Pekerjaan rumah dianggap penting karena pendidik dan orang tua yakin pekerjaan rumah merupakan sarana yang efektif untuk menambah
waktu belajar dan untuk meningkatkan hasil belajar akademik. Nur berpendapat, panduan umum untuk tugas rumah yaitu:
20
- Guru hendaknya memberrikan tugas rumah sedemikian rupa
sehingga siswa dapat mengerjakannya dengan berhasil., -
Guru hendaknya menekankan bahwa tugas merupakan suatu kesimpulan untuk melatih dan memonitor strategi kognitif penting
disamping tujuan lain selain yang hendak dicapai melalui tugas tersebut.,
- Orang tua seharusnya diinformasikan tentang tingkat keterlibatan
yang diharapkan dari mereka., -
Guru harus memberikan umpan baik pada tugas-tugas rumah.,
Adapun faktor-faktor yang menunjang keberhasilan belajar di rumah, yaitu:
21
- Tersedianya ruang belajar yang memadai.,
- Ada peralatan yang cukup memadai seperti kursi dan meja belajar,
alat tulis, dan alat lain yang sesuai., -
Lingkungan sekitar rumah harus bebas dari segala hal yang dapat menghambat proses belajar mengajar.,
- Tersedianya waktu belajar.,
- Keadaan ekonomi keluarga yang cukup memadai untuk membiayai
segala hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar., -
Adanya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga., -
Adanya motivasi belajar yang besar pada diri siswa., Ada tiga aspek atau dimensi dalam pesepsi siswa mengenai
pemberian tugas rumah yaitu penerimaan rangsangan, kemampuan
20
Mohammad Nur, Strategi-strategi Belajar, Surabaya: University Press, 2000, h. 39
21
Tursan Hakim, Belajar Secara Efektif, Jakarta: Puspa Swara, 2004, h. 39
menimbulkan kesan, dan kecermatan mengamati. Penerimaan rangsangan yang dimaksud adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respon tertentu dari pemberian tugas yang dilakukan oleh guru. Sedangkan kemampuan menimbulkan kesan yaitu sejauh mana
tugas yang diberikan oleh guru dapat mempengaruhi siswa. Ketiga, kecermatan mengamati yaitu proses menerima, menafsirkan, dan memberi
arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperrti mata dan telinga.
B. Hasil Belajar Siswa
1. Definisi Belajar
Pengertian belajar dewasa ini dikonotasikan dengan perubahan tingkah laku change in behavior. W.S Winkel memberikan pengertian
belajar sebagai bentuk perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah yang baru, akibat pengalaman dan latihan sejalan
dengan pengertian itu. Sartain mengemukakan pengertian belajar sebagai “ The Proces by
which a relativity enduring change in behavior occurs a result of experience practice
”. Belajar berupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tahan lama sebagai hasil dari pengalaman.
Pengertian lain dikemukakan Whiterington, ia mengemukakan belajar adalah susatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana
dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respon tingkah laku yang baru nyata dalam perubahan keterampilan, kebiasaan,
kesanggupan dan sikap. Berdasarkan
pengertian-pengertian di
atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan suatu usaha, suatu
proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu sebagai hasil pengalaman atau hasil interaksinya dengan lingkungan.
Perubahan hasil belajar ini hanya berkaitan dengan penambahan kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak,
penyesuaian diri. Akan tetapi juga berhubungan dengan pola-pola respon dari seluruh aspek-aspek kepribadian seseorang yang telah melakukan
aktivitas belajar. Kendati demikian, tidak semua perubahan tingkah laku yang
terjadi pada diri individu merupakan produk belajar. Perubahan tingkah laku yang merupakan hasil belajar memiliki ciri-ciri atau karakteristik
tertentu. Dalam proses belajar banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
selama melakukan proses belajar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut, di antaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal, merupakan faktor-faktor yang datangnya dari diri sendiri, seperti kurang lengkapnya anggota tubuh atau kondisi tubuh kesehatan dan cacat
tubuh, selain itu dapat pula faktor psikologis, yaitu berupa kecerdasan IQ, minat, perhatian, bakat, motif dan lain-lain.
