Penerapan metode e-learning dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas vii pada mata pelajaran IPS terpadu: penelitian tindakan kelas di SMP IT Al-Atiqiyah Cipanengah-Sukabumi.

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah-Sukabumi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh: Adi Saepul Hamdi NIM: 108015000090

JURUSAN PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H/2013 M


(2)

(3)

(4)

(5)

Terpadu”, Program Studi Sosiologi-Antropologi. Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Kata Kunci : Penelitian Tindakan Kelas, Metode E-learning, Hasil Belajar Siswa Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan kelas (PTK). dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Kemudian menggunakan instrumen tes berupa pretest dan posttest, serta instrumen non tes berupa lembar wawancara, lembar observasi dan catatan lapangan. Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas VII SMP IT Al-atiqiyah Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi tahun pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa sebanyak 15 siswa yang terdiri dari 08 siswa laki-laki dan 07 siswa perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS di SMP IT Al-atiqiyah dengan menggunakan metode E-learning.

Adapun indikator keberhasilan yang dicapai KKM adalah ≥65. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pembelajaran metode E-learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I 49 pada saat pretest meningkat menjadi 64 pada saat posttest. Setelah dilakukan perbaikan pada proses belajar pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa 62 pada saat pretest meningkat menjadi 80 pada saat posttest.


(6)

ABSTRACT

Adi Saepul Hamdi, NIM: 108015000090 "Efforts to Improve Learning Outcomes Through Social Methods E-Learning in the Subject Social Science", Sociology-Anthropology Program. IPS Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Sharif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2013.

Keywords : Classroom Action Research, E-Learning Method, Student Results. The method used by the researchers is classroom action research (CAR). conducted in two cycles. Each cycle consists of planning, implementation, observation and reflection. Then using a test instrument in the form of pretest and posttest, as well as non-test instruments such as questionnaires, observation sheets and field notes. Subjects in the study were students of class VII SMP IT Al-atiqiyah Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi academic year 2012/2013 the number of students a total of 15 students consisting of 08 male students and 07 female students. This study aims to determine the improvement of learning outcomes of social science at the SMP IT Al-Atiqiyah using the E-Learning.

The indicators of success achieved KKM is ≥ 65. These results demonstrate that through learning method Sociodrama can improve student learning outcomes. This is evidenced by an increase in average student learning outcomes in the first cycle increased 49 at pretest to 67 at posttest. After improvement in the learning process in the second cycle the average value of student learning outcomes at pretest increased 62 to 80 at posttest.


(7)

ini hingga penyusunan laporan hasilnya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia.

Sudah barang tentu pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i MA, Ph.D Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Nurochim MM, sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis.

4. Seluruh civitas akademi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Drs. H. Hasan Sadili selaku kepala sekolah SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

8. Para Guru SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan penelitian ini


(8)

10. Semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini.

Jakarta, 13 Mei 2013


(9)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah & Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II: DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. E-LEARNING ... 10

1. Pengertian E-learning ... 11

2. Karkteristik E-Learning ... 11

3. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning ... 12

B. Belajar ... 13

1. Pengertian Belajar ... 13

2. Teori-Teori Pokok Belajar ... 14

3. Jenis-jenis Belajar ... 16

4. Hasil Belajar ... 16

5.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 18


(10)

D. Kerangka Berpikir ... 27

E. Hipotesis Tindakan ... 28

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

1. Waktu ... 29

2. Tempat penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Subjek yang Terlibat dalam Penelitian ... 34

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Uji Coba Instrumen ... 38

H. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ... 41

I. Tindak Lanjut/Pengembangan Tindakan ... 42

BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 43

1. Profil Sekolah ... 43

2. Visi Sekolah... 44

3. Misi Sekolah ... 44

4. Tujuan Sekolah ... 44

B. Hasil Penelitian ... 45

1. Penelitian Pendahuluan ... 45

2. Tindakan yang Dilakukan... 46


(11)

e. Keputusan siklus 1 ... 52

3. Tahap pembelajaran siklus II ... 53

a. Tahap Perencanaan ... 53

b. Tahap Pelaksanaan ... 53

c. Tahap observasi ... 54

d. Tahap Refleksi ... 56

e. Keputusan Siklus II ... 56

C. Pembahasan temuan penelitian ... 57

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

Tabel 4.1 Tabel N-Gain Siklus I ... .50 Tabel 4.2 Tabel N-Gain Siklus II ...55


(13)

Lampiran 2 RPP Siklus II

Lampiran 3 Materi Pelajaran Siklus I Lampiran 4 Materi Pelajaran Siklus II

Lampiran 5 Soal Pretest & Posttest Siklus I Lampiran 6 Soal Pretest & Posttest Siklus II Lampiran 7 Lembar Observasi Aktivitas Siklus I Lampiran 8 Lembar Observasi Aktivitas Siklus II Lampiran 9 Hasil Observasi Awal

Lampiran 10 Hasil Proses Belajar Mengajar di Kelas Lampiran 11 Catatan Lapangan Siklus I

Lampiran 12 Catatan Lapangan Siklus II Lampiran 13 Daya Pembeda

Lampiran 14 Korelasi Skor Lampiran 15 Kualitas Pengecoh Lampiran 16 Rekap Analisi Butir Lampiran 17 Reliabilitas

Lampiran 18 Tingkat Kesukaran

Lampiran 19 Kelompok Unggul dan Ansor


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk yang paling mulia, telah mendapatkan berbagai nikmat dan karunia yang telah Allah SWT berikan. Baik nikmat jasmani maupun rohani, dengan nikmat itulah manusia bisa menjalankan segala aktifitasnya sehari-hari. Tidak terkecuali aktifitas manusia dalam rangka memperoleh pendidikan yang melibatkan guru maupun yang tidak melibatkan guru, mencakup pendidikan formal maupun nonformal serta informal. Oleh sebab itulah manusia selalu belajar agar mampu mempertahankan hidup serta memajukan kesejahteraan.

Belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia. Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai atau sifat kemanusiaan. Maka pendidikan bagi manusia merujuk pada suatu kenyataan, bahwa sekalipun manusia lahir sebagai manusia, namun untuk mengukuhkan eksistensinya agar hidup secara manusiawi sesuai dengan kodrat kemanusiaannya, manusia harus menjalani proses pendidikan. Proses ini tidak hanya berhubungan dengan benda-benda fisik, tetapi juga dapat memberi makna bagi kehidupannya. Inilah yang menjadi kehendak mendasar dari pendidikan.


(15)

Secara historis, pendidikan telah menjadi landasan moral dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan juga merupakan variabel utama dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak.

Peningkatan akses terhadap pendidikan yang berkualitas tehadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuaan Negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945), yaitu:

Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan keteretiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sejalan dengan itu, pasal 28 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan:

Bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.

Amanat tersebut dipertegas oleh pasal 31 ayat (1) yang menyatakan: Bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. 1

Amanat UUD 1945 tersebut menyiratkan bahwa pendidikan bukan saja pilar terpenting dalam upaya mencerdaskan bangsa, tetapi juga merupakan syarat mutlak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berbicara tentang pendidikan, merupakan perbincangan yang tidak akan selesai, senantiasa menjadi bahan diskusi hangat disemua kalangan. Perbincangan tersebut tidak hanya dilakukan di hotel berbintang, tapi juga dikalangan awam, masyarakat marjinal, warung kopi, dan dimana saja.

