Pengaruh minat belajar terhadap hasil belajar mata pelajaran bahasa dan sastra indonesia pada siswa kelas IX MTS Izzatul Islam Tajurhalang, Bogor Tahun ajaran 2014/2015

(1)

TAHUN AJARAN 2014/2015

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Vivi Lutfiyani NIM: 1110013000062

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

ii

NIM : 1110013000062

Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 21 September 1992

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Pengaruh Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Mata

Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada Siswa Kelas IX MTs Izzatul Islam Tajur Halang, Bogor, Tahun Ajaran 2014/2015

Dosen Pembimbing : Dra. Nuryati Djihadah, M.Pd, M.A

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis apa yang saya tulis.

Jakarta, Maret 2015

Vivi Lutfiyani


(5)

iii

Belajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada Siswa Kelas IX MTs

Izzatul Islam Tajurhalang, Bogor, Tahun Ajaran 2014/2015”, Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh minat belajar terhadap hasil belajar mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada siswa kelas IX MTs Izzatul Islam Tajurhalang, Bogor, tahun ajaran 2014/2015. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan minat siswa yang didapatkan melalui angket, kemudian dibandingkan dengan hasil belajar yang diperoleh siswa. Penelitian dilakukan dengan populasi sasaran adalah siswa sebanyak 23 orang. Pengumpulan data tentang minat siswa dilakukan dengan menggunakan angket dengan 25 item pertanyaan kepada siswa kelas IX MTs Izzatul Islam, yang kemudian diolah dengan rumus distribusi

frekuensi, dengan rumus . Hasil belajar siswa didapatkan dengan

melihat hasil UTS (Ujian Tengah Semester). Keterangan tambahan mengenai minat dan hasil belajar siswa didapatkan dengan melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas IX MTs Izzatul Islam dengan mengajukan pertanyaan sebanyak lima pertanyaan, dan wali kelas IX MTs Izzatul Islam sebanyak lima pertanyaan.

Dari hasil penelitian, didapatkan jawaban bahwa terdapat pengaruh antara minat belajar bahasa dan sastra Indonesia siswa kelas IX MTs Izzatul Islam terhadap hasil belajar. Minat siswa terlihat dari jawaban angket sebanyak 69% siswa menyatakan bahwa pelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu untuk dipelajari, 74% mengatakan bahwa bahasa dan sastra Indonesia penting untuk dikuasai, dan sebanyak 69% ingin menguasai empat keterampilan dalam matapelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Berdasarkan hasil UTS terlihat bahasa dan sastra Indonesia mermiliki hasil yang lebih unggul dibandingkan mata pelajaran bahasa yang lain yakni 1845 dengan rata-rata kelas 80,21.


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan kasih

sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Minat

Belajar terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada Siswa Kelas IX MTs Izzatul Islam Tajur Halang, Bogor, Tahun Ajaran 2014/2015”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa petunjuk hidup bagi manusia.

Tanpa mengurangi rasa terimakasih kepada orang-orang yang tidak penulis sebutkan namanya, penulis perlu menyampaikan terimaksih secara khusus kepada;

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syari Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

dan sebagai penasehat akademik yang telah memberikan motivasi, sekaligus bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Islam Negeri Jakarta.

3. Dra. Nuryati Djihadah, M.Pd, MA, Dosen Pembimbing skripsi, yang

senantiasa bersedia membagikan ilmunya kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK),

terutama untuk Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah memberikan motivasi dan kontribusi besar selama penulis menjadi mahasiswa.

5. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang

turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. H. Sholeh Sarmidi. S.Pd I, Kepala Sekolah MTs Izzatul Islam, yang


(7)

7. Bapak Slamet dan Ibu Siti Badriyah, kedua orang tuaku. Mereka yang selalu mendukungku dan menjadikan aku sebagai seorang yang pantang menyerah meraih harapan dan cita-citaku.

8. Retno Septiyani, S.Pd.I dan Tri Wahyu Fauzan. Kakak dan adikku tersayang

yang senantiasa menemaniku dalam suka dan dukaku, serta memberiku semangat dan memotivasiku meraih kesuksesanku.

9. Ibu dan Bapak Suyito, Bude dan Pakdeku tercinta, yang seantiasa tulus

memberiku dukungan secara moril maupun materil, dan senantiasa mendoakan penulis menjadi pribadi yang lebih baik.

10.Abdul Halik, Rizqi Aulia, S.Pd, Nurhilaliyah, S.Pd, dan Wilda Fizriyani, S.Pd, dan semua sahabat penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Mereka yang telah memberi penulis motivasi, bersedia untuk berbagi suka dan duka, dan menerima semua kekurangan penulis sehingga penulis lebih semangat menjalani kehidupan.

11.Semua pihak yang berperan dalam membantu kesuksesan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini baik moral maupun material.

Akhirnya, penulis berharap tulisan ini akan bermanfaat dan tidak hanya sekadar penghuni rak buku belaka.

Jakarta, Maret 2015 Penulis


(8)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI……….. i

LEMBAR PERNYATAAN……….. ii

ABSTRAK……….. iii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI………... vi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah……….……… 4

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah………..……….... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 5

BAB II KAJIAN TEORETIS……… 6

A. Kajian Teori……… 6

1. Hakikat Minat……… 6

a. Definisi Minat……….. 6

b. Lama Minat……….. 8

2. Hakikat Belajar……….. 10

a. Definisi Belajar……….. 10

b. Ciri-ciri Belajar……….. 12

c. Tujuan Belajar……….... 14

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar……… 15

e. Hasil Belajar……… 17

3. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia……… 19


(9)

b. Hakikat Bahasa dan Sastra Indonesia………. 25

c. Kompetensi Berbahasa dan Bersastra dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia………. 28

4. Minat dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia……… 32

5. Penelitian Relevan……… 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 44

A. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 44

B. Metode Penelitian……… 44

C. Populasi dan Sampel... 45

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 46

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data………. 50

BAB IV HASIL PENELITIAN……… 51

A. Profil Sekolah……… 51

B. Analisis Hasil Penelitian……….. 54

1. Analisis Hasil Wawancara………... 54

2. Analisis Hasil Angket……….. 58

3. Daftar Nilai Kelas IX MTs Izzatul Islam………. 75

4. Pembahasan Hasil Temuan……….. 76

BAB V PENUTUP……… 84

A. Kesimpulan……… 84

B. Saran………. 84

DAFTAR PUSTAKA……….... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib dalam pembelajaran di sekolah. Sebagai mata pelajaran wajib, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu disajikan dengan sistem

pengajaran yang memperhatikan aspek-aspek tertentu untuk mampu

membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan

Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia oleh sebagian kalangan terutama pelajar dianggap mudah karena kedekatannya dalam kehidupan sehari-hari.Namun, dalam mengerjakan tugas-tugas dari guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia masih saja guru menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat peserta didik, misalnya dalam hal penulisan.Seperti yang sering ditemukan, siswa masih melakukan kesalahan dalam penulisan struktur kalimat, penerapan tanda baca, dan lain sebagainya.

Kesalahan yang terjadi tidak semata-mata karena kurikulum yang kurang tepat ataupun guru yang kurang berhasil mengajar di kelas. Hal lain seperti minat siswa juga mempengaruhi prestasi siswa pada mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dengan kata lain, jika siswa memiliki minat yang tinggi terhadap mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, maka ia akan bersungguh-sungguh dalam memahami mata pelajaran tersebut. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka siswa akan menganggap mempelajari mata pelajaran tersebut hanyalah salah satu rutinitas kegiatan yang ada di sekolah.

Melalui proses pembelajaran yang dinamis diharapkan akan tercipta suatu bentuk komunikasi lisan antar peserta didik yang terpola melalui keterampilan


(11)

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis sehingga pembelajaran terhindar dari kejenuhan1.

Pengajar yang berperan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dikatakan memiliki keuntungan karena pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia membentuk keterampilan dasar berbahasa siswa. Keterampilan yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat menjadi keterampilan yang penting tidak hanya dalam pencapaian tujuan pembelajaran dalam hasil belajar melainkan juga berperan misalnya dalam aspek moral dan sosial, karena membentuk siswa yang dapat menghargai orang lain dengan menyimak, dan aspek kesantunan dalam berbicara yang diajarkan pada keterampilan berbicara.

Selain dari aspek sosial maupun moral, keterampilan yang harus dikuasai dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia juga bermanfaat pada pembelajaran lain. Misalnya, ketika pengajar berhasil menumbuhkan minat siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, maka siswa yang mampu menguasai empat keterampilan dasar berbahasa dapat menerapkannya pada pembelajaran lain. Seperti kemampuan bicara siswa dalam proses diskusi pembelajaran biologi, dan membuat tugas penelitian sosiologi yang disusun dalam karangan ilmiah.

Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam menumbuhkan minat siswa amatlah beragam terutama terhadap mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia ini.Kemungkinan-kemungkinan ini terjadi karena berbagai faktor, baik dari diri siswa sendiri, maupun lingkungan sekitarnya, mulai dari keluarga, teman sebaya, sekolah, dan lain sebagainya.Tapi pada akhirnya siswa sendiri yang berhak memutuskan pilihannya, sangat berminat, cukup berminat, tidak berminat, atau sangat tidak berminat.

1

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.227.


(12)

Tiap anak memiliki bakat, kecerdasan, minat, sifat-sifat dan sebagainya yang berbeda satu dengan yang lainnya sampai sejauh mana pendidikan dapat

memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut.2

Pilihan final yang diputuskan oleh siswa mengenai minatnya terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia memerlukan perhatian khususnya dari guru dan pihak sekolah yang bertanggung jawab. Misalnya, pada siswa yang tidak berminat pada mata pelajaran bahasa Indonesia, guru membutuhkan usaha lebih agar nilainya tidak buruk dan menumbuhkan minat belajarnya, karena biar bagaimanapun bahasa Indonesia merupakan materi yang diujikan dalam Ujian Nasional.

