transmisi HIV sebesar 64 dan STI sebesar 43. Namun di Indonesia pemakaian kondom masih jarang. Studi yang dilakukan
tahun 2008 menunjukkan bahwa di antara 745 waria dari berbagai kota di Indonesia, 54 melaporkan seks anal tanpa kondom dengan pasangan seksual mereka Riono, P
et al, 2008. Data dari STBP tahun 2007 mengindikasikan bahwa dikalangan LSL penggunaan kondom pada seks anal terakhir menurun dari 56,5 pada tahun 2004-
2005 menjadi 39,3 pada 2007 National AIDS Commission NAC, 2008.
2.3.5. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol dan napza dinilai telah memberikan kontribusi dalam peningkatan risiko IMS dan HIV terutama meningkatkan risiko terhadap perilaku
seks yang tidak aman. Pada hasil penelitian menurut data STBP Kemenkes Tahun 2011 pada 7 populasiKunci, LSL yang mengkonsumsi Alkohol memiliki risiko 0,86
kali lebih besaruntuk terkena infeksi sifilis dibandingkan dengan LSL yang tidakmengkonsumsi Alkohol PR=0,86 95 CI 0,70-1,07. Diketahui banyak LSL
dan transgender mengalami masalah dengan alkohol dan zat adiktif yang meningkatkan risiko untuk HIV karena menghilangkan rasa malu. Miller et.al,
2011.
2.3.6. Konsumsi Napza Suntik
Konsumsi alkohol dan napza dinilai telah memberikan kontribusi dalam peningkatan risiko IMS dan HIV terutama meningkatkan risiko terhadap perilaku seks
yang tidak aman. Hal ini disampaikan dalam Studi HIVAIDS di populasi LSL dan Waria di Asia Tenggara yang dilakukan oleh WHO tahun 2010 Riono et, al 2010.
Universitas Sumatera Utara
Diketahui banyak LSL dan LSL mengalami masalah dengan alkohol dan zat addiktif yang meningkatkan risiko untuk HIV karena menghilangkan rasa malu.
beberapa diketahui melakukan transaksi seks untuk mendapatkan supply obat WHO,2011.
2.3.7. Datang ke Layanan Klinik IMS
Penyediaan layanan pemeriksaan yang mudah diakses, bisa diterima dan efektif adalah penting bagi pengendalian IMS. Di banyak negara perawatan yang
IMS kebanyakan diperoleh di luar sektor kesehatan publik. Sebuah program yang seimbang dan komprehensif mungkin memerlukan penguatan semua penyedia
layanan kesehatan penyedia layanan IMS. Adanya pendapat bahwa perawatan yang berkualitas tinggi IMS harus
disampaikan oleh spesialis klinis maupun staf di klinik IMS. Namun demikian kesulitan dalam hal akses, penerimaan informasi dan keterbatasan sumber daya
manusia dan ekonomi yang dibutuhkan menyebabkan sulit diterapkan sehingga dibuat metode yang lebih praktis dalam penyediaan jasa bagi masyarakat umum.
Pada 5 studi intervensi perubahan perilaku yang dilakukan pada tingkat komunitas LSL dan Waria diketahui menurunkan faktor risiko sebesar 25 WHO,
2011. IMS secara otomatis menerima konseling pra tes HIV dan kesempatan untuk dites HIV. Lebih dari 90 LSL yang pernah dites HIV, pernah dites setahun terakhir.
Hali ini menunjukkan adanya perluasan ketersediaan layanan, peningkatan penerimaan VCT pada LSL, atau kedua-duanya. Kemudahan memperoleh akses
untuk melakukan pemeriksaan HIV dan IMS sangat penting. Pentingnya mengetahui
Universitas Sumatera Utara
status juga dikaitkan untuk upaya pencegahan penularan oleh LSL yang telah berstatus terinfeksi kepada mitra maupun pasangan seks komersilnya Kemenkes RI,
STBP 2007. Pada daerah dengan prevalensi sifilis yang tinggi, hasil tes serologis yang
positif kemungkinan menggambarkan adanya infeksi yang pernah terjadi sebelumnya dan memberikan gambaran kondisi pasien yang mungkin bukan sebenarnya.Pada
hasil tes serologi yang negatif hendaknya tidak mengecualikan adanya ulkus sifilis primer di awal fase.Tes Serologi non treponemal seperti RPR mungkin memberikan
hasil negatif namun tidak boleh cepat-cepat disimpulkan sebagai tidak adanya infeksi sifilis WHO, HIV STI Prevention Treatment Guidelines for MSM and LSL
Person 2011: 63.Oleh karena itu interpretasi terhadap hasil diagnosis tes serologi dan sindromik sangat penting untuk diperhatikan.Tingginya kasus IMS rektal pada
waria harus ditangani dengan pemberian pengobatan berkala Predictive Presumptive Treatment serta penapisan IMS yang lebih teratur bagi waria dan pasangan tetapnya
mitra.PPT harus diperluas ke kalangan Waria dan pasangan tetapnya karena penapisan dan pengobatan IMS rutin belum berhasil mengurangi prevalensi IMS
walaupun cakupannya cukup tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori