Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu

penderitaan yang berkepanjangan. Sumberdaya terrestrial kini dipandang tidak lagi mencukupi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah. Oleh karena itu upaya pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan kini menjadi alternatif yang tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai sumber pertumbuhan baru untuk kepentingan pembangunan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia 63 wilayah kedaulatan Indonesia berupa laut, upaya pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan itu menjadi sebuah keniscayaan. Hal tersebut mengingat sampai saat ini, potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan Indonesia yang sangat beragam, belum seluruhnya dimanfaaatkaan secara optimal. Menurut Dahuri 2000, nilai strategis wilayah pesisir dan laut akan menjadi semakin nyata, seiring dengan terjadinya pergeseran pusat kegiatan ekonomi global dari poros Atlantik ke poros Pasifik. Dalam periode 2001-2010 dan periode 2011-2015, Onishi 2001 memproyeksikan laju pertumbuhan ekonomi global tahunan rata-rata mencapai 3,0 dan 3,1. Dalam periode itu pula, wilayah Asia-Pasifik diproyeksikan memiliki laju pertumbuhan ekonomi tahunan di atas rata-rata global, mencapai 4,0 dan 3,8. Dalam kondisi ini, apabila negara-negara sedang berkembang di wilayah Asia-Pasifik mampu mengatasi persoalan ekonominya melalui kerja sama internasional, maka wilayah Asia-Pasifik diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan utama menyongsong abad 21. Sektor ekonomi kelautan seperti transportasi laut, perikanan tangkap dan budidaya, pariwisata, pertambangan dan energi serta industri kelautan di wilayah Asia-Pasifik diperkirakan akan menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi pada dekade-dekade mendatang.