Pada siswa yang memiliki minat lebih terhadap bahasa Indonesia, misalnya guru tidak membiarkannya begitu saja, melainkan meningkatkan minatnya agar tetap terjaga, dan guru berusaha meningkatkan kemampuannya lebih dari yang telah dikuasainya. Meskipun usaha guru dalam memunculkan keinginan belajarnyatidak sesulit siswa yang tidak berminat, namun tidak juga membiarkannya karena minat sangat bergantung pada faktor yang mendukungnya. MTs Izzatul Islam, sebagai lembaga pendidikan yang berbasis Islam dan menerapkan pembelajaran bahasa Arab dan Inggris tentunya dapat mempengaruhi minat siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini dapat disebabkan karena di luar kelas siswa sering diwajibkan menggunakan bahasa Arab dan Inggris, sehingga kemungkinan besar yang terjadi adalah minat dan motivasi siswa ingin menguasai bahasa asing ini lebih besar dibandingkan bahasa Indonesia yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Untuk mengetahui seberapa besar minat siswa MTs Izzatul Islam terhadap mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dan hal-hal yang turut

mempengaruhinya, penulis melalukan sebuah penelitian berjudul “Pengaruh

Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

2

Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h.101.


(13)

pada Siswa Kelas IX MTs Izzatul Islam Tajurhalang, Bogor, Tahun Ajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah berikut:

1. Adanya kesulitan siswa dalam menerima pelajaran yang diberikan guru

2. Ketidaktertarikan siswa pada mata pelajaran bahasa dansastra Indonesia

3. Kurangnya kesadaran siswa terhadap pentingnya mata pelajaran bahasa

dan sastra Indonesia

4. Lingkungan yang kurang mendukung minat siswa terhadap mata pelajaran

bahasa dan sastra Indonesia

5. Kurangnya tanggapan khusus pihak sekolah dalam menumbuhkan minat

siswa terhadap mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dari beberapa masalah yang diidentifikasikan di atas, maka untuk memudahkan penelitian ini penulis membatasi masalah pada pengaruh minat belajar terhadap hasil belajar mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada siswa kelas IX MTs Izzatul Islam Tajurhalang, Bogor, tahun ajaran 2014/2015.

2. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh minat belajar terhadap hasil belajar mata pelajaran

bahasa dan sastra Indonesia pada siswa kelas IX MTs Izzatul Islam Tajurhalang, Bogor, tahun ajaran 2014/2015?


(14)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian:

Sepanjang pengetahuan penulis selama ini belum pernah ada studi atau kajian mengenai minat siswa di sekolah yang sama dengan penulis kaji kali ini. Oleh karena itu, beranjak dari latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah , dan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendeskripsikanpengaruh minat belajar terhadap hasil belajar mata

pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada siswa kelas IX MTs Izzatul Islam Tajurhalang, Bogor, tahun ajaran 2014/2015.

2.Manfaat Penelitian Mahasiswa:

a. Sebagai rujukan dan acuan penelitian serupa oleh mahasiswa Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka

b. Mempermudah mahasiswa dalam mencari referensi yang berkaitan dengan

penelitian serupa Guru di Sekolah:

a. Sebagai bahan pertimbangan guru mata pelajaran bahasa dan sastra

Indonesia untuk meningkatkan kualitas pengajaran dikelas

b. Sebagai panduan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam

menumbuhkan motivasi terhadap minat siswa

c. Meningkatkan kesadaran guru terhadap perannya dalam meningkatkan


(15)

BAB II

KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori

1. Hakikat Minat

a. Definisi minat

Minat menurut Slameto yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat

hubungan tersebut, semakin besar minat.3

Penjelasan mengenai minat yang dikemukakan oleh Slameto merujuk pada keterikatan seseorang pada objek tertentu. Rasa keterikatan ini akan berdampak pada keberterimaan seseorang pada objek tertentu. Dengan kata lain, jika seseorang terikat pada objek tertentu maka ia menerima objek tersebut, dan ketika seseorang menerima maka dapat dikatakan ia minat pada objek tersebut.

Lestar D. Crow dan Alice Crow berpendapat bahwa, minat berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda atau kegiatan ataupun bisa sebagai pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.4

Minat menurut Crow dan Crow berhubungan dengan adanya daya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi suatu objek tertentu baik berupa orang, benda, maupun kegiatan yang rangsangannya muncul dari objek itu sendiri.Dengan demikian objek yang menentukan seseorang minat atau tidak, jika objek tertentu mampu memunculkan rangsangan yang mendorong orang untuk memilih, maka objek itulah yang diminati.

3

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h.157. 4

Lestar D. Crow dan Alice Crow, Educational Psychology. (Amerika Serikat: Brooklyn College), h.302-303.


(16)

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Muhibbin Syah, ia mengatakan bahwa minat (interest) berarti kecenderungandan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.Muhibbin juga mengutip pendapat Rebber yang mengatakan bahwa minat tidak termasuk istilah popular dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya, seperti

pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.5

Minat, seperti yang dikemukakan Muhibbin Syah, berarti kecenderungan seseorang terhadap suatu objek, kecenderungan dapat juga berarti rasa keinginan yang tinggi terhadap suatu objek.Namun, Muhibbin juga menambahkan bahwa minat atau kecendererungan terhadap suatu objek juga sangat tergantung pada faktor internal tiap individu seperti perhatian, keingintahuan, dan lainnya.

Iskandar dan Dadang menyebutkan terdapat tiga batasan minat, yakni (1) suatu sikap yang dapat mengikat perhatian seseorang ke arah objek tertentu secara selektif, (2) suatu perasaan bahwa aktifitas dan kegemaran terhadap objek tertentu sangat berharga bagi individu, dan (3) bagian dari motivasi atau kesiapan yang

membawa tingkah laku ke suatu arah atau tujuan tertentu.6

Iskandar dan Dadang menyebutkan bahwa minat merupakan sesuatu yang mengikat seseorang pada suatu objek. Objek adalah sesuatu yang dianggap berharga dan digemari, serta minat merupakan bagian dari motivasi atau kesiapan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut psikologi minat adalah suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus-menerus.Minat berkaitan dengan perasaan senang, karena itu dapat dikatakan minat itu terjadi karena sikap senang terhadap sesuatu. Orang yang berminat kepada sesuatu berarti ia sikapnya senang kepada sesuatu itu.7

5

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.151. 6

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.113.

7


(17)

Sebagaimana dalam pandangan psikologi, minat merupakan kecenderungan memperhatikan maupun mengingat suatu objek secara terus-menerus.Kecenderungan itu membawa seseorang untuk menyenangi suatu objek sehingga menjadikan seseorang memperhatikan serta mengingat objek tersebut terus menerus.

Jadi, sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Slameto, bahwa, minat adalah rasa terikat. Rasa terikat ini kemudian berhubungan dengan penerimaan serta kecenderungan seseorang terhadap sesuatu baik dengan seseorang, benda atau kegiatan tertentu, yang dapat dipengaruhi oleh kedekatan maupun

rangsangan-rangsangan tertentu yang mempengaruhi tumbuhnya minat

tersebut.Rangsangan-rangsangan tersebut dapat berupa pemusatan perhatian, keingintahuan, rasa senang, motivasi, dan kebutuhan seseorang terhadap sesuatu.

b. Lama Minat

Crow & Crow yang dikutip dalam Psikologi Belajar berpendapat bahwa lamanya minat bervariasi.Untuk seorang anak yang masih sangat muda, lamanya minat dalam kegiatan tertentu sangat pendek. Minat yang terjadi pada seorang anak yang sangat muda senantiasa berpindah-pindah; namun demikian ia menghendaki keaktifan8.

Minat yang ada di setiap individu berbeda-beda, hal ini juga terkait kemampuan dan kemauan individu menyelesaikan tugas tertentu. Dan minat sangat bergantung pada usia dan faktor internal masing-masing individu. Misalnya minat pada anak yang sangat muda mudah berpindah, namun menuntut keaktifan untuk menunjang minatnya.

Crow dan Crow menambahkan bahwa, pada anak yang sangat muda, ia kerap kali mendasarkan kegiatan-kegiatannya atas pilihan sendiri dan dapat lebih suka mengusahakan sesuatu tertentu dari pada yang lainnya. Karena minat yang terdapat dalam kegiatan untuk kepentingan diri sendiri lebih daripada untuk

8


(18)

mencapai sesuatu hasil tertentu, sehingga ia mudah dikacaukan dan mudah tertarik pada kegiatan yang lain.9

Minat yang terjadi pada anak yang sangat muda hanya merujuk pada apa yang menjadi kepentingan bagi dirinya. Minat yang muncul tidak didasarkan pada usaha tertentu untuk mencapai hasil tertentu.Dengan demikian minat pada anak yang sangat muda mudah berpindah, dan berubah sesuai dengan perubahan kepentingan yang menjadi prioritas dirinya.

Berbeda dengan minat pada anak yang sangat muda, Crow dan Crow juga menambahkan penjelasan mengenai minat yang terjadi pada orang yang lebih tua. Mereka lebih lama dapat mempertahankan minatnya terhadap sesuatu dari pada berpindah-pindah kepada hal-hal lain10.

