2.2 Kebisingan
Kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya Warningsih 2006. Suratmo
1995 menyebutkan bahwa kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan karena menimbulkan kerugian terhadap manusia dan lingkungan.
Menurut Yahya 2002 selain ditentukan oleh parameter fisis terukur, bising juga sangat dipengaruhi oleh sikap masing-masing orang terhadap bunyi yang mereka
terima. Dalam sudut pandang frekuensi, bising dapat terdiri superposisi atau dalam bahasa sederhana dapat dipandang sebagai campuran frekuensi. Bising
seperti ini dikenal dengan sebutan broad band noise. Jenis bising yang lain adalah colored noise dan white noise yang secara berturut-turut merupakan bising dengan
suatu frekuensi tertentu dan bising dengan kandungan frekuensi pada audible range Yahya 2002.
2.2.1 Sumber kebisingan
Sumber kebisingan dapat dikelompokkan dalam Hartono 1999 diacu dalam Warningsih 2006:
1. Bising lalu lintas, bising ini ditimbulkan oleh suara transportasi, misalnya kereta api, pesawat terbang, bus dan lain-lain serta lebih banyak dirasakan
oleh masyarakat yang ada di sekitar jalur lalu lintas. 2. Bising industri, berasal dari industri besar yang mengoperasikan mesin-mesin
yang menghasilkan bunyi sampai sekitar 100 dB. Bising industri ini dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat pemukiman di sekitar industri.
3. Bising rumah tangga, biasanya berasal dari kegiatan rumah tangga Salah satu komponen dampak transportasi terhadap lingkungan adalah
kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu-lintas baik jalan raya, jalan rel maupun bandar udara. Kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas lalu lintas jalan raya
misalnya, bersumber dari suara-suara yang dihasilkan oleh kendaraan. Sumber suara kebisingan dari kendaraan, kebanyakan berasal dari Hakim 2006:
a. suara bising dari putaran ban mobil b. suara bising dari karoseri bodi mobil
c. suara bising dari knalpot dan klakson d. suara bising getaran mesin
e. suara bising putaran transmisi gardan f. suara bising kipas pendingin AC
2.2.2 Baku mutu kebisingan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48MENLH1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, menjelaskan bahwa yang dimaksud tingkat
kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB. Tingkat kebisingan diatur dengan baku mutu tingkat kebisingan
agar dampak kebisingan dapat diminimalkan. Namun, di beberapa kota besar dan padat biasanya tingkat kebisingan telah melampaui batas maksimal yang
ditentukan dalam peraturan baku tingkat kebisingan. Contohnya tingkat kebisingan lalu lintas jalan pada permukiman di tiga kota yaitu Kota Bekasi,
Bogor dan Tangerang rata-rata di atas 70 dB A Depkes RI 1994 diacu dalam Ikron et.al. 2007. Ukuran yang dipakai untuk menentukan besarnya nilai baku
mutu tingkat kebisingan dihitung dari besarnya nilai tekanan suara sound pressure Warningsih 2006. Baku mutu kebisingan berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48MENLH1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Baku mutu tingkat kebisingan
Peruntukan kawasanlingkungan kegiatan Tingkat Kebisingan dB A
a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Permukiman
2. Perdagangan dan Jasa 3. Perkantoran dan Perdagangan
4. Ruang Terbuka Hijau 5. Industri
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 7. Rekreasi
8. Khusus:
- Bandar Udara
- Stasiun Kereta Api
- Pelabuhan Laut
- Cagar Budaya
55 70
65 50
70 60
70
60 70
b. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah Sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat ibadah atau sejenisnya
55 55
55 Sumber: KepMenLH 48MENLH1996
Keterangan: disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan
2.2.3 Dampak kebisingan