4.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Habitat Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pertama di Rendani Lampiran 1a merupakan pantai yang jauh dari pemukiman dan memiliki daerah terumbu yang landai. Daerah ini
merupakan daerah ekosistem yang kompleks karena terdapat ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Daerah ini berdekatan dengan danau kecil air payau
yang perairannya relatif jernih. Tipe substrat pada lokasi ini terdiri atas pasir berbatu dan pecahan karang Lampiran 2
Pada lokasi Wosi merupakan daerah yang cukup luas dan landai, terdapat pada daerah teluk sehingga daerah ini agak terlindung Lampiran 1b. Lokasi ini
berada pada pemukiman penduduk dan dekat dengan pasar. Perairannya keruh karena dekat dengan muara sungai Wosi yang banyak masukan limbah dari pasar.
Sedimen pada daerah ini merupakan sedimen terrigenous berasal dari daratan yang terdiri oleh lumpur dan lumpur berpasir.
Lokasi pulau Lemon merupakan daerah rataan terumbu dengan tipe substrat karbonat pasir dan pecahan karang. Lokasi ini dekat dengan pemukiman pulau
Lemon. Lokasi ini juga dekat dengan rataan terumbu bertipe sedimen karbonat yang berasal dari hancuran karang. Padang lamun di daerah ini sering ditemukan dalam
pecahan karang dan terumbu karang, sedangkan pada lokasi Wosi didominansi oleh lumpur dan lumpur berpasir dan lokasi pulau Lemon terdiri oleh pasir dan pecahan
karang Lampiran 1c.
4.2  Parameter Kualitas Perairan
Kehidupan  organisme perairan akan hidup dan bertumbuh denagn baik apabila didukung oleh kualitas perairan yang baik. Nilai-nilai parameter kualitas
perairan pada 3 lokasi penelitian tersaji dalam Tabel 5 Lampiran  3. 4.2.1  Suhu
Suhu merupakan faktor yang sangat  penting dalam mengatur metabolisme dan penyebaran organisme  pada suatu ekosistem. Faktor intensitas penyinaran
cahaya matahari, kondisi atmosfir, cuaca maupun sirkulasi laut merupakan  faktor
28
yang mempengaruhi distribusi suhu  Bowden 1980. Suhu air laut merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lamun dan ikan. Beberapa peneliti melaporkan
adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun
Bulthuis 1987. Tabel 5  Hasil rerata pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Manokwari
dibandingkan dengan baku mutu air laut Kepmen Negara dan  Lingkungan Hidup  No 51 Tahun 2004
Parameter Satuan
Lokasi Baku mutu air
laut untuk biota laut
Rendani Wosi
P. Lemon pH
7.81 7.83
7.90 7-8.5
DO mgl
7.26 7.02
7.50 5
Suhu 31.00
C 30.47
34.63 28-30
Kec. Arus mdet
0.10 0.10
0.10 -
Salinitas
00
29.33 29.33
31.00 33-34
Turbidity NTU
4.08 5.95
1.64 5
Total Fosfat   mgl 0.25
0.62 0.27
0.015 Nitrat
mgl 0.70
0.44 0.61
0.008 Kedalaman
cm 59
55 42
- Hasil pengukuran suhu pada ke 3 lokasi penelitian berkisar antara 30.00-
34.63 C. pengukuran ini dilakukan saat siang hari. Hasil pengukuran ini masih
dalam kondisi yang  sangat normal untuk pertumbuhan lamun karena menurut Berwick 1983, kisaran optimum untuk fotosintesis lamun yaitu antara 25-35
C pada saat cahaya penuh. Perbedaan suhu ini sangat kecil fluktuasi suhunya dan tidak
mempengaruhi proses metabolisme pertumbuhan lamun. Sedangkan baku mutu air laut untuk biota laut khususnya lamun oleh Kepmen Negara Lingkungan Hidup No.
51 Tahun 2004 yaitu 28-30
Walaupun pulau Lemon sedikit terlindung namun diduga ada sedikit pengaruh pengadukan air dari samudera Pasifik lihat Gambar 3 sehingga membuat
nilai suhu sedikit rendah. Sedangkan pada lokasi Wosi rendah disebabkan adanya aliran air sungai Wosi yang masuk. Menurut Nybakken 1997 dinginnya air laut
juga dipengaruhi oleh aliran air sungai yang masuk ke laut. C, dibandingkan dengan hasil pengukuran pada ke 3
lokasi adalah di luar ambang batas.
29
4.2.2 pH
pH atau derajat  keasaman  merupakan  yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan  yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen H
+
yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada
perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan
internasional. Nilai derajat keasaman pH selama penelitian menunjukkan kisaran yang
netral yaitu antara 7.8-7.9 Tabel  5. Hasil pengukuran pH antar lokasi penelitian tidak menunjukkan fluktuasi yang besar. Kepmen Negara dan  Lingkungan Hidup
No. 51 tahun 2004 menetapkan nilai ambang batas pH untuk biota laut yaitu 7- 8.5±0.2 dan ke 3 lokasi masih  berada dalam kisaran ini. Phillips dan Menez 1988
mengatakan bahwa lamun dapat tumbuh dengan baik pada pH air laut yang normal 7.8-8.5.
4.2.3  Oksigen Terlarut DO
Oksigen terlarut merupakan senyawa kimia gas yang larut dalam air yang mempunyai fungsi untuk keberlangsungan hidup dari biota aerobik yang hidup
dalam air. Oksigen ini berasal dari difusi dari udara proses aerasi dan fotosintesi tumbuhan air di  siang hari dan juga adanya oksidasi limbah APHA 1989.  Hasil
penelitian oksigen terlarut dari ke 3 lokasi penelitian berkisar 7.02-7.5 mgl. Kisaran yang diperoleh dari hasil pengukuran ini masih berada di atas baku mutu untuk biota
laut, yaitu 5 mgl. Oksigen terlarut
adalah faktor pembatas  untuk pernapasan ikan dan biota air lain serta di perlukan dalam perombakan bahan organik. Terjadinya penurunan kadar
oksigen terlarut dalam air laut akan menurunkan kegiatan fisiologis makhluk hidup didalamnya. Menurut Schmitz 1971 in Erina 2006
menggolongkan kualitas air di perairan
mengalir  menjadi lima golongan berdasarkan kandungan oksigen terlarut yaitu :
 Sangat baik
: kadar DO  8 mgl 
Baik : kadar DO = 6 mgl
30
 Kritis
: kadar DO = 4 mgl 
Buruk : kadar DO = 2 mgl
 Sangat buruk
: kadar DO 2 mgl Membandingkan dengan hasil pengukuran gas terlarut dalam penelitian masuk dalam
kategori sangat baik.
