Pengaruh Tween 80 sebagai emulsifying agent dan sorbitol sebagai humektan dalam sediaan krim ekstrak daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) dengan aplikasi desain faktoria.

(1)

INTISARI

Daun jambu biji memiliki kandungan senyawa tanin (9-12%) yang terbukti memiliki potensi sebagai antibakteri. Ekstrak daun jambu biji sebagai antibakteri dapat dibuat menjadi sediaan krim tipe M/A. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh Tween 80 sebagai emulsifying agent, sorbitol sebagai humektan atau interaksi kedua faktor tersebut terhadap respon sifat fisis dan stabilitas fisik krim ekstrak daun jambu biji, serta mengetahui area optimum kedua faktor tersebut.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental menggunakan aplikasi desain faktorial dengan dua faktor (Tween 80 dan sorbitol) dan dua level (level rendah dan level tinggi). Respon yang diuji dalam penelitian ini meliputi organoleptis, pH, tipe krim, ukuran droplet, viskositas, dan daya sebar krim. Analisis statistik dilakukan terhadap respon viskositas dan daya sebar menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% atau Kruskal-Wallis dengan post Hoc Wilcoxon. Pengolahan data dilakukan dengan software R 3.1.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim yang dihasilkan bertipe M/A, berwarna coklat keemasan dan homogen dengan pH 6. Interaksi antara kedua faktor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon viskositas krim. Variasi Tween 80 dan interaksi kedua faktor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stabilitas fisik krim yaitu pergeseran viskositas. Tween 80, sorbitol dan interaksi kedua faktor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon daya sebar dan pergeseran daya sebar krim. Area optimum dalam penelitian ini tidak dapat ditemukan.


(2)

ABSTRACT

Guava leaves contain tannin (9-12%) as a potential antibacterial agent. Guava leaves extract could be formulated as O/W cream. The purpose of this study were to determine the significant effect of Tween 80 as an emulsifying agent, sorbitol as a humectant, or the interaction between these two factors on the response of physical properties and physical stability of cream, and to determine the optimum area of these two factors.

This study was an experimental study that used factorial design with two factors (Tween 80 and sorbitol) and two levels (low and high level). Response of the experiment were organoleptic, pH, cream type, droplet size, viscosity, and spreadability of cream. Statistical analysis on viscosity and spreadability response was performed using ANOVA with 95% confidence level or Kruskal-wallis with post Hoc Wilcoxon. Data were processed by software R 3.1.1.

The results produced an O/W cream, had a golden brown color, and homogenous mixture with pH 6. Interaction between Tween 80 and sorbitol had a significant effect on the response of cream viscosity. Tween 80 and interaction between two factors had a significant effect on the viscosity shift. Tween 80, sorbitol

and it’s interaction does not have a significant effect on spreadability response and the spreadability shift during storage. The optimum area between Tween 80 and sorbitol could not be found.

Keywords : guava leaves extract, cream, Tween 80, sorbitol, factorial design

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

i

PENGARUH TWEEN 80 SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DAN SORBITOL SEBAGAI HUMEKTAN DALAM SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Laurensia Jessie Loreta NIM : 118114056

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii


(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

LET YOUR

DREAMS BE

BIGGER THAN

YOUR FEARS &

YOUR ACTIONS

LOUDER THAN

YOUR WORDS

I dedicate this work to :

My beloved God

My family

My almamater

And all my loved ones


(7)

(8)

vi


(9)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, penyertaan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Tween 80 sebagai Emulsifying Agent dan Sorbitol sebagai Humektan dalam Sediaan Krim Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) dengan Aplikasi Desain Faktorial“ sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S.Farm) pada program studi farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terselesaikannya tugas akhir ini dari awal hingga akhir tidak terlepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, kritik dan saran oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu, dengan tulus dan dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-sebesarnya kepada :

1. Papa Antonius Charlin Susilo, mama Lina Inawati, kakak Yosephine Pricella Ervinka dan adik Ferdinandus Hugo Susilo yang dengan penuh kasih sayang mendampingi dan mendukung penulis dari awal hingga akhir naskah ini dibuat. 2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian dan penyusunan naskah.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan kritik yang membangun.


(10)

viii

5. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang memberikan saran dan kritik yang membangun.

6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan banyak pengalaman dan ilmu kepada penulis.

7. Bapak Musrifin dan kepala laboratorium lain atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

8. Partner kerja Henra, Ardha, Sheilla dan Deni atas segala bantuan, dukungan, motivasi serta terlewatinya segala suka, duka dan tawa dari awal penelitian hingga akhir penyusunan naskah skripsi.

9. Henra sebagai partner kerja yang memberikan dukungan yang tulus dan motivasi penuh kepada penulis dari awal hingga akhir skripsi ini dibuat.

10. Ci Henny dan Ko Ega yang senantiasa memberikan masukan serta membagikan ilmu dan pengalaman kepada penulis.

11.Teman-teman FSM B dan FST A atas segala kebersamaan, canda dan tawa yang telah dilewati selama berada di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

12.Theresia Eviani, Fransisca Andriani, Ester Rina Dwi Astuti yang sering memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.

13.Teman-teman seperjuangan formulasi, Dara Prabandari, Yoanna Kristia, Carolina Dea Sekar Panintra, Maria Verita Vita dkk atas segala kebersamaan dan humor segar yang selalu diberikan untuk menghilangkan rasa penat selama penelitian.


(11)

ix

14.Yudist Latubayesian, Christina Putri Mahardika, Theresia Eviani, Maria Verita Vita, Bernadet Brigita Puspita atas segala persahabatan dan dukungan yang diberikan.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dari penyusunsan naskah ini. Oleh sebab itu penulis sangat terbuka terhadap segala kritik dan saran yang membangun

Yogyakarta, 16 April 2015


(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

a. Perumusan masalah ... 3

b. Keaslian penelitian ... 3

c. Manfaat ... 4

B. Tujuan ... 4

a. Tujuan umum ... 4


(13)

xi

b. Tujuan khusus ... 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5

A. Jambu Biji ... 5

1. Taksonomi tanaman ... 5

2. Morfologi tanaman ... 6

3. Nama daerah ... 6

4. Kandungan kimia ... 7

5. Manfaat dan kegunaan ... 7

B. Kulit ... 7

C. Krim ... 8

D. Bahan-bahan dalam Formulasi ... 9

1. Surfaktan ... 9

2. Humektan... 10

3. Asam stearat ... 11

4. Trietanolamin (TEA) ... 12

5. Metil paraben ... 13

6. Butylated hydroxytoluene (BHT) ... 14

E. Desain Faktorial ... 14

F. Landasan Teori ... 16

G. Hipotesis ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19


(14)

xii

C. Definisi Operasional... 20

D. Bahan Penelitian... 21

E. Alat Penelitian ... 22

F. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Ekstraksi daun jambu biji ... 22

2. Uji kualitatif tanin dalam ekstrak daun jambu biji ... 22

3. Uji daya antibakteri ekstrak daun jambu biji ... 23

4. Formula krim ekstrak daun jambu biji ... 24

5. Pembuatan krim ekstrak daun jambu biji ... 25

6. Evaluasi sediaan krim ekstrak daun jambu biji ... 26

G. Analisis Hasil ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A.Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji ... 31

B.Uji Kadar Air dan Uji Kualitatif Tanin ... 33

C.Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji ... 35

D.Pembuatan Krim Ekstrak Daun Jambu Biji ... 36

E.Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Fisik Krim ... 41

1. Uji organoleptis dan pH ... 41

2. Uji tipe emulsi krim ... 42

3. Uji ukuran droplet ... 44

4. Uji viskositas ... 44

5. Uji daya sebar ... 48


(15)

xiii

F. Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Sorbitol terhadap Sifat Fisis

dan Stabilitas Fisik Krim Ekstrak Daun Jambu Biji ... 51

1. Uji normalitas ... 52

2. Uji kesamaan varians ... 53

3. Uji ANOVA ... 53

4. Uji Kruskal-Wallis dengan post hoc Wilcoxon ... 54

5. Uji pergeseran viskositas ... 57

6. Uji pergeseran daya sebar ... 58

G. Contour Plot dan Superimposed Contour Plot ... 59

H. Uji Iritasi Menggunakan Metode HET-CAM ... 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 68


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rancangan desain faktorial dengan 2 faktor 2 level ... 15

Tabel II. Formula krim ekstrak daun jambu biji ... 25

Tabel III. Kategori irritation score ... 28

Tabel IV. Hasil rendemen ekstrak kental daun jambu biji ... 32

Tabel V. Hasil uji organoleptis krim ekstrak daun jambu biji ... 42

Tabel VI. Hasil uji tipe krim ekstrak daun jambu biji ... 43

Tabel VII. Pengujian ukuran droplet (x̅ ± SD) krim ekstrak daun jambu biji setelah 48 jam ... 44

Tabel VIII. Hasil uji viskositas (x̅ ± SD) selama penyimpanan ... 45

Tabel IX. Perhitungan % pergeseran viskositas (x̅ ± SD) krim ekstrak daun jambu biji ... 46

Tabel X. Hasil uji daya sebar (x̅ ± SD) selama penyimpanan ... 48

Tabel XI. Perhitungan % pergeseran daya sebar (x̅ ± SD) krim ekstrak daun jambu biji ... 50

