi anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100, sebaliknya jika lebih dari 100 maka mengidikasikan telah
terjadi pemborosan anggaran.
k Rasio Belanja Daerah terhadap PDRB
Rasio belanja daerah terhadap PDRB dihitung dengan menggunakan rumus:
Total Realisasi Belanja Daerah X 100
Total PDRB Dapat disimpulkan apabila hasil dari perhitungan menggunakan
rumus di atas menunjukkan persentase yang kecil maka kesenjangan antara pengeluaran belanja dengan periode yang
diperoleh juga kecil.
2. Melakukan analisis trend untuk melihat kecenderungan masing-
masing rasio keuangan dengan formula sebagai berikut: Y’ = a + bX
∑
∑ ∑
Keterangan: Y
= Variabel rasio kemandirian Y’
= Trend a
= Besarnya Y saat X = 0 b
= Besarnya perubahan Y bila X mengalami perubahan 1 satuan X
= Waktu
3. Memaparkan hasil analisis dan menyimpulkan hasil perhitungan yang
tersedia.
36
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN PROFIL KEUANGAN DAERAH