Adapun faktor eksternal, turut pula menentukan terhadap kondisi belajar, faktor ini merupakan faktor yang datangnya dari luar individu,
atau faktor lingkungan di mana seseorang berada, seperti lingkungan sekolah keluarga orang tua, suasana rumah, dan kondisi ekonomi
keluarga, faktor sekolah kurikulum, hubungan sosial antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa, alat pelajaran, pelaksaan disiplin sekolah,
keadaan sekolah dan sebagainya, dan bentuk kehidupan atau lingkungan di masyarakat, colak kehidupan tetangga.
Piaget membedakan dua pengertian tentang belajar, yaitu 1 belajar dalam arti sempit dan 2 belajar dalam arti luas. Belajar dalam arti
sempit adalah belajar yang hanya menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar ini disebut belajar figuratif, suatu bentuk belajar
yang pasif. Misalnya, seseorang anak belajar nama-nama ibu kota suatu negara atau menghafalkan nama-nama angkat.
Belajar dalam arti luas, yang juga disebut perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih
umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar ini disebut juga belajar operatif, di mana seseorang aktif mengkonstruksi
struktur dari yang dipelajari. Misalnya, dalam menghafal ibu negara- negara, seseorang anak juga mengerti hubungan antara kota-kota itu
dengan negara. Anak mengerti prinsip kekekalan massa dalam mengamati masa suatu be nda. Dalam hal ini, anak mengetahui suatu struktur yang
lebih luas yang tidak terbatas pada situasi tertentu, sehingga pengertian itu dapat digunakan dalam situasi lain.
Menurut Wadsworth “mengigat dan menghafal tidak dianggap sebagai belajar yang sesungguhnya karena kegiatan tersebut tidak
memasukkan proses asimilasi dan pemahaman. Anak yang tahu menyebut nama angka-angka, belum tentu bahwa ia mengerti konsep tentang angka-
angka tersebut.
2. KBM
Padangan terhadap mengajar tergantung pada pemahaman tentang belajar. Kalau belajar adalah usaha untuk mencari ilmu
pengetahuan, maka mengajar ialah usaha untuk memberi ilmu pengetahuan.kalau belajar ialah untuk menguasai keterampilan
tertentu, maka mengajar ialah melatih kemampuan. Kegiatan belajar ialah kegiatan peserta didik dan mengajar adalah kegiatan guru
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang belajar. Pertama, ia adalah makhluk yang berada dalam proses menjadi to be. Ia
bukan mahluk yang telah “diprogramkan” sejak lahir seperti telah disebutkan sebelumnya, melainkan ia sendiri yang membuat
program bagi dirinya untuk menjadi segala sesuatu yang
diinginkannya. Untuk itu, ia telah diberi perlengkapan yang sempurna berupa potensi-potensi yang dapat ia kembangkan. Dan
belajar adalah bentuk kegiatan untuk mengembangkan potensi itu. Kedua, ia adalah makhluk yang berada di dalam dunia tetapi tidak
terikat kepada dunia. Ia selalu berada di dalam suatu interaksi dengan dunia sekitarnya, dan dalam interaksi itu ia selalu memberi
respon tertentu. Proses interaksi tersebut merupakan proses belajar yang berlangsung secara terus-menerus.
Proses interaksi sebagai proses belajar berlangsung dalam lingkungan sosial di mana seseorang terlibat dalam kegiatan belajar
membutuhkan orang lain, baik secara langsung mau pun tidak langsung. Orang lain yang dibutuhkan dalam proses belajar-
mengajar ini ialah guru. Bantuan guru dalam mengembangkan kegiatan belajar seseorang ialah untuk membuat kegiatan belajar itu
berlangsung secara optimal. Untuk maksud itu perlu diciptakan situasi yang memberikan rangsangan belajar, mengarahkan kegiatan
belajar, dan mengelola kegiatan belajar secara efisien. Kegiatan ini yang kita sebut dengan mengajar.
Proses belajar-mengajar yang terarah pada peningkatan kualitas manusia secara utuh, meliputi dimensi-dimensi kognitif intelegtual,
keterlampilan, dan nilai-nilai. Berbeda dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan, nilai itu sendiri tidak dapat diajarkan seperti
mengajarkan ilmu ilmu pengetahuan. Nilai hanya dapat ditangkap jika ia tampil dalam situasi tertentu. Pembentukan kepribadian
melalui proses belajar-mengajar ialah usaha untuk menampilkan dan memperoleh nilai-nilai tertentu dalam kegiatan belajar-
mengajar. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memancarkan nilai-nilai yang bersumber dari kasih, baik dalam
penampilan dirinya secara pribadi maupun dalam pengelolaan kegiatan belajar-mengajar.