Menyimpulkan pada apa yang dikatakan Crow dan Crow, lamanya minat salah satunya dipengaruhi oleh kematangan usia. Pada anak dengan usia yang sangat muda minatnya mudah berpindah, minatnya hanya tergantung pada apa yang disukainya bukan apa yang ingin dicapainya. Sedangkan, pada usia dewasa lebih dapat mempertahankan minatnya terhadap sesuatu.

Salah satu tanda kematangan ialah mempunyai kemampuan untuk tetap bertahan sampai kegiatan dapat diselesaikan kecuali kalau faktor waktu atau kesulitan mengganggunya. Lamanya minat akan bertambah selama bertahun-tahun hingga tercapailah kematangannya. Perubahan minat pada sebagian remaja yang lebih tua atau orang dewasa menunjukkan sikap yang belum matang atau

kekanak-kanakan ke arah kegiatan yang benar-benar terarah dan bertujuan.11

Lamanya minat menunjukkan kematangan seseorang.Semakin lama minat yang ditekuninya, maka dapat dijadikan indikator kematangan seseorang. Kematangan tidak hanya dilihat dari segi usia, tapi sejauhmana seseorang menekuni minatnya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.

9

Ibid,. 10

Ibid,. 11


(19)

2. Hakikat Belajar

Tumbuhnya minat dalam diri siswa tidak terlepas dari bagaimana siswa mengerti apa sesungguhnya hakikat belajar itu. Jadi, minat siswa dapat berkembang melalui proses belajar yang berlangsung. Baik yang kaitannya dengan pembelajaran di sekolah maupun belajar sendiri demi mengembangkan minatnya.

a. Definisi Belajar

Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan,dan sikap. Belajar mulai dari masa kecil ketika bayi memperoleh sejumlah kecil keterampilan yang sederhana. Masa kanak-kanak dan remaja diperoleh sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan sosial, dan diperoleh kecakapan dalam berbagai mata ajaran sekolah. Dalam usia dewasa, telah mahir mengerjakan

tugas-tugas pekerjaan tertentu dan keterampilan fungsional yang lain.12

Belajar dikatakan sebagai proses untuk memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Keterampilan yang diperoleh saat masih bayi merupakan keterampilan-keterampilan sederhana. Sedangkan pada masa remaja dan kanak-kanak mengalami proses yang lebih kompleks seperti yang berkaitan dengan sikap, nilai, kecakapan dan tanggungjawab yang mereka temui dalam pembelajaran di sekolah.

Menurut Gagne yang dikutip dalam Teori-teori Belajar dan

Pembelajaran, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu

organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.13

1) Perubahan Perilaku

Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme.Hal ini berarti

bahwa belajar membutuhkan waktu. Untuk mengukur belajar, kita

12

Margaret E. Bell Gredler, Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h.1.

13

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h.2.


(20)

membandingkan cara organisme itu berperilaku pada waktu 1 dengan cara organisme itu berperilaku pada waktu 2 dalam suasana yang serupa. Bila perilaku dalam suasana serupa itu berbeda untuk waktu itu, kita dapat berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.14

2) Perilaku Terbuka

Perilaku berbicara, menulis, dan bergerak, dan lain-lainnya memberi kesempatan pada kita untuk mempelajari perilaku-perilaku berpikir, merasa, mengingat, memecahkan masalah, berbuat kreatif, dan lain-lainnya. Para ahli psikologi yang lain menganggap perilaku terbuka sebagai suatu tanda untuk

meyimpulkan apa yang terjadi dalam pikiran seseorang.15

3) Belajar dan Pengalaman

Komponen terakhir dalam definisi belajar ialah “sebagai suatu hasil pengalaman”.Istilah pengalaman membatasi macam-macam perubahan perilaku

yang dapat mewakili belajar.16

4) Belajar dan Kematangan

Berjalan dan berbicara berkembang dalam manusia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh kematangan ini daripada oleh belajar.Suatu tingkat kematangan tertentu merupakan prasyarat belajar berbicara, walaupun pengalaman dengan orang dewasa yang berbicara dibutuhkan untuk membantu

kesiapan yang dibawa oleh kematangan.17

Dalam kaitannya dengan perkembangan manusia, belajar merupakan faktor penentu proses perkembangan. Manusia memperoleh hasil perkembangan berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, nilai, reaksi, keyakinan, dan lain-lain.Tingkah laku yang dimiliki manusia adalah diperoleh melalui belajar.Belajar juga memerlukan tingkat kematangan tertentu untuk mencapai hasil maksimal.

14 Ibid. 15

Ibid, h.3. 16

Ibid. 17


(21)

Driscoll yang dikutip dalam Teori Motivasi & Pengukurannya menyatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam belajar, yaitu (1) belajar adalah suatu perubahan yang menetap dalam kinerja seseorang, dan (2) hasil belajar yang muncul dalam diri siswa merupakan akibat atau hasil interaksi siswa dengan lingkungan18.

Pernyataan ini dapat diartikan, apabila siswa belajar maka hasil belajar dapat dilihat dari kemampuannya melakukan suatu kegiatan baru yang bersifat menetap daripada yang dilakukan sebelumnya sebagai akibat atau hasil dari interaksi siswa dengan lingkungan. Dan seseorang yang telah mengalami proses belajar dapat ditandai dengan adanya perubahan perilaku sebagai suatu kriteria

keberhasilan belajar pada diri seseorang yang belajar.19

Jadi, belajar merupakan proses seseorang dalam mengalami perubahan baik perilaku, maupun kematangan yang diperolehnya melalui pengalaman dari interaksinya dengan orang lain maupun lingkungannya. Perubahan yang didapat dari proses belajar dapat dilihat dari perkembangannnya mengenai pengetahuan, sikap, keterampilan, nilai, reaksi, keyakinan dan lainnya.

b. Ciri-ciri Belajar

Ada ciri-ciri seseorang melakukan kegiatan belajar diantaranya

1) Perubahan tingkah laku yang aktual dan potensial.

Aktual berarti perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar itu nyata dapat dilihat seperti hasil belajar keterampilan motorik (psikomotorik) misalnya anak bisa menulis, membaca, dan sebagainya, juga hasil belajar kognitif

seperti pengetahuan fakta/ingatan, pemahaman dan aplikasi20.

18

Hamzah B. Uno, Teori Motivasi & Pengukurannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.15-16.

19 Ibid,. 20


(22)

Perubahan aktual seperti yang dijelaskan sebelumya dapat dilihat langsung, misalnya oleh pengajar, pengajaran dapat mengamati secara langsung kemampuan siswanya.Misalnya bagaimana bentuk tulisan yang dibuat siswa, dan bagaimana siswa membaca puisi sebagai bahan evaluasi.

Sedangkan perubahan yang potensial berarti perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tidak dapat dilihat perubahannya secara nyata, perubahan hanya dapat dilihat oleh yang belajar saja, seperti hasil belajar; afektif (penghargaan, keyakinan, dan sebagainya) juga hasil belajar kognitif tinggi

pengetahuan/ kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi21.

Berbeda dengan perubahan aktual, perubahan potensial hanya dapat dirasakan oleh seseorang sendiri, akan tetapi bila ada pelajar mengalami sesuatu seperti tidak percaya diri, dapat dilihat dari perwujudan sikapnya misalnya tidak mau maju ke depan kelas, dan sebagainya.

2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar disertai dengan peningkatan

kemampuan

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bagi individu merupakan kemampuan baru dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik, yaitu sebagai kemampuan yang betul-betul baru diperoleh atau sebagai batu hasil perbaikan/peningkatan dari

kemampuan sebelumya. Dan kemampuan itu hasilnya tidak tetap atau relatif 22.

Kemampuan yang didapat dari belajar baik berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik sifatnya relatif. Artinya, setiap individu berbeda dalam menerima proses belajar tertentu, dan akan terus berkembang ketika proses belajar terus dilakukan.

3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan

21

Ibid, h. 57. 22


(23)

Usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati, memikirkan, merasakan,

menghayati dan sebagainya), atau dengan latihan (melatih atau menirukan).23

Beberapa hal yang penting diingat adalah bahwa seseorang dikatakan telah melakukan proses belajar adalah ketika ia telah mengalami perubahan baik secara aktual maupun potensial, dan hasil dari proses belajar memiliki sifat tidak tetap, artinya dapat berkembang secara berkesinambungan sesuai dengan pengalaman dan latihan yang dilakukan.

c. Tujuan Belajar

Belajar sebagai proses perkembangan seseorang memiliki beberapa tujuan. Dengan tujuan ini ada sebuah perubahan yang diharapkan ada setelah proses belajar terjadi. Adapun tujuan dari proses belajar antara lain;

Menurut Winarno Surachman, tujuan belajar di sekolah itu ditujukan untuk mencapai;

1) Pengumpulan pengetahuan

2) Penanaman konsep dan kecekatan/ keterampilan

3) Pembentukan sikap dan perbuatan24

Tujuan belajar yang disebutkan sebelumnya merupakan tujuan dalam

dunia pendidikan.Menurut Taksonomi Bloom tujuan belajar siswa diarahkan untuk

mencapai ketiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.25

Tujuan ketiga ranah itu adalah untuk memperoleh pengetahuan fakta/ingatan, pemahaman, aplikasi, dan kemampuan berpikir analisis, sintesis, dan evaluasi.Tujuan belajar afektif untuk memperoleh sikap, apresiasi, karekterisasi. Sedangkan tujuan psikomotor adalah untuk memperoleh

23

Ibid, h. 57. 24

Ibid, h. 58. 25


(24)

keterampilan fisik yang berkaitan dengan keterampilan gerak, maupun

keterampilan ekspresi verbal dan nonverbal.26

Secara global, tujuan belajar dalam dunia pendidikan harus memenuhi ketiga aspek yakni kognitif, perubahan yang berkaitan dengan ingatan, dan pemahaman.Afektif, perubahan yang berkaitan dengan sikap.Serta perubahan psikomotor yakni berkaitan dengan perubahan pada keterampilan fisik pelajar.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Faktor yang mempengaruhi belajar siswa secara garis besar terbagi menjadi dua yakni faktor eksternal dan internal.Faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal) terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental; sedangkan faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) adalah berupa faktor fisiologis dan psikologis pada diri siswa.27

Berikut pemaparan mengenai pembagian di atas;

1) Faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal) meliputi;

a) Faktor-faktor Lingkungan

Faktor lingkungan siswa ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lingkungan alami/ non sosial dan faktor lingkungan sosial. Yang termasuk faktor lingkungan alami/ nonsosial ini seperti: keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), tempat atau letak gedung sekolah, dan sebagainya. Faktor lingkungan sosial dapat berwujud manusia dan presentasinya termasuk budayanya

dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar28.

