Pengaturan Perlindungan Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN

JASA PERBANKAN

A. Pengaturan Perlindungan Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen consumer protection merupakan salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian dengan lapangan etika. 23 Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba profit dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat. 24 Hukum, khususnya hukum ekonomi mempunyai tugas untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pengusaha, masyarakat, dan pemerintah. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi harus mampu menghasilkan aneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat menjadi sarana penting kesejahteraan rakyat, dan 23 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994, hlm. 150. 24 Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, hlm. 219. Universitas Sumatera Utara sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Selanjutnya, upaya menjaga harkat dan martabat konsumen perlu didukung dengan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. 25 Menurut Hans W. Micklitz, perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dengan dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen hak atas informasi. Kedua, kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen hak atas kesehatan dan keamanan. 26 Terkait dengan adanya perbedaan kedudukan antara pelaku usaha dengan konsumen dimana pelaku usaha pada umumnya memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan posisi konsumen yang lemah, maka sangat perlu adanya perlindungan terhadap konsumen. Kedudukan konsumen dalam melakukan hubungan hukum dengan pelaku usaha memiliki beberapa prinsip-prinsip, yaitu: 27 1. Let the buyer beware Prinsip ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Dalam kenyataannya konsumen tidak mendapat informasi yang lengkap terhadap barang danatau jasa yang diperdagangkan pelaku usaha, sehingga kerugian yang timbul akibat pemakaian barang danatau jasa dianggap merupakan kelalaian 25 Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis bagi Pengusaha Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 72-73. 26 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia Jakarta: Grasindo, 2000, hlm. 49. 27 Ibid., hlm. 50-52. Universitas Sumatera Utara konsumen sendiri karena tidak hati-hati. Pelaku usaha tidak bertanggungjawab apabila konsumen mengalami kerugian akibat pemakaian barang danatau jasa tersebut. Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen, yang wajib berhati-hati adalah pembeli konsumen dan merupakan kesalahan pembeli konsumen jika sampai terjadi kerugian akibat mengkonsumsi barang-barang yang tidak layak. 2. The Due Care Theory Prinsip atau teori ini menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan atau memperdagangkan produk kepada konsumen wajib untuk berhati-hati. Pelaku usaha dalam hal ini yang telah berhati-hati dalam menawarkan atau memperdagangkan barang maupun jasa tidak dapat dipersalahkan meskipun timbul suatu kerugian akibat barang atau jasa yang diperdagangkan. Dengan demikian untuk dapat mempersalahkan pelaku usaha, konsumen harus dapat membuktikan bahwa pelaku usaha tersebut telah melanggar prinsip kehati-hatian. 3. The Privity of Contract Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha yang terjalin suatu hubungan kontraktual dengan konsumen wajib untuk melindungi konsumen. Pelaku usaha hanya dapat diminta pertanggungjawaban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan konsumen. Dengan demikian pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan. Pengaturan perlindungan konsumen berdasarkan UUPK pada dasarnya terbagi dari beberapa bagian. Terbagi dari beberapa bagian yang mengatur mengenai hak serta kewajiban pelaku usaha dan konsumen, perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen, dan mengenai Universitas Sumatera Utara pencantuman klasula baku. Tanggung jawab pelaku usaha juga merupakan bagian yang diatur di dalam UUPK, akan tetapi dijelaskan dalam bab selanjutnya. 1. Hak dan kewajiban pelaku usaha Pasal 6 UUPK menyatakan hak-hak yang dimiliki oleh pelaku usaha, antara lain: a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan; b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan; e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan untuk kewajiban, pelaku usaha memiliki kewajiban sesuai dengan Pasal 7 UUPK yang di antaranya yaitu: a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Universitas Sumatera Utara d. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku; e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan; f. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan; g. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih menekankan itikad baik pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang sampai pada tahap purna penjualan. 28 Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan disebabkan karena informasi di samping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis produk cacat yang sangat merugikan konsumen. 29 28 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm. 54. 29 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 44. Universitas Sumatera Utara 2. Hak dan kewajiban konsumen Pasal 4 UUPK menyatakan hak-hak yang dimiliki konsumen, antara lain: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa; b. