Pasteurisasi TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempe dan Manfaatnya

Sacharow dan Griffin 1980. Plastik yang umumnya digunakan untuk pengemasan vakum adalah polietilen PE, polipropilen PP dan nilonpolietilen NiPe. Jenis kemasan vakum dapat digunakan pula untuk tujuan proses termal. Jenis kemasan yang dapat digunakan pada proses pasteurisasi adalah kemasan yang tahan terhadap suhu pemanasan yang tinggi, dapat menahan laju transmisi gas oksigen dan uap air. Tampubolon et al. 1996 dalam penelitiannya menyatakan bahwa pembuatan bandeng presto dalam kemasan High Density Polyethylene HDPE menghasilkan karakteristik kimiawi, mikrobiologi dan organoleptik terbaik selama precooking pada suhu 121 o C selama 30 menit serta sterilisasi pada suhu 121 o C selama 45 menit.

2.5 Pasteurisasi

Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C. Panas digunakan untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen, sehingga dapat meningkatkan keamanan dan memperpanjang daya awet bahan pangan dalam jangka waktu tertentu. Kusnandar et al. 2006 menyatakan bahwa pasteurisasi bertujuan untuk mengurangi populasi mikroba pembusuk. Bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada produk yang mudah rusak apabila dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersial. Pasteurisasi membunuh semua mikroba psikofilik, mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik. Biasanya pasteurisasi dipadukan dengan teknik penyimpanan pada suhu rendah. Tujuannya untuk mencegah pertumbuhan mikroba termofilik yang suhu pertumbuhan minimumnya cukup tinggi. Proses pasteurisasi bisa menggunakan sistem batch atau sistem sinambung. Dalam sistem batch, pasteurisasi menggunakan bak air panas pada suhu yang telah ditentukan. Bahan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas selama selang waktu yang telah ditentukan. Jika pemanasan telah tercapai, produk tersebut diangkat dan dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi air dingin Toledo 1991. Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung menggunakan konveyor yang secara sinambung akan mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas dan akhirnya melalui bak air pendingin. Waktu pemanasan dapat dikendalikan dengan mengendalikan kecepatan konveyor. Keuntungan dengan sistem ini adalah proses pemanasan akan berjalan lebih cepat, sehingga tidak membutuhkan ruangan yang terlalu besar Toledo 1991. Proses pasteurisasi dapat dilakukan sebelum dikemas atau setelah dikemas. Proses pasteurisasi yang dilakukan sebelum dikemas dapat menerapkan sistem sinambung. Teknologi ini terutama memproses produk cair susu, sari buah, dan telur cair ataupun produk semi padat pasta, yoghurt, dan bubur, dimana proses pemanasannya dapat dilakukan dengan alat penukar panas heat exchanger yang umumnya beroperasi secara sinambung. Proses pasteurisasi setelah dikemas dilakukan dengan mengemas dahulu bahan pangan dalam kemasan misal gelas, kaleng, atau plastik. Setelah pasteurisasi, bahan pangan didinginkan kembali sampai mencapai suhu sekitar 40 o C untuk mengevaporasi sisa-sisa air. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya proses korosi dan mempermudah proses penempelan dan pengeleman label pada permukaan bahan pengemas Kusnandar et al. 2006. Proses pasteurisasi dalam pengolahan pangan perlu dihitung kecukupan panasnya agar kombinasi suhu dan waktu yang diberikan dalam proses pemanasan cukup untuk membunuh mikroba pembusuk atau pembusuk. Kecukupan proses pasteurisasi untuk membunuh mikroba target pada level yang diinginkan dinyatakan sebagai nilai pasteurisasi Pv Kusnandar et al. 2006. Gambar 1 Grafik thermal death time Nilai pasteurisasi Pv dapat ditentukan dengan menggunakan uji waktu kematian termal atau thermal death time TDT Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 dapat dijabarkan sebagai berikut:   ref Pv t ref T T T T Pv t m      log log log 1 Karena m z 1   pada Pv t 10  maka : z T T Tref Pv t ref         log atau z T T ref Pv t   10 . atau dt Pv t z T T ref    10 2 dimana t adalah thermal death time pada suhu T, Pv adalah TDT pada suhu referensi T ref , dan m adalah slope dari grafik. Penetapan kecukupan proses pasteurisasi didasarkan atas dua faktor, yaitu ketahanan panas mikroba dan kecepatan panas berpenetrasi ke dalam produk pangan yang dikemas selama pasteurisasi. Ketahanan panas mikroba tergantung pada target mikroba yang harus dibunuh. Untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk membunuhnya hingga mencapai level tertentu diperlukan nilai D dan nilai z Kusnandar et al. 2006. Kecepatan penetrasi panas terhadap produk diperoleh dengan menentukan profil hubungan suhu dan waktu pemanasan selama proses pasteurisasi. Profil Pv Pv 85 pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan perlu diketahui untuk menghitung nilai pasteurisasi. Umumnya proses pasteurisasi di industri menerapkan sistem batch. Sistem ini tidak berlangsung pada suhu konstan tetapi terjadi perubahan suhu selama proses pemanasan. Dengan demikian, nilai pasteurisasi didasarkan pada total panas yang diterima oleh produk selama proses pemanasan Kusnandar et al. 2006. Kombinasi suhu dan waktu dalam proses pasteurisasi akan mempengaruhi efektifitas proses pasteurisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu : a ketahanan panas mikroba nilai D dan nilai z, karakteristik produk jumlah mikroba awal, jenis bahan pangan, dan pH bahan pangan; b peralatan proses jenis medium pemanas, jenis retort, dan profil distribusi panas, serta c jenis dan ukuran kemasan yang digunakan Kusnandar et al. 2006. Proses pasteurisasi yang dilakukan tidak semata-mata membunuh mikroba, tetapi juga harus mempertimbangkan mutu akhir produk. Kerusakan mutu oleh pemanasan harus diminimalkan. Optimasi proses pasteurisasi diperlukan untuk menentukan kombinasi suhu dan waktu selama pemanasan dan pendinginan yang dapat memenuhi kriteria keamanan mutu pangan. Karakteristik produk pangan dan jenis kemasan yang digunakan juga bisa sangat menentukan kombinasi suhu dan waktu yang diperlukan untuk tujuan pasteurisasi tersebut.