Tabel XII. Hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk ... 52

Tabel XIII. Hasil uji kesamaan varians dengan levene’s test ... 53

Tabel XIV. Hasil uji ANOVA terhadap respon viskositas ... 54

Tabel XV. Hasil uji Kruskal-wallis terhadap respon daya sebar ... 55


(17)

xv

Tabel XVI. Hasil uji wilcoxon pada Tween 80 terhadap respon

daya sebar ... 55

Tabel XVII. Hasil uji wilcoxon pada sorbitol terhadap respon daya sebar ... 56

Tabel XVIII. Hasil uji ANOVA pada uji pergeseran viskositas ... 58

Tabel XIX. Hasil uji ANOVA pada uji pergeseran daya sebar ... 59


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi tanaman jambu biji ... 5

Gambar 2. Struktur kimia Tween 80 ... 10

Gambar 3. Struktur kimia sorbitol ... 11

Gambar 4. Struktur kimia asam stearat ... 11

Gambar 5. Struktur kimia trietanolamin (TEA) ... 12

Gambar 6. Struktur kimia metil paraben ... 13

Gambar 7. Struktur kimia butylated hydroxytoluene (BHT) ... 14

Gambar 8. Uji kualitatif ekstrak daun jambu biji... 34

Gambar 9. Hasil uji antibakteri ekstrak daun jambu biji ... 35

Gambar 10. Grafik orientasi pengaruh Tween 80terhadap viskositas krim ... 39

Gambar 11. Grafik orientasi pengaruh Tween 80 terhadap daya sebar krim ... 39

Gambar 12. Grafik orientasi pengaruh sorbitol terhadap viskositas krim ... 40

Gambar 13. Grafik orientasi pengaruh sorbitol terhadap daya sebar krim ... 40

Gambar 14. Pengamatan mikroskopik krim ... 43

Gambar 15. Grafik pergeseran viskositas selama penyimpanan... 46

Gambar 16. Grafik pergeseran daya sebar selama penyimpanan ... 49


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan keaslian simplisia daun jambu biji ... 68

Lampiran 2. Hasil uji kadar air serbuk daun jambu biji dan uji kualitatif tanin di LPPT Universitas Gadjah Mada ... 69

Lampiran 3. Hasil rendemen ekstrak kental daun jambu biji ... 70

Lampiran 4. Uji antibakteri ekstrak daun jambu biji ... 71

Lampiran 5. Data hasil orientasi Tween 80 dan sorbitol ... 74

Lampiran 6. Data hasil uji sifat fisis dan stabilitas fisik krim ekstrak daun jambu biji ... 75

Lampiran 7. Hasil analisis sifat fisis dan stabilitas fisik krim menggunakan software R.3.1.1 ... 80

Lampiran 8. Hasil uji iritasi dengan metode HET-CAM ... 88


(20)

xviii INTISARI

Daun jambu biji memiliki kandungan senyawa tanin (9-12%) yang terbukti memiliki potensi sebagai antibakteri. Ekstrak daun jambu biji sebagai antibakteri dapat dibuat menjadi sediaan krim tipe M/A. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh Tween 80 sebagai emulsifying agent, sorbitol sebagai humektan atau interaksi kedua faktor tersebut terhadap respon sifat fisis dan stabilitas fisik krim ekstrak daun jambu biji, serta mengetahui area optimum kedua faktor tersebut.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental menggunakan aplikasi desain faktorial dengan dua faktor (Tween 80 dan sorbitol) dan dua level (level rendah dan level tinggi). Respon yang diuji dalam penelitian ini meliputi organoleptis, pH, tipe krim, ukuran droplet, viskositas, dan daya sebar krim. Analisis statistik dilakukan terhadap respon viskositas dan daya sebar menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% atau Kruskal-Wallis

dengan post Hoc Wilcoxon. Pengolahan data dilakukan dengan software R 3.1.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim yang dihasilkan bertipe M/A, berwarna coklat keemasan dan homogen dengan pH 6. Interaksi antara kedua faktor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon viskositas krim. Variasi Tween 80 dan interaksi kedua faktor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stabilitas fisik krim yaitu pergeseran viskositas. Tween 80, sorbitol dan interaksi kedua faktor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon daya sebar dan pergeseran daya sebar krim. Area optimum dalam penelitian ini tidak dapat ditemukan.

Kata kunci : ekstrak daun jambu biji, krim, Tween 80, sorbitol, desain faktorial


(21)

xix

ABSTRACT

Guava leaves contain tannin (9-12%) as a potential antibacterial agent. Guava leaves extract could be formulated as O/W cream. The purpose of this study were to determine the significant effect of Tween 80 as an emulsifying agent, sorbitol as a humectant, or the interaction between these two factors on the response of physical properties and physical stability of cream, and to determine the optimum area of these two factors.

This study was an experimental study that used factorial design with two factors (Tween 80 and sorbitol) and two levels (low and high level). Response of the experiment were organoleptic, pH, cream type, droplet size, viscosity, and spreadability of cream. Statistical analysis on viscosity and spreadability response was performed using ANOVA with 95% confidence level or Kruskal-wallis with post Hoc Wilcoxon. Data were processed by software R 3.1.1.

The results produced an O/W cream, had a golden brown color, and homogenous mixture with pH 6. Interaction between Tween 80 and sorbitol had a significant effect on the response of cream viscosity. Tween 80 and interaction between two factors had a significant effect on the viscosity shift. Tween 80, sorbitol and it’s interaction does not have a significant effect on spreadability response and the spreadability shift during storage. The optimum area between Tween 80 and sorbitol could not be found.


(22)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Istilah kembali ke alam akhir-akhir ini sering terdengar seiring dengan upaya pemanfaatan tanaman herbal yang berkhasiat, salah satunya berkhasiat sebagai antibakteri. Penggunaan bahan alam apabila digunakan sesuai dengan dosis akan memiliki efek samping lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan obat-obat sintetik sebagai sarana pengobatan. Hal ini membuat masyarakat zaman sekarang lebih menyukai penggunaan bahan alam dibandingkan dengan obat-obat sintetik (Inna, Atmania, and Prismasari, 2010).

Daun jambu biji merupakan salah satu jenis daun yang sering dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan diare dan demam berdarah. Tumbuhan jambu biji sendiri merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditemui di Indonesia. Tumbuhan jambu biji banyak tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 m diatas permukaan laut. Tanah yang gembur hingga liat dapat ditanami oleh tanaman ini (Muhlisah, 2007).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak daun jambu biji menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan gingivitis, keputihan, diabetes, sariawan, luka berdarah dan juga memiliki aktivitas antibakteri. Kandungan daun jambu biji antara lain tanin, flavonoid, eugenol (minyak atsiri), minyak lemak, damar dan triterpenoid. Kandungan senyawa kimia daun jambu biji yang paling berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri yaitu tanin (Darsono and Artemisia, 2003).


(23)

Krim merupakan suatu sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sediaan ini mengandung paling sedikit dua fase yang tidak saling bercampur. Salah satu fase bersifat polar (air) dan fase yang lainnya bersifat nonpolar (minyak). Tipe krim sederhana biasanya terdiri atas dua tipe, yaitu tipe air dalam minyak (A/M) dan tipe minyak dalam air (M/A) (Allen, Popovich, and Ansel, 2011). Tipe krim M/A memiliki beberapa kelebihan, antara lain mudah menyebar, mudah dicuci dengan air dan tidak lengket sehingga dapat meningkatkan akseptabilitas pasien.

Tween 80 merupakan suatu surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Tween 80 banyak digunkan sebagai kosmetik karena sifatnya yang tidak toksik, mudah didapatkan dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lainnya (Rowe et al., 2009).

Sorbitol merupakan suatu humektan yang bersifat inert dan compatible

dengan banyak eksipien. Sifat dari sorbitol yang dapat mengikat lembab dapat membantu mengurangi penguapan air dari suatu sediaan. Sifat higroskopis dari sorbitol lebih rendah apabila dibandingkan dengan gliserin (Agustina, 2013).

Ekstrak daun jambu biji akan diformulasikan menjadi bentuk sediaan krim M/A dalam penelitian ini. Penggunaan krim memiliki beberapa keuntungan, diantaranya yaitu meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas dari zat aktif, serta kemampuan untuk mendukung penghantaran solute-solute yang bersifat hidrofilik (Akhtar et al., 2011).


(24)

3

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijabarkan, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu :

a. Bagaimanakah pengaruh Tween 80, sorbitol, atau interaksi kedua faktor tersebut pada level yang diteliti terhadap sifat fisis dan stabilitas fisik krim ekstrak daun jambu biji?

b. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum dari Tween 80 dan sorbitol menggunakan superimposed contour plot?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian serupa yang pernah dilakukan yaitu “Uji Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium Guajava Linn) terhadap Penyembuhan Luka yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus Aureus pada Kelinci (Orytolagus Cuniculus)” (Aponno, Yamlean, and Supriati, 2014). Penelitian ini dilakukan untuk membuat formulasi gel ekstrak etanol daun jambu bij dan uji efektivitasnya terhadap kelinci yang terinfeksi bakteri

Staphylococcus aureus dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol daun jambu biji.

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, pengaruh Tween 80 sebagai emulsifying agent dan sorbitol sebagai humektan dalam sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) dengan aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan.


(25)

3. Manfaat

a. Manfaat teoritis

Menyumbangkan ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian mengenai formulasi krim ekstrak daun jambu biji dengan Tween 80 sebagai emulsifying agent dan sorbitol sebagai humektan.

b. Manfaat praktis

Menghasilkan sebuah krim ekstrak daun jambu biji dengan sifat fisis dan stabilitas fisik yang baik sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan daun jambu biji kepada masyarakat.

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Membuat krim ekstrak daun jambu biji dengan sifat fisis dan stabilitas fisik yang memenuhi kriteria.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh Tween 80 sebagai emulsifying agent, sorbitol sebagai humektan, atau interaksi kedua faktor tersebut pada level yang diteliti terhadap sifat fisis dan stabilitas fisik krim ekstrak daun jambu biji.

b. Mengetahui area komposisi optimum dari Tween 80 dan sorbitol menggunakan superimposed contour plot untuk memprediksi formula optimum ekstrak daun jambu biji.