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai kewajiban konsumen, telah diatur di dalam Pasal 5 UUPK yaitu: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; Universitas Sumatera Utara b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Selain hak-hak di atas, Shidarta juga mengklasifikasikan hak-hak konsumen, yaitu: 30 a. Hak untuk mendapatkan keamanan Konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha tidak boleh memperdagangkan produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan kerugian secara jasmani atau rohani apabila dikonsumsi oleh konsumen. Dalam hal ini pelaku usaha dalam memperdagangkan barang dan jasa berkewajiban untuk menjamin keamanan konsumen. Hak konsumen untuk mendapatkan keamanan penting untuk diutamakan, karena pada dulunya kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang tidak layak merupakan kesalahan konsumen sendiri sesuai dengan prinsip let the buyer beware yang mewajibkan konsumen untuk berhati- hati. b. Hak untuk mendapatkan informasi Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar atas barang dan jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha dalam hal ini berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar kepada konsumen. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar 30 Shidarta, Op.Cit., hlm. 16-22. Universitas Sumatera Utara diperlukan agar konsumen tidak mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa tersebut. c. Hak untuk memilih Konsumen berhak untuk memilih produk barang danatau jasa yang akan dibeli. Pihak pelaku usaha dilarang memaksa konsumen untuk membeli suatu produk tertentu, karena hak untuk memilih produk mana yang akan dibeli merupakan hak konsumen untuk memilih. d. Hak untuk didengar Konsumen berhak untuk mengajukan pertanyaan kepada pelaku usaha mengenai informasi-informasi yang diperlukan. Pelaku usaha harus bersedia untuk mendengarkan pertanyaan yang diajukan oleh konsumen, lalu pelaku usaha juga wajib untuk memberikan penjelasan mengenai informasi tersebut. Hak konsumen untuk didengar erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi. 3. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha merupakan perbuatan- perbuatan yang tidak boleh dilakukan menurut undang-undang, karena dapat menimbulkan kerugian pada konsumen apabila perbuatan tersebut dilakukan. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha bertujuan agar pelaku usaha tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi konsumen serta pelaku usaha dapat menghindari perbuatan tersebut sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum. Pasal 8 UUPK menjelaskan bahwa pada pasal ini tertuju pada dua hal, yaitu larangan memproduksi barang danatau jasa dan larangan Universitas Sumatera Utara memperdagangkan barang danatau jasa yang dimaksud. Larangan-larangan tersebut agar barang danatau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan dan lain sebagainya. 31 Adapaun bentuk perbuatan larangan yang dikenakan kepada pelaku usaha terdapat dalam Pasal 8 UUPK, yaitu: a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen; b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, tidak akurat, dan yang menyesatkan konsumen. Sedangkan larangan-larangan yang diberlakukan kepada pelaku usaha sesuai dengan Pasal 9 UUPK adalah: a. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar, danatau seolah-olah; 1 Barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; 2 Barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru; 3 Barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri- ciri kerja, atau aksesoris tertentu; 31 Husni Syawili dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen Bandung: Mandar Maju, 2000, hlm.18. Universitas Sumatera Utara 4 Barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; 5 Barang danatau jasa tersebut tersedia; 6 Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; 7 Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; 8 Barang tersebut berasal dari daerah tertentu; 9 Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang danatau jasa lain; 10 Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap; 11 Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. b. Barang danatau jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a dilarang untuk diperdagangkan kembali karena bertentangan dengan ketentuan yang telah dibuat; c. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap huruf a dilarang untuk melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang danatau jasa tersebut. Pasal 10 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a. Harga atau tarif suatu barang danatau jasa; b. Kegunaan suatu barang danatau jasa; Universitas Sumatera Utara c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang danatau jasa; d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang danatau jasa. Pasal 11 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabuimenyesatkan konsumen dengan: a. Menyatakan barang danatau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; b. Menyatakan barang danatau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu danatau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain; f. Menaikkan harga atau tarif barang danatau jasa sebelum melakukan obral. Pasal 12 UUPK menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang danatau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, apabila pelaku usaha tidak memiliki niat untuk melaksanakannya sesuai dengan yang telah ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan. Universitas Sumatera Utara Kemudian di dalam Pasal 13 ayat 1 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang secara cuma-cuma dengan maksud untuk tidak merealisasikan apa yang telah dijanjikan sebelumnya atau pun tidak seperti yang telah dijanjikan oleh pelaku usaha tersebut. Pasal 13 ayat 2 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang danatau