Latar Belakang Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S 3. Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses mulitidimensi yang mencerminkan perubahan stuktur masyarakat secara keseluruhan baik itu stuktur nasional, sikap masyarakat dan kelembagaan nasional. Perubahan tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan pendapatan dan memberantas kemiskinan sehingga diharapkan terwujudnya kondisi kehidupan yang lebih baik secara material maupun spiritual Todaro, 2000. Menurut Arsyad 1999, pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menaikkan Produk Domestik Bruto PDB suatu negara. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara karena sektor pertanian memberikan banyak kontribusi dalam pembangunan ekonomi. Menurut Saragih 2001, pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi perekonomian negara. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian. Sektor pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional memiliki peran penting, karena sektor ini mampu menyerap sumber daya manusia atau tenaga kerja yang paling besar dan merupakan sumber pendapatan bagi mayoritas penduduk Indonesia secara umum. Kabupaten Simalungun sebagai salah satu kabupaten yang memiliki daerah yang cukup luas di Provinsi Sumatera Utara, yaitu dengan luas wilayah 4.386,60 km 2 menjadikannya sebagai daerah terluas ketiga setelah Kabupaten Madina dan Langkat, serta dengan potensi kekayaan sumber daya yang melimpah, yakni daerah lahan pertanian yang luas. Kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten Simalungun terdiri dari lima sub sektor pertanian, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Tabel 1. data perkembangan dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Simalungun. Tabel 1. Perkembangan dan Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Simalungun Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 Persen Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 Rata- rata Tanaman bahan makanan 44,05 43,46 43,74 43,89 43,73 43,77 Tanaman perkebunan 47,87 46,64 46,35 46,42 48,81 47,22 Peternakan 5,18 4,81 4,67 5,06 5,02 4,95 Kehutanan 1,23 1,07 1,19 1,13 1,18 1,16 Perikanan 1,15 1,29 1,21 0,96 1,27 1,18 Sumber : BPS, Sumatera Utara 2010 Table menunjukkan bahwa kontribusi paling tinggi terhadap PDRB adalah sub sektor tanaman perkebunan dengan rata-rata 47,22 persen sedangkan kontribusi yang paling rendah adalah sub sektor kehutanan sebesar 1,16 persen. Dengan demikian tanaman perkebunan merupakan sub sektor yang menjadi andalan dibandingkan dengan sub sektor lainnya. Dalam upaya meningkatkan perekonomian wilayah maka pemerintah Kabupaten Simalungun dapat mengembangkan sub sektor perkebunan sebagai leading sub sector yaitu sub sektor pemimpin dengan harapan sub sektor perkebunan akan dapat meningkatkan kontribusinya terhadap pendapatan daerah BPS, Sumatera Utara 2012. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Nahattands, 2014. Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka di era otonomi daerah ini suatu daerah dituntut untuk dapat menopang keberlanjutan pembangunan di daerah yang bersangkutan. Hal tersebut mendorong pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan ekonominya dengan lebih mengandalkan pada potensi yang dimiliki sesuai dengan kondisi daerah. Melihat kekayaan sumber daya alam yang melimpah tetapi tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang meyakinkan, atau dengan fakta pertumbuhan ekonomi yang rendah, yaitu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen berada dibawah pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012 yaitu sebesar 6,14 persen, maka sangat disayangkan jika potensi-potensi besar yang ada di Kabupaten Simalungun tidak bisa mendongkrak pertumbuhan perekonomian wilayah tersebut ketingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Keberadaan potensi perkebunan yang dimiliki di Kabupaten Simalungun tidak terlepas dari potensi di tingkat wilayah yang lingkupnya lebih kecil yaitu wilayah kecamatan. Kabupaten Simalungun secara administratif terbagi menjadi 31 kecamatan yaitu: Silimahuta, Pematang Silimahuta, Purba, Haranggaol Harison, Dolok Pardamean, Sidamanik, Pematang Sidamanik, Girsang Sipangan Bolon, Tanah Jawa, Hatonduan, Dolok Panribuan, Jorlang Hataran, Panei, Panombeian Panei, Raya, Dolok Silou, Silou Kahean, Raya Kahean, Tapian Dolok, Dolok Batu Nanggar, Siantar, Gunung Malela, Gunung Maligas, Hutabayu Raja, Jawa Maraja Bah Jambi, Pematang Bandar, Bandar Huluan, Bandar, Bandar Masilam, Bosar Maligas, dan Ujung Padang yang masing-masing memiliki sumber daya alam yang berbeda BPS. Sumatera Utara 2013. Pertumbuhan wilayah dan keseimbangan antar wilayah dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada perlu dilaksanakan. Seiring berjalannya otonomi daerah maka masing-masing kecamatan di Kabupaten Simalungun memiliki kesempatan yang terbuka dalam menentukan kebijakan pembangunan dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan baru sebagai Pendapatan Asli Daerah PAD-nya melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang tersedia di wilayahnya sebagai upaya untuk dapat memajukan sub sektor perkebunan dalam pembangunan daerahnya dan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Komoditi yang termasuk kedalam sub sektor perkebunan Kabupaten Simalungun meliputi karet, kelapa sawit, kopi, kelapa, coklat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada, aren, tembakau, vanili dan pinang. Maka dari itu setiap pemerintah daerah harus mengetahui komoditi- komoditi basis yang menjadi prioritas komoditas perkebunan dalam perekonomian daerah. Karena hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan pembangunan daerah dan strategi perencanaan yang matang.

1.2 Perumusan Masalah