4.2.4  Kecepatan Arus
Kecepatan arus berhubungan sekali dengan aliran nutrien, distribusi suhu dan memberi pengaruh  terhadap pencampuran gas atmosfir ke  dalam air sehingga
kandungan oksigen yang larut dalam air bertambah Nybakken 1997. Hasil pengukuran kecepatan arus ke 3 lokasi sangatlah rendah 0.10-0.11 mdetik.
Berdasarkan hasil pengukuran ini menggambarkan tidak ada perbedaan yang mencolok masing-masing kecepatan arus di setiap lokasi. Hal ini menunjukkan
bahwa kecepatan arus yang terjadi lebih dipengaruhi oleh pasang-surut perairan daripada pengaruh angin dan densitas.
Menurut Welch 1980 membedakan arus dalam 5 kategori yaitu arus sangat cepat 1 mdet, cepat 0.5-1 mdet, sedang 0.25-0.50 mdet, lambat 0.1-0.25
mdet dan sangat lambat 0.1mdet. Dari hasil pengkuran maka nilai kecepatan arus dalam penelitian masuk dalam kategori lambat. Kecepatan arus di 3 lokasi
adalah sangat mendukung pertumbuhan lamun dan kehidupan ekosistem ikan. Lamun dapat melakukan  proses metabolisme dengan baik,  ikan dapat melakukan
transportasi telur, larva dan ikan-ikan kecil dan juga dapat bermigrasi dan beruaya dengan baik Laevastu  Hayes 1981.
4.2.5  Salinitas
Salinitas menunjukkan kandungan garam yang ada dalam air laut, dan perbandingannya dengan total jumlah padatan terlarut DO yang ada di  air laut
dalam perbandingan berat. Salinitas air laut bervariasi sebanding dengan kedalaman Mukhtasor 2007.
Nilai salinitas  di  perairan dipengaruhi oleh masuknya massa air
tawar ke perairan estuari, massa air laut karena pasang-surut, penguapan curah hujan dan pola sirkulasi air. Salinitas umumnya mempengaruhi keseimbangan osmotik
antara protoplasma organisme air lamun dengan medium air di lingkungannya.
31
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Ditambahkan bahwa
Thalassia hemprichii ditemuka n hidup dari salinitas 3.5-60
00
, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa,
produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica  biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi
ditemuka n pada salinitas   42.5°°
o
Dalam penelitian ini nilai salinitas paling tinggi pada lokasi pulau Lemon 31
, sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun
Walker 1985.
00
, sedangkan pada lokasi Rendani  dan  Wosi adalah sama sebesar 29
00
. Salinitas padang lamun antara 15-40
00
, tetapi puncak pertumbuhan dicapai pada salinitas 30
00
4.2.6  Kekeruhan turbidity
, baik untuk komunitas  Thalassia  Wibisono  2005.  Nilai  salinitas yang rendah, pada lokasi Wosi diduga berhubungan dengan masuknya air sungai
sehingga membawa limbah organik dan keberadaan lapisan minyak pada permukaan air. Nontji 1987 mengemukakan distribusi salinitas di  laut salah satunya
dipengaruhi oleh aliran sungai. Begitu halnya dengan Rendani  yang terdapat juga sungai air payau dekat dengan daerah tersebut.
Menurut APHA  2004 merupakan deskripsi sifat yang optik suatu perairan yang bergantung pada jumlah cahaya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh
partikel-partikel dalam air. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekeruhan antara lain pasir, lumpur, bahan organik dan anorganik, plankton dan organisme mikroskopik.
Penyebaran kekeruhan di pengaruhi oleh faktor kimia, biologi dan fisik. Menurut Kirby 1986,  kekeruhan dipengaruhi juga oleh proses penyerapan, refleksi serta asal
materi suspensi dan interaksi yang ada didalamnya serta dinamika perairan. Hasil pengukuran kekeruhan terlihat pulau Lemon memiliki nilai yang paling
kecil yaitu 1.64 NTU yang berarti perairan yang sangat jernih, karena perairan Pulau Lemon jauh dari kota Manokwari. Pada lokasi Rendani dengan nilai kekeruhan 4.08
NTU karena di lokasi ini terdapat komunitas mangrove yang berperan pertama dalam menahan sedimen dari darat.
Sedangkan Wosi kekeruhan paling tinggi karena lokasi
32
bersubstrat lumpur dan diduga adanya masukan limbah organik dari sungai Wosi di daerah pasar. Kepmen Negara dan Lingkungan Hidup No 51 Tahun2004 menetapkan
nilai ambang batas untuk kekeruhan untuk biota laut yaitu 5. Kisaran ini masih baik untuk daerah Rendani dan Pulau Lemon, sedangkan Wosi berada di luar ambang
baku mutu ini.
4.2.7  Total Fosfat
Fosfat merupakan satu dari beberapa senyawa yang esential untuk pertumbuhan lamun, karena senyawa ini dibutuhkan dalam mensintesa protoplasma.
Fosfat dalam perairan alami umumnya dalam bentuk ortofosfat dan polifosfat Irawan 2003. Hasil analisis kandungan fosfat di kolom air di semua lokasi
penelitian menunjukkan konsentrasi yang tinggi yaitu 0.22-0.62 mgl. Konsentrasi ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan baku mutu biota air laut yang ditetapkan
oleh Kepmen Negara dan Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 yaitu sebesar 0.015 mgl. Keberadaan fosfat yang tinggi disamping limbah antropogenik juga karena
ekosistem di lingkungannya contohnya dari mangrove yang berhubungan dengan adanya pelepasan senyawa dari matrik karbonat karena kandungan karbonat yang
tinggi Levaan 2008. Ini dapat dilihat pada ekosistem padang lamun Rendani dan Pulau Lemon, sedangkan limbah antropogenik ada pada lokasi Wosi.