2.6 Penyimpanan Suhu Rendah

Dokumen yang terkait

Study of Processing and Shelf Life Determination of Parboiled Rice in Plastic Film Packaging

2 20 214

The Impact of Blanching and Vacuum Packaging to The Shelf Life of Fresh Seasoned Tempe

0 6 47

Study of Processing and Shelf Life Determination of Parboiled Rice in Plastic Film Packaging

3 20 119

Kombinasi Kemasan Vakum dan Penyimpanan Dingin untuk Memperpanjang Umur Simpan Tempe Bacem (Combination of Vacuum Packaging and Cold Storage to Prolong the Shelf Life of Tempe Bacem)

0 0 10

SHELF LIFE PREDICTION AT COOL STORAGE SOYBEAN TEMPE (GLYCINE MAX ( L.) MERILL) WITH VACUUM PACKAGING USING ARRHENIUS MODEL

0 0 12

THE EFFECT OF PACKAGING TYPE BASED ON CHEMISTRY CHARACTERISTIC , MICRO BIOLOGICAL AND SHELF LIFE INSTANT TIWUL AND DRIED DESICCATED COCONUT

0 0 11

MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN LEMPER MENGGUNAKAN PENGEMASAN VAKUM DAN KOMBINASI PENGEMASAN VAKUM-PASTEURISASI UAP EXTENDING THE SHELF LIFE OF LEMPER USING VACUUM PACKAGING AND VACUUM PACKAGING-STEAM PASTEURIZATION COMBINATION

0 0 10

Q 10 Values and Shelf Life Prediction of Commercial Seasoned Flour from Different Brands Packed in Different Packaging Using Accelerated Shelf Life Testing Method Prediksi Nilai Q 10 dan Umur Simpan Tepung Bumbu Komersial dengan Merek Berbeda dalam Kemasa

0 0 10

7.1. Shelf Life Calculation 7.1.1. Brand M - Q10Values and Shelf Life Prediction of Commercial Seasoned Flour from Different Brands Packed in Different Packaging Using Accelerated Shelf Life Testing Method - Unika Repository

0 0 23

THE EFFECT TYPE OF PACKAGING MATERIALS ON THE QUALITY AND SHELF LIFE OF JACKFRUIT CHIPS (Artocarpus heterophylla Lamk )

0 0 11