Nilai pH Perubahan Sifat Fisik Tempe Selama Penyimpanan

mekanisme penurunan mutu yang disebabkan oleh perubahan suhu. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan denaturasi enzim, sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan aktivitas enzim terhambat. Daya awet tempe yang disimpan pada suhu 15 dan 20 o C tidak berlangsung sebaik dengan tempe yang disimpan pada suhu 5 o C. Pada suhu 15 dan 20 o C, sebagian besar kedelai akan dikonsumsi oleh mikroba pembusuk untuk menghasilkan energi dan asam laktat. Proses keawetan pada suhu ini dalam tempe tidak berlangsung lama, karena terganggu oleh aktivitas bakteri pembusuk dalam mengkonsumsi nutrisi dalam produk. Bakteri pembusuk dalam produk berkompetisi mendapatkan nutrisi, sehingga sebagian sel secara bertahap megalami kematian dan menyebabkan kebusukan pada tempe.

4.3 Perubahan Sifat Fisik Tempe Selama Penyimpanan

Untuk mempelajari lebih detail tentang perubahan-perubahan yang terjadi, terutama pada proses pasteurisasi yang tinggi Pv lebih dari 15 menit, maka dilakukan pengukuran sifat fisik pada nilai pasteurisasi 15 hingga 354 menit. Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi yaitu pH, tekstur, daya iris, dan warna. Perubahan sifat fisik dalam produk menunjukkan perilaku yang berbeda pada setiap suhu penyimpanan 5, 15, dan 20 o C. Hal tersebut ditandai oleh perubahan pH, tekstur, daya iris, dan warna tempe pada tempe.

4.3.1 Nilai pH

Perubahan pH atau derajat keasaman tempe menunjukkan terjadinya reaksi fisiologis di dalam tempe selama penyimpanan. Derajat keasaman tempe segar rata-rata yaitu 5.87. Gambar 7 menunjukkan bahwa tempe yang dikemas vakum dalam HDPE dan aluminium foil mengalami penurunan pH seiring dengan meningkatnya nilai pasteurisasi setelah 15 menit. Penurunan pH ini terkait dengan panas yang diberikan. Gambar 7 Korelasi antara nilai pasteurisasi dan pH tempe yang dipanaskan dengan Pv lebih dari 15 menit dan dikemas vakum dalam HDPE dan aluminium. Thenawijaya 1993 menyatakan bahwa panas selama pasteurisasi menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi protein menyebabkan terjadinya perubahan struktur protein dari melipat menjadi tidak melipat. Bentuk struktur tidak melipat mengakibatkan protein membentuk agregat dan tidak larut dalam air, sehingga ketersediaan unsur nitrogen yang bersifat basa dalam larutan berkurang dan pH menurun. Lebih lanjut, Suhendri 2009 melaporkan bahwa tempe yang dipanaskan mengalami penurunan pH yang semakin besar seiring dengan lamanya waktu pemanasan. Tempe hasil pasteurisasi kemudian disimpan pada tiga suhu penyimpanan yang berbeda. Pengujian pH tempe selama penyimpanan dilakukan dengan metode akselerasi. Akselerasi dilakukan pada suhu penyimpanan 5, 15, dan 20 o C untuk mempercepat tercapainya nilai pH kritis. Gambar 8 memperlihatkan pola degradasi pH tempe selama penyimpanan, dimana pHo adalah pH tempe sesaat setelah proses pasteurisasi t = 0. Penurunan nilai pH tempe selama penyimpanan terjadi pada semua nilai pasteurisasi. Secara umum, nilai pH tempe yang disimpan lebih rendah dari tempe segar. Proses pemanasan menyebabkan menurunnya kadar pati atau gula yang terdapat pada tempe. Winarno 1994 menyatakan bahwa produk yang mengalami sterilisasi biasanya ditandai dengan adanya gejala penurunan pH. Penurunan pH disebabkan oleh adanya kandungan pati atau gula dalam bahan pangan. Gambar 8 Degradasi pH tempe yang dipanaskan dengan P 85 z=7.2 = 122.12 menit dan dikemas vakum dalam aluminium foil selama penyimpanan dalam penentuan nilai k perubahan pH. Menurut Banks dan Greenwood 1975, molekul pati cenderung menarik partikel bermuatan negatif. Sifat yang dimiliki pati disebabkan oleh gugus hidroksilnya. Penarikan ion OH - ke sekitar molekul gula akan mengakibatkan konsentrasi efektif ion H + dalam larutan meningkat sehingga pH akan menurun. Syarief dan Khalid 1993 menambahkan bahwa suhu yang tinggi akan memecahkan molekul gula sehingga terbentuk molekul glukosa yang disertai timbulnya beberapa jenis asam pada produk. Penurunan kadar pati karena terjadinya penguraian pati menjadi gula sederhana, dilanjutkan dengan terbentuknya produk-produk asam-asam organik melalui siklus krebs. Dengan demikian, penurunan kadar pati diikuti oleh peningkatan asam total produk. Proses ini diperkirakan terus terjadi selama penyimpanan. Saputra 2006 mengemukakan bahwa pengemasan vakum tidak dapat menghentikan proses metabolisme dan ativitas mikroba anaerob yang terdapat pada tempe. Aktivitas dan metabolisme dari mikroba anaerob ini yang diduga menyebabkan daya awet tempe yang dikemas vakum tidak begitu lama. Mikroba anaerob pada tempe dapat mengakibatkan kemasan tempe menggembung akibat meningkatnya asam yang diproduksi. Asam yang terbentuk akan menimbulkan gas. Gas yang terbentuk membuat kemasan menjadi menggembung. Nilai k yang diperoleh dari plot hubungan antara ln pHpH o dan lama penyimpanan pada setiap nilai pasteurisasi tersaji pada Lampiran 7a dan 7b. Gambar 9 memperlihatkan bahwa tempe yang dikemas vakum dalam HDPE dan aluminium foil mengalami peningkatan nilai k seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Namun tempe yang dikemas vakum dalam HDPE dan aluminium foil mengalami penurunan nilai k seiring dengan meningkatnya nilai pasteurisasi setelah 15 menit. a b Gambar 9 Nilai k perubahan pH selama penyimpanan pada tempe yang yang dipanaskan dengan Pv lebih dari 15 menit dan dikemas vakum dalam aluminium foil a dan HDPE b. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH berlangsung lebih cepat pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi. Peningkatan laju perubahan nilai pH akibat meningkatnya suhu penyimpanan disebabkan karena energi yang diberikan meningkatkan frekuensi dan kekuatan tumbukan, sehingga peningkatan suhu penyimpanan akan menghasilkan penggandaan dari kecepatan reaksi Anonim 2008. Nilai-nilai k dan suhu penyimpanan tempe yang dikemas vakum dalam HDPE dan aluminium foil dari setiap nilai pasteurisasi dimasukkan ke dalam persamaan Arrhenius, yaitu k = k o .e -EaRT atau ln k = ln k o - E a RT. Karena ln k o dan –E a R merupakan bilangan konstanta, maka persamaan tersebut dapat ditulis menjadi ln k = a + b 1T. Dari persamaan tersebut, persamaan Arrhenius dapat diplotkan menjadi hubungan antara nilai ln k dan 1T. Berdasarkan plot hubungan nilai ln k dan 1T diperoleh kemiringan slope yang digunakan untuk menentukan energi aktivasi E a . Gambar 10 memperlihatkan korelasi antara nilai pasteurisasi dan energi aktivasi perubahan pH pada tempe yang dikemas vakum dalam aluminium foil dan HDPE. Tempe yang dikemas vakum dalam aluminium foil mempunyai nilai energi aktivasi berkisar antara 6.14-14.66 kkalmol dan tempe yang dikemas vakum dalam HDPE mempunyai nilai energi aktivasi berkisar antara 3.94-13.34 kkalmol seperti yang tersaji pada Lampiran 8. Gambar 10 Korelasi antara nilai pasteurisasi dan energi aktivasi perubahan pH tempe yang yang dipanaskan dengan Pv lebih dari 15 menit dan dikemas vakum dalam HDPE dan aluminium foil. Tempe yang dikemas vakum dalam HDPE dan aluminium foil memperlihatkan penurunan energi aktivasi seiring dengan meningkatnya nilai pasteurisasi setelah 15 menit. Namun, energi aktivasi tempe yang dikemas vakum dalam aluminium foil lebih tinggi dibandingkan tempe yang dikemas vakum dalam HDPE pada nilai pasteurisasi yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa tempe yang dikemas vakum dalam aluminium foil memiliki laju reaksi yang sensitif terhadap perubahan suhu. Sedangkan tempe yang dikemas vakum dalam HDPE memiliki laju reaksi yang stabil terhadap perubahan suhu. Nilai E a berbanding terbalik dengan nilai z. Semakin rendah nilai z maka reaksi tersebut sensitif terhadap perubahan suhu.