4.2.8  Nitrat
Nitrat adalah pusat aktivitas mikroba yang melakukan dekomposisi bagian lamun yang mati Moriarty  Boon 1989. Kandungan nitrat yang paling tinggi pada
lokasi Wosi diduga disebabkan bahan organik yang masuk melalui sungai Wosi sehingga terjadi pengaruh antropogenik. Hal ini sesuai dengan pendapat Hutagalung
dan Rozak 1997 in Levaan 2008 bahwa peningkatan kandungan amoniak di  laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah  diurai. Selanjutnya
dikemukakan juga bahwa hasil reduksi nitrat dan nitrit oleh mikroorganisme itu disebabkan oleh degradasi bahan organik.
Konsentrasi nitrat pada semua lokasi yaitu 0.44-0.70 mgl adalah sangat tinggi dibandingkan dengan baku mutu biota air laut sebesar 0.008 mgl.
33
Tingginya konsentrasi nilai nitrat ini diduga telah terjadi eurotrifikasi pada lokasi penelitian tersebut.
4.2.9  Kedalaman Air
Kedalaman air mempengaruhi  pertumbuhan lamun dan kelimpahan ikan.. Menurut Beer dan  Waisel  1982  in  Short  et al.  2001  pada organisme lamun,
kedalaman air tidak hanya mengurangi intensitas cahaya tetapi juga akan terjadi penambahan  tekanan hydrostatik organisme lamun, contohnya  Halodule uninervis
yang akan menghasilkan terlalu banyaknya tekanan hydrostatik. Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun
tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila
ovalis, Cymodocea rotundata dan  Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah Hutomo 1985.
Hasil  pengukuran kedalaman air dilakukan pada saat surut terendah, diukur dari ½ kedalaman saat berada pada ¼ surut Burdick   Kendrick 2001. Hasil
pengukuran dengan nilai kedalaman berkisar 42-59 cm Lampiran 4. Sebagian besar jenis lamun pada kondisi kekeringan tidak bisa ditolerir untuk bertumbuh terutama
pada zona intertidal. Ada sebagian kecil jenis lamun yang bertahan hidup di  antara daun-daunnya saat surut  terendah Koch 2001. Syringodium isoetifolium  Bjork  et
al. 1999  merupakan jenis yang tahan terhadap kekeringan dan bisa hidup di daerah itu.
4.3 Struktur Komunitas Lamun 4.3.1 Komposisi Jenis dan Sebaran Lamun
Jenis-jenis lamun yang di temukan dan di identifikasi selama penelitian sebanyak 8 jenis lamun yang termasuk dalam 2 suku yaitu Cymodocea Cymodocea
rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule pinifolia dan Syringodium isoetifolium dan Hydrocharitaceae Halophila ovalis, Halodule uninervis, Thalassia hemprichii
dan Enhalus acoroides. Dari ke-8  jenis lamun tersebut yang jenis Enhalus acoroides  di temukan di luar kuadran pada lokasi Wosi  Tabel  6.  Sedikit berbeda
34
dengan penelitian sebelumnya ditemukan sama 8 jenis Talakua  2007, 7 jenis Levaan 2008 dan 6 jenis Lahumeten 2009.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hamparan lamun yang ditemukan pada ketiga lokasi adalah tipe vegetasi campuran, dimana pada setiap kuadran
terdapat lebih dari 2 jenis lamun. Keberadaan padang lamun dengan tipe campuran yang terdiri dari 8-11 spesies juga telah dilaporkan oleh Kiswara  Winardi 1994
di perairan Laut Flores, Teluk Kuta dan Teluk Gerupuk. Tipe vegetasi ini juga  bisa ditemukan beberapa tempat di perairan di Indonesia Erftemeijer   Middelburg
1993; Nasution 2003b. Tabel 6   Jenis dan sebaran jenis lamun pada lokasi penelitian
Suku Jenis
Lokasi Pulau
Lemon Rendani
Wosi
Cymodoceaeceae Cymodocea rotundata
+ +
+ Cymodocea serrulata
+ +
+ Halodule pinifolia
+ -
+ Syringodium isoetifolium
- +
- Hydrocharitaceae
Halophila ovalis +
+ +
Halodule uninervis +
+ +
Thalassia  hemprichii +
+ -
Enhalus acoroides -
- •
Total 6                    6
6 Keterangan :
+   = ditemukan di transek pengamatan -
= tidak di temukan •  = ditemukan di luar transek pengamatan
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hemminga dan  Duarte 2000 bahwa karakteristik padang lamun daerah tropis dan sub tropis Indo-Pasifik memiliki
keanekaragaman yang tinggi dan bertipe vegetasi campuran mixed vegetation.
4.3.2  Kerapatan, Frekuensi, Penutupan dan INP Spesies Lamun
Penyebaran lamun pada ketiga lokasi ini sangat beragam dimana pada lokasi Rendani yang paling banyak adalah Thallassia hemprichii  dengan jumlah tegakan
313 – 882m
2
. Pada lokasi Wosi didominansi oleh Halodule uninervis dengan jumlah
35
tegakan 1506 –  4770m
2
. Sedangkan pada daerah pulau Lemon adalah Halodule pinifolia dengan jumlah tegakan 457 – 1555m
2
Dari 8 jenis lamun dan 7 yang diteliti terlihat bahwa Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis dan Halodule uninervis terdapat  pada setiap
lokasi penelitian. Hal ini berarti ke empat jenis lamun tersebut mampu hidup dan beradaptasi di 3 lokasi yang berbeda substratnya.
Tabel 7.
Tabel  7  Jumlah tegakan individu lamun Jenis Lamun.