Pada sisi lain. Perlu kita pikirkan bersama, bahwa pendidikan merupakan kebutuhan dan merupakan hak azazi manusia. Semua pihak perlu memikirkan bagaimana mutu pendidikan setiap tahunnya meningkat. Oleh sebab itu, persoalan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yaitu pemerintah, masyarakat, orang

1

Dodi Andika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan¸ (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2007), hlm. 03


(16)

tua, dan anak didik itu sendiri. Sesuai dengan Undang-undang no. 20 tahun 2003 Tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat, dan Pemerintah dalam Pasal 5 ayat 1, pasal 6 ayat 2, pasal 7, pasal 9, dan pasal 10. Yaitu yang berbunyi:

Pasal 5 ayat 1: Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang sama.

Pasal 6 ayat 2: Setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

Pasal 7 ayat 2: Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

Pasal 9: Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumberdaya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pasal 10: Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.2

Pemerintah telah melakukan berbagai terobosan untuk meningkatkan mutu pendidikan disemua jenjang dan jenis pendidikan. Komitmen pemerintah tersebut tentunya penting didukung. Hanya perlu diingat, untuk memajukan mutu pendidikan tidak cukup diandalkan dengan alokasi dana yang besar saja. Kalau tidak dibarengi dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang benar, serta dikelola oleh orang-orang yang benar, maka jelas akan tidak efektif dan efisien.

Keberhasilan dan peningkatan mutu pendidikan menjadi tujuan cita-cita kita bersama. Masing-masing kita ambil peran dan bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsi kita masing-masing. Kita harus bersatu padu, saling menunjang dan tentunya akan memberikan sumbang saran agar cita-cita ini berhasil.

Era globalisasi yang melanda dunia saat ini sangat memerlukan SDM yang unggul dan handal. Bagi Indonesia, SDM unggul dan handal bukan saja bisa mampu bersaing dengan Negara lain, tetapi juga dapat membawa Negara ini keluar dari kritis

2

Diknas, Undang-Undang Sisdiknas dan Undang-Undang Guru dan Dosen, (jakarta: Asa Mandiri, 2009), hlm. 6-7


(17)

ekonomi yang melilit. SDM yang berkulaitas tercipta melalui mutu pendidikan yang diperoleh di sekolah.

Dengan mutu pendidikan yang baik dan benar akan menghasilkan SDM yang berkualitas. Ciri-ciri SDM berkualitas sendiri adalah mandiri, berwatak kerja keras, tekun belajar menghargai waktu, pantang menyerah, serta selalu proaktif dalam mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Diharapkan dengan SDM berkualitas mampu membuat Negara menjadi besar, kuat, dan bermartabat yang pada akhirnya terciptalah kemakmuran, kesejahtraan, dan kemajuan disegala bidang.

Pendidikan yang diperoleh melalui sekolah diharapkan mampu meciptakan SDM berkualitas, karena sekolah adalah tempat memanusiakan manusia. Dengan kata lain, sekolah merupakan tempat mentransfer nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang tujuannya menghasilkan manusia yang cerdas, berkualitas, terampil, berbudi luhur, serta menjunjung tinggi ajaran agama.

Dahulu mungkin kita berfikir bahwa kegiatan belajar mengajar harus dalam ruang kelas. Dengan kondisi dimana guru atau dosen mengajar di depan sambil menulis materi pembelajaran. Dengan menggunakan metode yang konvesional maupun ceramah, sehingga proses belajar mengajar kurang cepar berkembang. Karena memang pada saat itu media dan metode yang ada belum banyak dipakai, salah satunya dengan menggunakan media elektronik, seperti komputer, infokus maupun internet. Karena teknologi pada zaman dulu tidak secanggih dan tidak sepesat pada zaman sekarang.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, kebutuhan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar berbasis teknologi informasi menjadi tidak terelakan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan elektronik learning ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvesional ke dalam bentuk digital, baik secara isi dan sistemnya. Saat ini konsep e-learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia.

Munculnya e-learning diharapkan berdampak besar bagi dunia pendidikan. Pihak-pihak yang paling berperan utama dalam dunia pendidikan pun tidak luput dari


(18)

dampak e-learning tersebut. Para pelajar merasakan belajar yang benar-benar berbeda dibandingkan kelas konvesional. Akses mereka terhadap informasi juga meningkat dengan drastis. Selain itu para pelajar juga dapat memilih sendiri belajar yang dirasa paling cocok dengan kepribadian mereka ketika mengikuti kelas e-learning. Para pendidik juga merasakan dampak dari penggunaan e-learning terhadap metode pengajaran yang disampaikan yang tentunya berbeda dengan metode konvesional. Selain itu juga perlu keahlian menyediakan materi pembelajaran yang menarik untuk digunakan melalui konsep e-learning.

Oleh sebab itu sejalan dengan berkembangnya teknologi pada saat sekarang ini, menuntut agar manusia bisa belajar dan senantiasa memanfaatkan teknologi yang ada, salah satu yang harus dimanfaatkan dengan baik adalah di sekolah. Teknologi merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, dan juga bisa menjadi media bagi guru untuk bisa diterapkan di dalam setiap proses belajar mengajar. Contoh dari teknologi yang bisa diterapkan menjadi media pembelajaran di sekolah antara lain adalah komputer, internet, OHF, infokus. Media tersebut bisa dipakai disemua mata pelajaran, salah satunya bisa diterapkan dalam pembelajaran IPS.

Di bawah ini akan dipaparkan sekelumit uraian tentang media elektronik sebagai media pembelajaran IPS sebagai satu alternatif dari sekian banyaknya media pembelajaran yang dapat digunakan pada mata pelajaran IPS. Sehingga guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPS mempunyai banyak alternatif dalam mengajarkan IPS.

Media adalah sarana untuk mendekatkan siswa dengan sumber belajar melalui penggunaan metode yang relevan. Dalam rangka mengembangkan aspek sosial siswa maka media pembelajaran IPS menjadi satu hal yang mutlak digunakan dalam setiap pembelajaran.


(19)

Terdapat jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS yatiu: 1. Media Gambar, berupa foto obyek, sketsa gambar, peta dan denah yang

berhubungan dengan materi pembelajaran IPS.

2. Media Multimedia yang menampilkan suara dan gambar bergerak yang berhubungan dengan pembelajaran IPS.

3. Media Konkrit yaitu suasana lingkungan sosial yang nyata yang berhubungan dengan pembelajaran IPS.

Dari beberapa jenis media tersebut media gambar dan multimedia dapat dapat ditayangkan dengan baik melalui kemampuan sarana elektronik untuk mengolah dan menampilkan gambar. Contohnya adalah VCD/DVD dan monitor TV, OHP, LCD dan perangkat komputer. “Komputer adalah suatu medium interaktif, dimana siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam bentuk mempengaruhi atau mengubah urutan yang disajikan.”3

Kemampuannya yang baik dalam menampilkan efek visual akan dapat membantu guru dalam mendekatkan siswa kepada materi yang dibelajarkan. Sehingga harapan guru untuk menciptakan suasana belajar yang bermakna akan tercapai.

Secara teknis semua jenis pembelajaran dapat diusahakan menggunakan media elektronik sehingga segala suasana dan bentuk obyek apapun dapat dimanipulasi untuk ditampilkan melalui media elektronik tersebut. Apalagi dengan adanya sarana internet yang dapat diakses kapan saja dari atas meja di dalam kamar sehingga akan membuat siswa dapat belajar dari dalam kamar. Mereka dapat belajar apapun dari dalam kamar. Bahkan mereka kelak jika sudah fasih dapat menghasilkan uang dari hanya berhadapan dengan perangkat komputer yang online. Dampak yang kemudian timbul akibat dari keadaan itu adalah siswa yang hanya bergaul dengan temannya hanya dari dalam kamar. Demikian juga dengan menggunaan media elektronik dapat

3


(20)

menyebabkan ketergantungan guru yang begitu besar dengan ketersediaan perangkat tersebut. Sehingga akan mengakibatkan pemborosan sumber dana.

