Log SPF = Petro,1981
Keterangan : λn = panjang gelombang besar diatas 290 nm dengan absorbansi 0,05
λ1 = panjang gelombang terkecil 290nm AUC = Area dibawah kurva dari grafik rentang λn-λ1
Kategori nilai SPF :
1. Nilai SPF 2-12 menunjukkan adanya perlindungan minimal
2. Nilai SPF 12-30 menunjukkan adanya perlindungan sedang
3. Nilai SPF 30 menunjukkan adanya perlindungan maksimal Flick, 2001.
C. Tanaman Jambu Biji
Psidium guajava
L
.
Gambar 1. Tanaman jambu biji Dalimartha, 2006
Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut : Kerajaan
: Plantae Divisi
: Magnoliophyta Kelas
: Magnoliophyta Ordo
: Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies :
Psidium guajava
L. Wasito, 2011.
Tanaman  ini  kaya  dengan  tanin,  fenol,  triterpen,  flavonoid,  minyak essensial, saponin, karotenoid, lektin, vitamin, serat, dan asam lemak. Buah jambu
biji jika dibandingkan dengan jeruk, lebih banyak mengandung vitamin C 80 mg vitamin C dalam 100 g buah dan mengandung  sejumlah vitamin A. Jambu  juga
kaya  akan  pektin,  yaitu  serat  yang  diperlukan  dalam  makanan  Agoes,  2010. Salah  satu  senyawa  dari  flavonoid  yang  terkandung  di  dalam  daun  jambu  biji
adalah  kuersetin  Ardianto,  2007.    Di  dalam  daun  jambu  biji  terdapat  kuersetin sebanyak 2.95 Zhou
et al
., 2009.
D. Kuersetin
Gambar 2. Struktur kuersetin
Kuersetin  memiliki  kemampuan  sebagai
sunscreen
yang  dapat  digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan paparan sinar matahari yang menyebabkan
sumburn
dan
tanning
Benjamin
et  al
.,  2008.  Kuersetin  termasuk  dalam
chemical  sunscreen
karena  memiliki  struktur  molekul  aromatik  terkonjugasi dengan  gugus  karbonil.  Kemampuan  molekul  mengabsorbsi  energi  radiasi  UV
tergantung  dari  sistem  konjugasinya  kromofor  serta  jumlah  dan  jenis  gugus fungsional yang ada. Semakin terkonjugasi suatu molekul, semakin besar panjang
gelombang absorbsinya Levy, 2001.
E. Krim
Sunscreen
Krim  adalah  bentuk  sediaan  setengah  padat  berupa  emulsi  yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Berdasarkan tipe emulsi ganda, krim dapat dibedakan menjadi dua,  yaitu  emulsi
OWO
minyak-dalam  air-dalam  minyak  dan
WOW
air- dalam minyak-dalam air Hou and Papadopoulos, 1997.
Gambar 3. Emulsi ganda
WOW dan OWO
Hou and Papadopoulos, 1997
Krim
Sunscreen
adalah  sediaan  setengah  padat  berupa  emulsi  yang
mengandung  senyawa  kimia  yang  dapat  menyerap,  menghamburkan  atau memantulkan  sinar  UV  yang  mengenai  kulit  sehingga  dapat  digunakan  untuk
melindungi  kulit  dari  kerusakan  akibat  paparan  sinar  UV  FDA,  2003.  Syarat- syarat  krim
sunscreen
,  yaitu  :  1  enak  dan  mudah  dipakai,  2  jumlah  yang
menempel mencukupi kebutuhan berkaitan dengan daya sebar dan viskositas, 3 bahan  aktif  dan  bahan  dasar  mudah  tercampur,  4  bahan  dasar  harus  dapat
mempertahankan kelembutan dan kelembapan kulit, 5 tidak mengiritasi kulit, 6 memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabilitas fisik krim Tranggono, 2007.
1. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik krim
a. Viskositas
Viskositas  adalah  suatu  pernyataan  tahanan  dari  suatu  cairan  untuk mengalir,  makin  tinggi  viskositas  akan  makin  besar  tahanannya.  Pengolahan
bahan  menurut  tipe  aliran  dan  deformasinya  dibagi  menjadi  dua,  yaitu  sistem Newton  dan  sistem  Non-Newton  Martin
et  al
.,  1993.  Viskositas,  elastisitas, dan  rheologi  merupakan  karakteristik  formulasi  paling  penting  dalam  produk
akhir  sediaan  semisolid.  Peningkatan  viskositas  akan  meningkatkan  waktu retensi pada tempat aksi terapi tetapi akan menurunkan daya sebar Garg
et al
., 2002.  Krim  dapat  berupa  tiksotropik  dimana  membentuk  semipadat  jika
dibiarkan  dan  menjadi  cair  pada  pengocokan  selama  penympanannya. Tiksotopik  merupakan  suatu  pemulihan  yang  isoterm  dan  lambat  pada
pendiaman  bahan  yang  kehilangan  konsistensi  karena
shearing
Martin
et  al
., 1993.
Uji  stabilitas  merupakan  proses  evaluasi  untuk  menjamin  bahwa  sifat- sifat  utama  produk  tidak  berubah  selama  waktu  yang  dapat  diterima  oleh
konsumen.  Pergeseran  viskositas  adalah  uji  yang  biasa  dilakukan.  Adanya
variasi  pada  ukuran  atau  jumlah  droplet  dapat  dideteksi  dengan  pergeseran viskositas secara nyata Aulton and Diana, 1991.
Pengujian viskositas dilakukan dengan cara krim dimasukkan ke dalam wadah  dan  dipasang  pada
portable  viscotester
,  kemudian  diamati  gerakan jarum  penunjuk  viskositas.  Uji  ini  dilakukan  pada  48  jam  setelah  krim  dibuat
dan setelah mengalami penyimpanan selama 1 bulan Yuliani, 2010.
b. Daya sebar
Daya  sebar  merupakan  karakteristik  yang  penting  dari  suatu  formulasi sediaan  topikal  dan  bertanggung  jawab  untuk  ketepatan  transfer  dosis  atau
melepaskan  obatnya  serta  kemudahan  penggunaannya.  Daya  sebar  menunjukkan hubungan  antara  sudut  kontak  antar  sediaan  dengan  tempat  aplikasinya  yang
mencerminkan  kelicinan  dari  sediaan  tersebut  dimana  berhubungan  langsung dengan koefisien gesekan Garg
et al
., 2002. Faktor-faktor  yang  dipertimbangkan  untuk  menilai  daya  sebar  sediaan
topikal  antara  lain  karakteristik  formulasi,  waktu,  dan  kecepatan
shear
selama pengolesan dan suhu tempat aplikasi. Viskositas formulasi, kecepatan penguapan
solven,  dan  kecepatan  kenaikan  viskositas  krena  evaporasi  mempengaruhi kecepatan penyebaran dari sediaan Garg
et al
., 2002. Pengujian  daya  sebar  dilakukan  dengan  cara  krim  sebanyak  0,5  g
diletakkan  di  tengah-tengah  kaca  bulat  ditutup  dengan  kaca  lain,  kemudian ditambahkan  beban  50  g,  biarkan  selama  1  menit  dan  diukur  diameter  daya
sebarnya Michael and Ash, 1977.
2. Uji iritasi
Uji  iritasi  dilakukan  dengan  tujuan  untuk  mengetahui  apakah  sediaan yang diformulasikan dapat mengiritasi kulit atau tidak. Uji iritasi yang dilakukan
menggunakan  metode Hen’s  Egg  Test
-  Chorioallantoic  Membrane  Test
HET- CAM.  Metode  ini  menggunakan
Chorioallantoic  Membrane
yang  berasal  dari embrio  ayam,  di  mana  embrio  ayam  memiliki  jaringan  yang  lengkap  termasuk
arteri, kapiler dan vena. Adanya jaringan tersebut dapat digunakan untuk melihat respon  inflamasi  ketika  diberikan  bahan  kimia  yang  diprediksi  memiliki  potensi
mengiritasi Loprieno, 1995. Metode  HET-CAM  dapat  digunakan  untuk  memprediksi  potensi  iritasi
bahan  kimia  untuk  jaringan  konjungtiva  kelinci,  seperti  yang  diamati  dalam  uji
Draize
.  Parameter  yang  diukur  dalam  melakukan  uji  iritasi  menggunakan  HET- CAM ini adalah hemoragi, lisis dan koagulasi Gilloti
et al
, 2000. F.
