Tabel 2 Standar mutu tempe menurut SNI 01-3144-1992
No Parameter
Syarat mutu
1 Bau, warna, rasa
Normal khas tempe 2
Kadar air bb Maksimum 65
3 Kadar abu bb
Maksimum 1.5 4
Kadar protein N x 6.25 bb Minimum 20
5 Kadar lemak bb
Minimum 10 6
Serat kasar bb Maksimum 2.5
7 Cemaran mikroba :
Escherichia coli Salmonella
Maksimum 10 APMg Maksimum negatif per 25 g
8 Cemaran logam :
Timbal Pb Tembaga Cu
Seng Zn Timah Sn
Raksa Hg Maksimum 2.0 mgkg
Maksimum 30.0 mgkg Maksimum 40.0 mgkg
Maksimum 40.0250.0 mgkg Maksimum 0.03 mgkg
9 Cemaran Arsen
Maksimum 1.0 mgkg Sumber : SNI 01-3144-1992
Dari data tersebut terlihat bahwa tempe memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Dari seluruh protein tempe, sekitar 56 persen dapat dimanfaatkan
oleh manusia dan setiap 100 gram tempe segar dapat menyumbangkan 10.9 gram protein. Bila orang dewasa mengkonsumsi setiap hari 100 gram tempe,
maka lebih dari 25 persen kebutuhan proteinnya telah dapat dipenuhi Yee et al. 1999. Tempe memiliki rasa khas yang enak, tekstur yang menyerupai
daging, dan nilai gizinya yang cukup tinggi. Keunggulan-keunggulan tempe lainnya yaitu kaya akan serat, mengandung antibiotik alami, ideal bagi penderita
diabetes, dan ideal bagi penderita hipertensi USDA 2001.
2.2 Kerusakan Tempe
Tempe tergolong ke dalam bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakan yang terjadi pada tempe bisa disebabkan oleh proses fermentasi yang
diindikasikan dengan terbentuknya amonia dan perubahan nilai pH. Jika diinkubasi dalam jangka waktu yang lama, tempe akan ditumbuhi spora kapang
yang berwarna abu-abu atau hitam di bagian ujung. Menurut Nuraini et al. 1995, deskripsi tempe yang tidak layak untuk dikonsumsi lagi adalah apabila
tempe tersebut sudah dalam keadaan busuk, berbau amonia, atau alkohol. Pada
kondisi tersebut ada aktivitas enzim dari bakteri kontaminan. Pada kelembaban yang tinggi atau suhu fermentasi tempe yang berlebihan, bakteri kontaminan akan
beraktivitas. Dengan kondisi tersebut tempe menjadi basah dan berlendir, warna kecoklatan, rapuh, dan miselium tumbuh tidak merata.
Kerusakan tempe juga dapat disebabkan oleh perubahan nilai pH selama fermentasi. Selama fermentasi akan terjadi degradasi protein. Semakin lama
proses fermentasi dari kondisi optimumnya, protein akan didegradasi oleh enzim- enzim proteolitik membentuk senyawa amonia. Koswara 1992 menyatakan
bahwa terbentuknya amonia adalah penyebab kerusakan utama pada tempe. Produksi amonia ini akan berkorelasi positif dengan meningkatnya pH.
Peningkatan pH akibat produksi amonia oleh aktivitas enzim ini menghasilkan bau busuk. Dengan demikian, semakin lama waktu fermentasi atau pemeraman
maka mutu tempe yang dihasilkan akan semakin menurun.
2.3 Pengawetan Tempe
Bahan pangan hasil pertanian akan mengalami kerusakan, sehingga umur simpan bahan pangan menjadi terbatas. Hal yang perlu diperhatikan dalam
memperpanjang umur simpan yaitu jenis bahan pangan yang akan diawetkan, jenis kerusakan yang dominan terjadi dan penyebabnya, serta penentuan metode
pengawetan yang sesuai dengan sifat bahan pangan Damayanthi dan Mudjajanto 1995.
Beberapa teknik pengawetan tempe menurut Shurtleff dan Aoyagi 1980 antara lain, yaitu : 1 penyimpanan pada suhu dingin, 2 pembekuan,
3 blansir, 4 pengeringan, 5 pengeringan beku freeze drying yang dilakukan dengan cepat, 6 pengeringan semprot spray drying, 7 penggorengan, dan
8 pengalengan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk memperpanjang umur
simpan tempe antara lain dengan membuat tempe instan Prihatna 1991, pembuatan tempe berflavor yang dikeringkan Mutiara 1985, tempe berflavor
yang dikemas vakum Nuraini et al. 1995, pengeringan dan sterilisasi Kemala 2006, serta kombinasi penambahan bumbu, blansir, pengemasan vakum, dan
sterilisasi Indriani 2006. Hasil dari penelitian tersebut umumnya menghasilkan
kombinasi suhu dan waktu yang menghasilkan tempe dengan umur simpan terpanjang dan penurunan kualitas yang minimum untuk suatu kondisi dan
dimensiukuran tempe yang sangat spesifik. Kombinasi suhu dan waktu yang dihasilkan berbeda-beda tergantung kondisi penelitian yang dilakukan.
Lebih lanjut, Winarno 1985 mengemukakan terdapat teknik baru yang dapat memperpanjang umur simpan tempe, yaitu dengan menunda proses
fermentasi. Fermentasi dilakukan pada saat tempe akan dikonsumsi. Tujuan pengawetan tempe adalah untuk mengantisipasi kerusakan,
memperpanjang umur simpan dan meningkatkan jumlah dan variasi makanan olahan berbahan baku tempe. Koswara 1992 menyatakan bahwa tujuan
pengolahan dan pengawetan tempe adalah menghasilkan produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi dan lebih awet serta sebagai usaha penganekaragaman
pangan.
2.4 Pengemasan Vakum