Secara efektifitas media elektronik adalah sangat baik digunakan dalam pembelajaran IPS. Akan tetapi secara prinsip media elektronik berpotensi menjauhkan siswa dari aspek hakekat hidupnya sebagai mahluk sosial. Secara nyata mahluk sosial adalah mahluk yang dapat berinteraksi dengan jenisnya secara langsung. Dengan hadirnya media elektronik seolah terjadi pembatasan.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembelajaran IPS hendaknya guru berusaha menyeimbangkan penggunaan media elektronik yang bersifat instan dengan media sosial lainnya yang konkrit. Sehingga siswa dapat mengembangkan aspek dirinya dengan baik yang manfaatnya kelak akan berguna bagi siswa dalam kegiatan bersosialisasi di masyarakat. Sebab dengan bersosialisasi mereka akan tahu apa sesungguhnya makna hidup. Karna hidup bukan hanya dalam rangka memenuhi kebutuhan materi akan tetapi mendapat pengakuan sosial berupa aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan manusia yang paling tinggi seperti yang digambarkan dalam piramid kebutuhan ala Maslow.

Dengan adanya media elektronik sungguh sangat membantu guru untuk menerapkan metode dalam pembelajaran. Karena tidak sedikit pula, seorang guru di dalam praktek mengajar, selalu menggunakan satu metode saja, bahkan setiap pertemuan selalu menerapkan metode yang sama, seperti metode ceramah. Oleh sebab itulah siswa seringkali banyak mengeluh, ngantuk, ngobrol, dan bahkan merasa bosan dalam proses pembelajaran. Karena memang guru hanya menggunakan metode yang itu-itu saja.

Sungguh sangat menjengkelkan, ketika guru mengajar mata pelajaran tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Perasaan jengkel itu bukan hanya karena banyaknya siswa yang tidak mengumpulkan tugas yang diberikan pada pertemuan minggu sebelumnya, akan tetapi juga karena banyaknya siswa yang tidak memeperhatikan ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran. Kebanyakan siswa yang tidak memperhatikan dikarenakan mengobrol, melamun, bahkan tidak sedikit


(21)

siswa yang ngantuk, itu disebabkan siswa belum memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar. Salah satunya dalam belajar mata pelajaran IPS. Guru selalu memotivasi dan mengingatkan kepada para siswa agar selalu memperhatikan selama pelajaran berlangsung, terutama pada waktu sedang menjelaskan pelajaran. Akan tetapi hanya sebentar saja siswa yang memperhatikan, setelah itu siswa kembali lagi mengobrol dan mengantuk.

Melihat permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk menemukan sebuah alternatif pemecahan masalah dalam pelaksanaan pembelajaran. Berdasrakan latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “PENERAPAN MEDIA E-LEARNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII PADA MATA

PELAJARAN IPS TERPADU”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari masalah yang telah dijelaskan di atas maka dapat diidentifikasikan masalahnya yaitu:

1. Motivasi siswa dalam belajar IPS rendah

2. Kurangnya penggunaan model, metode, dalam pendekatan pembelajaran IPS terpadu.

3. Pelaksanaan pembelajaran IPS masih menggunakan metode konvesional. 4. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS

C.

Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah Peningkatan Hasil Belajar 2. Perumusan Masalah

Apakah dengan melalui penerapan metode e-learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII pada mata pelajaran IPS?


(22)

D.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan metode e-larning dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII di SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah-Sukabumi.

E.

Manfaat Penelitian

a. Bagi Siswa

Dengan metode ini siswa diharapkan bisa menjadi bahan acuan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, juga dapat mempermudah siswa dalam menerima pelajaran.

b. Bagi Lembaga

Untuk dijadikan bahan pertimbangan dan tambahan informasi dalam menentukan lagkah-langkah penggunaan metode pembelajaran pendidikan IPS Terpadu khususnya dan mata pelajaran yang lain pada umumnya.

c. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan guru untuk memilih metode yang tepat bagi siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

d. Bagi Penulis

Akan menambah wawasan dan pengetahuan lebih dalam tentang pembelajaran IPS dengan berbagai variasi sehingga nanti dapat diaplikasikan secara langsung dalam pembelajaran.


(23)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A.

E-LEARNING

1. Pengertian E-learning

Istilah e-learning muncul seiring dengan dimanfaatkannya alat-alat elektronika dalam kehidupan manusia, terutama teknologi yang berbasiskan komputer sebagai alat pengolah data dan informasi. Dan terlebih lagi dengan dimanfaatkan atau munculnya internet dalam kehidupan manusia.

“Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amrin, dan Tatik Elisah memberikan tentang e-learning adalah pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi elektronik sebagai sarana penyajian dan distribusi informasi.” 4

4

Iif Khoru Ahmadi, Sofan Amri & Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (Jakarta: PT. Prestasi Pusta Karaya, 2011), hlm. 203


(24)

Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar juga memberikan pengertian tentang e-learning, Yaitu sebagai berikut:

“learning merupakan suatu teknologi yang relatif baru di Indonesia.

E-learning terdiri dari dua bagian, yaitu “e” yang merupakan singkatan dari

electronic dan learning yang berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Karena itu, maka e-learning sering disebut juga dengan online course.”5

Istilah E-Learning sebenarnya merupakan frase yang tersusun dari dua kata yaitu kata Electronic disingkat E, dan kata Learning yang dalam bahasa Indonesia berarti pembelajaran. Dengan demikian e-learning memiliki pengertian Pembelajaran dengan memakai atau memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi.

Dengan perkembangan teknologi yang semanggin canggih, memungkinkan orang akan semakin lebih menggunakannya, media elektronik merupakan hal yang sangat lumrah pada sekarang ini. Sama halnya dengan pembelajaran di sekolah, sudah banyak siswa sudah bisa menggunakan media elektronik seperti komputer dan internet. Akan tetapi dalam penggunaannya terkadang ada yang mengarah kenegatif adapula yang positif, itu semua tergantung dalam penggunaannya. Oleh sebab itu untuk lebih bisa dimanafaatkan dengan baik lagi, media elektronik harus bisa diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah.

Proses pembelajaran e-learning ini selain sangat bermanfaat dalam proses pembelajaraan, juga bisa membuat kita menjadi lebih aktif dan juga dapat membuat kita menjalin hubungan sosial yang lebih mudah dengan sesama teman.

2. Karakteristik E-Learning

“Karakteristik e-learning antar lain:

a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana guru dan siswa dan sesama siswa atau guru dengan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relarif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.

b. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks).

5

Dewi Salma Prawiradilaga, dkk, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2004), hlm 197


(25)

c. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan sisiwa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.

d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.”6

3. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning

Kelebihan E-Learning Dalam bentuk beragam, E-Learning menawarkan sejumlah besar keuntungan yang tidak ternilai untuk pengajar dan pelajar.

1. Pengalaman pribadi dalam belajar: pilihan untuk mandiri dalam belajar menjadikan siswa untuk berusaha melangkah maju, memilih sendiri peralatan yang digunakan untuk penyampaian belajar mengajar, mengumpulkan bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan.

2. Mengurangi biaya: lembaga penyelenggara E-Learning dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya perjalanan untuk pelatihan, menghilangkan biaya pembangunan sebuah kelas dan mengurangi waktu yang dihabiskan oleh pelajar untuk pergi ke sekolah.

3. Mudah dicapai: pemakai dapat dengan mudah menggunakan aplikasi E-Learning dimanapun juga selama mereka terhubung ke internet. E-Learning dapat dicapai oleh para pemakai dan para pelajar tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Kemampuan bertanggung jawab: Kenaikan tingkat, pengujian, penilaian, dan pengesahan dapat diikuti secara otomatis sehingga semua peserta (pelajar, pengembang dan pemilik) dapat bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka masing- masing di dalam proses belajar mengajar.

Beberapa kekurangan yang dimiliki oleh pemanfaatan e-Learning: Kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar mengajar.

6

Dewi Salma Prawiradilaga, dkk, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2004), hlm 199


(26)

Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial.

1. Proses belajar mengajar cenderung ke arah pelatihan dari pada pendidikan. 2. Berubahnya peran pengajar dari yang semula menguasai teknik pembelajaran

konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT (Information, Communication and Technology). Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer).

3. Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan tentang internet. 4. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

B.

Belajar dan Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Banyak sekali yang memberikan pengertian mengenai belajar, sejalan dengan perkembangan cara pandang dan melalui pengalaman para ilmuan. Diantaranya yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut:

“Skinner, yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psychology: The Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini

diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah: ”a process

of progressive behavior adaption”.”7

“Hintzman dalam bukunya the psychology of learning and memory

berpendapat learning is a change in organism due to experience which can

affect the organism’s behavior. Artinya adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.”8 Menurut Slameto, “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

7

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), cet.3, hlm 60

8

Muhibbin Syah, psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 89


(27)

keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungan.”9

Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengalaman adalah suatu pembelajaran yang sangat berharga dalam menunjang perubahan di dalam diri manusia. Perubahan yang terjadi dalam diri manusia disebabkan oleh pengalaman. Jadi pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun yang manusia lakukan, itu diartikan sebagai belajar. “Belajar bukan suatu tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.”10

“Belajar berarti proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Dapat juga diartikan sebagai proses usaha individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dari keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya. Tingkah laku individu itu dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis berikut:

a. Kognitif, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan pengenalan atau pemahaman tentang diri dan lingkungannya (fisik, sosial, budaya, dan agama). Dengan demikian tingkah laku ini merupakan aspek kemampuan intelektual individu, seperti mengetahui sesuatu, berpikir, memecahkan masalah, mmengambil keputusan, menilai dan meneliti. b. Afektif, yaitu tingkah laku yang mengandung penghayatan suatu emosi

atau perasaan tertentu. Contohnya: ikhlas, senang, marah, sedih, menyayangi, mencintai, menerima, menyetujui, dan menolak.

c. Konatif, yaitu tingkah laku yang berkaitan dengan dorongan dari dalam dirinya untuk mencapai suatu tujuan (sesuatu yang diinginkan), seperti: niat, motif, cita-cita, harapan dan kehendak.

d. Motorik, yaitu tingkah laku yang berupa gerak-gerik jasmaniah atau fisik, seperti: berjalan, berlari, makan, minum, menulis, dan berolahraga.”11

2. Teori-Teori Pokok Belajar

Ada beberapa teori belajar dikemukan oleh para ahli, yang dapat membuat kita bisa lebih memahami tentang belajar. Diantara teori itu adalah sebagai berikut:

a. Teori Conditioning

9

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Bina Aksara, 1998), hlm. 02

10

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), hlm. 29

11

Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama (perspektif agama islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm. 9-10


(28)

“Teori ini dikemukakan oleh Paplov, bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil Conditioning, yakni hasil dari latihan atau kebiasaan mereaksi terhadap syarat/perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupan.”12

Menurut teori ini yang terpenting dalam belajar adalah, manusia harus sering banyak melakukan latihan secara terus menerus. Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Teori ini lebih mengutamakan belajar itu terjadi secara otomatis.

b. Teori belajar Thorndike

“Teori yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai hubungan antara stimulus dan respon, Thorndike dengan teorinya menyusun hukum-hukum belajar seperti law of effect (hubungan itu diperkuat atau diperlemah tergantung pada kepuasan dan ketidasukaan yang berkenaan dengan penggunaannya). The law exercise (apabila hubungan itu sering dilatih maka ia akan menjadi kuat) dan the law of readiness (siap untuk berbuat memberi kepuasan sebaliknya tidak siap akan merasa tidak puas.)”13

c. Teori Gestalt

“Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori ini sering disebut Organism Psychology atau Field Psychology atau Insight Full Learning.

Teori ini berpenderian bahwa keseluruhan itu lebih penting dari bagian-bagian/unsur-unsurnya.”14 Menurut pandangan teori ini manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu itu bertindak atas berbagai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar diri individu.

Oleh karena itu, menurut teori gestalt, belajar bukan hanya sekedar proses antara stimulus dengan respon yang diperkuat dengan latihan-latihan atau ulangan-ulangan, akan tetapi menurut teori ini belajar itu terjadi jika ada pemahaman.

12

Ngalim Purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm.91

13

Oemar Hamalik, proses belajar mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), hlm. 39

14


(29)

d. Teori Kontruktivis

“Teori ini dikembangkan oleh Piaget, bahwa pada dasarnya setiap individu anak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksikan oleh anak subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. pengetahuan tersebut hanya diingat sementara setalah itu dilupakan.”15

3. Jenis-jenis Belajar

“Untuk meningkatkan hasil belajar dalam pengaruh intruksional dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap hal-hal yang positif dan berguna bagi siswa, guru harus pandai memilih isi pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah. Ada dua jenis belajar yang perlu dibedakan, yakni belajar konsep dan belajar proses. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar kepada pemahaman fakta dan prinsip, banyak bergantung pada apa yang diajarkan guru, yaitu bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih menekankan pada masalah bagaimana bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajari.”16

4. Hasil Belajar

Secara singkat dapat dikatakan bahwa hasil belajar berupa perolehan perubahan tingkah laku yang meliputi pengamatan, pengenalan, pengertian, perbuatan, keterampilan, perasaan, minat dan bakat. Dalam dunia pendidikan hasil belajar dapat digunakan sebagai pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.

“Suatu proses mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan intruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya, guru perlu mengadakan tes formatif setiap menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses

15

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011),cet.8, hlm. 124

16

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 34-35


(30)

belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil.”17

“Hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.”18

Dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar adalah angka yang diperoleh siswa yang telah berhasil menuntaskan konsep-konsep mata pelajaran, sperti mata pelajaran IPS sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan, sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Begitu juga hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil proses pembelajaran.

Tidak ada guru seorangpun yang tidak menginginkan keberhasilan, hanya seorang guru yang putus asa memberikan pernyataan seperti itu. Seorang guru mengajar, sudah memiliki motivasi yang tinggi, supaya bisa menjadikan anak didiknya berhasil dalam belajar. Setiap proses belajar yang dilakukan oleh guru dan siswa pasti akan menghasilakn yang namanya keberhasilan belajar.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa, faktor itu bisa dikatakan sebagai penentu seorang dapat belajar dengan baik atau malah sebaliknya, berhasil atau tidaknya belajar tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor internal atau faktor di dalam diri siswa, dan faktor dari luar diri siswa. Sehubungan dengan hal itu, di bawah ini adalah penjelasan yang detail mengenai faktor yang mempengaruhi belajar. Diantaranya:

17

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006),cet.ke3, hlm 105

18

Pengertian Hasil Belajar. Artikel diakses pada tanggal 30 september 2013 dari http://tetap-belajar.blogspot.com/2013/06/pengertian-hasil-belajar-menurut-para.html


(31)

a) Faktor Internal

Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri atau Factor internal, apa yang ada dalam diri manusia itu dapat mempegaruhi, berhasil atau tidaknya belajar siswa. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

1) Faktor Fisiologis (yang bersifat jasmaniah)

“Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat

kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sndinya, dapat mempengaruhi semangat dan

intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.” 19

Keadaan jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang, kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

“Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.”20 Panca indra yang setiap orang miliki mempunyai manfaat yang baik dan akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Akan ada perbedaan antara panca indera seorang siswa yang baik, dengan yang kurang baik. Akan terlihat dari hasil belajar itu sendiri, karena dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehingga manusia dapat menangkap dunia luar.