Rendani m
2
Wosi m
2
P. Lemon m
2
Thalassia hemprichii 1967
1399 Halophila ovalis
233 196
132 Halodule uninervis
844 8029
243 Cymodocea rotundata
1377 550
1246 Cymodocea serrulata
114 1473
1138 Halodule pinifolia
3493 2790
Syringodium isoetifolium 152
Nilai  kerapatan jenis lamun yang tinggi sangat beragam pada ketiga lokasi seperti  Thalassia hemprichii di Rendani yaitu 48.58 individum
2
,  Halophila ovalis 57.78 individum
2
dan  Syringodium  isoetifolium  sebesar 39.12 individum
2
yang terdapat di lokasi pulau Lemon Gambar 7. Hal ini menggambarkan bahwa jenis ini
memiliki kemampuan yang tinggi dari jenis lainnya dalam satu lokasi terhadap adaptasi dan kompetisi dalam lingkungan yang terganggu.  Halophila ovalis
mempunyai kerapatan yang tinggi karena hidup di lokasi Wosi  yang bersubstrat lumpur. Short et al. 2001  mengatakan jenis ini bertumbuh pada intensitas cahaya
yang kurang.
36
Gambar 7   Kerapatan jenis lamun pada setiap lokasi.
Dari  ketiga lokasi  untuk nilai frekuensinya hampir tersebar merata  terlihat dengan nilai tertinggi masing-masing lokasi hampir berdekatan seperti Thalassia
hemprichii di Rendani yaitu 17.08, Halodule uninervis di Wosi yaitu 39.34 dan Cymodocea  serrulata  yaitu  18.22. Tabel 8. Untuk beberapa jenis yang rendah
frekuensinya pada 2 lokasi diduga di  sebakan jenis lamun tersebut kemampuan adaptasi pada daerah pecahan karang yang kurang.
Tabel 8  Frekuensi  jenis lamun
Jenis                               Rendani      Wosi        Lemon Thalassia hemprichii
17.08 16.03
Halophila ovalis 1.68
21.22 15.43
Halodule uninervis 6.16
39.34 8.52
Cymodocea rotundata 8.55
10.56 14.84
Cymodocea serrulata 0.80
18.74 18.22
Syringodium isoetifolium 1.80
9.49 Halodule pinifolia
10.14 Penutupan  menggambarkan tingkat penaungan ruang oleh komunitas  lamun.
Penaungan ini sering dimanfaatkan oleh ekosistem yang hidup di lamun. Penutupan ini sangat penting untuk mengetahui kondisi ekositem serta sejauh mana komunitas
lamun mampu memanfaatkan luasan yang ada. Menurut Erina 2006 nilai kerapatan   jenis   belum   tentu   menggambarkan  tingkat  penutupan  suatu  jenis
48,58
4,72 17,33
23,79 3,34
57,78
3,59 25,99
20,35 18,14
16,81 39,12
0,00 8,00
16,00 24,00
32,00 40,00
48,00 56,00
Th Ho
Hu Cr
Cs Si
Hp
K e
rap at
an lam
u n
Jenis lamun Rendani
Wosi Lemon
37
karena nilai penutupannya selain dipengaruhi oleh kerapatan juga sangat erat kaitannya dengan tipe morfologi.
Penutupan total komunitas lamun pada ketiga lokasi penelitian relatif rendah dengan kisaran 0.49–24.65  dari keseluruhan areal yang potensial ditumbuhi
lamun. Tabel 9   Penutupan  jenis lamun
Jenis                                   Rendani      Wosi        Lemon Thalassia hemprichii
24.65 8.14
Halophila ovalis 7.22
23.11 0.78
Halodule uninervis 8.76
0.49 1.45
Cymodocea rotundata 13.91
4.57 7.26
Cymodocea serrulata 2.80
1.44 6.72
Syringodium isoetifolium 2.67
Halodule pinifolia 10.40
15.65 Total
60 40
40 Penutupan tertinggi yaitu jenis Thalassia hemprichii  sebesar 24.65 dan terendah
yaitu  halodule uninervis  sebesar 0.49  yang terdapat pada lokasi Wosi  Tabel 9. Lamun jenis T. hemprichii  penutupannya lebih tinggi karena pada lokasi Rendani
kondisi substrat yang berpasir dan pecahan karang yang membuat proses  flushing atau pencucian pantai berlangsung baik sehingga proses sedimentasi berlangsung
lambat. Kondisi substrat seperti ini sangat cocok untuk kehidupan jenis lamun Thalassia  den Hartog  1970. Hal ini juga dengan ukuran daun dan rhizome yang
kuat sehingga apabila terjadi hempasan ombak tidak meyebabkan kerusakan daun dan patahnya rhizome. Sedangkan H. uninervis terendah di karenakan jenis ini hanya
berada pada daerah genangan air. Bjork  et al.  1990 mengatakan bahwa  H. uninervis tidak tahan terhadap kekeringan dan ditemukan pada kolam-kolam dangkal
genangan air di daerah rataan terumbu. Selain itu, Terrados et al. 1999 mengatakan bahwa kalau H. uninervis relatif peka terhadap gangguan kekeruhan dan penutupan
sedimen. Total penutupan di 3 lokasi yang paling besar pada lokasi Rendani dengan
tutupan 60, diikuti oleh Wosi dan pulau Lemon yang masing-masing 40. Nilai tutupan pada lokasi Rendani masuk dalam status padang lamun dengan kondisi baik,
sedangkan lokasi Wosi dan pulau Lemon adalah kurang kayakurang sehat Kepmen Negara dan Lingkungan Hidup No 200 Tahun 2004.
38
Indeks Nilai Penting INP  merupakan besaran yang digunakan untuk menghitung dan menduga peranan suatu jenis lamun dalam komunitasnya. Hasil INP
dipengaruhi oleh nilai relatif dari kerapatan, frekuensi dan penutupan jenis lamun. Semakin tinggi nilai INP suatu spesies terhadap spesies lamun yang lain, maka
semakin tinggi peranan spesies tersebut pada komunitas tersebut. Nilai INP ini tergantung pada struktur nilai relatif kerapatan, frekuensi dan penutupan jenis lamun
yang dipengaruhi oleh  kondisi lingkungan. Nilai  INP tertinggi di setiap lokasi adalah beragam dimana T. hemprichii
paling tinggi di lokasi Rendani dengan nilai 55.70 H. ovalis mendominasi di lokasi Wosi dengan nilai INP 40.15 dan C. serrulata pada lokasi pulau Lemon dengan nilai
18.46 Gambar 8. Nilai INP yang tinggi berhubungan dengan kemampuan jenis lamun untuk beradaptasi terhadap fluktuasi kondisi perairan dan tipe substrat.