4.3.2 Tekstur

Dokumen yang terkait

Study of Processing and Shelf Life Determination of Parboiled Rice in Plastic Film Packaging

2 20 214

The Impact of Blanching and Vacuum Packaging to The Shelf Life of Fresh Seasoned Tempe

0 6 47

Study of Processing and Shelf Life Determination of Parboiled Rice in Plastic Film Packaging

3 20 119

Kombinasi Kemasan Vakum dan Penyimpanan Dingin untuk Memperpanjang Umur Simpan Tempe Bacem (Combination of Vacuum Packaging and Cold Storage to Prolong the Shelf Life of Tempe Bacem)

0 0 10

SHELF LIFE PREDICTION AT COOL STORAGE SOYBEAN TEMPE (GLYCINE MAX ( L.) MERILL) WITH VACUUM PACKAGING USING ARRHENIUS MODEL

0 0 12

THE EFFECT OF PACKAGING TYPE BASED ON CHEMISTRY CHARACTERISTIC , MICRO BIOLOGICAL AND SHELF LIFE INSTANT TIWUL AND DRIED DESICCATED COCONUT

0 0 11

MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP EXTENDING THE SHELF LIFE OF LEMPER USING VACUUM PACKAGING AND VACUUM PACKAGING-STEAM PASTEURIZATION COMBINATION

0 0 10

Q 10 Values and Shelf Life Prediction of Commercial Seasoned Flour from Different Brands Packed in Different Packaging Using Accelerated Shelf Life Testing Method Prediksi Nilai Q 10 dan Umur Simpan Tepung Bumbu Komersial dengan Merek Berbeda dalam Kemasa

0 0 10

7.1. Shelf Life Calculation 7.1.1. Brand M - Q10Values and Shelf Life Prediction of Commercial Seasoned Flour from Different Brands Packed in Different Packaging Using Accelerated Shelf Life Testing Method - Unika Repository

0 0 23

THE EFFECT TYPE OF PACKAGING MATERIALS ON THE QUALITY AND SHELF LIFE OF JACKFRUIT CHIPS (Artocarpus heterophylla Lamk )

0 0 11