19

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 131

20

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 133


(32)

2) Faktor Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dalam perolehan pembelajaran siswa. Namun diantara faktor rohani siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah

“kematangan/pertumbuhan, kecerdasan siswa, motifasi, minat, sikap dan bakat.”21 a. Kematangan/Pertumbuhan

“Kita tidak dapat mengajar ilmu pasti kepada anak kelas tiga sekolah dasar, atau mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk di bangku sekolah menengah pertama. Semua itu disebabkan pertumbuhan mental yang belum matang untuk menerima pelajaran itu. Mengajarkan sesuatu baru dapat berhasil jika tarap pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu.”22

b. Kecerdasan/Intelegensi Siswa

“Orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas.”23

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi dari hampir seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis

21

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 102

22

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 103

23

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 108


(33)

yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.

c. Motivasi

“Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme (baik manusia

ataupun hewan) yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.”24

Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. “Motivasi adalah

kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.”25

Motivasi juga diartikan sebagai “pendorongan”,26 Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

d. Minat

“Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.”27 Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.

Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan dengan membuat materi yang akan dipelajarai semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain

24

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), cet.3, hlm 136

25

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 109

26

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 71

27


(34)

belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.

e. Sikap

“Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (respon tendensi) dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.”28

Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performa guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.

Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya, berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan siswa bahwa materi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.

“Menurut Ngalim Purwanto sikap baik yang harus ada dalam diri seorang guru adalah bersikap adil, percaya dan suka pada murid-muridnya, sabar, memiliki wibawa, baik terhadap murid-muridnya, benar-benar menguasai mata pelajarannya, bersikap baik terhadap guru yang lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat, suka pada mata pelajaran yang diberikannya, dan berpengetahuan luas.”29

f. Bakat

Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses hasil belajar adalah bakat.

“Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang

28

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 135

29

Ngalim Purwanto, Strategi Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya), hlm.143-148


(35)

dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.”30 Dengan demikian, Bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.

Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang IPS akan lebih mudah mempelajari sejarah-sejarah dan perhitungan ekonomi.

Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki setiap individu, maka para pendidik, orang tua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatar lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih sekolah mana yang akan diambil.

b) Faktor-faktor Eksternal

Dalam hal ini, menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.

1. Lingkungan Sosial

“Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa.”31 Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah.

30

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 135

31

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 137


(36)

Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.

“Selanjutnya yang juga termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut.”32 Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.

“Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.”33

Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2. Lingkungan Nonsosial.

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:

Menurut pendapat Muhibbin Syah, “faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.”34

“Lingkungan fisik/alami termasuk di dalamnya adalah keadaan sushu,

kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan

32

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), cet.3, hlm 138

33

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 138

34

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm 138


(37)

pengap.”35

Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat. Faktor nonsosial yang dapat mempengaruhi belajar selanjutnya adalah Faktor instrumental.

“Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya

dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware), seperti: gedung perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, perpustakaan, dan sebagainya. Maupun faktor-faktor lunak (software), seperti: kurikulum, bahan/program yang harus dipelajari, pedoman-pedoman belajar dan

sebagainya.”36

Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

C.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

“Ilmu sosial merupakan disiplin ilmu yang mengkaji perilaku manusia dalam ragam bentuknya. Disiplin ilimu ini meliputi sejumlah cabang disiplin ilmu seperti: psikologi, geografi, ekonomi, politik, sosiologi dan antropologi. Dari enam ilmu sosial tersebut ada yang menganggap bagian dari disiplin ilmu sosial, ada pula yang memisahkannya.”37

“IPS adalah perpaduan dari pilihan konsep-konsep ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, budaya dan sebagainya yang diperuntukan sebagai pembelajaran pada tingkat persekolahan.”38

35

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 105

36

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 106

37

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: CV. Alfabeta, 2004), hlm. 189

38

Sapriya dkk, Pembelajaran dan Hasil Evaluasi Hasil Belajar IPS, (Bandung: UPI Press, 2006), hlm. 03


(38)

Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa semua disiplin ilmu yang mempelajari tingkah laku kelompok umat manusia dapat dimasukkan kedalam kelompok ilmu-ilmu sosial (sosial sciences). “Kemudian, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke pendidikan menengah.”39

“Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat dan psikologi sosial.”40

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa ilmu-ilmu sosial merupakan dasar dari IPS. Akan tetapi perlu dicamkan bahwa tidak semua ilmu-ilmu sosial secara otomatis dapat menjadi bahan/pokok bahasan dalam IPS. Tingkat usia, jenjang pendidikan dan perkembangan pengetahuan anak didik, sangat menentukan materi-materi ilmu-ilmu sosial mana yang tepat menjadi bahan pokok bahasan dalam IPS.

2. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

IPS Merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu sosial antara lain: Sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan Sejarah. Mata pelajaran IPS juga terdiri atas beberapa konsep, prinsip dan tema yang berkenaan dengan hakekat kehidupan manusia sebagai mahluk sosial (homo socious). Dalam penyampaian pembelajaran IPS ini, seorang guru harus pandai membawa anak didiknya dalam mencapai pemahaman.

39

Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbagai Kompetensi, (ciputat: PT. Ciputat Pres, 2005), cet.1, hlm 22

40


(39)

“Karakteristik IPS yaitu bagaimana kita sebagai pendidik memberikan berbagai pengertian yang mendasar yang harus dimiliki oleh peserta didik, melatih berbagai keterampilan yang harus selalu dikembangkan melalu pendidikan IPS ini, serta mengembangkan atau membentuk moral yang dibutuhkan oleh peserta didik. Karakteristik IPS ini ditentukan oleh jenjang pendidikan peserta didik atau usia peserta didik. Adapun pada hakikatnya karakteristik IPS itu dapat dilihat dari dua aspek yaitu Interdisipliner dan Multidisipliner. Dimana interdisipliner dapat ditijau dari rumpun-rumpun IPS seperti ekonomi,sosial, sejarah, geografi, antropologi dll, dalam artian hanya menggunakan satu ilmu saja. Sedangkan multidisipliner itu merupakan penggabungan dari semua disiplin-disiplin ilmu IPS dimana penggabungannya itu saling berkaitan.”41

3. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

“Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan untuk “mengembangkan kemampuan

berpikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai sosial budaya.”42

Menurut Nu’man Somantri, pada dasarnya terdapat empat pendapat mengenai tujuan pembelajaran.

“Pendapat pertama yang mengemukakan tujuan IPS adalah untuk mendidik para siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya. Pendapat kedua, tujuan pembelajaran IPS ialah untuk menumbuhkan warga Negara yang baik. Pendapat ketiga, merupakan kompromi dari pendapat pertama dan kedua, bahwa pembelajaran IPS harus menampung para siswa untuk lanjut studi lanjutan ke universitas maupun yang akan terjun langsung pada kehidupan masyarakat. Pendapat keempat, tujuan pembelajaran IPS dimaksudkan untuk mempelajari bahan yang sifatnya tertutup,

41

karakteristik IPS. Artikel diakses pada tanggal 30 september 2013 dari http://rizukifarevi.blogspot.com/2013/06/hakikat-dan-karakteristik-konsep-dasar.html

42

Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbagai Kompetensi, (ciputat: PT. Ciputat Pres, 2005), cet.1, hlm 24


(40)

maksudnya untuk memecahkan konflik intrapersonal maupun antarpersonal.”43

Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan menembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

D.

Kerangka Berpikir

Untuk meningkatkan hasil pembelajaran IPS, maka guru perlu melakukan perbaikan atas praktek pembelajaran yang dilakukan. Kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih strategi dan model pembelajaran yang menunjang pencapaian tujuan kurikulum dan sesuai dengan potensi siswa, merupakan bagian kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, karena tugas guru adalah menciptakan situasi yang kondusif sesuai dengan yang diharapkan dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan bakat dan kemampuan. Dengan menjadikan siswa sebagai subjek belajar, maka paradigma yang dikembangkan dalam proses pembelajaran adalah terciptanya suasana belajar yang lebih demokratis, kolaboratif dan konstruktif. Suasana belajar seperti ini akan menjadikan kelas sebagai miniatur masyarakat yang dinamis, inovatif dan kreatif serta interaksi multi arah antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa semakin intens. Interaksi kelas yang kondusif akan menentukan efektivitas pembelajaran yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar.

Bagaimanapun kegiatan proses pembelajaran tidak hanya menekankan kepada apa (materi) yang harus dipelajari anak didik (pemahaman konsep-konsep), akan tetapi lebih menekankan pada bagaimana peserta didik harus belajar (belajar mengalami).

43

Sapriya dkk, Pembelajaran dan Hasil Evaluasi Hasil Belajar IPS, (Bandung: UPI Press, 2006), hlm. 11-12


(41)

Konsep mata pelajaran IPS merupakan konsep yang memerlukan pemahaman lebih mendalam dari masing-masing siswa. Rendahnya penguasaan materi pelajaran IPS tidak terlepas dari strategi pembelajaran di kelas serta media pembelajaran yang dikembangkan.

Proses belajar mengajar di kelas harus optimal supaya siswa mampu menguasai, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, terutama mata pelajaran IPS. Untuk itu diperlukan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa, motivasi, serta minat siswa dalam belajar di kelas. Starategi pembelajaran di kelas kadang menjadi momok yang menakutkan bagi guru dalam pembelajaran di kelas, ini dikarenakan gaya belajar tiap siswa berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan strategi pembelajaran di kelas yang aktif, kreatif, dan menyenangkan tanpa mengesampingkan pembelajaran di kelas. Hal ini dapat dibantu melalui media pembelajaran dengan menggunakan media e-learning.

Salah satu media pembelajaran yang ditawarkan dalam pembelajaran IPS adalah dengan menggunakan media pembelajaran e-learning. Media pembelajaran tersebut merupakan alternatif pengajaran yang memberikan sarana baru dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar dirancang dalam bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk saling bekerjasama, saling membantu, dan lebih cepat dalam memahami materi pelajaran IPS.

E.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan hipotesis tindakan sebagai berikut : Penerapan media e-learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada materi Peta, Atlas, dan Globe.


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Waktu dalam penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Karena Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas. Oleh sebab itu waktu disesuaikan dengan kalender akademik sekolah. Adapun waktu penelitian adalah sebagai berikut:

No Tanggal Kegiatan

1 Maret 2012 Pembuatan Proposal Penelitian

2 21 November 2012 Menyerahkan Surat Penelitian kepada Kepala Sekolah SMP IT AL-ATIQIYAH

3 28 November 2012 Observasi 4 05 s/d 31 Desember

2012

Membuat RPP, Instrument tes, Panduan observasi.


(43)

5 21 dan 28 februari 2013

Pelaksanaan siklus I 6 06 dan 13 Maret 2013. Pelaksanaan siklus II

7 01 Mei 2013 Penyususunan laporan penelitian Tabel 3.1

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi.

B.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran.

“Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya

sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksi tindakan secara kolaboratif dan partisipasif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai

guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.”44

“Secara etimologis, ada tiga istilah yang berhubungan dengan penelitian

tindakan kelas, yakni penelitian, tindakan, dan kelas.

Pertama, penelitian adalah suatu proses secara pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis, empiris, dan control.

Kedua, tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan tertentu yang dilakukan peneliti oleh guru. Ketiga, kelas menunjukan pada tempat

proses pembelajaran berlangsung.”45

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan, yang dengan sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Jadi dalam praktiknya penelitian tindakan ini melibatkan guru dan siswa dalam suatu proses pembelajaran.

44

Wiajaya Kusumah & Dewi Dwigataama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Indeks, 2010), cet ke-2, hlm. 9

45


(44)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas, sehingga hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Dengan demikian, PTK berfokus pada kelas atau pada proses pembelajaran yang terjadi di kelas, bukan pada input kelas (silabus, materi, dan lain-lain) ataupun output (hasil belajar). PTK harus tertuju atau mengkaji mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas.

Data yang didapat dianalisi melalui beberapa tindakan dalam siklus-siklus tindakan. Adapun model penelitian tindakan ini meliputi empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Mc Taggrat46

46

Trianto, Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas( Teori dan Praktik ), ( Jakarta : Prestasi Pustaka, 2011 ), hal. 30

Perencanaan

Refleksi Siklus I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Siklus II

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan


(45)

Tahap I: Menyusun Perencanaan Tindakan (Planning)

Dalam tahapan ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Peneliti tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amanat yang dilakukan.

Dalam penelitian tindakan kelas ini akan dipakai siklus yang dilakukan secara barulang-ulang dan berkelanjutan, sehingga diharapkan semakin lama semakin menunjang hasil yang akan dicapai. Langkah-langkah kegiatan yang harus dipersiapkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

a. Observasi

b. Identifikasi permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar c. Merumuskan metode strategi yang sesuai dengan pembelajaran d. Membuat rencana pelakasanaan pembelajaran (RPP)

e. Menyusun lembar observasi aktifitas siswa. f. Membuat instrument tes (pre test dan pos test) Tahap II: Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan kelas ini. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksanaan guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan anatara pelaksanaan dengan perancanaan perlu diperhatikan secara seksama agar sinkron dengan maksud semula.

Tahap III: Pengamatan (Observasi)

Tahap ke-3 yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat, kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan


(46)

karena seharusnya pengamtan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Dalam kegiatan pembelajaran, peneliti mengadakan pengamatan dengan pengambilan data hasil belajar dan kinerja siswa.

Tahap VI: Analisis dan Refleksi

Tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah refleksi berasal dari bahasa inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksanaan sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.

Data yang diperoleh dari tindakan kelas yang telah dilaksanakan akan dianalisis untuk memastikan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran e-learning yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berikut adalah bagan prosedur penelitian media e-learning :

Bagan 3.2 Prosedur Penelitian E-learning

Penelitian pendahuluan Observasi

Kegiatan Persiklus

Sosialisasi pembelajaran dengan menggunakan media e-learning

Siklus I Siklus II Planing Acting Observing Reflecting Planing ng Acting Observing Reflecting g Tahap Perencanaan

Merancang pembelajaran dengan media e-learning

Tahap Pelaksanaan Tindakan

Melaksanakan pembelajaran IPS sesuai dengan apa yang sudah direncanakan

Tahap Observing dan Reflecting

Melakukan refleksi yang diperoleh selama siklus I dan II Harapan:


(47)

Pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penggunaan media pembelajaran e-learning yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPS. Adapun rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Fokus masalah

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui apakah dengan diterapkannya media pembelajaran e-learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada materi “Peta,

Atlas dan Globe”.