jasa lain. Pada Pasal 14 UUPK disebutkan bahwa adanya beberapa larangan yang diberikan kepada pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, seperti: a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa; c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan; d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. Pasal 15 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan pemaksaan yang menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen dalam hal menawarkan barang danatau jasa. Pelaku usaha dilarang keras melakukan kekerasan dalam melakukan penawaran barang danatau jasa karena melanggar ketentuan yang telah dibuat dan dapat beresiko dijatuhi hukuman pidana karena telah melakukan pemaksaan dengan unsur kekerasan. Universitas Sumatera Utara Pasal 16 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan barang danatau jasa melalui pesanan apabila tidak menepati pesanan danatau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan danatau prestasi yang telah dijanjikan. Pasal 17 ayat 1 UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan dan harga barang danatau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang danatau jasa; b. Mengelabui jaminangaransi terhadap barang danatau jasa; c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang danatau jasa; d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang danatau jasa; e. Mengeksploitasi kejadian danatau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; f. Melanggar etika danatau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Pasal 17 ayat 2 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat 1. 4. Ketentuan pencantuman klausula baku Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga melindungi konsumen dari setiap perbuatan pelaku usaha yang tidak beritikad baik. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat Universitas Sumatera Utara yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 32 Klausula baku yang telah dipersiapkan secara sepihak terkadang dipergunakan oleh pelaku usaha untuk hal-hal yang dapat menguntungkan pihak pelaku usaha. Dengan adanya klausula baku tersebut maka konsumen berada dalam posisi yang lemah untuk mengalami kerugian dikarenakan pencantuman klausula baku dipersiapkan secara sepihak tanpa sepengetahuan konsumen. Pencantuman klausula baku telah diatur dalam Pasal 18 UUPK yang menyebutkan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha pelaku usaha tidak bisa melepaskan hak dan tanggung jawabnya kepada pihak lain; b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 32 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 10. Universitas Sumatera Utara e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; i. Pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas agar dapat lebih mudah untuk dimengerti. Pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha dalam dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen tetap diperbolehkan selama pencantuman klausula tersebut harus dapat dilihat serta mudah dipahami dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur mengenai hak serta kewajiban konsumen dalam Pasal 4 sampai 5 UUPK, hak serta kewajiban pelaku usaha pada Pasal 6 sampai 7 UUPK, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam Pasal 8 sampai 17 UUPK, sedangkan terkait dengan pencantuman klausula baku diatur pada Pasal 18 UUPK. Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang jelas Universitas Sumatera Utara mengenai jasa yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan Pasal 7 UUPK, artinya segala sesuatu yang dilakukan pelaku usaha terhadap jasa yang diberikan kepada konsumen wajib diketahui oleh konsumen itu sendiri dikarenakan memang merupakan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai jasa yang diberikan pelaku usaha sebagaimana diatur pada Pasal 4 UUPK. Pelaku usaha dan konsumen merupakan bagian dari hubungan atau transaksi ekonomi, dan agar terciptanya hubungan ekonomi yang baik dan dapat memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak dan kewajiban antara kedua belah pihak dalam bertransaksi maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut dijadikan dasar dalam memberikan kepastian hukum. 33 Tanggung jawab yang dipegang oleh pelaku usaha merupakan bagian dari kewajiban yang mengikat kegiatan pelaku usaha itu sendiri. Tanggung jawab ini disebut dengan istilah product liabilitiy tanggung gugat produk. 34 Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk selalu bersikap hati-hati dalam memproduksi barang dan jasa yang dihasilkan. Segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha akan berimplikasi pada adanya hak konsumen untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha yang telah merugikannya. 35 Pengaturan terkait adanya hak dan tanggung jawab pelaku usaha, hak dan tanggung jawab konsumen, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha serta ketentuan pencantuman klausula baku merupakan aturan-aturan yang termuat dalam UUPK. Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan cara yang 33 Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan Jakarta: Visimedia, 2008, hlm. 34. 34 Ibid., hlm. 36. 35 Ibid., hlm. 36-37. Universitas Sumatera Utara dibuat agar hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen menjadi nyaman dan dapat memberikan kepastian hukum.

B. Bentuk-Bentuk Jasa Perbankan dalam Kegiatan Perbankan

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggung Jawaban atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)

0 0 17

PERTANGGUNG JAWABAN BANK ATAS PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.43 KPdt.Sus2013)

0 0 10