Komposisi Krim
1.
Emulsifying agent
Emulsifying  agent
adalah  suatu  molekul  yang  memiliki  rantai hidrokarbon  polar  dan  nonpolar  pada  tiap  ujung  rantai  molekulnya.
Emulsifying agent
dapat menurunkan tegangan permukaan fase air dan fase minyak Friberg
et al
., 1996.
Gambar 4. Struktur sorbitan monooleat Span 80 Aulton, 2002
Emulsifying  agent
yang  digunakan adalah sorbitan monooleat  Span 80 yang  termasuk  jenis  surfaktan  nonionic  dan  memiliki  nilai  HLB  4,3  Iro,  2012.
Surfaktan  nonionik  adalah  surfaktan  yang  tidak  berdisosiasi  dalam  air, kelarutannya  diperoleh  dari  sisi  polarnya.  Surfaktan  jenis  ini  tidak  membawa
muatan  electron  tetapi  mengandung  heteroatom  yang  menyebabkan  terjadinya momen dipole. Konsentrasi Span 80 sebagai
emulsifying  agent
untuk tipe emulsi ow adalah 1-10 Rowe
et al
., 2006.
Gambar 5. Struktur polysorbate 80 Tween 80 Nair
et al
., 2003
Polysorbate 80 Tween 80 termasuk surfaktan hidrofilik non-ionik yang mengandung 20 unit oksietilena. Penggunaan Tween 80 secara kombinasi sebagai
emulsifying agent
memiliki range konsentrasi sebesar 1-10  Rowe
et al
., 2006. Tween 80 berbentuk cairan kental berwarna kuning. Tween 80 bersifat nontoksik
dan  mudah  larut  dalam  air,  etanol,  minyak  tumbuhan,  etil  asetat,  metanol,  tetapi tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 memiliki nilai HLB 15 Iro, 2012.
2.
Cetyl alcohol
Gambar 6. Struktur
cetyl  alcohol
Rowe
et al
., 2006
Cetyl alcohol
merupakan surfaktan nonionic dari golongan alkohol yang berfungsi  sebagai
emollient  agent
.  Pada  sediaan  semisolid,
cetyl  alcohol
dikombinasikan  dengan
emulsifying  agent
yang  larut  air  untuk  membentuk  fase luar  yang  kental.  Kombinasi  ini  membentuk
barrier
monomolecular  pada antarmuka minyak-air, dimana
barrier
ini mencegah koalesen droplet. Titik leleh
cetyl alcohol
antara 45-52°C Boyland, 1986.
3.
Gelling agent
Gelling  agent
merupakan  bahan  untuk  membentuk  gel  dimana  dapat terdispersi  dalam  air  dan  bisa  mengembang  serta  meningkatkan  viskositas
Mahalingam
et al
., 2008.
Gambar 7. Unit monomer asam akrilat dari polimer carbopol Rowe
et al
., 2006
Carbopol digunakan dalam sediaan semisolid sebagai agen pengental dan pensuspensi.  Kelebihan  carbopol,  yaitu  merupakan  pengental  yang  baik  dan
efisien  bahkan  pada  konsentrasi  rendah  sehingga  digunakan  agen  pensuspensi pengental dan penstabil pada emulsi Mahalingam
et al
., 2008. Carbopol  mudah  mengembang  pada  air  dan  mengental  juga  stabil  pada
temperatur  tinggi  dan  bersifat  antimikroba.  Konsentrasi  carbopol  sebagai
gelling agent
adalah 0.5-2.0 Rowe
et al
, 2006. Carbopol  940  adalah  tipe  carbopol  yang  paling  efisien  karena
viskositasnya  yang tinggi,  yaitu 40.000-60.000 cps  pada kadar 0,5 dengan pH 7,5 dan menghasilkan gel dengan penampilan yang jernih Allen, 1999.
Carbopol larut dalam air, alkohol, dan gliserin. Gel dengan carbopol akan lebih kental pada pH 6-11 dan viskositasnya berkurang bila pH kurang dari 3 atau
lebih dari 12. Carbopol bersifat higroskopis Barry, 1983.