2. Hasil yang diharapkan

Pada penelitian ini harapan yang ingin dicapai adalah dengan diterapkannya media pembelajaran e-learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada materi Peta, Atlas, dan Globe.

3. Solusi masalah

Pembelajaran IPS dengan menggunakan media e-learning. 4. Indikator penelitian

Indikator yang dijadikan acuan keberhasilan dari penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila hasil belajar siswa terhadap materi yang disampaikan mencapai nilai minimum sesuai dengan KKM yaitu 65.

b. Terjadi peningkatan aktivitas pembelajaran yang dilakukan siswa. Maksudnya adalah pembelajaran berpusat pada siswa, siswa yang lebih aktif dalam belajar dari pada guru. Guru hanya bertindak sebgai fasilitator yang membimbing siswa bila terdapat kesulitan.

C.

Subjek yang terlibat dalam penelitian

Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi Kelas VII yang berjumlah 15 orang.


(48)

D.

Peran dan posisi peneliti dalam penelitian

Pada penelitian ini peneliti berperan langsung sebagai guru yang melakukan proses pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan media e-learning.

E.

Teknik pengumpulan data

Data di dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu:

1. Data kualitatif : hasil observasi guru dalam proses belajar mengajar, observasi aktivitas siswa, dan catatan lapangan.

2. Data Kuantitatif : nilai tes siswa (pre test dan post test).

Penelitian ini menggunakan beberapa cara untuk mengumpulkan data selama proes penelitian berlangsung diantaranya sebagai berikut:

a. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk observasi selama kegiatan pelajaran berlangsung. Lembar observasi digunakan untuk mengevaluasi kegiatan mengajar peneliti selama tindakan kelas dan juga untuk mengetahui proses pelaksanaan belajar siswa dalam belajar IPS.

b. Tes (pre test dan post test)

Tes yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan Media e-learning untuk mencapai nilai KKM 65 yang ditentukan sekolah. Tes tertulis berupa pre test dan post test. Pre test

yaitu tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai dan bertujuan untuk menegetahui sampai dimana pengusaan siswa terhadap bahan pengajaran yang akan diajarkan. Sedangkan post test yaitu tes yang diberikan pada setiap akhir program

satuan pengajaran. “Tujuan post test adalah untuk mengetahui sampai dimana pencapaian sswa terhadap bahan pengajaran setelah mengalami suatu kegiatan pembelajaran.”47Soal-soal pre test di buat sama dengan soal-soal post test.

47 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.28


(49)

F.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini terdiri dari dua instrument, yaitu instrumen dengan menggunakan tes dan instrumen yang bukan tes (non tes).

1. Instrumen Tes

Tes tertulis ini berupa test awal (Pre Test) dan Tes Akhir (Post Test). Tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada siswa, karena itu butir-butir soalnya dibuat yang mudah. Sedangkan tes akhir (Post test) adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada siswa, dan biasanya naskah post test ini dibuat sama dengan tes awal.

Siklus I dan siklus II terdiri dari 20 butir soal pilihan ganda, 10 soal siklus I dan 10 soal siklus II. Alasan peneliti memilih soal pilihan ganda (PG) sebagai acuan dalam penilaian tertulis, karena waktu jam pelajaran yang terbatas, sedangkan tes awal (pretest) dan tes akhir (post test) harus dilaksanakan pada setiap siklus, selain itu dipilihnya alternatif tes pilihan ganda (PG) untuk mempermudah siswa dalam menemukan jawaban, karena terdiri dari beberapa alternatif jawaban.

Tes tertulis ini berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (post test). Tes awal (pretets) adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberkan kepada peserta didik, karena itu butir-butir soalnya dibuat yang mudah-mudah. Sedangkan tes akhir (post test) adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting yang telah diajarkan kepada para peserta didik dan biasanya naskah tes akhir ini dibuat sama dengan naskah tes awal.

Tes tersebut dalam bentuk tes obyektif berbentuk pilihan ganda sebanyak 10 soal setiap siklusnya. Jika benar mendapatkan poin 10, dan jika salah mendapatkan poin 0.

2. Instrumen Non test

Dalam instrument non test yang digunakan adalah sebagai berikut : a) Lembar observasi


(50)

“Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai bebagai fenomena baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu”.48

Lembar observasi yang digunakan terdiri dari tes perbuatan berupa penilaian. Observasi dilakukan untuk mengadakan pencatatan mengenai aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas.

b) Lembar Catatan lapangan

Catatan lapangan diperlukan untuk mengamati seluruh kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung. Berbagai hasil pengamatan tentang aspek pembelajaran dikelas, suasana kelas, pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa, dan aspek lainnya yang pelu dicatat.

G.

Uji Coba Instrumen

Sebelum diberikan kepada subjek penelitian, soal terlebih dahulu diujicobakan pada peserta didik kelas VIII. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut memenuhi persyaratan seperti validitas, realiabilitas, tingkat kesukaran maupun daya beda.

1. Uji Validitas

Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak

diukur. Dalam Bahasa Indonesia “valid disebut dengan istilah sahih”. “Sebuah item

tes dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah”. 49

Dengan kata lain, Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kebenaran suatu instrumen. Instrumen disebut valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan. Untuk mengukur keabsahan instrumen digunakan program ANATES.

48Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, Teknik, Prosedur), (Bandung : Remaja

rosdakarya, 2009), hal. 153

49

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2006 ), hal.65


(51)

Dalam menghitung validitas instrumen tes hasil belajar siswa, peneliti menggunakan rumus korelasi bisentral :

̅ ̅ √

Keterangan :

= koefisen kolerasi biserial antara sekor butir soal no I dengan sekor

total

̅ = rata-rata sekor total semua responden

= rata-rata sekor total semua responden

= standar deviasi sekor total semua responden

= proporsi jawaban benar untuk semua butir nomor i = proporsi jawaban salah untuk semua butir nomor i

2. Uji Reliabilitas50

Untuk memperoleh data yang dipercaya, instrumen penelitian yang digunakan harus realiabel. Reliabilitas adalah instrumen cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena data tersebut sudah baik. Perhitungan realiabilitas menggunakan program ANATES. Untuk menghitung besarnya reliabilitas instrumen hasil belajar peneliti menggunakan rumus kuder Richardson (K – R 20) sebagai berikut :

r11 = k S² – Σpq

k-1 S²

Keterangan :

r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan

p : Proporsi subjek yang menjawab item yang benar q : Proporsi subjek yang menjawab item yang salah

50

Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, Teknik, Prosedur), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009 ), hal. 262


(52)

( q= 1- p)

Σpq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q

: Varians tes

Adapun kriteria pengujian :

rii : 0,91 – 1,00 = Sangat Tinggi rii : 0,71-0,90 = Tinggi

rii : 0,41-0,70 = Cukup rii : 0,21-0,41 = Rendah rii : < 0,21 = Sangat Rendah

3. Taraf Kesukaran51

Tingkat kesukaran soal adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Tingkat kesukaran dari suatu tes untuk mengetahui setiap butir soal termasuk kategori mudah, sedang, atau sukar.