(26)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Jambu Biji

Gambar 1. Morfologi tanaman jambu biji (Dalimartha, 2000) 1. Taksonomi tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava Linn (Wasito, 2011)


(27)

2. Morfologi tanaman

Jambu biji (gambar 1) merupakan tanaman perdu bercabang banyak dan tingginya mencapai 3-10 m. Batang jambu biji berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan, tidak mudah patah, kuat dan padat. Daun jambu biji berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul atau lancip. Warna daunnya beragam seperti hijau tua, hijau muda, hijau berbelang kuning. Permukaan daun ada yang halus mengilap dan halus biasa. Tata letak daun saling berhadapan dan tumbuh tunggal. Panjang helai daun sekitar 5-15 cm, lebar 3-6 cm. Sementara panjang tangkai daun berkisar antara 3-7 mm. Buah jambu biji berbentuk bulat atau bulat lonjong dengan kulit buah berwarna hijau saat muda dan berubah menjadi kuning muda mengilap setelah matang (Parimin, 2005).

3. Nama daerah

Tanaman jambu biji sering dikenal dengan nama jambu biji, namun beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Pulau Jawa mengenal tanaman jambu biiji dengan nama jambu klutuk. Pulau Sumatera mengenal tanaman jambu biji dengan sebutan glimabreueh (Aceh), glimeuberu

(Gayo), galiman (Batak), masiambu (Nias) dan jambu biji (Melayu). Beberapa daerah Indonesia lain mengenal tanaman jambu biji dengan sebutan sotong (Bali),

libu (Dayak), gayomas (Manado), dambu (Gorontalo), jambu bare paratulaga

(Makassar), jambu paratukala (Bugis). Nusa Tenggara mengenal tanaman jambu biji dengan sebutan guawa (Ende), gothawas (Sika), kejawas (Timor) dan kejabos

(Pulau Roti), sedangkan di Maluku dikenal dengan nama koyawase (Seram),


(28)

7

4. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun jambu biji adalah tanin, flavonoid, eugenol (minyak atsiri), minyak lemak, damar dan triterpenoid. Kandungan senyawa kimia daun jambu biji yang paling berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri yaitu tanin (Darsono and Artemisia, 2003). Tanin merupakan komponen utama dalam daun jambu biji sebab jumlah kandungan tanin lebih banyak dari kandungan senyawa lainnya. Kandungan tanin dalam daun jambu biji mencapai 9-12% (Dirjen POM, 1989).

5. Manfaat dan kegunaan

Daun jambu biji telah banyak diteliti manfaat dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain berfungsi sebagai antibakteri, ekstrak daun jambu biji telah diteliti efektif dalam mengatasi penyakit demam berdarah dengue

(DBD). Kelompok senyawa tanin dan flavonoid juga dapat menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase yang berarti dapat menghambat pertumbuhan virus berinti RNA. Pemberian oral ekstrak daun jambu biji terbukti dapat menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan dapat meningkatkan jumlah megakariosit dalam sumsum tulang, sehingga dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam darah (Suharmiati and Handayani, 2007).

B. Kulit

Kulit merupakan suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Kulit merupakan organ terbesar dan terluar yang terdapat pada tubuh. Kulit menyelimuti sekitar 1,7 m2 dan memiliki massa sebesar 10% dari massa total tubuh manusia rata-rata.


(29)

Kulit memiliki beberapa fungsi, antara lain:

1. Menciptakan barrier yang melindungi tubuh dari lingkungan luar. Kulit juga berfungsi untuk melawan adanya permeasi dari radiasi sinar UV, senyawa kimia, alergen, mikroorganisme

2. Mencegah hilangnya kelembaban serta nutrisi tubuh dengan pengaturan penguapan air dari dalam tubuh secukupnya

3. Berperan sebagai homeostasis, mengatur suhu tubuh serta tekanan darah

4. Organ yang memiliki sensor penting/stimulasi terhadap terjadinya perubahan lingkungan (misalnya perubahan temperatur, tekanan dan rasa sakit).

Kulit manusia terdiri atas tiga bagian, mulai dari yang paling terluar yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. Epidermis memiliki lima lapisan di bawahnya, antara lain stratum corneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basal. Tidak terdapat pembuluh darah pada lapisan epidermis. Pada stratum basal terdapat sel langerhans yang menyebabkan alergi, sel melanosit yang memproduksi melanin (pigmentasi) dan sel merkel yang sensitif terhadap rangsang (Benson and Watkinson, 2012).

C. Krim

Krim merupakan sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih bahan aktif yang terdisolusi atau terdispersi dalam sistem emulsi air dalam minyak (A/M) maupun minyak dalam air (M/A). Krim biasanya diaplikasikan secara topikal pada kulit, rektum maupun vagina. Banyak pasien lebih memilih bentuk sediaan krim daripada salep karena bentuk sediaan krim lebih mudah menyebar di kulit dan mudah untuk dihilangkan (Allen, Popovich, and Ansel,


(30)

9

2005). Sifat umum dari sediaan krim yaitu mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan dicuci atau dihilangkan. Krim dapat memberikan efek mengkilap, berminyak, melembapkan, mudah tersebar merata serta relatif mudah berpenetrasi pada kulit (Juwita, Yamlean, and Edy, 2013).

Vanishing cream merupakan emulsi dengan tipe krim M/A yang mengandung air dan asam stearat dengan jumlah besar. Vanishing krim yang telah diaplikasikan pada kulit akan menyebabkan krim tertahan pada kulit, terjadi penguapan air dan meninggalkan lapisan tipis asam stearat. Vanishing cream telah banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain tidak lengket di kulit, lembut ketika digunakan, mudah dicuci menggunakan air sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien (Ugandar and Deivi, 2013).

D. Bahan-bahan dalam Formulasi 1. Surfaktan

Surfaktan merupakan salah satu emulsifying agent, di mana sebagian senyawa tersebut larut air, dan sebagian lainnya larut minyak. Surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan antar dua substansi, sehingga kedua substansi tersebut dapat bercampur satu sama lain. Surfaktan diperlukan untuk membentuk suatu sistem emulsi (Hill, 2002). Surfaktan memiliki gugus hidrofobik (biasanya gugus hidrokarbon atau gugus fluorocarbon lurus atau bercabang yang mengandung 8-18 atom karbon) yang menempel pada gugus hidrofilik. Rantai hidrokarbon pada surfaktan memiliki interaksi yang lemah dengan molekul air, sedangkan gugus hidrofilik berinteraksi kuat dengan molekul-molekul air dengan


(31)

interaksi dipol. Interaksi kuat antara gugus hidrofilik dengan molekul air yang membuat surfaktan menjadi larut dalam air (Tadros, 2005).

Gambar 2. Struktur kimia Tween 80 (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009)

Tween 80 (gambar 2) memiliki nama lain yaitu polysorbate 80. Tween 80 memiliki bentuk cairan kental berwarna kuning dan agak pahit. Tween 80 dapat berperan sebagai emulsifying agent pada tipe emulsi M/A pada konsetrasi 1-15%. Tween 80 memiliki HLB sebesar 15, specific gravity sebesar 1,05 dan viskositas sebesar 423 m.Pa.s. Tween 80 dapat larut dalam etanol dan air.

Polysorbate merupakan senyawa yang stabil terhadap elektrolit, asam lemah dan basa lemah. Polysorbate merupakan suatu emulsifying agent yang sering digunakan dalam berbagai kosmetik yang tidak memiliki sifat toksik maupun mengiritasi (Rowe et al., 2009).

2. Humektan

Humektan merupakan suatu eksipien yang digunakan dalam suatu sediaan kosmetik untuk mencegah penguapan air serta meningkatkan jumlah air pada lapisan kulit pada saat kosmetik tersebut diaplikasikan (Barel, Paye, and

Maibach, 2009). Humektan digunakan untuk mengontrol perubahan kelembaban suatu sediaan dan mengontrol kelembaban kulit dengan mekanisme menjaga


(32)

11

kandungan air pada lapisan stratum korneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit (Leyden and Rawlings, 2002).

Gambar 3. Struktur kimia sorbitol (Florence and Attwood, 2011)

Sorbitol (gambar 3) merupakan suatu humektan yang secara kimia inert

dan kompatibel dengan eksipien. Sorbitol bersifat stabil di udara dan tidak berubah menjadi gelap atau terdekomposisi ketika suhu meningkat. Sorbitol memiliki pH sebesar 4,5-7 w/v larutan. Penggunaan sorbitol sebagai humektan harus dikombinasikan dengan pengawet untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme. Sorbitol digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi 3-15% (Rowe et al., 2009).

3. Asam stearat

Gambar 4. Struktur kimia asam stearat (Rowe et al., 2009)

Asam stearat (gambar 4) merupakan suatu bahan yang secara umum digunakan dalam formulasi farmasetis baik oral maupun topikal. Asam stearat dalam formulasi topikal biasanya digunakan sebagai emulsifying dan solubilizing


(33)

agent. Asam stearat yang ternetralisir dengan basa seperti trietanolamin berfungsi sebagai penyusun basis krim. Asam stearat telah luas digunakan dalam produk-produk kosmetik. Penggunaan asam stearat dalam krim berkisar pada konsentrasi 1-20%.

Asam stearat memiliki bentuk yang keras, berwarna putih atau kekuningan, berbentuk padatan kristal atau serbuk berwarna putih atau kekuningan, bau dari asam stearat tidak menyengat. Asam stearat memiliki massa jenis 0,980 g/cm3, titik leleh sebesar 69-700C, koefisien partisi sebesar 8,2, larut di dalam benzena, karbontetraklorida, kloroform dan eter, etanol 95%, heksana dan propilenglikol, asam stearat tidak dapat larut dalam air. Asam stearat merupakan bahan yang aman digunakan dalam produk kosmetik sebab bersifat tidak mengiritasi dan tidak bersifat toksik (Rowe et al., 2009).

4. Trietanolamin (TEA)

Gambar 5. Struktur kimia trietanolamin (Rowe et al., 2009)

Trietanolamin (gambar 5) merupakan suatu bahan yang telah luas digunakan sebagai salah satu bahan dalam formulasi sediaan farmasi. Trietanolamin akan membentuk sabun anionik apabila dicampur dengan asam lemak seperti asam stearat atau asam oleat yang berfungsi sebagai emulgator dan membentuk emulsi dengan tipe minyak dalam air yang stabil. Konsentrasi


(34)

13

trietanolamin yang biasanya digunakan untuk proses emulsifikasi berkisar antara 2-4% v/v (Rowe et al., 2009).