Gambar 8   Nilai INP jenis lamun disetiap lokasi.
Vermat  et al. 1995  mengemukakan, walaupun T. hemprichii  dan C. serrulata relatif peka terhadap gangguan namun jika ditemukan dalam perairan yang jernih
dan jauh dari gangguan Rendani dan pulau Lemon maka akan bertumbuh baik. Hal ini juga dikemukakan oleh Phillips dan Menez 1988 bahwa T. hemprichii dominan
di daerah substrat yang berpasir dan pecahan karang yang bersih.
55,70
22,11 26,37
40,15
21,59 18,46
10,04 0,00
10,00 20,00
30,00 40,00
50,00
Th Ho
Hu Cr
Cs Si
Hp N
il a
i I N
P
Jenis Lamun Rendani
Wosi Lemon
39
4.3.3  Biomassa Lamun
Pengamatan biomassa  lamun dibagi atas tiga bagian, yaitu biomassa akar, batang dan daun. Hasil pengamatan biomassa berat basah dan berat kering tersaji
dalam Tabel  10.  Dari hasil pengamatan terlihat untuk berat basah pada  3 lokasi masih didominasi oleh berat daun yaitu dengan rata-rata 560.87 gbbm
2
di Rendani, 340.98 gbbm
2
di Wosi dan 540.08 gbbm
2
Biomassa dan produksi dapat bervariasi secara spasial dan temporal yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama oleh nutrien dan cahaya Tomascik et al.
1987.  Selain itu juga sangat tergantung pada spesies dan kondisi perairan lokal lainnya seperti kecerahan air, sirkulasi air, kedalaman Zieman 1987, panjang hari,
suhu dan angin Mellor et al.  1993. Fortes 1990 menambahkan bahwa besarnya biomassa lamun bukan hanya merupakan fungsi dari ukuran tumbuhan, tetapi juga
merupakan fungsi dari kerapatan. Biomassa batang juga relatif lebih  berat karena
batangrizoma merupakan gudang penyimpanan hasil fotosintesis dan unsur hara, serta dapat digunakan kembali untuk regenerasi bagian yang putus atau mati.
di pulau Lemon. Ini menunjukkan distribusi hasil fotosintesis lebih banyak disimpan dalam daun. Penelitian-penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biomassa lamun di bawah substrat lebih besar dibanding di atas substrat. Namun sebaliknya, produksi lamun di atas substrat
lebih besar dibanding di bawah substrat Brouns 1985.  Nilai ini disebabkan oleh adanya variasi cahaya, kedalaman, nutrien tipe sedimen, struktur komunitas mikroba,
turbulensipengadukan dalam air, suhu air, dan spesies lamun Fonseca et al. 1990; Pollard  Greenway  1993.
Biomassa berat basah dan berat kering dari 3 lokasi yang terendah ada pada lokasi Wosi, berbeda dengan dua lokasi Rendani dan Pulau Lemon yang nilai
biomassanya  relatif sama. Pada lokasi Wosi biomassanya relatif lebih  rendah dikarenakan lokasi yang bersubstrat lumpur. Keadaan ini terkait dengan kekeruhan
yang yang mempengaruhi intensitas cahaya. Daerah Wosi ini juga merupakan daerah yang landai sehingga kedalaman perairan rendah, memungkinkan intensitas cahaya
relatif tinggi  sehingga menyebabkan lamun kurang  berfotosintesis secara optimal yang mengakibatkan biomassanya rendah.
40
Menurut Erftemeijer 1993 mengatakan cahaya cenderung menghambat pertumbuhan lamun jika intensitasnya begitu tinggi pada siang hari.
Tabel 10   Biomassa lamun dalam berat basah dan berat kering Lokasi
Berat Basah gbbm2                        Berat Kering gbkm2 Akar          Batang          Daun          Akar          Batang         Daun
Rendani 308.84
402.11 560.87
103.98 121.81
152.14 Wosi
204.46 260.52
340.98 72.06
90.39 107.30
P. Lemon 303.84
438.94 540.08
109.72 120.14
158.50 Total
817.14 1101.57
1441.93 285.76
332.34 417.94
Sementara untuk berat kering masih di dominansi oleh berat kering daun yaitu 152 gbkm
2
di Rendani, 107.30 gbkm
2
di Wosi dan 158.50 gbkm
2
Tabel 10 Variasi biomassa  dari lokasi penelitian berkaitan erat dengan dengan tipe sedimen
dan unsur haranya. Umumnya lamun menyukai tipe substrat karbonat seperti ada pecahan karang. Di lokasi Wosi terlihat rendah karena tipe substrat berupa lumpur.
Berat kering juga  masih dipengaruhi oleh nutrien yang diserap seperti  nitrat  dan fosfat.
Kalau melihat hasil selisih biomassa pada Gambar 12 pada tiga lokasi terlihat hasilnya hampir sama dan merata. Untuk selisih biomassa lamun tidaklah terlalu
berbeda jauh nilainya  seperti  akar  22-25, batang  32-35  dan daun  43-45, ini disebabkan karena masing-masing mengambil nutrien dari laut dan darat yang
sama, ini disebabkan karena masing-masing mengambil nutrien dari laut dan darat yang sama. Daun dengan fotosintesis mendapatkan nutrien, juga melakukan respirasi
dalam air yaitu dengan mengambil karbon organik yang larut dalm air. Rizoma dan akar juga mengambil karbon organik yang larut dalam air dan menyimpan nutrien
dari dalam substrat. Hal ini terbukt i dalam Gambar 9.
41
Keterangan : a Rendani, b Wosi, c P. Lemon.
4.3.4  Indeks Keanekaragaman H’,  Keseragaman E dan Dominansi Cd Jenis    Lamun
Indeks keanekaragaman  suatu komunitas dapat menggambarkan kelimpahan
dan kestabilan spesies pada suatu lokasi. Nilai indeks keanekaragaman berkaitan dengan jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis yang diperoleh. Nilai
keseragaman menunjukkan keseimbangan populasi besar. Sedangkan nilai dominansi merupakan nilai ada tidaknya spesies yang mendominasi dalam suatu
komunitas.  Identifikasi dan analisis jumlah individu lamun masing-masing tersaji dalam Tabel 11.
