d. Pengalaman traumatis dengan ibunya sehingga timbul kebencian atau antisipasiterhadap ibunya dan semua wanita.
2.2.2. Ciri-ciri Lelaki Suka Lelaki LSL
Adapun ciri-ciri seorang LSL adalah sebagai berikut : a. Laki-laki yang secara eksklusif berpengaruh seks dengan laki-laki lain.
b. Laki-laki yang berpengaruh seks dengan laki-laki lain tapi sebagian besarnya berpengaruh dengan perempuan.
c. Laki-laki yang berpengaruh seks dengan laki-laki maupun perempuan tanpa ada perbedaan kesenangan.
d. Laki-laki yang berpengaruh seks dengan laki-laki lain dikarenakan mereka tidak mempunyai akses untuk seks dengan perempuan, misalnya di penjara, ketentaraan,
dan lain-lain.
2.3. Faktor –faktor yang Berpengaruh dengan Sifilis pada Lelaki Suka Lelaki
Melihat tingginya angka prevalensi sifilis pada Lelaki Suka Lelaki, identifikasi terhadap faktor-faktor terkait yang berpengaruh perlu dilakukan.
Beberapa faktor risiko yang diduga menjadi penyebab meningkatkan jumlah prevalensi penyakit sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki dan yang berpengaruh
meningkatkan risiko penularan sifilis antara lain :
2.3.1. Umur
Umur merupakan salah satu variabel yang penting dalam mempengaruhi aktivitas seksual seseorang sehingga dalam melakukan aktivitas seksual orang yang
Universitas Sumatera Utara
lebih dewasa memiliki pertimbangan yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang belum dewasa Azwar, 1985. Penelitian tentang Pengaruh antara umur dengan
kejadian sifilis pada populasi LSL belum banyak ditemukan. Namun literatur kaitan umur yang lebih tua sebagai faktor risiko sifilis beberapa sudah tercatat. Sebuah
penelitian tentang sifilis kongenital mencatat bahwa usia wanita yang lebih tua di atas 30 tahun merupakan risiko untuk terkena sifilis di Tanzania Yususi: 2010
sementara J Todd et al 2001 menyebutkan sebanyak 20 sifilis positif pada pria berusia 35- 44 tahun.
Penelitan Sarah Thomas 2011 menyebutkan pada kalangan Non-MSM termasuk populasi LSL didapatkan sifilis pada usia 30-49 thn OR 3,36 ,95 CI
1,347-8,225 dan pada usia 50 ke atas OR 4,76 95 CI 1,522- 14,853. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Thomas E dkk 2011 di Thailand pada kelompok
LSL, umur yang lebih tua menjadi faktor risiko infeksi HIV.
2.3.2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang diduga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku dalam kegiatan apa saja. Tingkat pendidikan kesehatan tidak dapat segera membawa
manfaat bagi masyarakat dan yang mudah dilihat dan diukur. Karena pendidikan adalah “Behavior Investment” jangka panjang dan hasilnya dapat dilihat beberapa
tahun kemudian Soekidjo N. 2007. Penelitian lain memyebutkan bahwa pada orang yang tidak mengenyam
pendidikan tingkat dasar no primary education berpengaruh dengan risiko terjadinya Sifilis J Todd et al : 2001. Pada penelitian Kristen 2001 tentang
Universitas Sumatera Utara
kelompok LSL didapatkan tingkat pendidikan rendah berpengaruh dengan HIV OR =2,08 95 CI 1,17-3,68. Walaupun demikian pada penelitian Thomas E 2012 pada
kelompok LSL di Thailand menyebutkan bahwa sebanyak 79,2 dari LSL yang direkrut dalam penelitian tersebut sudah menyelesaikan pendidikan di tingkat
menengah keatas ataupun sekolah kejuruan.
2.3.3. Status HIV