Trietanolamin berbentuk cairan kental yang tidak berwarna hingga kuning pucat serta memiliki bau ammoniak yang ringan. Titik leleh dari trietanolamin sebesar 20-210C dan pH sebesar 10,5. Trietanolamin bersifat higroskopis. Trietanolamin dapat bercampur dengan aseton, karbontetraklorida, methanol dan air. Trietanolamin merupakan bahan yang tidak bersifat toksik, namun trietanolamin dapat menyebabkan hipersensitivitas atau iritasi pada kulit (Rowe et al., 2009).

5. Metil paraben

Gambar 6. Struktur kimia metil paraben (Rowe et al., 2009)

Metil paraben (gambar 6) merupakan suatu agen antibakteri atau pengawet yang telah luas digunakan dalam sediaan kosmetik dan sediaan farmasi. Paraben efektif dalam range pH yang luas serta aktivitas antibakteri yang luas, walaupun paraben paling aktif dalam menghambat aktivitas yeast dan fungi. Aktivitas antibakteri dari paraben semakin meningkat dengan adanya penambahan gugus alkil, namun kelarutannya dalam air menjadi menurun.


(35)

Metil paraben memiliki bentuk kristal atau serbuk kristal. Metil paraben tidak berwarna serta tidak berbau. Metil paraben dapat menunjukkan aktivitas antibakteri pada pH 4-8. Metil paraben lebih pengaruhtif dalam menghambat yeast dan fungi dibandingkan dengan bakteri. Paraben merupakan pengawet yang bersifat nonmutagenic, nonteratogenic dan noncarcinogenic (Rowe et al., 2009). 6. Butylated hydroxytoluene (BHT)

Gambar 7. Struktur kimia butylated hydroxytoluene (Rowe et al., 2009)

Butylated hydroxytoluene (gambar 7) merupakan suatu antioksidan yang telah luas digunakan dalam berbagai produk kosmetik dan sediaan farmasi. BHT digunakan untuk mencegah oksidasi dari lemak dan minyak. BHT berbentuk serbuk kristal atau padatan kristal yang berwarna putih atau kuning pucat. Konsentrasi BHT yang digunakan dalamsediaan topikal berkisar antara 0,0075-0,1%. BHT memiliki titik leleh sebesar 700C. BHT tidak dapat larut dalam air, gliserin, propilenglikol dan hidroksida alkali. BHT dapat larut dalam aseton,

benzene, etanol 95%, eter, methanol, toluene, mineral oil (Rowe et al., 2009). E. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi, di mana teknik ini dapat digunakan untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut


(36)

15

berupa persamaan matematika (Bolton and Bon, 2010). Desain faktorial digunakan dalam penelitian di mana pengaruh dari faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian ingin diketahui (Bolton and Bon, 2010).

Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Faktor yang berpengaruh dominan dan adanya interaksi yang berpengaruh secara bermakna terhadap respon dapat diketahui melalui desain faktorial (Bolton and Bon, 2010). Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat formula (2n = 4, di mana 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor. Hal ini ditunjukkan pada tabel I.

Tabel I. Rancanganpercobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - +

(a) + - -

(b) - + -

(ab) + + +

(Bolton and Bon, 2010). Keterangan:

(-) = level rendah (+) = level tinggi

Formula 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a = faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level rendah Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab = faktor A dan B pada level tinggi

Secara umum, persamaan yang digunakan dalam desain faktorial yaitu:

Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12(XA)(XB)...(1)


(37)

Keterangan:

Y = respon hasil atau sifat yang diamati XA, XB = level faktor A, level faktor B

b0 = rata-rata dari semua percobaan

b1,b2,b12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan.

Persamaan (1) dan hasil data yang diperoleh dari percobaan dapat digunakan untuk membuat contour plot dan superimposed contour plot suatu respon tertentu. Contour plot dan superimposed contour plot digunakan untuk mengetahui komposisi campuran yang optimum pada level yang diteliti (Bolton

and Bon, 2010).

Desain faktorial memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki efisiensi yang maksimum dalam memperkirakan pengaruh yang dominan dalam menentukan respon, memungkinkan untuk mengidentifikasi pengaruh masing-masing faktor, maupun pengaruh interaksi antar faktor, dapat mengurangi jumlah penelitian apabila dibandingkan dengan meneliti dua pengaruh faktor secara terpisah, serta seluruh efek dan interaksi yang dihasilkan tidak tergantung pada efek dari faktor-faktor lain dalam percobaan (Bolton and Bon, 2010).

F. Landasan Teori

Jambu biji merupakan suatu tanaman yang telah banyak tumbuh dan dikenal masyarakat. Daun jambu biji dikenal masyarakat berkhasiat untuk mengatasi masalah diare. Namun manfaat lain dari daun jambu biji yang telah banyak diteliti yaitu sebagai antibakteri. Kemampuan antibakteri daun jambu biji


(38)

17

didapatkan dari kandungan senyawa yang dimiliki daun jambu biji yaitu tanin. Tanin berpotensi sebagai antibakteri dengan cara mempresipitasi protein bakteri.

Krim M/A merupakan salah satu jenis krim yang banyak disukai oleh masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak lengket ketika diaplikasi pada kulit, lembut dan mudah dicuci. Faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas fisik krim yaitu emulsifying agent, humektan dan interaksi keduanya.

Emulsifying agent merupakan suatu surfaktan yang memiliki gugus hidrofil dan lipofil sehingga dapat mengurangi tegangan permukaan antara dua substansi (minyak dan air) dan menyebabkan kedua substansi tersebut tercampur. Tween 80 merupakan suatu emulsifying agent yang biasa digunakan dalam kosmetik dan aman dalam penggunaannya (tidak bersifat toksik). Tween 80 digunakan sebagai emulsifying agent pada krim M/A pada konsentrasi 1-15%.

Humektan merupakan suatu bahan atau eksipien dalam sediaan yang berfungsi untuk mencgah penguapan air dan menjaga kelembaban sediaan maupun kulit. Sorbitol merupakan suatu humektan yang bersifat inert dan kompatibel dengan banyak eksipien

Metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level digunakan untuk mengetahui komposisi optimum dari emulsifying agent dan humektan yang mempengaruhi sifat fisis krim. Pengaruh dominan yang menentukan sifat fisis krim ekstrak daun jambu biji serta daerah komposisi optimum Tween 80 dan sorbitol dapat ditentukan melalui superimposed contour plot.


(39)

G. Hipotesis

1. Tween 80, sorbitol, atau interaksi kedua faktor berpengaruh signifikan terhadap respon (sifat fisis dan stabilitas fisik krim) pada level yang diteliti. 2. Area komposisi optimum Tween 80 dengan sorbitol pada level yang diteliti


(40)

19 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental menggunakan aplikasi desain faktorial dengan dua faktor (Tween 80 dan sorbitol) dan dua level (level rendah dan level tinggi).

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Komposisi Tween 80 sebagai emulsifying agent dengan level rendah sebesar 4 gram dan level tinggi sebesar 6 gram, serta komposisi sorbitol sebagai humektan dengan level rendah sebesar 6 gram dan level tinggi sebesar 9 gram.

2. Variabel tergantung

Sifat fisis krim ekstrak daun jambu biji yang meliputi pH, tipe emulsi krim, viskositas dan daya sebar serta stabilitas fisik krim yang meliputi pergeseran viskositas dan daya sebar.

3. Variabel pengacau terkendali

Lama pengadukan, kecepatan putar mixer, kondisi bahan dan daun jambu biji yang digunakan dan lama penyimpanan krim

4. Variabel pengacau tak terkendali

Perubahan suhu dan kelembaban udara.


(41)

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak daun jambu biji merupakan ekstrak yang diperoleh dari daun jambu biji dengan metode maserasi, di mana ekstrak tersebut mengandung senyawa-senyawa antibakteri yang larut pada penyari etanol 70%.

2. Faktor merupakan besaran yang akan mempengaruhi respon. Tween 80 dan sorbitol akan diteliti sebagai faktor dalam penelitian ini.

3. Level merupakan jumlah dan besaran faktor yang diteliti. Terdapat dua level pada masing-masing faktor yaitu level rendah dan level tinggi.

4. Respon merupakan besaran dari hasil percobaan yang akan diamati perubahannya secara kuantitatif.

5. Pengaruh merupakan perubahan respon akibat adanya variasi faktor dan level. 6. Stabilitas fisik krim merupakan suatu parameter untuk menilai kualitas krim setelah penyimpanan selama 1 bulan. Stabilitas fisik krim ditentukan berdasarkan pergeseran viskositasnya.

7. Daya sebar merupakan diameter penyebaran krim dengan nilai 5-7 cm pada pengukuran tiap 1 g krim yang diberi beban 125 g selama 1 menit.

8. Viskositas merupakan tahanan dari krim untuk mengalir yang diukur dengan

viscotester seri VT 04. Viskositas yang diharapkan dalam penelitian yaitu 100-150 d.Pa.s.

9. Pergeseran viskositas merupakan selisih viskositas setelah disimpan 1 bulan dengan viskositas 48 jam dibagi dengan viskositas 48 jam dikali 100%. Krim dikatakan stabil apabila pergeseran viskositas lebih kecil dari 10%.


(42)

21

10. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. 11. Contour plot merupakan grafik hasil respon sifat fisis dan stabilitas fisik krim

ekstrak daun jambu biji.

12. Superimposed contour plot merupakan grafik pertemuan yang memuat semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimum.

13. Area optimum merupakan area dalam superimpossed contour plot yang menghasilkan krim dengan daya sebar 5-7 cm dan viskositas 100-150 d.Pa.s. 14. Potensi antibakteri krim merupakan kemampuan krim ekstrak daun jambu biji

untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, dilihat dari luas zona hambat yang dihasilkan dan dibandingkan dengan kontrol basis krim 15. Luas zona hambat merupakan parameter uji potensi antibakteri dengan cara

mengukur luas zona jernih yang dihasilkan.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk daun jambu biji yang diperoleh dari Merapi Farma Herbal, Tween 80 (kualitas farmasetis), metil paraben (kualitas farmasetis), Butylated hydroxytoluene

(kualitas farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis), asam stearat (kualitas farmasetis), sorbitol (kualitas farmasetis), etanol 70% (teknis), aquadest, media pertumbuhan bakteri Mueller Hinton agar dan strain bakteri Staphylococcus aureus.