4. Trietanolamina
Gambar 8. Struktur trietanolamina Rowe
et al
., 2006
Trietanolamina  digunakan  dalam  pembentukan  emulsi  sebagai  bahan pengemulsi  anionik  untuk  menghasilkan  produksi  emulsi  minyak-air  yang
homogen dan stabil. Trietanolamina juga dapat digunakan untuk mengubah gugus karboksil  dari  carbopol  940  menjadi  COO
-
.  Adanya  gaya  tolak  menolak elektrostatis  antara  gugus  karboksil  yang  telah  berubah  menjadi  COO
-
mengakibatkan  carbopol  mengembang  dan  menjadi  lebih  rigid  Barry,1983. Trietanolamina  merupakan  senyawa  basa  yang  aman  bila  digunakan  dalam
kosmetik Jellinek, 1970.
5. Gliserin
Gambar 9. Gliserin Rowe
et al
., 2006
Gliserin dalam kosmetik biasanya digunakan sebagai humektan, emolien dan  bahan  pengawet.  Humektan  adalah  zat  yang  ditambahkan  untuk  mencegah
penguapan  air  dari  sel  kulit  karena  mampu  mengikat  air  dari  udara  dan  dalam
kulit. Konsentrasi gliserin sebagai humektan adalah kurang dari atau sama dengan 30 Rowe
et al
, 2006. Fungsi gliserin sebagai humektan adalah untuk mempertahankan tingkat
kandungan  air  dalam  produk,  dengan  mengurangi  penguapan  air  selama pemakaian  sehingga  krim  lebih  mudah  menyebar  dan  pembentukan  kerak  pada
wadah dapat dihindari Tranggono, 2007.
6. Metil paraben
Gambar 10. Metil paraben Rowe
et al
., 2006
Metil  paraben  dalam  kosmetik  biasanya  digunakan  sebagai  bahan pengawet.  Peningkatan  rantai  gugus  alkil  akan  meningkatkan  aktivitas
antimikrobanya  tetapi  kelarutannya  dalam  air  menjadi  menurun.  Efektifitas pengawet ini memiliki rentang pH 4-8, dimana konsentrasi yang digunakan dalam
sediaan  topical  adalah  0.02-0.3.  Metil  paraben  bersifat  nonmutagenik, nonteratogenik, dan nonkarsinogenik Rowe
et al
, 2006.
7. Parafin cair
Parafin  dalam  sediaan  topical  digunakan  untuk  meningkatkan  titik  leleh atau  meningkatkan  pengerasan  bahan  pengeras.  Parafin  tidak  menyebabkan
toksik  ataupun  iritasi.  Parafin  cair  berbentuk  cairan  kental  dan  tidak  berwarna.
Konsentrasi yang digunakan dalam sediaan topikal adalah 1.0-32.0  Rowe
et al
, 2006.  Parafin  cair  dapat  berfungsi  sebagai  emolien  yang  mencegah  dehidrasi
pada saat sediaan diaplikasikan ke kulit Tranggono, 2007.
G. Landasan Teori
Salah  satu  sediaan  kosmetik  yang  dapat  melindungi  kulit  terhadap pengaruh  berlebih  sinar  ultraviolet  adalah
sunscreen
.  Bahan  alam  yang  dapat berperan  sebagai
sunscreen
adalah  kuersetin.  Kuersetin  terdapat  dalam  daun jambu  biji
Psidium  guajava
L..  Fraksi  etil  asetat  daun  jambu  biji
Psidium guajava
L.  diformulasikan  ke  dalam  bentuk  sediaan  krim  bertujuan  untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap
sunscreen
.
Emulsifying  agent
sangat  diperlukan  dalam  proses  pencampuran  krim karena krim terbentuk dari dua fase berbeda yang tidak saling bercampur. Proses
pencampuran  merupakan  salah  satu  hal  yang  penting  diperhatikan  dalam pembuatan krim agar diperoleh sediaan krim dengan sifat fisik dan stabilitas yang
memenuhi  syarat.  Span  80  merupakan
emulsifying  agent
yang  digunakan  secara umum dalam formulasi sediaan krim.
Gelling agent
bertanggung jawab dalam menentukan sifat fisik stabilitas krim  berkaitan  dengan  kemampuan
gelling  agent
untuk  meningkatkan  viskositas pada sediaan krim. Carbopol 940 merupakan
gelling agent
yang digunakan dalam formulasi sediaan krim.
H. Hipotesis