Keefektifan belajar yang dipengaruhi dari lingkungan baik karena faktor alami maupun sosial, dengan demikian sebagi pengajar dapat peka menyiasati kondisi yang ada dilingkungan belajar siswa.Perlu penanganan-penanganan khusus agar belajar dapat berjalan dengan kondusif.

26

Ibid, h. 59 27

Ibid, h. 59 28


(25)

b) Faktor-faktor Instrumental

Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi

belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi hasil belajar siswa29.

Dalam faktor instrumental dalam proses belajar mengajar penangana yang diberikan oleh pengahar ternyata memiliki peran penting untuk menentukan hasil belajar siswanya. Penanganan yang tidak sesuai tentunya akan berdampak pada hasil belajar yang tidak diharapkan begitupun sebaliknya.

2) Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) antara lain;

Faktor kondisi siswa ini sebagaimana telah diuraikan sebelumnya terdapat dua macam yakni kondisi fisiologis siswa dan kondisi psikologis siswa.Faktor kondisi fisiologis siswa terdiri dari kondisi kesehatan dan kebugaran fisik dan kondisi panca inderanya terutama pengelihatan dan pendengaran. Adapun faktor psikologis yang akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah faktor; minat, bakat, intelegensi, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif seperti; kemempuan persepsi, ingatan, berfikir, dan kemampuan dasar pengetahuan (bahan apersepsi) yang dimiliki siswa.30

Dalam proses belajar mengajar tidak hanya harus memperhatikan faktor ekternal yang mendukung saja. Akan tetapi faktor internal siswa juga harus diperhatikan, karena tiap siswa memiliki perbedaan baik dari segi fisik maupun psikologisnya, dan tiap siswa tentunya berbeda dalam penanganan belajarnya di kelas.

29

Ibid, h. 59-60. 30


(26)

e. Hasil Belajar

Hasil dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti sesuatu yang diadakan,

dibuat, dijadikan, dan sebagainya oleh usaha, pikiran.31

Hasil jika dikaitkan dengan belajar merupakan kegiatan yang diadakan

dalam proses belajar. Kegiatan tersebut merupakan buah hasil usaha dan pikiran seseorang dalam proses belajar.

Mengoptimalkan proses dan hasil belajar hendaknya kita berpijak pada

hasil identifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan dan faktor-faktor pendukung keberhasilan.32

Usaha untuk memperoleh hasil yang optimal dalam proses dan hasil

belajar, seseorang harus bewrpijak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Baik faktor yang menjadi penyebab kegagalan, maupun faktor yang menjadi pendukung keberhasilan.

Hasil belajar yang optimal dapat dilihat dari ketuntasan belajarnya,

terampil dalam mengerjakan tugas, dan memiliki apresiasi yang baik terhadap pembelajaran. Hasil Belajar yang optimal merupakan perolehan dan proses belajar yang optimal.33

Penilaian hasil belajar yang optimal seseorang dapat terlihat dari ketuntasannya dalam belajar, keterampilan dalam mengerjakan tugas, dan apresiasinya terhadap pembelajaran. Hasil belajar yang optimal dapat diperoleh dari proses belajar yang optimal pula.

Untuk mengetahui hasil belajar seseorang, dilakukan beberapa tes, diantaranya tes kecepatan, tes kemampuan, tes hasil belajar, tes kemajuan belajar, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.

31

Tri Rama K, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Surabaya: Karya Agung Surabaya, 1998),h. 118.

32

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2013), h. 303, Cet.5.

33 Ibid,.


(27)

1) Tes Kecepatan (Speed Test). Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta test (testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat sponyanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yang dipelajarinya34.

2) Tes Kemampuan (Power Test). Test ini bertujuan untuk mengevaluasi

peserta test dalam mengungkapkan kemampuannya yang dievaluasi

bisa berupa kognitif maupun psikomotorik35.

3) Test Hasil Belajar (Achievement Test). Test ini dimaksudkan untuk

mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan36.

4) Test Kemajuan Belajar (Gains/ Achievement Test). Test ini disebut juga dengan test perolehan adalah test untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kodisi akhir testi setelah

pembelajaran.37

5) Test Diagnostik (Diagnostic Test). Test ini dilakasanakan untuk

mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut38.

6) Test Formatif. Test formatif adalah penggunaan test hasil belajar untuk

mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh

siswa dalam suatu programpembelajaran tertentu39.

7) Test Sumatif. Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian test sumatif berarti test yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa dalam sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari40.

34

Zurinal Z, Wahdi Sayuti. Ilmu Pendidikan: Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta Press, 2006), h. 143, cet. 1.

35 Ibid,. 36

Ibid,. 37

Ibid,. h.143-144. 38

Ibid,. h.144. 39

Ibid,. 40


(28)

Berbagai jenis test dapat dilakukan untuk mengetahui hasil belajar seseorang mulai dari test kecepatan, test kemampuan, test hasil belajar, test kemajuan belajara, test diagnostik, test formatif, dan test sumatif. Test-test yang dilakukan digunakan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan proses belajar yang dilakukan seseorang.

3. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

a. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran memiliki arti yang lebih luas dibandingkan pengajaran.Kata pembelajaran dipakai sebagai kata padanan dari kata instruction dalam bahasa

inggris.Kata instruction mempunyai pengertian yang lebih luas dari

pengajaran.Pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas (ruang) formal, sedangkan pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru secara fisik41.

Berdasarkan apa yang dipaparkan sebelumnya mengatakan bahwa pembelajaran memiliki komponen yang lebih kompleks dibandingkan pengajaran. Dapat dikatakan bahwa pengajaran merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran tidak hanya memperhatikan proses belajar mengajar antara guru dan murid melainkan juga memperhatikan proses belajar yang terjadi diluar itu. Hal yang berhubungan dengan kondisi lingkungan belajar, kemauan dan kemampuan anak dan lain sebagainya juga ikut ambil bagian dalam proses pembelajaran.

A.Chaedar Alwasilah yang dikutip dalam Media Pembelajaran

memberikan dua definisi pembelajaran. (1) “A relatively permanent change in response potentiality which occurs as a result of reinforced practice” dan (2) “a change in human disposition or capability, which can be retained, and which is not simply ascribable to the process of growth”42.

41

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012), h.3. 42


(29)

Dari dua definisi yang dapat diperhatikan.Pertama, proses pembelajran menghasilkan perubahan perilaku peserta didik yang relatif permanen.Kedua, anak didik memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang merupakan benih untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti. Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh linear sejalan proses kehidupan, artinya belajar didesain secara khusus, dan diniati agar tercapainya kualitas atau kondisi ideal43.

Pembelajaran menghasilkan perilaku yang permanent, hal ini berkaitan dengan peran guru sebagai agen perubahan.Ditambah anak didik memiliki potensi yang masih terus dapat ditumbuhkembangkan. Guru harus membuat sebuah desain pembelajaran yang dapat membawa peserta didiknya menuju pencapaian ideal.

Menurut Kemp, Morrison, dan Ross yang dikutip dalam Perinsip Desain

Pembelajaran, terdapat empat komponen inti desai pembelajaran, yakni: peserta didik, tujuan pembelajaran, metode, dan penilaian44.

1) Peserta didik

Sebelumnya perlu diketahui bahwa yang sebenarnya dilakukan oleh para desainer adalah menciptakan situasi belajar yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan peserta didik merasa nyaman dalam proses belajarnya45.

Kenyamanan peserta didik dalam proses pembelajaran akan

mempengaruhi kondusif tidaknya proses pembelajaran. Dalam hal ini, untuk pencapaian tujuan pembelajran tertentu para desainer pembelajaran membuat sebuah perencanaan pembelajaran yang mampu memunculkan kenyamanan proses pembelajaran khususnya untuk peserta didik.

43

Ibid,. h. 4-5. 44

Dewi Salma Prawiradilaga, Perinsip Desain Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), h. 17.

45 Ibid,.


(30)

Peserta didik sebelum dan selama belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor baik fisik maupun mental.Kelelahan fisik, mengantuk, bosan, atau jenuh yang menghinggapi peserta didik dapat mengurangi konsentrasi.Kelelahan mental karena terlalu banyak belajar juga dapat mengurangi daya tangkap untuk

memahami materi ajar selanjutnya46.

Dalam pembelajaran pengajar juga tidak boleh melupakan faktor fisik maupun mental siswa. Kelelahan fisik misalnya dapat membuat siswa terganggu konsentrasinya, begitu pula hal lain seperti mengantuk, bosan, dan rasa jenuh yang disebabkan kelelahan mental siswa karena terlalu banyak belajar juga dapat menjadi faktor sulitnya siswa menangkap pelajaran.