(43)

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu glasswares (PYREX-GERMANY), pipet tetes, mikroskop (merk Olympus CH2-Japan), kertas pH universal, cawan petri, labu erlenmeyer, maserator, shaker, vacuum rotary evaporator, mixer (modifikasi USD), waterbath, stopwatch, timbangan analitik (Mettler Toledo GB 3002), alat uji daya sebar (modifikasi USD) dan viscotester

seri VT 04 (Rion™-Japan).

F. Tata Cara Penelitian 1. Ekstraksi daun jambu biji

Sebanyak 500 gram serbuk daun jambu biji ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam erlenmeyer. Maserasi dilakukan selama 3 hari menggunakan 2 L etanol 70%. Hasil dari maserasi disaring dan sisa ampasnya diremaserasi dengan perlakuan yang sama seperti maserasi pertama. Hasil saringan dari maserasi pertama dan hasil remaserasi digabungkan, lalu dimasukan kedalam labu alas bulat dan diuapkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator dengan suhu 60-70oC. Pelarut ekstrak yang sudah diuapkan dengan vacuum rotary evaporator kemudian diuapkan kembali menggunakan waterbath hingga bobot dari ekstrak daun jambu biji mengalami penurunan bobot sebesar 10%. Ekstrak kental daun jambu biji yang dihasilkan memiliki konsistensi cair. Ekstrak kental daun jambu biji kemudian disimpan kedalam lemari pendingin.

2. Uji kualitatif tanin dalam ekstrak daun jambu biji

Ekstrak daun jambu biji diambil sebanyak ± 2 ml ke dalam tabung reaksi. Sebanyak tiga tetes FeCl3 ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Tanin yang


(44)

23

terhidrolisis akan memberikan warna biru atau biru kehitaman, sedangkan tanin yang terkondensasi akan menghasilkan warna biru hijau (Maulana, 2014).

3. Uji daya antibakteri ekstrak daun jambu biji a. Pembuatan stok bakteri Staphylococcus aureus

Sebanyak 7,6 gram media Muller Hinton Agar (MHA) disuspensikan ke dalam 200 mL aquadest. Sebanyak 5 ml media Muller Hinton Agar (MHA)

dimasukkan kedalam tabung reaksi setelah itu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Tabung reaksi dimiringkan pada kemiringan 30-450 dan dibiarkan memadat. Sebanyak satu ose biakan murni

Staphylococcus aureus diinokulasi ke dalam media agar miring secara zig-zag kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C.

b. Pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus aureus

Sebanyak satu ose koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok bakteri yang telah dibuat pada agar miring kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi NaCl 0,9% steril secara aseptis. Kekeruhan suspensi bakteri Staphylococcus aureus disesuaikan dengan kekeruhan standard 0,5 McFarland (1,5x108 CFU/mL).

c. Pengujian potensi antibakteri ekstrak daun jambu biji

Media MHA steril dituang kedalam cawan petri dan ditunggu hingga memadat. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus diambil menggunakan

cotton bud steril dan dioleskan terhadap permukaan media MHA hingga merata. Pelubangan dilakukan terhadap media hingga sampai ke dasar menggunakan pelubang sumuran. Larutan 5% ekstrak daun jambu biji diambil


(45)

menggunakan spuit dan diletakkan kedalam lubang sumuran secara aseptis. Cawan petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C di dalam inkubator. Zona hambat yang dihasilkan oleh 5% ekstrak daun jambu biji diukur. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

4. Formula krim ekstrak daun jambu biji

Formula krim yang dipilih sebagai dasar pembuatan krim ekstrak daun jambu biji mengacu pada formula krim antibakteri ekstrak O. Corniculata yang diteliti oleh Handali, Hosseini, Ameri, and Moghimipour (2011) dengan komposisi sebagai berikut :

R/ Asam stearat 1 g

Spermaceti 0,5 g

Setil alkohol 0,5 g

Gliserin 0,5 g

Trietanolamin 0,2 g

Benzyl alcohol 0,2 g

O. corniculata extract 0,1 g

Aquadest 7 ml

Formula krim yang akan digunakan dalam penelitian sebanyak 100 g, sehingga komposisi formula dimodifikasi sebagai berikut :

R/ Asam stearat 20 g

Tween 80 4-6 g

Butylated hydroxytoluene 0,02 g


(46)

25

Trietanolamin 2 g

Metil paraben 0,03 g

Ekstrak daun jambu biji 5 g

Aquadest 60 ml

Optimasi formula krim dilakukan dalam penelitian ini. Optimasi formula dilakukan pada penggunaan Tween 80 sebagai emulsifying agent dengan level rendah sebesar 4 gram dan level tinggi sebesar 6 gram serta sorbitol sebagai humektan dengan level rendah sebesar 6 gram dan level tinggi sebesar 9 gram. Jumlah masing-masing bahan yang digunakan pada tiap formula dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Formula krim ekstrak daun jambu biji

Komposisi

Formula (g)

F1 Fa Fb Fab

Ekstrak daun jambu biji 5 5 5 5

Asam stearat 20 20 20 20

Tween 80 4 6 4 6

Butylated hydroxytoluene 0,02 0,02 0,02 0,02

Sorbitol 6 6 9 9

Trietanolamin 2 2 2 2

Metil paraben 0,03 0,03 0,03 0,03

Aquadest 60 60 60 60

5. Pembuatan krim ekstrak daun jambu biji

Masing-masing fase dipanaskan pada suhu yang sama (700C), yaitu asam stearat dan butylated hydroxytoluene sebagai fase minyak, serta Tween 80, sorbitol, trietanolamin, metil paraben dan aquadest sebagai fase air. Fase minyak


(47)

yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam wadah yang hangat, setelah itu dicampur dengan fase air. Ekstrak daun jambu biji ditambahkan ke dalam campuran krim setelah campuran membentuk massa krim. Pencampuran dilakukan di dalam mixer dengan kecepatan konstan selama 2 menit.

6. Evaluasi sediaan krim ekstrak daun jambu biji

a. Pengujian organoleptis dan pH krim ekstrak daun jambu biji

Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna dan bau dari krim setelah 48 jam pembuatan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal (pH stick) dengan cara memasukkan pH universal ke dalam sediaan krim ekstrak daun jambu biji kemudian pH krim ditentukan.

b. Penentuan tipe emulsi dengan metode pewarnaan

Sejumlah krim dioleskan pada gelas objek kemudian ditambakan 1 tetes methylene blue dan diamati secara mikroskopik. Fase air ditunjukkan dengan warna biru, sedangkan bagian yang tidak berwarna merupakan fase minyak. Krim dengan tipe M/A atau tipe A/M ditentukan dengan melihat warna yang terbentuk pada pengamatan mikroskopik.

c. Pengujian ukuran droplet

Sejumlah krim dioleskan pada gelas objek dan ditutup menggunakan kaca penutup, kemudian diletakkan dibawah mikroskop. Ukuran droplet yang terdispersi dalam krim diamati. Sebanyak 500 droplet diamati menggunakan perbesaran kuat.


(48)

27

d. Pengujian viskositas

Krim dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada viscotester Rion VT-04. Viskositas krim ditentukan dengan cara mengambil 100 g krim pada masing-masing formula dan viskositas diukur menggunakan

viscotester VT-04 pada suhu 370C. Nilai viskositas krim ditunjukkan oleh jarum penunjuk saat viscotester dinyalakan. Pengujian dilakukan selama 48 jam, 14 hari, 21 hari dan 28 hari.

e. Pengujian daya sebar

Uji daya sebar krim ekstrak daun jambu biji dilakukan setelah 48 jam pembuatan krim. Uji daya sebar dilakukan dengan menimbang massa krim sebanyak 1 gram, kemudian diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Diletakkan pemberat 125 gram diatas kaca bulat berskala dan didiamkan selama 1 menit. Setelah didiamkan selama 1 menit, diameter penyebaran krim diukur. Pengujian daya sebar dilakukan selama 48 jam setelah pembuatan, 14 hari, 21 hari dan 28 hari.

f. Uji iritasi

Uji iritasi dilakukan menggunakan metode HET-CAM (Hen’s Egg

Test on the Chorioallantoic Membran). Telur ayam yang berusia 10 hari disiapkan untuk pengujian HET-CAM. Bagian cangkang telur yang berisi rongga udara dibuka secara hati-hati. Bagian membran dalam telur dicuci atau dibilas menggunakan NaCl 0,9% hingga berwarna transparan. Kontrol positif yang digunakan yaitu NaOH 0,1N, sedangkan kontrol negatif yang digunakan yaitu NaCl 0,9%. Bagian membran dalam telur dipisahkan


(49)

dengan Chorioallantoic membran (CAM) secara perlahan. Dipejankan masing-masing sebanyak 0,3 mL untuk kontrol positif (NaOH 0,1N) dan kontrol negatif (NaCl 0,9%) kedalam telur yang terdapat pembuluh darah, sedangkan dipejankan sebanyak 0,3 gram krim ekstrak daun jambu biji kedalam telur yang terdapat pembuluh darah sebagai perlakuan. Perubahan reaksi yang terjadi terhadap telur diamati selama 5 menit.