2.5 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut bersifat unik dan sangat berbeda dengan pengelolaan sumberdaya terrestrial atau perairan. Untuk itu diperlukan program pengelolaan khusus yang disebut dengan integrated coastal zone management ICZM Clark, 1998 atau integrated marine and coastal area management IMCAM Klaus et al., 2003. ICZM didisain untuk membangun sistem pengelolaan sumberdaya dan lingkungan pesisir dan laut dalam rangka mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan konservasi ekologi Jorge, 1997. ICZM adalah sistem pengelolaan sumberdaya yang dilakukan pemerintah pada level lokalregional Holder, 2003; French, 2004 dengan bantuan pemerintah pusat Clark, 1998. ICZM berkolaborasi dengan berbagai stakeholders , mulai dari masyarakat pesisir, para pelaku dari berbagai sektor ekonomi misalnya perikanan, pertanian, perindustrian dan pariwisata, para konservasionist dan pemerintah pusat Jorge, 1997. ICZM berfokus pada pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan, konservasi biodiversitas, perlindungan lingkungan dan penanggulangan bencana alam di wilayah pesisir dan laut. Konsep ICZM diarahkan untuk mewarnai pembangunan wilayah pesisir dan laut melalui pendidikan, pengelolaan sumberdaya dan penilaian lingkungan. Di antara instrumen utama ICZM adalah peraturan pemerintah tentang perlindungan biodiversitas dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya; serta penilaian lingkungan yang dapat memprediksi dampak dari berbagai kegiatan pembangunan Clark, 1998. ICZM mengembangkan keluasan partisipasi publik, koordinasi antara pemerintah dengan sektor swasta serta pengembangan keilmuan tentang konservasi wilayah pesisir dan laut. Pada tataran perencanaan, ICZM melakukan penilaian terhadap berbagai rencana kegiatan, menyiapkan rencana penanggulangan dampak dan alternatif kegiatan yang menjamin berlangsungnya pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan. Pada tataran pengelolaan, ICZM memberikan guide pada proses pembangunan wilayah pesisir dan laut untuk meningkatkan konservasi sumberdaya dan perlindungan biodiversitas dengan menggunakan berbagai pendekatan. Di antara beberapa pendekatan dasar yang digunakan, Joseph dan Balchand 2000 menekankan pentingnya zoning sebagai pendekatan utama ICZM. Dalam konteks zoning, wilayah pesisir dan laut mengenal beberapa subdivisi zona, yaitu preservation zone, scientific research zone, wilderness zone, national park zone, recreational zone dan general use zone. Zoning telah banyak digunakan oleh negara-negara pantai untuk mengimplementasikan ketentuan tentang pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara efektif. Prosedur ini meliputi perizinan, penguasaan lahan serta rehabilitasi dan revisi periodik baik secara administratif maupun ilmiah. Program konservasi wilayah pesisir dan laut yang kaya akan berbagai sumberdaya dipandang penting seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin cepat. Wilayah pesisir sarat akan berbagai pemanfaatan, seperti permukiman, perdagangan, rekreasi, militer dan industri. Di berbagai belahan dunia, pertumbuhan ekonomi yang unsustainable dan pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan faktor penekan utama wilayah pesisir dan laut Tol et al., 1996. Konversi lahan di wilayah pesisir dan laut untuk berbagai kepentingan berlangsung begitu massive dan berdampak pada terjadinya degradasi dan deplesi sumberdaya alam dan pencemaran. Beberapa program ICZM yang penting di antaranya adalah meningkatkan produktivitas perikanan dan pendapatan dari sektor wisata, mempertahankan fungsi hutan mangrove, serta melindungi kehidupan dan sumberdaya lainnya dari kerusakan. ICZM menjamin keberlanjutan ekonomi berbasis sumberdaya dalam jangka panjang. Menurut Worm 1998, pengelolaan wilayah pesisir dan laut harus didasarkan pada kesadaran tentang potensi sumberdaya yang unik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masa depan dengan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan. Berkaitan dengan berbagai persoalan yang dihadapi ICZM, Clark 1998 mengemukakan beberapa persoalan penting sebagai berikut: a. Degradasi sumberdaya. Demand terhadap sumberdaya pesisir dan laut sampai saat ini dinilai telah melampaui supply yang tersedia. ICZM menawarkan konsep sustainable use management yang menjamin ketersediaan sumberdaya terbarukan renewable untuk saat ini dan masa depan. b. Pencemaran. Pencemaran menyebabkan terjadinya penurunan dayadukung dan kualitas sumberdaya. Pencemaran bersumber dari daratan dan terbawa ke laut melalui sungai. c. Biodiversitaskeanekaragaman hayati. Konsekuensi dari pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi adalah tekanan terhadap spesies yang memiliki nilai etis dan ekonomis tinggi. Pengaturan melalui kebijakan pemerintah diperlukan untuk melindungi spesies yang terancam punah. d. Bencana alam. ICZM mengintegrasikan perlindungan kehidupan dan sumberdaya pesisir dan laut dari bencana alam misalnya banjir, siklon dan amblesan tanah ke dalam perencanaan pembangunan. e. Kenaikan permukaan air laut Giles, 2002. Kenaikan permukaan air laut lebih dari 1 kaki 30 cm dalam kurun waktu 100 tahun terakhir yang disebabkan oleh tingginya konsentrasi gas rumah kaca GRK di atmosfer berpotensi menimbulkan banjir yang mengancam kehidupan masyarakat. f. Abrasi pantai. Abrasi merupakan masalah yang mengancam masyarakat yang tinggal di dekat bibir pantai. ICZM merekomendasikan pendekatan non-struktural seperti penataan kembali garis pantai dan pemeliharaan jarak aman dari garis pantai untuk semua kegiatan pembangunan. g. Penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir misalnya terjadinya penurunan biodiversitas karena pencemaran. ICZM mengantisipasi hal semacam itu dan merekomendasikan solusinya. h. Hinterlands. ICZM berperan dalam menyusun strategi untuk mengurangi dampak negatif pemanfaatan lahan hinterlands terhadap sumberdaya pesisir dan laut. i. Landscape. Landscape wilayah pesisir dan laut bersifat unik, sehingga memerlukan perhatian khusus untuk melindungi dan menjamin akses masyarakat ke wilayah tersebut. Salah satu program ICZM adalah melakukan preservasi keindahan landscape. j. Konflik pemanfaatan sumberdaya. Wilayah pesisir dan laut menyimpan potensi konflik di antara para stakeholders . ICZM menyediakan platform metodologi resolusi konflik secara formal.

2.6 Pembangunan Berkelanjutan