Hal lain yang juga mempengaruhi mutu belajar diantaranya yaitu tampilan materi ajar. Tampilan buku atau modul yang menarik dapat menimbulkan minat belajar.Pengolahan serta penyajian isi yang menarik dapat menimbulkan rasa ingin tahu yang besar. Begitu pula peran guru, pemaparan materi yang menarik

serta gaya bicara guru juga bisa mendukung atau menghambat proses belajar47.

Guru dalam menyampaikan materi ajar, harus mempersiapkan secara matang baik dari segi isi maupun penyajiannya. Karena materi yang baik saja tidak cukup, siswa akan lebih semangat belajar jika dalam penyampaiannya dibuat semenarik mungkin. Hal terkait penyampaian materi yang menarik akan mampu mengajak siswa tertarik mengikuti pembelajaran dan juga mampu menghilangkan kejenuhan siswa.

Dalam pembelajaran tidak dapat terlepas dari bagaimana karakteristik peserta didiknya. Perbedaan karakteristik peserta didik juga akan menentukan bagaimana desain pembelajaran yang akan dibuat guru. Setidaknya ada tiga yang berkaitan dengan karakteristik siswa, yaitu:

 Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal atau

prerequisite skills, yakni kemampuan yang diperlukan untuk mencapai

46 Ibid,. 47


(31)

tujuan pembelajaran. Kemampuan ini merupakan hasil dari berbagai

pengalaman masing-masing siswa48.

Tiap siswa dalam proses pembelalajaran, memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kemampuan ini terkait dengan pengalaman siswa, baik yang terjadi dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maupun di luar kelas.

 Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang, lingkungan hidup,

dan status sosial (sociocultural)49.

Siswa pasti memiliki latarbelakang yang berbeda-beda, misalnya lingkungan hidupnya seperti keluarga, teman sebaya, dan lingkungan di sekitar sekolah. Selain lingkungan status sosial juga mempengaruhi pembelajaran siswa, misalnya anak yang memiliki kemampuan membeli buku mungkin akan berbeda dengan anak yang memiliki ketidakmampuan secara financial untuk membeli buku, terlepas lagi pengaruh lingkungan sosial yang mendukung siswa untuk mau belajar.

 Karakteristik menurut Winkel yang dikutip dalam Media Pembelajaran

yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, meliputi (1) fungsi kognitif, mencakup taraf intelegensia dan daya kreativitas, bakat khusus, organisasi kognitif, taraf kemampuan berbahasa, daya fantasi, gaya belajar, teknik-teknik belajar;50

Terkait dengan fungsi kognitif, dalam pembelajran guru harus peka terhadap masing-masing siswa. Masing-masing siswa pasti memiliki bakat, kreativitias, kemampuan dan gaya belajar yang berbeda-beda, hal

ini nantinya akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa

mengorganisasikan pelajaran-pelajaran yang diterimanya. Misalnya siswa yang memiliki bakat di suatu mata pelajaran tertentu pastinya akan lebih mudah menangkap dan mengaplikasikan apa yang diberikan gurunya.

 Perbedaan terkait fungsi lainnya yakni, (2) fungsi konatif-dinamik

mencakup karakter-hasrat-berkehendak, motivasi belajar,

48

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, h. 187. 49

Ibid,. 50


(32)

konsentrasi; (3) fungsi afektif, mencakup temperamen, perasaan, sikap, dan minat; (4) fungsi sensori-motorik; (5) dan hal yang menyangkut kepribadian siswa seperti individualitas biologis, kondisi mental, vitalis

psikis, dan perkembangan kepribadian51.

Dalam pembelajaran, fungsi konatif-dinamik merujuk pada

keberkehendakan, motivasi, konsentrasi dan perhatian siswa mengikuti pembelajaran. Banyak sekali yang mempengaruhi hal tersebut, misalnya kondisi kelas yang panas anak mengganggu konsentrasi belajar siswa, atau guru yang galak membuat siswa tidak termotivasi dan tidak berkehendak mengikuti pembelajaran, dalam hal ini guru harus peka, dan tidak sepenuhnya penyalahkan hasil belajar yang buruk kepada siswa.

Fungsi afektif dalam pembelajaran merujuk pada sikap, minat, temperamen, dan perasaan siswa dalam pembelajaran. Siswa yang minat dan siswa yang tidak minat akan berbeda tingkat keberterimaannya terhadap suatu pembelajaran. Begitupula perasaan siswa yang sedang baik akan berbeda dengan perasaan siswa yang sedang suntuk dalam menerima pelajaran. Banyak faktor yang mempengaruhi, misalnya lingkungan keluarga, teman sebaya, lingkungan sekolah, atau kondisi internal siswa sendiri.

Perbedaan dalam fungsi sensori-motorik dalam pembelajaran juga sangat mempengaruhi kondusif tidaknya proses pembelajaran, anak yang mengalami keterlambatan perkembangan fungsi sensori-motoriknya tidak bisa disamakan dengan anak lain yang perkembangannya normal. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan fungsi lainnya seperti yang berkaitan dengan perbedaan individualitas biologis, kondisi mental, vitalis psikis, dan perkembangan kepribadian.

51


(33)

2) Tujuan Pembelajaran

Rumusan mengenai tujuan pembelajaran dikembangkan berdasarkan kompetensi atau kinerja yang harus dimiliki peserta didik saat ia selesai belajar.

Tujuan pembelajaran dirinci menjadi subkompetensi yang mudah dicapai52.

Dalam menentukan tujuan pembelajaran harus memperhatikan pencapaian siswa pada pembelajaran sebelumnya. Menetapkan tujuan pembelajaran dilakukan dengan mempertimbangkan hasil yang sebelumnya didapatkan siswa lalu menetapkan pencapaian baru yang harus dicapai siswa, tujuannya agar pembelajaran berjalan lebih berarah dan tercapai apa yang diharapkan.

3) Metode

Metode merupakan cara-cara atau teknik yang dianggap jitu untuk

menyampaikan materi ajar.Metode dapat menentukan situasi belajar

sesungguhnya.Metode adalah komponen strategi pembelajaran yang sederhana53.

Dalam memberikan sebuah pengajaran perlu adanya rencana-rencana yang dibuat mengenai bagaimana menyampaikan materi secara efektif dan efisien.Dalam membuat perencanaan perlu memperhatikan tipe-tipe belajar peserta didiknya, dan tingkat kemapuan peserta didik dalam menerima pelajaran.Membuat perencanaan yang tepat ditujukan agar tercipta situasi dan suasana belajar yang diharapkan.

4) Penilaian

Konsep penilaian menganggap bahwa menilai hasil belajar peserta didik merupakan hal yang penting.Indikator pencapaian keberhasilan pencapaian suatu tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar.Sering kali penilaian diukur dengan kemampuan menjawab dengan benar sejumlah soal-soal objektif.Penilaian juga dapat dilakukan dengan format nonsoal, yaitu dengan

instrumen pengamatan, wawancara, kuisioner, dan sebagainya54.

52

Dewi Salma Prawiradilaga, Perinsip Desain Pembelajaran, h.18. 53

Ibid,. 54


(34)

Pencapaian sebuah proses pembelajaran dapat dilihat dari penilaian hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil yang didapat dalam penilaian nantinya dapat menjadi tolok ukur dalam membuat perencanaan pembelajaran berikutnya.Hasil juga berfungsi untuk menetapkan tujuan pembelajaran berikutnya.

b. Hakikat Bahasa dan Sastra Indonesia

Sejak diikrarkan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional. Dengan ditetapkan sebagai bahasa negara, sebagaimana yang dituangkan dalam pasal 36 Undang-Undang

Dasar 1945, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa resmi negara Indonesia55.

Selain itu, dalam keputusan seminar politik bahasa Nasional 1999 dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya

dan bahasanya, serta (4)alat penghubung antarbudaya dan antardaerah56.

Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi yakni sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional, dimana bahasa Indonesia menjadi sesuatu yang patut dibanggakan. Selain itu bahasa Indonesia adalah alat pemersatu dan penghubung masayarakat dengan latar sosial dan budaya yang berbeda. Berarti bahasa Indoensia mempersatukan perbedaan terutama keragaman bahasa daerah yang ada di Indonesia, sehingga antadaerah satu dengan yang lainnya dapat bersatu dan saling berinteraksi.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) alat pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) bahasa

55

Dendy Sugono, Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.3.

56 Ibid,.


(35)

resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern57.

Sebagai bahasa negara fungsi bahasa Indonesia diantaranya adalah bahasa resmi kenegaraan, pengantar resmi lembaga pendidikan, bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional dan kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam berbahasa sebaiknya memperhatikan aspek-aspek bagaimana bahasa dikatakan sebagai bahasa yang baik dan benar.Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa.Kaidah itu meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2) tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosakata (termasuk istilah), (4) ejaan, dan (5) makna58.

Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi.Pemilihan berkaitan dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak bicara (jika lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan.Selain itu bahasa yang

digunakan harus logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat Indonesia59.

Dalam berbahasa Indonesia pengguna harus juga memperhatikan bagaimana bahasa digunakan secara baik dan benar.Benar dalam segi ejaan dan tata bahasanya, dan juga yang masuk dalam kriteria baik yakni dilihat dari segi kesesuaian dengan tujuan, tempat, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Selain pemaparan mengenai bahasa Indonesia, sastra selalu disandingkan bersama dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Sapardi Djoko Damono yang

dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi Kritis memaparkan

sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium: bahasa

57

Ibid,. 58

Ibid, h. 22. 59


(36)

itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial60.