Tabel III. Hubungan antara score yang didapat dari persamaan IS dengan kategori iritasi (Cazedey, Carvalho, Fiorentino, Gremião, and Salgado, 2009)

Irritation Score Kategori

0-0,9

Tidak mengiritasi

1-4,9

Sedikit mengiritasi

5-8,9

Cukup mengiritasi

9-21

Sangat mengiritasi

Perubahan reaksi yang timbul dapat berupa perdarahan (hemorrhage), lisis (lysis), dan koagulasi (coagulation). Data yang didapatkan setelah perlakuan diaplikasikan pada persamaan Irritation Score

(IS):

Irritation Score (IS) = 301−�

300 � 5 + 301−�

300 � 7 + 301−�

300 � 9 Di mana :

HT (Hemorrhage time) = waktu pertama kali munculnya pembuluh darah mengalami perdarahan (detik).

LT (Lysis time) = waktu pertama kali munculnya lisis pembuluh darah (detik).


(50)

29

CT (Coagulation time) = waktu pertama kali munculnya koagulasi protein (detik).

Hasil dari IS dari perhitungan kemudian dicocokkan dengan tabel III untuk mengetahui kategori iritasi pada masing-masing kelompok perlakuan senyawa uji.

G. Analisis Hasil

Analisis data utama berupa data sifat fisis (respon viskositas dan daya sebar) serta stabilitas fisik (pergeseran viskositas dan daya sebar) dilakukan menggunakan softwareR 3.1.1 dengan berbagai uji statistik di dalamnya. Uji statistik yang akan dilakukan antara lain uji Shapiro-Wilk untuk melihat normalitas penyebaran data, uji Levene’s test untuk melihat kesamaan varians. Data hasil uji statistik yang memenuhi persyaratan uji parametrik (uji normalitas dan uji kesamaan varians) berupa p-value > 0,05 akan dilanjutkan dengan uji ANOVA. Uji ANOVA dilakukan untuk melihat pengaruh yang dominan antara Tween 80, sorbitol atau interaksi keduanya dalam menentukan respon sifat fisis krim dan stabilitas fisik krim ekstrak daun jambu biji. Hal ini dapat ditunjukkan dengan p-value. Data yang tidak memenuhi persyaratan uji parametrik dilanjutkan dengan uji non-parametrik Kruskal-Wallis dengan post hoc Wilcoxon. Seluruh uji statistik dilakukan dengan taraf kepercayaan 95%.

Data yang didapat selain data utama berupa hasil uji organoleptis, uji pH, uji tipe krim, uji ukuran droplet, uji iritasi menggunakan metode HET-CAM serta uji antibakteri ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai data pendukung. Uji organoleptis dan uji pH dilakukan dengan pengamatan visual. Uji tipe krim


(51)

dan uji ukuran droplet dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Uji iritasi dengan metode HET-CAM dilakukan dengan pengamatan visual, kemudian hasil dari uji iritasi ditentukan menggunakan tabel irritation score untuk mengetahui indeks iritasi dari ekstrak daun jambu biji. Uji antibakteri ekstrak daun jambu biji dilakukan secara kualitatif dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat yang terbentuk, serta secara kuantitatif dengan mengukur luas zona hambat yang terbentuk.


(52)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji

Daun jambu biji segar diperoleh dari Merapi Farma. Daun jambu biji dibuat menjadi serbuk untuk memperluas kontak permukaan antara penyari dengan serbuk daun jambu biji sehingga senyawa yang diinginkan lebih banyak terambil. Ekstraksi daun jambu biji dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Metode maserasi digunakan karena cukup mudah dilakukan dan dapat mengekstrak tanin yang terkandung dalam serbuk daun jambu biji segar.

Serbuk ditimbang sebanyak 500 gram dan dicampur dengan penyari etanol 70% didalam erlenmeyer. Etanol 70% dipilih sebagai penyari karena tanin merupakan senyawa yang larut dalam air. Oleh sebab itu digunakan campuran etanol-air untuk dapat mengambil tanin yang terdapat dalam serbuk daun jambu biji. Etanol digunakan untuk dapat menembus sel-sel dari serbuk daun jambu biji sehingga tanin yang terperangkap dalam sel-sel serbuk daun jambu biji dapat didapatkan dengan bantuan air yang terkandung dalam etanol 70%.

Serbuk yang telah dicampur dengan etanol 70% kemudian diletakkan diatas shaker dan didiamkan selama 3 hari. Setelah 3 hari erlenmeyer dikeluarkan dari shaker kemudian disaring menggunakan kertas saring. Remaserasi dilakukan terhadap serbuk daun jambu biji yang tertinggal pada saringan untuk mendapatkan lebih banyak senyawa yang diinginkan. Hasil dari remaserasi disaring menggunakan kertas saring, kemudian digabung dengan hasil dari maserasi. Hasil dari maserasi dan remaserasi kemudian diuapkan menggunakan vacuum rotary


(53)

evaporator dengan suhu 650C hingga pelarut tidak menetes. Hasil dari vacuum rotary evaporator yang berupa ekstrak cair kemudian diletakkan diatas waterbath

untuk menguapkan etanol yang masih tertinggal dalam ekstrak cair daun jambu biji. Penguapan etanol diatas waterbath dilakukan hingga bobot dari ekstrak cair daun jambu biji mengalami penurunan bobot sebesar 10%.

Ekstrak kental yang dihasilkan memiliki konsistensi cair. Ekstrak kental dengan konsistensi cair lebih mudah ditambahkan ke dalam krim dan dapat menghasilkan suatu krim yang homogen apabila dibandingkan dengan ekstrak kental dengan konsistensi yang kental atau kering. Rata-rata hasil rendemen yang didapatkan yaitu sebesar 17,93%. Hasil perhitungan rendemen dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Hasil rendemen ekstrak kental daun jambu biji

Ekstraksi Ekstrak kental (g)

Serbuk daun

jambu biji (g) Rendemen (%)

1 21,6 114,28 18,9

2 22,8 114,28 19,95

3 17,1 114,28 14,96

4 24,3 114,28 21,26

5 23,7 114,28 20,73

6 19,4 114,28 16,97

7 10,3 71,43 14,42

8 11,9 71,43 16,66

9 14,7 71,43 20,58

10 8,4 71,43 11,76

11 20,7 114,28 18,11

12 21,9 114,28 19,16

13 18,8 114,28 16,45

14 23,4 114,28 20,48

15 13,2 71,43 18,48


(54)

33

B. Uji Kadar Air Serbuk Daun Jambu Biji dan Uji Kualitatif Tanin dalam Ekstrak Daun Jambu Biji

Uji kadar air terhadap serbuk daun jambu biji dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak air yang masih terkandung dalam serbuk daun jambu biji yang akan digunakan dalam penelitian. Pengujian kadar air dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada dengan metode gravimetri. Kadar air yang tinggi dalam serbuk daun jambu biji dapat menyebabkan penurunan kualitas dari serbuk daun jambu biji tersebut. Serbuk daun jambu biji dengan kadar air yang tinggi menjadi media pertumbuhan yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Berdasarkan hasil penelitian uji kadar air yang dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada, kadar air serbuk daun jambu biji yang digunakan memiliki kadar air sebesar 8,42% b/b. Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan kadar air yaitu maksimal 10%. Pengujian kadar air serbuk daun jambu biji dapat dilihat pada lampiran 2.

Uji kualitatif dilakukan terhadap ekstrak cair daun jambu biji menggunakan metode pewarnaan dan metode KLT (dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada). Uji kualitatif dilakukan untuk memastikan bahwa ekstrak cair yang didapat mengandung tanin yang berfungsi sebagai antibakteri. Uji kualitatif dengan metode pewarnaan dilakukan menggunakan Reagen FeCl3

sebab FeCl3 dapat membentuk kompleks dengan tanin sehingga menimbulkan

warna biru kehitaman. Sebanyak 3 ml ekstrak cair daun jambu biji dituang kedalam tabung reaksi. Ditambahkan reagen FeCl3 sebanyak 1-2 tetes kedalam

ekstrak daun jambu biji kemudian digojog perlahan. Hasil perubahan warna dapat dilihat pada gambar 8.


(55)

(a) (b)

Gambar 8. Uji kualitatif ekstrak daun jambu biji (a) sebelum ditambahkan FeCl3 dan (b)

setelah ditambahkan FeCl3

Gambar 8a merupakan ekstrak daun jambu biji yang belum diberi penambahan FeCl3, sedangkan gambar 8b merupakan ekstrak daun jambu biji

yang telah ditambahkan 1-2 tetes FeCl3. Pada gambar 8a dan 8b dapat dilihat

bahwa terjadi perubahan warna terhadap ekstrak cair daun jambu biji. Ekstrak cair daun jambu biji yang berwarna cokelat (gambar 8a) kemudian berubah warna menjadi biru kehitaman (gambar 8b) setelah ditambahkan 1-2 tetes FeCl3. Hal ini

menunjukkan bahwa di dalam ekstrak cair daun jambu biji mengandung senyawa tanin yang berfungsi sebagai antibakteri.

Uji kualitatif tanin juga dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa terdapat kandungan tanin dalam ekstrak daun jambu biji. Hasil uji kualitatif yang dilakukan pada LPPT Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji positif mengandung tanin dengan nilai Rf sebesar 0,88 (larutan pembanding berupa tannic acid). Hasil uji kualitatif tanin yang dilakukan pada LPPT Universitas Gadjah Mada dapat dilihat pada lampiran 2.


(56)

35

C. Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji

Uji kualitatif daya antibakteri ekstrak daun jambu biji dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya potensi antibakteri yang dapat dihasilkan oleh ekstrak daun jambu biji terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Uji antibakteri ekstrak daun jambu biji dilakukan beserta dengan kontrol negatif (aquadest) untuk memastikan bahwa tidak ada pengaruh dari kontrol negatif yang berperan sebagai pelarut dari 5% ekstrak daun jambu biji terhadap hasil pengujian kualitatif daya antibakteri ekstrak daun jambu biji. Metode pengujian daya antibakteri yang digunakan dalam penelitian yaitu metode sumuran. Media pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian yaitu media Mueller Hinton agar.