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi berada pada dua lokasi yaitu Rendani yaitu 2.17  dan  Pulau Lemon 2.14. Pada lokasi Wosi yaitu 1.49. dengan mengikuti
kriteria  Magurran  2004 maka nilai keanekaragaman masuk dalam  kategori keanekaragaman sedang,  sedangkan pada Lokasi Wosi masih dalam nilai
keanekaragaman rendah. Nilai indeks ini relatif lebih tinggi  dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu 0.644 Levaan 2008 dan 1.252 Lahumeten  2009. Ini
menggambarkan adanya perbaikan pertumbuhan lamun dari waktu ke waktu. Tabel 11  Nilai keanekaragaman H’, keseragamanE dan dominansi Cd lamun
Lokasi                                    H’                           E                             Cd Rendani
2.17 0.84
0.30
Wosi 1.49
0.64 0.42
P. Lemon
2.14 0.83
0.26 Seperti yang tersaji pada Tabel 11, nilai keseragaman pada ke-3 lokasi masuk
dalam nilai keseragaman besar mendekati 1. Ini berarti pada ke 3 lokasi tersebut
Gambar 9  Prosentase selisih biomassa
Akar 23
Batang 32
Daun 45
a
Akar 25
Batang 32
Daun 43
b
Akar 22
Batang 35
Daun 43
c
42
ekosistemnya dalam kondisi relatif stabil. Nilai dominansi pada  ke 3 lokasi menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu Rendani 0.30, Wosi 0.42 dan Pulau
Lemon 0.26. Ini menggambarkan kalau tidak terdapat jenis tertentu yang melimpah mendominasi dari  jenis yang lain pada ke-3 lokasi tersebut. Nilai-nilai tersebut
mendekati 0 yang mengindikasikan tidak terjadi dominansi spesies dalam suatu komunitas.
4.4   Struktur Komunitas Ikan 4.4.1  Komposisi Jenis
Jumlah total ikan yang ditangkap selama penelitian berjumlah 596 individu ikan dari 33 spesies dan 19 famili pada luasan tangkapan 5000 m
2
Berdasarkan jumlah spesies yang paling banyak adalah famili Apogonidae, Atherinidae,  Leiognathidae,  Mullidae  dan  Sphyraenidae  yang masing-masing
memiliki 3 spesies; diikuti famili Lethrinidae,  Ostraciidae  dan Tetraodontidae  yang masing-masing memiliki 2 spesies. Jenis ikan yang termasuk dalam kelompok ikan
target atau ikan ekonomis ada 4 famili yaitu Acanthuridae, Lethrinidae, Mullidae dan Siganidae,  sedangkan untuk jenis ikan lain ikan yang dijadikan ikan hias air laut
ada 1 famili yaitu Apogonidae. .  Komposisi dan
jumlah spesies ikan pada  lampiran 5,  menunjukkan Apogonidae merupakan famili paling banyak ditemukannya jumlah individu yaitu di Rendani dengan 3 jenis
Apogon guamensis  Valenciennes,  Fowleria punctata  Tesch  dan  Siphamia species Weber dengan jumlah 114 individu ikan dan Pulau Lemon 1 jenis Apogon
guamensis  Valenciennes dari 166 individu ikan. Pada lokasi Wosi yang paling banyak adalah famili Atherinidae yaitu Atherinomorus duodecimalis  Valenciennes
dengan jumlah 151 individu ikan.
Kelimpahan ikan paling banyak adalah pada lokasi Rendani malam yaitu 188 individu ikan. Ini diduga adalah ikan yang menyenangi lamun dan mencari makan di
padang lamun yang yang kerapatan dan tutupan yang paling tinggi, sedangkan pada siang hari tangkapanya sedikit yaitu 53 individu ikan dikarenakan hampir setiap hari
ada beberapa masyarakat nelayan melakukan penangkapan dengan menggunakan jala lempar dan memancing. Berbeda dengan lokasi Wosi dan pulau Lemon yang
jumlah tangkapan siang lebih banyak dari tangkapan malam.
43
Jika dilihat dari kelimpahan famili ikan yang paling banyak  adalah pada lokasi Rendani yaitu 10 famili pada siang hari dan 9 famili pada malam hari. Ini
disebabkan oleh lokasi Rendani yang merupakan lokasi yang kompleks  dimana terdiri akan terumbu karang, padang lamun,  dan mangrove. Menurut Smith  et al.
2008,  kelimpahan ikan sering terjadi karena terdapat suatu komunitas yang kompleks yang terdiri akan terumbu karang, lamun, dan mangrove. Berbeda dengan
lokasi Wosi yang bersubstrat lumpur dan pulau Lemon yang terdapat sedikit terumbu karang.
Gambar 10  Kelimpahan famili ikan hasil penelitian.
Dari Gambar 10  juga menggambarkan 13 famili dan kelompok famili lain Faml Lampiran 6.  Untuk  famili Apogonidae Apo  paling banyak di temukan
pada lokasi Pulau Lemon. Menurut Myers 1991 famili ini mendiami daerah yang dangkal 1-5 m. Sementara menurut Vivien 1975 in Marnane dan Belwood 2002,
walaupun famili Apogonidae merupakan ikan malam nokturnal nekton namun pada siang hari famili ini  mencari mangsa di padang lamun. Sejumlah penelitian juga
mengatakan pola distribusi Apoginidae terjadi pada siang hari sebagai contoh Vivien 1975;  Dale, 1978;  Greenfield   Johnson  1960;  Finn   Kingsford 1996
in  Marnane     Belwood  2002. Untuk   famili Atherinidae   Ath    adalah    yang paling banyak ditemukan terlebih khusus di Lokasi Wosi. Menurut Takemura et al.