George Lukas yang dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman

Literasi Kritis menambahkan bahwa sastra merupakan cermin yang memberikan kepada kita sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih menarik61.

Berdasarkan kedua pengertian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dengan begitu sastra yang ada di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang telah disepakati. Sastra menampilkan kehidupan atau kenyataan sosial yang terjadi, jika itu adalah sastra Indonesia maka tentunya mencakup kenyataan sosial yang terjadi pada masyarakat Indonesia.Sastra juga dapat dikatan sebagai cermin yang memperlihatkan sebuah realitas yang mungkin tidak pernah disadari sebelumnya.

Beberapa fungsi sastra, (1) sastra sebagai mediakritik sosial. Wachid yang

dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi Kritis, mengatakan

sastra berfungsi sebagai media perlawanan terhadap slogan omong-kosong tentang sosial kemayarakatan, sebagai media kritik sosial, sastra berfungsi

sebagai pembaharu, karena sastra adalah ruang dinamis yang terus bergerak62.

(2) Budianta yang dikutip dalam Membaca Sastra dengan Ancaman

Literasi Kritis mengatakan sastra berfungsi sebagai alat komunikasi yang khas, yaitu untuk menyatakan perasaan cinta, benci, atau marah. Sastra sebagai alat komunikasi melibatkan tiga kompunen, yaitu pengarang sebagai pengirim pesan,

karya sastra sebagai pesan itu sendiri, dan pembaca sebagai penerima pesan63.

(3) Fungsi sastra dari waktu ke waktu mengalami evolusi, sesuai dengan kondisi dan kepentingan masyarakat pendukungnya. Sastra lama seperti pantun,

60

Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancaman Literasi Kritis(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.12.

61 Ibid,. 62

Ibid, h. 24. 63


(37)

gurindam pada awalnya berfungsi sebagai bagian dari ritual, misalnya mengantarkan pengantin, atau dalam acara adat yang lain. Kini fungsi sastra lebih beragam64.

Dari beberapa pemaparan mengenai fungsi sastra dapat disimpulkan bahwa sastra memiliki fungsi beragam baik sebagai media kritik sosial, alat komunikasi yang khas, maupun sebagai media ritual dan lain sebagainya. Sastra telah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, sehingga mempelajari sastra Indonesia sama dengan mempelajari karakteristik masyarakat Indonesia sendiri.

c. Kompetensi Berbahasa dan Bersastra dalam pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia

1) Kompetensi berbahasa

Kompetensi berbahasa terbagi menjadi dua golongan yakni, kompetensi berbahasa yang bersifat aktif reseptif dan yang bersifat aktif produktif.Kompetensi berbahasa yang bersifat aktif reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan menerima,

proses decoding, kemampuan untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak

lain baik yang dituturkan melalui sarana bunyi dan tulisan. Yang termasuk ke dalam kompetensi aktif reseptif antara lain kompetensi menyimak dan kompetensi membaca.

a) Kompetensi Menyimak

Kegiatan berbahasa yang berupa memahami bahasa melalui sarana sarana lisan dan mendengarkan merupakan kegiatan yang paling pertama dilakukan manusia. Bayi manusia yang belum menghasilkan bahasa, sudah akan terlihat dalam kegiatan mendengarkan dan usaha memahami bahasa orang-orang di sekitarnya65.

Ada banyak hal terkait kegiatan dan tujuan menyimak.Kegiatan menyimak misalnya menyimak pembicaraan dalam pembelajaran di sekolah, berita di radio

64

Ibid,. 24-25. 65


(38)

atau televisi, sandiwara radio, lagu-lagu, dan lainnya.Tujuan menyimak misalnya untuk menangkap pesan yang disampaikan atau sekadar menikmati saja.Pengujian menyimak di sekolah lazimnya ditekankan untuk mengukur kompetensi peserta

didik memahami dan merespon pesan yang disampaikan secara lisan66.

Menyimak merupakan kemampuan awal yang dikuasai pembelajar bahasa.Menyimak dapat dilakukan dengan berbagai media baik media audio seperti radio, maupun audio visual seperti televisi.Menyimak dalam pembelajaran bahasa bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam memahami dan merespon pesan secara lisan.

b) Kompetensi Membaca

Kegiatan membaca merupakan aktifitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melaui sarana tulisan. Dalam kegiatan membaca diperlukan pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya yang menyangkut huruf dan ejaan.Pada hakikatnya huruf dan tulisan hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu.Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengenali bahwa

lambang tulisan tertentu mewakili bunyi yang mewakili makna tertentu pula67.

Dalam dunia pendidikan sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan peserta didik dan terlebih lagi mahasiswa di dapat melalui aktivitas membaca. Keberhasilan studi seseorang akan sangat ditentukan oleh kemauan dan kemampuan membacanya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa yang mempunyai tugas membina dan meningkatkan kemauan dan kemampuan membaca peserta didik hendaknya menaruh perhatian yang cukup terhadap usaha peningkatannya68.

Membaca merupakan aktifitas mental memahami tulisan.Dalam dunia pendidikan pemerolehan ilmu sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca.Membaca juga menentukan keberhasilan seseorang dalam studinya.

66

Ibid, h. 353. 67

Ibid, h. 368. 68


(39)

Kompetensi berbahasa yang bersifat aktif produktif merupakan

kemampuan yang menuntut kegiatan encoding, kegiatan untuk menghasilkan

(baca: menghasilkan) bahasa kepada pihak lain, baik secara lisan maupun tertulis. Kegiatan berbahasa yang produktif adalah kegiatan menyampaikan gagasan,

pikiran, perasaan, pesan, atau informasi oleh pihak penutur 69.Kompetensi

berbahasa yang bersifat aktif produktif ada dua macam. Kegiatan yang menuntut kemampuan berbicara dan kegiatan menuntut kemampuan menulis.

c) Kompetensi Berbicara

Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan.Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara.Untuk dapat berbicara dalam bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata yang bersangkutan, juga diperlukan penguasaan masalah dan gagasan yang disampaikan serta memahami lawan bicara70.

Berdasarkan penjelasan mengenai kompetensi berbicara, berbicara menuntut penguasaan dalam pelafalan, struktur bahasa, dan kekayaan kosa kata.Selain aspek kebahasaan, dalam berbicara diperlukan juga penguasaan dalam konteks pembicaraan meliputi masalah yang dibicarakan dan lawan bicara. Dalam pembelajaran bahasa kemampuan berbicara dapat dilihat misalnya dalam proses diskusi, wawancara, dan berpidato.

d) Kompetensi Menulis

Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kompetensi berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa.Kompetensi menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur diluar bahasa itu sendiri yang menjadi isi karangan.Baik unsur bahasa maupun isi pesan harus

69

Ibid, h. 397 70


(40)

terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut, padu, dan berisi71.

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang cukup sulit dikuasai bahkan oleh pengguna bahasa asli.Penguasaan keterampilan menulis menuntut penguasaan baik dari unsur kebahasaan (unsur linguistik) dan non kebahasaan (ekstra linguistik) untuk menghasilkan karangan yang runtut, padu dan berisi.Dalam pembelajaran bahasa kemampuan menulis dapat dilihat dari kegiatan menulis karangan ilmiah dan non ilmiah.

2) Kompetensi Bersastra

Penggabungan pembelajaran sastra ke dalam pembelajaran bahasa (Indonesia) merupakan sarana yang penting sebagai menifestasi teks-teks kesastraan.Secara lahiriah, wujud formal yang tampak, wujud sastra adalah bahasa.Sastra merupakan karya seni yang bermediakan bahasa yang unsur keindahannya menonjol.Sebagai sebuah seni, sastra tidak hanya berurusan dengan unsur bahasa saja, melainkan perpaduan unsur sastra yang harmonis tidak kalah pentingnya72.

Untuk memahami teks-teks kesastraan yang merupakan salah satu cara atau langkah dalam usaha mengapresiasi karya sastra, penguasaan terhadap bahasa yang bersangkutan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar, disamping penguasaan terhadap kode bahasa, diperlukan juga pengetahuan tentang kode sastra dan kode budaya. Pengetahuan saja tidak cukup, untuk mengapresiasi karya sastra harus disertai sikap sadar, kritis, dan sungguh-sungguh73.

Ada hubungan timbalbalik antara kompetensi berbahasa dan bersastra. Jika kompetensi berbahasa peserta didik tinggi, hal itu akan menunjang capaian kompetensi bersastra, begitupun sebaliknya. Apapun yang dibelajarkan dalam

71

Ibid, h.422. 72

Ibid, h.449. 73


(41)

konteks kesastraan, mau tidak mau harus berurusan dengan kompetensi berbahasa.Dengan demikian, terdapat korelasi antara kemampuan berbahasa

dengan kemampuan bersastra74.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan bersastra tidak dapat terlepas dari kemampuan berbahasa peserta didik.Hal ini dikatakan karena karya sastra unsur pembentuk fisiknya adalah bahasa, namun tidak dapat melepaskannya dari unsur-unsur nonkebahasaan seperti nilai budaya dan lainnya.Dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara kompetensi berbahasa dan bersastra.

4. Minat dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Merujuk pada apa yang dikatakan sebelumnya mengenai tujuan belajar berdasarkan taksonomi Bloom yakni tujuan belajar mencakup tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam pembelajaran ini akan mengaitkan tujuan dalam ketiga ranah tersebut dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Ranah kognitif membawa peserta didik ke dalam proses berpikir seperti mengingat, memahami, menganalisis, menghubungkan, mengonseptualisasi, memecahkan masalah, dan sebagainya. Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia walau menekankan kemampuan peserta didik untuk dapat berbahasa dan bersastra, pada hakikatnya tetap saja sarat dengan tampilan kognitif75.

