terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi
oleh penumpang konsumen adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri. Dalam hal ini pengangkut pelaku usaha tidak dapat dimintakan
pertanggungjawabannya. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen.
4. Tanggung jawab mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability. Secara absolut dari prinsip ini memiliki arti bahwa pelaku usaha harus bertanggung jawab secara langsung
tanpa memperhatikan ada tidaknya unsur kesalahan, yang dilihat adalah kerugian yang ditimbulkan liability based on risk. Jadi merupakan kewajiban pelaku
usaha untuk mengganti rugi. Dalam hal memberikan ganti rugi memang harus ada unsur kesalahan terlebih dahulu, tetapi karena untuk membuktikannya terlalu sulit
maka pelaku usaha langsung melakukan ganti rugi. Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung
jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari
tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada
pengecualiannya.
57
Menurut E. Suherman, strict liability disamakan dengan absolute liability, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung
57
Suherman, Op.Cit., hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul disebabkan oleh kesalahan pihak yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab tersebut adalah mutlak.
5. Tanggung jawab dengan pembatasan Prinsip dengan Pembatasan limitation of liability principle ini merupakan
prinsip yang disenangi pelaku usaha. Dengan adanya klausula eksonerasi perjanjian baku dalam perjanjian standar yang dibuat oleh pelaku usaha secara
sepihak yang sudah ditentukan pembatasan ganti ruginya. Misalnya pada jasa cuci celana dan baju laundry telah ditentukan bila baju dan celana yang akan dicuci
hilang atau rusak, maka konsumen akan dibatasi ganti rugi sebesar sepuluh kali harga cuci baju dan celana ditempat itu.
Sengketa konsumen timbul karena ada tanggung jawab dari pelaku usaha yang tidak dipenuhi sehingga mengakibatkan kerugian pada hak konsumen.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah mengatur juga secara eksplisit dan rinci tanggung jawab pelaku usaha dari Pasal
19 sampai dengan Pasal 28. Dalam Pasal 19 UUPK diatur bahwa; 1.
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan; 2.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari
setelah tanggal transaksi;
Universitas Sumatera Utara
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan;
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha periklanan diwajibkan untuk bertanggung jawab apabila iklan yang diproduksi tersebut menimbulkan
akibat yang merugikan konsumen. Misalnya melakukan produksi iklan yang bersifat mengintimidasi ataupun menjatuhkan produk milik orang lain.
Pasal 21 UUPK menyatakan bahwa importir barang wajib bertanggung jawab selaku pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut
tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan dari produsen luar negeri. Importir jasa asing juga bertanggung jawab sebagai penyedia jasa apabila penyediaan jasa asing
tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan dari penyedia jasa asing. Pasal 22 UUPK menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya
unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 angka 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha
tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. Pasal 23 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang menolak danatau
tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 angka 1, angka 2, angka 3, dan
angka 4 dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan gugatan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 24 UUPK menyatakan bahwa; 1.
Pelaku usaha yang menjual barang danatau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen
apabila: a.
Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang danatau jasa tersebut;
b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibebaskan dari tanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang danatau jasa menjual kembali kepada konsumen
dengan melakukan perubahan atas barang danatau jasa tersebut. Pasal 25 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi
barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang- kurangnya 1 satu tahun wajib menyediakan suku cadang danatau fasilitas purna
jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Pelaku usaha juga harus bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau
gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut: 1.
Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang danatau fasilitas perbaikan;
2. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang
diperjanjikan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 26 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan danatau garansi yang disepakati danatau
diperjanjikan sebelum menyepakati perjanjian dengan konsumen agar konsumen memiliki pegangan yang kuat dalam hubungan kerja dengan pelaku usaha.
Pasal 27 UUPK merupakan pasal yang sangat membantu bagi pelaku usaha karena dapat melepaskannya dari tanggung jawab untuk memberikan ganti
rugi kepada konsumen, pada Pasal 27 UUPK dijelaskan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen apabila: 1.
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan;
2. Cacat barang timbul pada kemudian hari;
3. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
4. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
5. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang dibeli atau
lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan. Pasal 28 UUPK menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya
unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha karena
telah diatur dan menjadi kewajiban pelaku usaha untuk bertanggungjawab. Pasal 28 UUPK ini menentukan bahwa beban pembuktian berada di
tangan pelaku usaha. Inilah prinsip pembuktian terbalik, jadi setiap produsen atau pelaku usaha yang dapat membuktikan bahwa kesalahan yang timbul dalam
sengketa konsumen bukan merupakan kesalahannya, maka pelaku usaha tersebut
Universitas Sumatera Utara
dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen.
Hal-hal yang harus dibuktikan oleh produsen atau pelaku usaha agar dapat bebas dari pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita oleh konsumen ialah
dengan membuktikan hal-hal yang telah disebut dalam Pasal 27 UUPK, yaitu karena faktor cacat yang timbul di kemudian hari, kesalahan konsumen, dan
kadaluwarsa hak konsumen untuk menuntut. Pertanggungjawaban yang diberikan kepada pelaku usaha adalah konsep
dari penerapan product liabitlity. Dalam sistem pertanggungjawaban secara konvensional, tanggung gugat produk didasarkan dengan adanya wanprestasi
default dan perbuatan melawan hukum fault. Berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata, konsumen yang menderita
kerugian akibat produk barangjasa yang cacat bisa menuntut pihak produsen pelaku usaha secara langsung. Dengan didampingi adanya penerapan konsep
strict liability tanggung jawab mutlak, maka produsen seketika itu juga harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen tanpa mempersoalkan
kesalahan dari pihak produsen.
58
B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Kepada Konsumen Atas Kerugian