114
35 39
14 6
151
13 7
166
7 2
1 21
41 61
81 101
121 141
161
Apo Ath
Sig Hem
Chan Faml
Jum la
h i ndi
v idu
m
2
Famili ikan Rendani
Wosi P.Lemon
44
2004  famili Atherinidae khususnya spesies Atherinomorus guamensis  merupakan spesies yang mendiami daerah air payau, di  daerah yang dangkal dan sering
bergerombol  schooling. Melihat karakteristik habitat ikan ini, maka lokasi Wosi masuk dalam semua kriteria ini. Tangkapan banyak diduga ditangkap saat ikan-ikan
bergerombol. Dibandingkan dengan penelitian asosiasi ikan di padang lamun, jumlah spesies yang ditemukan  selama   penelitian  di Manokwari  termasuk sedikit,  akan
tetapi    ditinjau dari famili yang tertangkap termasuk banyak  Supratomo  2000 Tabel 12.
Tabel 12  Jenis dan famili ikan yang berasosiasi dengan padang lamun di berbagai lokasi penelitian Supratomo 2000
Lokasi Jenis
Famili  Peneliti
Pulau Osi dan Marsegu 207
52 Peristiwady 1994
Pantai Selatan Lombok 85
47 Hutomo dan Parino 1994
Selat Malaka 49
29 Erfteimejer dan Allen 1993
Manokwari 33
19 Penelitian sekarang
Aow Khung Krabanc, Thailand 21
18 Sudara et al. 1992
Teluk Baguala 61
10 Radjab et al. 1991
Peninsular, Malaysia 15
9 Rajuddin 1992
Ukuran ikan yang tertangkap rata-rata berukuran juvenile  Lampiran  7. Seperti yang tersaji dalam gambar 11a ikan tangkapan siang dan 11b ikan
tangkapan malam, tangkapan siang yang paling besar adalah stadia juvenil yaitu 65 diikuti oleh stadi pra-dewasa yaitu 20 dan stadia dewasa yaitu 15. Untuk
tangkapan malam yang paling banyak juga yaitu stadia juvenil yaitu 44 diikuti stadia dewasa yaitu 30 dan pra-dewasa yaitu 26.
65 20
15
Juvenil Pra-dewasa
Dewasa
44
26 30
Juvenil Pra-dewasa
Dewasa
a b
Gambar 11  Prosentase  spesies ikan berdasarkan ukuran  panjang total ikan. Keterangan a. Ikan tangkapan siang
b. Ikan tangkapan malam
45
Dari hasil gambar dapat disimpulkan fungsi padang lamun  selama waktu penelitian menjadi fungsi sebagai area asuhan nursery ground  karena  dilihat dari
hasil tangkapan yang paling banyak masih dalam stadia juvenil  untuk tangkapan siang dan tangkapan malam. Untuk pra-dewasa dan dewasa berbeda nilai prosentase
pada tangkapan siang dan malam karena diduga berhubungan dengan ikan-ikan diurnal dan  nokturnal pada saat pra-dewasa dan dewasa dalam hal mencari makan
dan memijah.
4.4.2  Frekuensi, Keanekaragaman H’, Keseragaman E dan Dominansi Cd
Nilai frekuensi keterdapatan ikan pada semua lokasi penelitian memiliki nilai yang beragam. Nilai paling tinggi terdapat pada lokasi Rendani Malam dengan nilai
0.39. Hal ini menggambarkan kalau lokasi Rendani paling di gemari ikan untuk hidup dan tinggal karena lokasinya yang kompleks terdiri atas terumbu karang,
lamun, dan mangrove Tabel 14. Indeks  keanekaragaman dipengaruhi oleh jumlah individu setiap jenis ikan
dan total individu seluruh jenis ikan. Nilai Indeks keanekaragaman yang paling tinggi yaitu pada Lokasi Rendani siang hari. Walaupun dari hasil jumlah ikan sedikit
tapi lokasi Rendani tangkapan siang hari keanekaragamannya tinggi yaitu 2.65 sehingga masuk dalam kriteria keanekaragaman jenis tinggi. Terlihat pada daerah ini
lokasinya sangat kompleks yang disenangi ikan,  sedangkan lokasi Wosi dan pulau lemon masuk dalam kriteria keanekaragaman jenis sedang dan rendah.
Tabel 13  Kelimpahan, jumlah
famili, frekuensi
keterdapatan, indeks
keanekaragaman H’, indeks keseragaman E dan dominansi Cd
Index
Rendani Wosi
Pulau Lemon Siang
Malam Siang
Malam Siang
Malam
Kelimpahan ikan 53
188 160
15 176
4 Jumlah famili
10 9
4 6
4 3
Frekuensi Kerterdapatan 0.33
0.39 0.18
0.18 0.12
0.12 H
2.65 1.82
0.50 1.63
0.38 1.81
E 0.76
0.47 0.18
0.70 0.19
0.91 Cd
0.20 0.46
0.87 0.41
0.89 0.28
46
Indeks keseragaman  atau regularitas menggambarkan struktur  penyebaran spesies yang merata atau tidak merata. Hasil nilai indeks keseragaman juga
bervariasi pada siang dan malam hari untuk setiap lokasi. Rendani pada siang hari 0.76 mendekati nilai 1 dengan kriteria keseragamannya besar, berbeda dengan siang
hari  yang memiliki keseragaman sedang. Lokasi Wosi memiliki nilai keseragaman mendekati 1 pada malam hari yaitu 0.70 berbeda dengan siang hari yang masuk
dalam kriteria keseragaman kecil. Pulau Lemon masuk dalam  kriteria keseragaman besar untuk malam hari dengan nilai 0.91 dibanding siang hari 0.19 yaitu
keseragaman kecil. Lokasi Wosi dan pulau Lemon  walaupun memiliki nilai indeks
keanekaragaman  relatif kecil  dibanding lokasi Rendani,  tetapi memiliki nilai dominansi yang tinggi yaitu 0.87 dan 0.89. Nilai dominansi ini mengartikan ada
salah satu yang mendominansi. Untuk lokasi Wosi siang spesies yang mendominansi yaitu  Atherinomorus duodecimalis  sedangkan lokasi Pulau  Lemon siang yaitu
Apogon guamensis. Jika mengikut i kriteria Magguran 2004 lokasi Wosi siang dan Pulau Lemon siang masuk dalam kriteria dominasi tinggi, sedangkan lokasi yang
lain masuk dalam kriteria dominansi rendah.