Kegiatan praktik berbahasa aktif produktif berbicara dan menulis juga diprasasati oleh kemampuan berpikir, baik berpikir memilih bahasa yang tepat (unsur bentuk, sarana komunikasi) maupun sesuatu yang akan dituturkan (unsur isi pembicaraan). Proses memilih bahasa dan bahasa penuturan adalah proses berpikir, proses kognitif76.

74

Ibid, h.451. 75

Burhan Nurgiantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2010) h. 57.

76


(42)

Kemampuan kognitif dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilihat dari kemampuannya memilih dan mengorganisasikan unsur-unsur bahasa dan isi pembicaraan.Misalnya dalam belajar sastra kemampuan kognitif dapat dinilai dari pemilihan kata-kata dalam karya sastra yang dibuat peserta didik.

Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, nada, emosi, motivasi, kecenderungan bertingkah laku, tingkat penerimaan dan penolakan terhadap sesuatu.Seperti halnya ranah kognitif, ranah afektif juga terdiri dari bagian-bagian, yaitu penerimaan, penanggapan, valuing, pengorrganisasian, dan karakterisasi nilai-nilai77.

Keluaran belajar afektif antara lain menyangkut perubahan sikap, pandangan, dan perilaku, misalnya bagaimana sikap peserta didik terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Ia misalnya berupa sikap bangga, mencintainya dengan mempergunakanya secara baik dan benar sesuai konteks, lebih suka berbicara dalam bahasa itu dari pada bahasa lain, senang membaca buku-buku yang terkait dengan bahasa dan sastra Indonesia dan lain-lain78.

Ranah afektif dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terkait seajuh mana penerimaan siswa terhadap materi yang diajarkan.Penerimaan ini dapat ditunjukkan melalui perilakunya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, misalnya sejauh mana siswa benar-benar ingin menguasai bahasa dan sastra Indonesia.

Ranah psikomotor berkaitan dengan kompetensi berunjuk kerja yang melibatkan gerakan-gerakan otot psikomotor. Misalnya selama pembelajaran bahasa peserta didik dapat melakukan aktifitas tulis-menulis, mengucapkan lafal

bahasa, terampil menyiapkan peralatan laboratorium bahasa dan sebagainya79.

77

Ibid,. 78

Ibid,. 79


(43)

Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kemampuan psikomotor dapat menunjukkan sejauh mana pembelajaran dapat benar-benar dipahami dengan ditunjukkan pada aplikasinya dalan berbahasa dan bersastra.Misalnya aplikasi dalam bentuk keterampilan tulis-menulis, berpidato, berpuisi, drama dan lain sebagainya.

Dari ketiga ranah yang menjadi cakupan dalam tujuan belajar, minat dapat dikatakan masuk ke dalam ranah afektif.Ranah afektif dikatakan merujuk pada rasa terikat, penerimaan dan penolakan seseorang terhadap sesuatu, dan kecenderungan siswa terhadap pembelajaran tertentu.Begitu pula minat, seperti yang dikatakan beberapa ahli pada pembahasan sebelumnya merujuk pada rasa terikat, penerimaan, dorongan dan lainnya.

Terkait dengan minat, Schiefele dan Wigfield yang dikutip dalam

Educational Psychology mengemukakan telah dilakukan pembedaan antara minat

individual, yang dianggap sebagai relatif stabil dan minat situasional, yang diyakini dibangkitkan oleh aspek spesifik dari sebuah aktivitas tugas80.

Riset pada minat terutama telah berfokus pada hubungan antara minat dengan pembelajaran.Minat dihubungkan terutama tindakan pembelajaran mendalam, seperti ingatan atas gagasan pokok dan respon terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit, dibandingkan pembelajaran yang hanya pada permukaan, seperti respon terhadap pertanyaan yang sederhana dan ingatan kata-demi-kata atas teks.81

Apa yang dikatakan Schifele dan Wigfield sebelumnya, memusatkan pada minat individual seseorang yang dianggap relative lebih stabil terutama pada minat situasional yang dibangkitkan oleh aspek spesifik dari sebuah aktifitas tugas. Pendapat ini juga merujuk pada bentuk pembelajaran mendalam yang berdampak pada ingatan siswa pada pembelajaran tersebut.

80

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h.206. 81


(44)

Sejalan dengan hal terkait ingatan yang berkaitan dengan intelegensi seseorang, Syah yang dikutip dalam Psikologi Pendidikan, mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan intelegensi seseorang adalah sebagai berikut; (1) Pembawaan.Pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri-ciri khusus yang dibawa sejak lahir; (2) Kematangan.Semua organ manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Dikatakan matang jika sudah menampakkan fungsi yang seharusnya, kematangan biasanya berhubungan dengan usia; (3) Pembentukan. Pembentukan yaitu segala keadaan diluar diri seseorang baik disengaja ataupun tidak yang mempengaruhi perkembangan kemampuan intelegensi.Misalnya pembentukan yang dilakukan di sekolah (sengaja) atau oleh pengaruh alam sekitar (tidak sengaja); (4) Minat yang mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk perbuatan tersebut.Apa yang menarik minat seseorang akan mendorongnya untuk berbuat lebih baik/giat lagi; (5) Kebebasan, dimana manusia mempunyai kebebasan untuk memilih metode dan masalah mana yang sesuai dengan kebutuhannya. 82

Intelegensi seseorang ternyata dipengaruhi salah satunya dengan minat, dan minat juga mempengaruhi intelegensi seseorang. Mengingat minat merupakan kecenderungan seseorang untuk berbuat lebih baik dan lebih giat terhadap sesuatu, maka ketika seseorang memiliki minat terhadap sesuatu akan bertambah pula tingkat kecerdasannya. Jika dalam proses pembelajaran, tentunya siswa yang memiliki minat terhadap suatu mata pelajaran misalnya pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia maka ia akan lebih baik dan giat mempelajarinya. Dengan demikian, minat akan berdampak pada meningkatnya prestasi siswa terhadap mata pelajaran tersebut.

Slameto dalam Psikologi Belajar mengatakan suatu minat dapat

diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya.Minat dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas.Anak didik memiliki minat terhadap

82

Fadhilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan, (Ciputat: Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), h.37.


(45)

subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.83

Minat yang ada pada peserta didik dapat dilihat melalui pernyataan peserta didik maupun dari kecenderungannya terhadap suatu aktifitas tertentu.Untuk mengetahui minat seorang peserta didik, perlu juga melihat dari kecenderungan perhatiannya terhadap subjek tertentu.Diperlukan sebuah pengamatan khusus untuk mengidentifikasi minat peserta didik.Pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, baik melalui observasi, maupun pengamatan dalam pembelajaran berjalan. Jika peserta didik minat pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, maka ia pasti memberikan perhatian khusus pada pembelajaran itu. Misalnya ia akan selalu masuk pada meta pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, atau terlihat ingin menguasai keterampilan-keterampilan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Dalyono yang dikutip dalam Psikologi Belajar menambahkan bahwa

minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/ memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu.Minat belajar yang besar menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang

menghasilkan prestasi yang rendah.84

Seperti apa yang dikatakan Dalyono, bahwa minat adalah modal besar untuk pencapaian presatasi. Untuk itu perlu ada perhatian khusus jika guru ingin anak didiknya berprestasi, salah satunya adalah menumbuhkan minat dan meningkatkan minat yang telah ada. Agar siswa berprestasi dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, maka guru harus terlebih dudlu menumbuhkan minatnya.

Nasution yang dikutip dalam Psikologi Belajar menambahkan bahwa

memahami kebutuhan anak didik dan melayani kebutuhan anak didik adalah upaya membangkitkan minat anak didik. Dalam penentuan jurusan, jangan

83

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 157. 84


(46)

dipaksakan agar anak didik tunduk pada kemauan guru untuk memilih jurusan lain yang sebenarnya anak didik tidak berminat. Anak didik cenderung malas belajar

untuk mempelajari mata pelajaran yang tak disukainya.85

Pendapat Nasution yang sebelumnya dipaparkan dapat menjadi pelajaran bagi pengajar, bahwa tidak semua anak didik minat pada suatu mata pelajaran. Minatnya pada mata pelajaran tertentu misalnya pada mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia akan berdampak pada malas dan tidaknya anak didik pada pelajaran tersebut. Minat tidak dapat dipaksakan, serta memerlukan pemahaman dari pengajar akan kebutuhan anak didik sebagai suatu upaya membangkitkan minatnya. Seperti yang terjadi pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia akan diuntungkan bila anak didiknya minat pada mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, karena guru tidak perlu memaksakan anak didik untuk belajar, ia akan sandar dengan sendirinya.