(a) (b)

Gambar 9. Hasil uji antibakteri (a) 5% ekstrak daun jambu biji dan (b) aquadest

Kemampuan daya antibakteri dapat dilihat berdasarkan zona jernih yang terdapat pada sekitar lubang sumuran. Hasil dari pengujian daya antibakteri dapat dilihat pada gambar 9a dan 9b. Berdasarkan hasil pengujian daya antibakteri ekstrak daun jambu biji (gambar 9a), terdapat zona jernih disekitar lubang sumuran yang menandakan bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Daya antibakteri yang


(57)

ditimbulkan merupakan hasil dari senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak daun jambu biji. Berdasarkan hasil pengujian kontrol negatif (gambar 9b), aquadest

yang digunakan sebagai pelarut dari ekstrak daun jambu biji tidak memberikan zona jernih disekitar lubang sumuran. Hal ini menandakan bahwa zona jernih yang terbentuk pada kontrol positif merupakan hasil murni dari ekstrak daun jambu biji yang tidak dipengaruhi oleh pelarutnya.

Luas zona hambat yang ditimbulkan oleh 5% ekstrak daun jambu biji dihitung untuk mengetahui berapa besar luas zona hambat yang dihasilkan oleh 5% ekstrak daun jamu biji. Hasil luas zona hambat yang terbentuk yaitu 2,241 cm2. Tanin merupakan zat kimia yang terdapat dalam tanaman yang memiliki kemampuan menghambat sintesis dinding sel bakteri dan sintesis protein sel kuman gram positif maupun gram negatif (Ummah, 2010). Mekanisme tanin dalam memberikan daya antibakteri yaitu dengan berikatan pada membran plasma sel bakteri. Tanin yang mengandung polifenol akan menghambat bakteri dengan cara menghancurkan membran plasma bakteri. Membran sel dari tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat pada membran plasma bakteri dan membentuk ikatan hidrogen sehingga protein dari membran plasma bakteri akan terdenaturasi (Mailoa, Mahendradatta, Laga, and Djide, 2014).

D. Pembuatan Krim Ekstrak Daun Jambu Biji

Krim merupakan sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih bahan aktif obat yang terdispersi atau terlarut dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI, 1995). Tipe krim yang digunakan dalam penelitian yaitu tipe krim M/A.Krim tipe M/A merupakan krim yang dapat dicuci dengan air sehingga


(58)

37

ketika diaplikasikan pada kulit tidak menimbulkan rasa lengket dan mudah dibersihkan dengan air. Bahan aktif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak daun jambu biji. Ekstrak daun jambu biji yang digunakan sebagai bahan aktif mengandung tanin yang berfungsi sebagai antibakteri.

Pembuatan krim memerlukan eksipien yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas krim dan meningkatkan kenyamanan penggunaan krim tersebut. Eksipien yang digunakan dalam sediaan semisolid topikal harus memenuhi kemampuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif; mengatur pelepasan dan permeasi obat; meningkatkan aspek estetika sediaan; meningkatkan stabilitas obat dalam formulasi serta mencegah kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Heather and Adam, 2012).

Eksipien yang digunakan dalam penelitian yaitu Tween 80 yang berfungsi sebagai emulsifying agent, sorbitol sebagai humektan, trietanolamin (TEA) yang berfungsi sebagai basa kuat yang apabila bereaksi dengan asam stearat akan membentuk suatu emulgator sabun monovalen yang membentuk massa menyerupai krim ketika dicampurkan dengan air, metil paraben sebagai pengawet yang stabil pada pH 3-6, BHT sebagai antioksidan yang akan mencegah ekstrak daun jambu biji teroksidasi, dan asam stearat sebagai fase minyak.

Formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah formula yang telah dimodifikasi dari formula acuan. Modifikasi formula berupa perubahan bahan-bahan dan jumlah bahan-bahan yang diacu dari formula acuan berdasarkan orientasi yang telah dilakukan oleh peneliti. Tujuan dari modifikasi formula yaitu untuk menghasilkan krim yang memiliki sifat fisis dan stabilitas fisik yang diharapkan


(59)

lebih baik dibandingkan dengan formula acuan. Proses pembuatan krim dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan yang memiliki kelarutan sama.

Campuran bahan dibagi menjadi dua fase, yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak berupa asam stearat dan BHT, sedangkan fase air terdiri atas Tween 80, sorbitol, trietanolamin dan metil paraben. Masing-masing fase dipanaskan pada suhu ±700C hingga meleleh sambil diaduk sesekali. Kedua fase yang sudah meleleh kemudian dicampur kedalam mortir yang telah dihangatkan menggunakan aquadest hangat. Tujuan penggunaan mortir hangat yaitu untuk mencegah terjadinya pembekuan yang disebabkan adanya perbedaan suhu yang terlalu jauh (shock thermal) dari fase minyak. Fase minyak dituang terlebih dahulu kedalam mortir kemudian disusul dengan fase air sambil diaduk menggunakan mixer. Aquadest hangat ditambahkan kedalam mortir setelah kedua fase (fase minyak dan fase air) bercampur sambil diaduk menggunakan mixer. Terakhir ditambahkan ekstrak daun jambu biji kedalam campuran sambil diaduk menggunakan mixer. Kecepatan putar mixer dapat mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas fisik krim, oleh sebab itu seluruh proses pencampuran krim dilakukan menggunakan kecepatan mixer yang konstan. Pengadukan dihentikan setelah proses pencampuran berjalan selama ± 2 menit.

Sebelum dilakukan optimasi formula, dilakukan orientasi untuk mengetahui apakah faktor yang diteliti memberikan perubahan yang linear terhadap respon serta untuk menentukan level rendah dan level tinggi dari faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian. Grafik orientasi Tween 80 terhadap viskositas dan daya sebar dapat dilihat pada gambar 10 dan gambar 11.


(60)

39

Gambar 10. Grafik orientasi pengaruh Tween 80 terhadap viskositas

Gambar 11. Grafik orientasi pengaruh Tween 80 terhadap daya sebar

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada gambar 10 dan gambar 11, Tween 80 berpengaruh terhadap respon viskositas maupun daya sebar krim daun jambu biji. Gambar 10 menunjukkan bahwa Tween 80 memberikan perubahan yang linear terhadap respon viskositas pada bobot 4 g, 5 g dan 6 g. Gambar 11 menunjukkan bahwa Tween 80 memberikan perubahan yang linear terhadap respon daya sebar pada bobot 2 g, 3 g dan 4 g, serta bobot 4 g, 5 g dan 6 g.

98 100 102 104 106 108 110 112

0 1 2 3 4 5 6 7

Vis k o sit a s (d.P a .s )

Bobot Tween 80 (gram)

Pengaruh Tween 80 terhadap viskositas krim

ekstrak daun jambu biji

5.85 5.9 5.95 6 6.05 6.1 6.15

0 1 2 3 4 5 6 7

Da y a s eba r (cm )

Bobot Tween 80 (gram)

Pengaruh Tween 80 terhadap daya sebar krim

ekstrak daun jambu biji


(61)

Berdasarkan gambar 10 dan 11, dapat diambil perpotongan sebesar 4 g hingga 6 g yang digunakan sebagai level rendah dan level tinggi dalam optimasi formula krim daun jambu biji.

Penentuan level rendah dan level tinggi juga dilakukan pada faktor yang kedua yaitu sorbitol. Grafik orientasi sorbitol terhadap respon viskositas dan daya sebar dapat dilihat pada gambar 12 dan gambar 13.

Gambar 12. Grafik orientasi pengaruh sorbitol terhadap viskositas

Gambar 13. Grafik orientasi pengaruh sorbitol terhadap daya sebar 95 100 105 110 115 120 125

0 2 4 6 8 10 12

Vis k o sit a s (d.P a .s )

Bobot sorbitol (gram)

Pengaruh sorbitol terhadap viskositas krim

eksrak daun jambu biji

5.7 5.8 5.9 6 6.1 6.2 6.3 6.4

0 2 4 6 8 10 12

Da y a s eba r (cm )

Bobot sorbitol (gram)

Pengaruh sorbitol terhadap daya sebar krim

eksrak daun jambu biji


(62)

41

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada gambar 12 dan gambar 13, sorbitol berpengaruh terhadap respon viskositas maupun daya sebar krim daun jambu biji. Gambar 12 menunjukkan bahwa sorbitol memberikan perubahan yang linear terhadap respon viskositas pada bobot 6 g, 7 g, 8 g dan 9 g. Gambar 13 menunjukkan bahwa sorbitol memberikan perubahan yang linear terhadap respon daya sebar pada bobot 6 g, 7 g, 8 g dan 9 g. Berdasarkan gambar 12 dan gambar 13, dapat diambil perpotongan sebesar 6 g hingga 9 g yang digunakan sebagai level rendah dan level tinggi dalam optimasi formula krim daun jambu biji.

E. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Fisik Krim

Uji fisis dan stabilitas fisik krim sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah krim yang dihasilkan memenuhi kriteria krim yang baik dan stabil selama penyimpanan. Krim yang telah memenuhi kriteria krim yang baik serta stabil dalam penyimpanan akan berpengaruh pada kualitas krim yang berhubungan dengankeamanan dan akseptabilitas pasien ketika mengaplikasikan krim tersebut. Krim dapat dikatakan berkualitas apabila krim yang diuji telah memenuhi persyaratan krim yang baik dan stabil selama penyimpanan. Uji sifat fisis dan stabilitas fisik yang dilakukan dalam penelitian meliputi uji organoleptis dan pH krim, penentuan tipe emulsi krim dengan metode pewarnaan, pengujian viskositas, pengujian daya sebar serta pengujian ukuran droplet.