4.4.3  Kebiasaan Makanan Ikan
Menurut Effendie  1979  metode perhitungan kebiasaan makananan dapat juga dilakukan dengan metode perkiraan tumpukan dengan persen. Untuk sampel
ikan yang diamati dilakukan perwakilan dari beberapa lokasi seperti lokasi Rendani malam dan Lemon siang Atherinomorus lacunosus, Fowleria punctata dan Apogon
guamensis, sedangkan Rendani siang dan Wosi malam Atherinomorus duodecimalis.  Setiap sampel spesies ikan di ambil 5 ekor. Tujuannya  adalah
mengetahui makanan ikan dengan asumsi ikan-ikan di lamun salah satu aktivitasnya mencari makan.
47
Gambar  12  Prosentase makanan ikan di beberapa lokasi.
Dari  Gambar 12
diketahui  dari keseluruhan isi perut ikan-ikan di beberapa lokasi yang paling banyak dimakan yaitu jenis ikan yaitu 65, diikuti krustacea
16, polychaeta 8, detritus 5  dan insekta serta tumbuhan yang masing-masing 3. Seperti yang terlihat pada Gambar 13, tertangkap salah satu jenis Leiognathidae
sedang  memakan fraksi ikan. Hasil ini memperkuat dugaan  jika padang lamun berfungsi sebagai area mencari makan feeding ground.
Gambar 13  Spesies Secutor rucorius yang memakan fraksi ikan.
4.5    Distribusi  Spasial Antara Lokasi Penelitian Dengan Beberapa  Variabel Pengamatan Penelitian
Berdasarkan hasil korelasi variable fisika-kimia perairan pH, suhu, salinitas, kekeruhan, DO, kecepatan arus, kedalaman, nitrat, fosfat  ikan target, ikan mayor
dan stadia berdasarkan ukuran, famili ikan berdasarkan jumlah ikan, selisih biomassa dan  prosentase tutupan  lamun  Lampiran  8  di masing-masing lokasi penelitian
menunjukan adanya penyebaran informasi pada setiap lokasi pengamatan. yang
65 5
16 3
8 3
ikan Detritus
crustacea fraksi tumbuhan
polychaeta Insecta
48
masing-masing memberikan kontribusi dari ragam total yaitu : F1 sebesar 70.18, F2 sebesar 8.91  Lampiran 8.
Untuk lokasi Lemon siang dan Lemon malam dicirikan dengan nitrat. Lokasi Rendani siang dan malam dicirikan dengan kedalaman dan oksigen terlarut,
sedangkan Wosi siang dan Wosi malam dicirikan dengan fosfat  dan kekeruhan Gambar 14.
Keterkaitan pada penggolongan ikan target dan ikan lain ikan mayor berada pada lokasi Rendani siang dan Rendani malam. Ini menunjukkan ada kesamaan nilai
dalam hal jumlah individu pada setiap golongan ikan. Pada Gambar 14 menjelaskan juga keterkaitan dengan famili ikan lokasi
Lemon siang dan Lemon malam dicirikan dengan famili ikan Acanthuridae dan Apogonidae, lokasi Rendani malam dan Rendani siang dicirikan dengan
Holocentridae, Mullidae, Ostraciidae, Belonidae, Hemirhamphidae, Gobidae, Centriscidae, Carangidae, Siganidae, Tetraodontidae, Lethrinidae, Sphyraenidae dan
famili yang tidak teridentifikasi, sedangkan untuk Wosi malam dan Wosi siang dicirikan dengan Scombridae, Leiognathidae, Chandidae dan Atherinidae.
Penggolongan stadia berdasarkan panjang total ikan lokasi Pulau Lemon siang dan Pulau Lemon malam dicirikan dengan stadia pra-dewasa.  Pada  lokasi
Rendani siang dan Rendani malam dicirikan dengan stadia dewasa dan stadia juvenil pada lokasi Wosi siang.
Selisih biomassa lamun untuk batang, daun dan  akar  berada dalam lokasi Rendani siang dan Rendani  malam. Keterkaitan dengan prosentase penutupan lamun
yaitu pada lokasi Lemon siang dan malam dicirikan dengan H. ovalis.  Lokasi Rendani malam dan Rendani siang dicirikan dengan S. isoetifolium, C. rotundata dan
H. uninervis T. hemprichii  yang tinggi,  sedangkan untuk Wosi malam dicirikan dengan C. serrulata, H. pinifolia yang rendah.
pH DO
Temp Ka
Sal Dep
Tur P
Ni IkT
IkL Juv
preD De
Aca Apo
Ath
Bel Car
Cen
Cha Gob
Hem
Hol Leio
Let Mul
Ost
Sco Sig
Sph Tet
Tt ak
btg dn
Th
Ho Hu
Cr
Cs Si
Hp
-1 -0,75
-0,5 -0,25
0,25 0,5
0,75 1
-1 -0,75
-0,5 -0,25
0,25 0,5
0,75 1
F3 8.
91
F1 70.18 Wosi malam
Rendani siang
Rendani malam Lemon malam
Lemon siang
Fig.   14   Spatial distribution between the location of the research study with the observed variables using Principal Component Analysis PCA
Biplot axes F1 and F2: 79.09
Wosi siang
50
Karakter pengelompokan beberapa  variabel pengamatan ini menunjukkan rendahnya famili Atherinidae dan Leiognathidae pada lokasi Wosi siang dan Wosi
malam seiring dengan menurunnya nilai kekeruhan, pH dan salinitas. Begitu juga dengan lokasi Rendani siang dan Rendani malam yaitu  Holocentridae, Mullidae,
Ostraciidae, Belonidae, Hemiramphidae, Gobiidae, Centriscidae, Carangidae, Siganidae, Tetraodontidae, Lethrinidae, Sphyraenidae dan famili  yang tidak
teridentifikasi yang rendah diikuti oleh Cymodocea rotundata  dan  Thalassia hemprichii,  Halodule uninervis  dan  Syringodium isoetifolium  yang  tinggi  namun
rendah pada Halophila ovalis.
4.6  Keterkaitan Antara Padang Lamun Dengan Jumlah Famili Ikan