Disamping memanfaatkan minat yang telah ada, Tanner dan Tanner oleh

Slameto yang dikutip dalam Psikologi Belajar menyarankan agar para pengajar

juga berusaha membentuk minat-minat baru pada diri anak didik. Ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada anak didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu,

menguraikan kegunaannya bagi anak didik di masa yang akan datang.86

Rooijakkers yang dikutip dalam Psikologi Belajar menambahkan

membentuk minat terhadap mata pelajaran dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan anak didik. Anak didik, misalnya, akan menaruh perhatian pada pelajaran tentang gaya berat, bila hal itu dikaitkan dengan peristiwa

mendaratnya manusia pertama di bulan.87

85

Ibid, h.158. 86

Ibid,. 87


(47)

Bila usaha-usaha yang sebelumnya disebutkan tidak berhasil, guru dapat memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran.Insentif merupakan alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau tidak dilakukannya dengan baik. Diharapkan pemberian insentif akan membangkitkan motivasi peserta didik dan mungkin minat terhadap

bahan yang diajarkan akan muncul.88

Dari beberapa uraian sebelumnya, ada beberapa usaha dalam

memunculkan minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu diantaranya, Pertama,

pengajar memberikan informasi pada anak didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, kemudian menguraikan kegunaannya bagi anak didik di masa yang akan datang. Hal ini bertujuan agar peserta didik memahami mengani manfaat apa yang dipelajarinya. Misalnya menjelaskan manfaat mempelajari keterampilan yang harus dikuasai pada mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.Menjelaskan kegunaan menguasai keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara, selain itu juga menguasai sastra seperti puisi dan unsur pembentuknya, drama, cerpen dan lainnya. Hal-hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar peserta didik lebih semangat lagi dalam belajar.;

Kedua, pengajarmenghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan anak didik. Pengajar harus kreatif dalam proses pembelajaran, misalnya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pengajar memberikan materi tidak hanya apa yang disajikan dalam buku pelajaran, tapi juga memberikan tambahan dengan apa yang terjadi dan ramai dibicarakan pada saat itu. Tujuannya adalah agar siswa dapat membuka wawasannya lebih luas dan dia akan tertarik mengikuti pembelajaran di kelas.;

Ketiga, pengajar dapat memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran.Pemakaian intensif dapat digunakan untuk membangun motivasi siswa.Intensif digunakan agar peserta didik merasa lebih dihargai. Namun tidak

88 Ibid,.


(48)

setiap pembelajaran diberikan intensif, misalnya ketika pembelajaran pidato, sisiwa yang berani maju ke depan tanpa diminta akan diberikan intensif. Hal yang di lakukan tersebut akan memancing siswa lainnya agar berani maju seperti kawannya.

Minat memiliki peran sebagai ‘Motivating Force” yaitu sebagai kekuatan

yang akan mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat (sikapnya senang) kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar; berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima kepada pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk bisa terus tekun karena tidak

ada pendorongnya.89

Minat yang telah disadari terhadap bidang pelajaran, menjaga pikiran siswa sehingga dia bisa menguasai pelajarannya, dan prestasi juga mampu meningkatkan minatnya. Pelajaran yang terus-menerus dipelajari dan dikaji, akan memperoleh kecakapan yang lebih besar disertai dengan bertambahnya minat. Tidak semua remaja memulai bidang studi baru karena faktor minatnyatapi juga

karena pengaruh gurunya, kawan sekelasnya, atau anggota keluarganya.90

Minat siswa pada bidang pelajaran tertentu, sesungguhnya menguntungkan bagi pengajar bidang pelajaran tertentu. Pengajar hanya mengarahkan minat itu sebaik mungkin, misalnya dengan latihan atau hal lain yang dapat mengembangkan minatnya. Dan perolehan prestasi siswa nantinya juga akan meningkatkan minat siswa sehingga akan lebih giat lagi berlajar dan berlatih.

Dalam pandangan komunikatif, pembelajaran bahasa ditandai sebagai suatu proses pengembangan kemampuan melakukan berbagai hal dengan bahasa

(sebagai lawan dari belajar mengenai bahasa atau learning about language).

Sebenarnya bukan hanya satu, tetapi sekelompok pendekatan yang berada di

89

M. Alifu Sabri, Psikologi Pendidikan, h. 85. 90


(49)

bawah label umum “komunikatif” itu, yang semuanya bercirikan pembelajaran

bahasa sebagai perkembangan keterampilan berkomunikasi91.

Pendekatan-pendekatan yang baru ini mengakui keterbatasan-keterbatasan alih bahasa dan menyarankan agar pada beberapa tahap para pembelajar hendaknya didorong untuk ikut serta di dalam kelas dalam beberapa perilaku yang mereka butuhkan untuk digunakan di luar.Selama praktik/latihan keterampilan-bagian dapat melibatkan beberapa kegiatan yang nonkomunikatif seperti latihan-runtun, maka para pembelajar juga diharapkan ikut serta dalam praktik/latihan

keterampilan-keterampilan yang penting92.

Pandangan komunikatif mengatakan bahwa pemblajaran bahasa merupakan proses pengembangan kemampuan segala kegiatan yang berkaitan dengan bahasa, dan sebagian pendapat mengatakan bahwa pembelajaran bahasa merupakan pengembangan keterampilan berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajar bahasa harus ikut serta dalam latihan dan praktik keterampilan-keterampilan yang penting.

Minat dalam konteks pembelajaran bahasa pada umumnya telah muncul pada saat peserta didik memilih bidang studi bahasa di perguruan tinggi.Minat bahasa peserta didik perlu digali dan diwujudkan dalam bentuk instrument yang mampu mengukurnya.Hasil temuan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih strategi belajar bahasa saat menghadapi tingkatan minat peserta

didik yang beragam.93

Minat dapat menentukan prestasi, dan prestasi siswa pada suatu mata pelajaran, akan mempengaruhi bertambahnya minat. Dalam konteks pembelajaran bahasa, umumnya minat siswa akan terlihat pada studi pilihannya di perguruan tinggi. Minat perlu digali, khususnya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, siswa harus peran

91

Henry Guntur Tarigan, Dasar-dasar Kurikulum Bahasa, (Bandung: Angkasa, 2009), h.148-149.

92 Ibid,. 93


(50)

aktif pada aspek komunikatif dan nonkomunikatif untuk meningkatkan

keterampilannya, karena meningkatnya keterampilan berbahasa akan

meningkatkan minatnya terhadap pembelajaran bahasa, khususnya bahasa dan sastra Indonesia. Minat siswa dapat diukur, dan hasilnya dapat dijadikan bahan pertimbangan pengajar untuk menentukan metode dan strategi pengajaran. Pemilihan metode dan strategi pengajaran yang tepat akan dapat meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu, khususnya mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

5. Penelitian Relevan

Minat merupakan unsur yang cukup penting dalam menentukan gairah belajar siswa.Gairah yang dimunculkan karena minat juga sering kali menentukan prestasi siswa.Banyak faktor yang mempengaruhi minat tersebut baik dari dalam maupun luar diri siswa.Banyak penelitian yang hampir serupa terkait dengan

penelitian yang dibuat penulis mengenai “Pengaruh Minat Belajar terhadap Hasil

Belajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada Siswa Kelas IXMTs

Izzatul Islam, Tajurhalang, Bogor,Tahun Ajaran 2014/2015”.

Ni‟matul Bidayah.Judul penelitan mengenai Minat Siswa terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kelas VII SMP Al-Zahra Indonesia Komplek Vila Dago Pamulang.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang.Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data, siswa tersebut memiliki perasaan senang, ketertarikan, semangat, dan dorongan dari guru maupun orang tua.Di dalam dunia pendidikan minat itu sangat diperlukan, karena minat itu merupakan suatu sikap atau dorongan yang dilakukan secara terus-menerus agar tercapai segala sesuatu yang diinginkan.Berdasarkan penelitan tersebut, diambil simpulan bahwa sebagai seorang pendidik harus selalu memberikan motivasi kepada setiap siswa agar siswa tersebut mempunyai minat yang tinggi di dalam dunia pendidikan. Dengan adanya minat yang tinggi siswa akan termotivasi terhadap sesuatu yang ingin dicapainya. Tidak hanya seorang pendidik yang ikut berperan tetapi juga orang tua dan masyarakat membantu


(51)

anak-anak yang mempunyai minat yang tinggi untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya.Bedanya dengan penelitian yang dibuat penulis adalah objek penelitian adalah kelas IX MTs Izzatul Islam, dan penulis menghubungkan antara minat dengan hasil belajar siswa.

Lutfi Syauki Faznur. Judul penelitan mengenai Peran Guru Bahasa

Indonesia dalam Menumbuhkan Minat Belajar Siswa pada Bidang Studi Bahasa Indonesia, studi kasus di SMK Khasanah Kebajikan Pamulang-Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2011-2012.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran guru bahasa Indonesia dalam menumbuhkan minat belajar siswa

terhadap bidang studi bahasa Indonesia. Peneliti menggunakan perhitungan P= x

100%, dari hasil penelitian yang diperoleh setiap jawaban, maka jawaban selalu sebanyak 68,3%. Jadi peran guru diharapkan bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan tapi lebih dari itu, ia juga sebagai pengajar, pembimbing, pengelolah kelas motivator, supaya siswa tertarik untuk pempelajari pelajaran bahasa Indonesia di kelas. Bedanya dengan penelitian yang dibuat penulis adalah penulis meneliti pengaruh minat dengan hasil belajar siswa.Objek penelitian yang dibuat penulis dikhususkan kepada siswa dan hasil belajarnya, juga berbagai aspek yang mempengaruhi minat siswa.

Inayah Setiani. Judul penelitian mengenai Hubungan Antara Minat

dengan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa, studi kasus SMK Selaga Jaya Pondok Labu, Jakarta Selatan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara minat dengan prestasi belajar bahasa Indonesia siswa SMK Selaga Jaya Pondok Labu, Jakarta Selatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan angket, observasi, dan wawancara.Jumlah sampel sebanyak 30 responden yang terdapat dalam dua kelas yang didapat secara acak.Instrumen yang digunakan adalah variabel bebas yaitu minat sebagai variabel X dan prestasi belajar siswa sebagai variabel Y. pengujian hipotesis dilakukan dengan korelasi product moment.Dari hasil penelitian dengan perhitungan koefisien korelasi disimpulkan bahwa hubungan antara minat dengan prestasi belajar bahasa Indonesia siswa yaitu dengan prestasi bahasa Indonesia yang dengan hipotesa


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)