1. Uji organoleptis dan pH krim ekstrak daun jambu biji

Pengujian organoleptis meliputi uji warna, bau, homogenitas serta pH krim yang dihasilkan. Pengujian organoleptis dilakukan untuk memenuhi kriteria fisik krim yang baik. Penampilan fisik krim seperti warna, bau dan homogenitas


(63)

krim akan memengaruhi akseptabilitas pasien, sedangkan pengujian pH akan mempengaruhi keamanan serta akseptabilitas pasien. pH kulit berkisar antara 5-6,5 sehingga apabila krim yang dihasilkan memiliki pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menimbulkan iritasi dan ketidaknyamanan dalam pemakaian. Oleh sebab itu pengujian pH krim penting dilakukan. Pengujian pH dilakukan menggunakan indikator pH universal. Hasil pengujian organoleptis dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Hasil Pengujian organoleptis krim ekstrak daun jambu biji

Kriteria Formula F1 Formula Fa Formula Fb Formula Fab

Warna Coklat

Keemasan

Coklat Keemasan

Coklat Keemasan

Coklat Keemasan

Bau Khas Khas Khas Khas

PH 6 6 6 6

Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen

Berdasarkan hasil pengujian, dapat dilihat pada tabel V bahwa seluruh formula krim ekstrak daun jambu biji memiliki warna coklat keemasan, bau yang khas, homogen serta memiliki pH 6. Krim dapat dikatakan homogen apabila tidak terdapat partikel-partikel besardi dalam krim maupun terasa kasar selama diaplikasikan.Krim dengan pH 6 diharapkan tidak menimbulkan iritasi dan menghasilkan kenyamanan penggunaan pada pengguna krim. Berdasarkan hasil pengujian organoleptis, krim ekstrak daun jambu biji diharapkan memenuhi aspek akseptabilitas.

2. Uji tipe emulsi krim dengan metode pewarnaan

Penentuan tipe emulsi dilakukan untuk mengetahui apakah krim yang telah dihasilkan memiliki tipe krim M/A atau A/M. Tipe emulsi yang diharapkan


(64)

43

oleh peneliti adalah tipe M/A sebab tipe M/A memiliki beberapa keunggulan, diantaranya yaitu mudah dibilas menggunakan air sehingga ketika diaplikasikan pada kulit tidak menimbulkan rasa lengket dan mudah dicuci dengan air. Hasil pengujian tipe krim ekstrak daun jambu biji dapat dilihat pada tabel VI dan gambar 14a hingga gambar 14d.

Tabel VI. Hasil pengujian tipe emulsi krim ekstrak daun jambu biji

Formula Tipe emulsi

F1 M/A

Fa M/A

Fb M/A

Fab M/A

(a) (b) (c) (d) Gambar 14. Pengamatan mikroskopik krim formula (a) F1, (b) Fa, (c) Fb dan (d) Fab

Berdasarkan Tabel VI, dapat dilihat bahwa seluruh formula krim memiliki tipe emulsi M/A. Metode pewarnaan dilakukan dengan menggunakan pewarna methylene blue. Berdasarkan gambar 14a hingga gambar 14d, dapat dilihat bahwa pada bagian luar droplet krim berwarna biru, sedangkan bagian dalam droplet tidak berwarna biru sebagaimana warna biru yang terdapat pada bagian luar droplet. Hal ini disebabkan karena pewarna methylene blue merupakan pewarna yang larut dalam air. Fase luar dari krim yang berupa air dapat dengan mudah diwarnai oleh methylene blue, sedangkan fase dalam krim (droplet krim) sulit untuk diwarnai oleh methylene blue sebab methylene blue tidak dapat larut


(65)

dalam fase minyak sehingga fase dalam krim (droplet krim) tidak dapat diwarnai oleh methylene blue dan menimbulkan warna biru.

3. Uji ukuran droplet

Pengujian ukuran droplet (uji mikromeritik) dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel-partikel droplet yang terdapat dalam krim ekstrak daun jambu biji. Kisaran ukuran droplet pada krim konvensional adalah 10-100 μm (Gupta and

Garg, 2002).Oleh sebab itu diharapkan krim ekstrak daun jambu biji memiliki kisaran ukuran droplet sebesar 10-100 μm. Pengujian ukuran droplet dilakukan menggunakan mikroskop yang telah dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.

Pengujian ukuran droplet dilakukan setelah 48 jam penyimpanan krim sebab diasumsikan bahwa sistem krim telah stabil setelah disimpan selama 48 jam sehingga pengujian ukuran droplet tidak dipengaruhi oleh proses pembuatan krim. Hasil pengujian ukuran droplet setelah 48 jam dapat dilihat pada tabel VII. Berdasarkan hasil pengujian ukuran droplet setelah 48 jam penyimpanan, seluruh formula krim telah memenuhi kriteria ukuran droplet yang diharapkan (range 10-100µm).

Tabel VII. Pengujianukuran droplet (x̅±SD) krim ekstrak daun jambu biji setelah 48 jam

Formula Ukuran droplet setelah 48 jam

penyimpanan (µm)

F1 48,53 ± 6,73

Fa 45,93 ± 4,56

Fb 45,40 ± 3,48

Fab 39,53 ± 3,63

4. Uji viskositas

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar viskositas yang dihasilkan oleh krim ekstrak daun jambu biji dan seberapa besar pergeseran viskositas yang dihasilkan selama 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari


(66)

45

penyimpanan. Pengujian viskositas penting dilakukan sebab viskositas merupakan salah satu parameter dari krim yang menentukan kualitas krim tersebut. Viskositas dari krim tidak boleh terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Viskositas krim yang terlalu tinggi menyebabkan krim sulit dikeluarkan dari wadah dan sulit untuk diaplikasikan pada kulit. Viskositas krim yang terlalu rendah juga akan mengurangi akseptabilitas dari pengguna krim, oleh sebab itu viskositas krim harus disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Viskositas krim yang diharapkan yaitu 100-150 d.Pa.s. Pengujian dilakukan menggunakan alat

viscotester seri VT 04 Rion Japan. Hasil pengamatan viskositas krim selama 48 jam hingga 28 hari dapat dilihat pada tabel VIII.

Tabel VIII. Viskositas (x̅± SD) selama penyimpanan

Formula

Viskositas (d.Pa.s)

48 jam 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari

F1 140 ± 10 120 ±

13,22 120 ± 17,32 101,7 ± 2,88 86,67 ± 5,77 Fa 103,3 ±

10,40 120 ± 17,32 116,7 ± 2,88 103,3 ± 11,54 96,67 ± 11.54

Fb 101,7 ±

12,58

101,7 ± 10,40

80 ± 20 73,33 ± 11,54

73,33 ± 5,77 Fab 140 ± 7,63 135 ± 8,66 110 ± 10 105 ± 5 101,7 ±

7,63

Berdasarkan tabel diatas, pada penyimpanan krim selama 48 jam, seluruh formula krim memiliki viskositas yang memasuki range viskositas yang dikehendaki yaitu 100-150 d.Pa.s.Pengujian viskositas tidak dilakukan sesaat setelah krim dibuat, namun selama 48 jam setelah pembuatan. Hal ini disebabkan karena masih ada pengaruh dalam proses pembuatan terhadap viskositas krim apabila langsung dilakukan uji viskositas sesaat setelah krim dibuat. Selama


(67)

proses pembuatan krim diberikan energi-energi yang menyebabkan droplet-droplet krim saling bertubrukan sehingga akan mempengaruhi viskositas krim. Oleh sebab itu diasumsikan bahwa sistem krim telah stabil setelah penyimpanan 48 jam dan hasil pengukuran viskositas tidak terpengaruh oleh proses pembuatan.

Gambar 15. Grafik pergeseran viskositas selama penyimpanan

Tabel IX. Perhitungan % pergeseran viskositas (x̅± SD) krim ekstrak daun jambu biji Formula Viskositas krim

setelah 48 jam penyimpanan

(d.Pa.s)

Viskositas krim setelah 28 hari

penyimpanan (d.Pa.s)

Persentase pergeseran viskositas

F1 140 ± 10 86,67 ± 5,77 38,05

Fa 103,33 ± 10,40 96,67 ± 11,54 6,53

Fb 101,7 ± 12,58 73,33 ± 5,77 29,54

Fab 140 ± 7,63 101,7 ± 7,63 25,35

Viskositas krim diukur pada waktu 48 jam, 7 hari, 21 hari dan 28 hari dengan tujuan untuk melihat pergeseran viskositas selama penyimpanan. Pergeseran viskositas yang diharapkan adalah kurang dari 10%. Grafik pergeseran

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 5 10 15 20 25 30

Vis k o sit a s (d.P a .s )

Lama penyimpanan (hari)

Grafik pergeseran viskositas

F1 Fa Fb Fab


(1)

Formula 1 Formula a

Formula b Formula ab

b) Krim ekstrak daun jambu biji hari ke-28

Formula 1 Formula a


(2)

Formula b Formula ab

6. Uji tipe krim

Formula 1 (48 jam) Formula a (48 jam)


(3)

Formula 1 (48 jam) Formula a (48 jam)


(4)

8. Uji antibakteri ekstrak daun jambu biji

5% Ekstrak daun jambu biji Kontrol negatif (aquadest)

9. Uji iritasi menggunakan metode HET-CAM

Kontrol negatif basis krim Kontrol positif basis krim + NaCl 0,9 + NaOH 0,1N


(5)

Formula 1 Formula a


(6)

97

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Laurensia Jessie Loreta lahir di Jakarta pada tanggal 7 Juni 1993. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Antonius Charlin Susilo dan Lina Inawati. Penulis menempuh pendidikan formal di TK Don Bosco I (1998-1999), SD Don Bosco I (1999-2005), SMP Yakobus (2005-2008), dan SMA Stella Duce I (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan S1, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan dan kejuaraan. Kepanitiaan yang telah diikuti penulis antara lain Koordinator Divisi Konsumsi dalam acara Pelepasan Wisuda Fakultas Farmasi Angkatan 2009, Anggota Divisi Hubungan Masyarakat dalam acara Donor Darah JMKI, anggota Divisi Konsumsi dalam acara Pengambilan Sumpah/Janji Apoteker Angkatan XXV. Penulis meraih juara 2 dalam kompetisi bulutangkis “Potensi MIPA Fair UII se-DIY” tahun 2012 dan juara 2 dalam “Lomba Inovasi dan Teknologi Mahasiswa (LITM)” dalam bidang obat tradisional yang diselenggarakan oleh Dinas Kependidikan dan Olahraga Yogyakarta pada tahun 2014.