Untuk mengetahui apakah soal tes yang diberikan tergolong mudah, sedang, atau sukar digunakan rumus sebagai berikut :

P = B JS Keterangan :

P : Tingkat kesukaran untuk setiap butir soal B : Jumlah siswa yang menjawab benar

JS : Jumlah siswa dari masing-masing kelompok yang menjawab soal

51 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan ( Edisi Revisi ), ( Jakarta : Bumi Aksara, 2006 ), hal. 208


(1)

r-Nama NIM Jurusan Judul Skripsi

LEMBAR UJI REF'ERENSI

: Adi Saepul Hamdi : I 0801 5000090

: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

: "Penerapan Metode E-Learning Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu".

Dodi Andika, Pendidikan di Tengah Gelombang P erub ahan, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2007), hlm. 03

Diknas, Undang Sisdiknas dan Undang-Undang Guru dan Dosen, Qakarta: Asa Mandiri, 2009),hIm.6-7

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakana: PT Bumi Aksara, 2004\,h1m.236

Muhibbin syah, psiknlogi belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), cet.3, hlm 60

Muhibbin Syah, psikologi pendidikan suatu pendekatan baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

1995). hlm 89

Slameto, Belajar dan Faktor-Fahor Yang Mempengaruhinya, (J akarta, Bina Aksar a, 1998), h l m . 0 2

Oemar Hamalik, proses belajar mengajar, (Jakarta:

' ' | , {


(2)

t "

I I

FT Bumi Aksara,200l), hlm.29

I

Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama (trterspeHif agama islam), (Bandung: Pustaka Bani

Quraisy, 2005), hlm. 9-10

A./

9 Ngalim purwanto, P sikolo gi P endidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 91

1 0

Oemar Hamalik, proses belajar mengajar, (Jakarta:

PT BumiAksara, 2001), hlm. 39

l l Oemar Hamalik, proses belajar mengajar, (Jakarta:

PT BumiAksara, 2001), hlm.40

,/u,

12

Wina Sanj ay \ s tr ate gi pe mb e I aj aran b e ror ie nt as i s t an d ar p r o s e s p e n d i d i kan, (J akarta: Kenc ana,

2 0 1 l ) , c e t . 8 , h l m . 1 2 4 .

1-l 3

Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, strategi belajar mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 34-35

I 4

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, strategi belajar mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006),cet.ke3, hlm 105

l 5 Muhibbin syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 2001), cet.3, hlm 131 ,//

1 6

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

1 9 9 5 ) . h l m 1 3 3

-4r/

I 7 Ngalim purwanto, P sikolo gi P endidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 7l /-/

l 8

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

1995), hlm 135

u)

l 9 Ngalim Purwanto, Strategi Pendidikan Teoritis dan

il

f u , ' 1


(3)

r-"

I

Praktis, (Bandung: PT" Remaja Rosda Karya), h l m . 1 4 3 - 1 4 8

20

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

1 9 9 5 ) , h l m 1 3 5

,/u

2 l

Muhibbin Syah, Psiftologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung; Remaja Rosda Karya,

1 9 9 5 ) . h l m 1 3 7

1/

22

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

1995), hlm 138

.4/

23

Iif Khoru Ahmadi, Sofan Amri & Tatik Elisah, s t r at e g i p e mb e I aj ar an s e ko I ah te rp adu, (Jakarta: PT. Prestasi Pusta Karaya,20ll), hlm.203

24

Dewi Salma Prawiradilaga, dkk, Mozaik Teknologi P e ndidikan, (J akarta: Universitas Negeri J akarta, 2004\, hlm 197

/1/

2 5

Dewi Salma Prawiradilaga, dkk, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2004\, hlm 199

26

Wiajaya Kusumah & Dewi Dwigataama, mengenal penelitian tindakan kelas, edisi kedua, (Jakarta: PT. Indeks, 2010), cet ke-2, hlm. 9 ///

27

Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta:

Kencana, 2010), Cet.Ke2, hlm.25

2 8

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan

Nilai, (Bandung: CV. Alfabeta,2004), hlm. 189 //

29

Sapriya dkk, pembelajaran dan hasil evaluasi hasil

belajar 1P,S, (Bandung: UPI Presso 2006\, hlm. 03

4

3 0

Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang

v


(4)

lr.'

I

Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbagai Kompetensi, (ciputat: PT. Ciputat Pres, 2005), cet.1, hlm 19-23

Trianto, Model Pembelajaran Terpaduo (Jakarta: Bumi Aksara,2010), cet.l, hlm 171

Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbagai Kompetensi, (ciputat: PT. Ciputat Pres, 2005), cet.l, hlm24

Sapriya dkk, pembelajran dan hasil evaluasi hasil belajar 1P,S, (Bandung: UPI Press, 2006), hlm.

1l-t 2

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya , 2006), h.28

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: BumiAksara, 2006\, hal.65 Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Prinsip,

Telmik, Prosedur), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009 ),hal.262

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan ( Edisi Revisi ), ( Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal.208

Zaenal Ari fi n, Ev al u as i P e mb e I aj ar an (P r i ns ip, Teknik, Prosedur), (Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2009 ), hal. 263

t


(5)

--t . '

j

Mengetahui Dosen Pembirnbing Skripsi


(6)

'iT-7-I

YAYASAI\{ PENDIDIKAN ISLAM AL.ATIQIYAI{

Akte Notaris : Marah Hasyir No. 19 Tanggal 17 Februari

2009

SEKOLAH MENENGAII PERTAMA ISLAM TERPADU

(sMP rT AL-ATTQTYAH)

ISLAMIC BOARDING SCHOOL

NSS/NIS z 202020618263

I 202630

Alamat : Kp/Ds. Cipanengah, Kec. Bojonggenteng, Kab. Sukabumi Prov. Jm,va Barat Po.Box.09 Kode Pos 43157 Telp. (0266) 6542736 email : smpitalatiqiyah@gmail.com

SURAT KETERANG4S{

No.

:263.85A[ASA-SMPIT/IIV20t3

Yang bertanda tangan di bawah ini kepala sekolah SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi. Dengan ini menyatakan bahwa:

Nama TTL NIM Fakultas Program Studi Semester

Adi Saepul Hamdi Sukabumi. 17 Juli l99l I 0801 5000090

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Pendidikan IPS

X (sepuluh)

Nama di atas telah mengadakakn riset/penelitian di SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi pada bulan februari sampai dengan bulan maret 2013 dengan judul:

"PENERAPAN METODE E.LEARNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU".

Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

30 Maret 2013 Al-Atiqiyah

L;}

n sadili


Dokumen yang terkait

Hubungan antara sikap siswa terhadap mata pelajaran IPS dengan hasil belajar IPS kelas X SMK Attaqwa 05 Kebalen

1 17 97

Peningkatan hasil belajar siswa dengan metode diskusi pada mata pelajaran IPS di kelas V MI Ta’lim Mubtadi I Kota Tangerang

0 12 121

Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Melalui Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Kelas Vii Di Smp Giri Taruna

0 6 14

Penerapan metode permainan ular tangga (Snakes Ledder) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di MTs. Al Ikhwaniyah Pondok Aren

1 33 161

PENERAPAN MODEL CONTECTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) GUNA MENINGKATKAN ATIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV C SD XAVERIUS METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2011-2012

0 5 152

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENT PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU (Studi Kasus Siswa Kelas VII E SMP Negeri 9 Semarang)

0 15 256

PENERAPAN METODE PROYEK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH : Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas XI IPS-1 SMAN 1 Sukaresmi.

0 5 46

PENERAPAN METODE DISKUSI KELOMPOK SILANG DALAM UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VIII SMP NEGERI 6 YOGYAKARTA.

0 0 197

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GUIDED NOTE TAKING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII SMP NU Jatibarang) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 30

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JARING LABA-LABA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DI MTs AL-MAIJAH CIREBON (Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan pada kelas VII-E) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 18