Sumberdaya Tak Dapat Pulih Non-renewable Resources Pencemaran

laut kemampuan mentolerir perubahan kadar garam terbatas, hewan air tawar tidak mampu mentolerir perubahan kadar garam, dan hewan air payau tidak ditemukan hidup di air laut maupun air tawar Widiati, 2000. Tingginya produktivitas primer di wilayah pesisir dan laut seperti pada ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun dan estuaria memungkinkan tingginya produktivitas sekunder produksi perikanan di wilayah tersebut. Sampai saat ini, perikanan tangkap berskala kecil small scale fisheries yang diusahakan oleh masyarakat artisanal mendominasi jenis perikanan tangkap di Indonesia. Perikanan rakyat ini biasanya berlokasi di pantai utara Jawa, Selat Malaka, Selat Bali dan Selat Makassar Supriharyono, 2002. Tingginya aktivitas penangkapan ikan di lokasi-lokasi tersebut telah menyebabkan terjadinya overfishing beberapa jenis ikan demersal yang berlanjut dengan terjadinya permasalahan sosial.

2.2.2 Sumberdaya Tak Dapat Pulih Non-renewable Resources

Sumberdaya tak dapat pulih di wilayah pesisir dan laut terdiri dari sumberdaya mineral dan geologi. Sumberdaya mineral terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas A mineral strategis; misalnya minyak, gas dan batu bara, kelas B mineral vital; misalnya emas, timah dan nikel dan kelas C mineral industri; misalnya granit dan pasir. Potensi sumberdaya mineral di wilayah pesisir dan laut Indonesia merupakan penghasil devisa utama dalam beberapa dasawarsa terakhir. Cadangan minyak dan gas Indonesia tersebar di 60 cekungan basins, yang sebagian besar terdapat di wilayah pesisir dan laut seperti Kepulauan Natuna, Selat Malaka, pantai selatan Jawa, Selat Makasar dan Celah Timor Dahuri et al., 2004. Logam mulia emas sekunder diperkirakan terdapat di daerah Selat Sunda sekitar perairan Lampung, perairan Kalimantan Selatan dan di daerah perairan Maluku Utara serta Sulawesi Utara. Sumberdaya geologi yang telah dieksploitasi adalah bahan baku industri dan bahan bangunan; antara lain pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi. Pemanfaatan sumberdaya geologi di wilayah pesisir dan laut diupayakan agar tetap memperhatikan konsep keberlanjutan sehingga bisa menjamin ketersediaan sumberdaya tersebut selama mungkin.

2.2.3 Pencemaran

Pencemaran wilayah pesisir dan laut terjadi karena adanya konsentrasi permukiman, pertanian, pariwisata dan industri. Berbagai aktivitas tersebut sering menimbulkan gangguan baik secara langsung maupun tidak terhadap ekosistem pesisir dan laut melalui limbah yang dihasilkannya. Penduduk pesisir memberikan 90 sumbangan pencemaran di wilayah ini, berupa bahan-bahan pencemar dari daratan land-based pollutants seperti limbah rumah tangga, limbah industri dan bahan-bahan toksik lainnya Joseph dan Balchand, 2000. Menurut Supriharyono 2002, ada tiga tipe bahan pencemar yang sering menyebabkan terjadinya pencemaran di lingkungan laut; yaitu tipe patogenik, estetik dan ekomorfik. Bahan pencemar tipe patogenik pathogenic pollutants adalah bahan pencemar yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Bahan pencemar tipe estetik aesthetic pollutants yaitu bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan yang tidak nyaman untuk indera mata, telinga dan hidung. Bahan pencemar tipe ekomorfik ecomorphic pollutants adalah bahan pencemar yang menghasilkan perubahan sifat-sifat fisik lingkungan. Dilihat dari asal bahan pencemarnya, diketahui ada dua macam bahan pencemar limbah yaitu limbah domestik dan limbah industri. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari aktivitas masyarakat urban yang biasanya mengandung sampah padat berupa tinja dan cair yang berasal dari sampah rumah tangga. Limbah domestik memiliki lima karakteristik, yaitu mengandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus dalam jumlah banyak; serta mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga nilai biological oxygen demand BOD-nya tinggi. Selain itu juga mengandung padatan organik dan anorganik yang mengendap di dasar perairan; memiliki kandungan unsur hara terutama fosfor dan nitrogen yang tinggi; serta mengandung bahan-bahan terapung organik dan anorganik di permukaan air atau berada dalam bentuk tersuspensi. Dalam beberapa kasus, limbah industri sulit larut dalam air. Limbah industri cenderung mengapung di permukaan air. Beberapa jenis limbah industri ada yang secara langsung meracuni kehidupan perairan seperti sianida, fenol dan sodium pentaklorofenat. Ada juga yang tidak secara langsung meracuni kehidupan perairan, tetapi merubah kualitas lingkungan dengan turunnya oksigen terlarut untuk perombakan bahan-bahan organik. Beberapa jenis limbah mungkin mengalami bioakumulasi sehingga permasalahannya menjadi sangat lama. Limbah industri merupakan land-based pollutants yang telah terbukti menimbulkan kerusakan lingkungan laut secara signifikan MacDonald, 2005. Limbah industri berpotensi menyebabkan terjadinya eutrofikasi, sebuah fenomena di mana perairan menerima kelebihan nutrient dan ditandai oleh adanya algal blooms red tides . Berbagai jenis logam berat yang terdapat di dalam limbah industri misalnya arsen, kadmium, kobalt, kromium, merkuri dan seng berpotensi menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan kronis pada manusia.

2.2.4 Degradasi dan Deplesi Sumberdaya Alam