c. Masih kurangnya staf dan pendanaan untuk implementasi dan kontrol kebijakan.
d. Masih kurangnya informasi tentang masalah-masalah lingkungan. e. Masih kurangnya kesadaran para stakeholders pada masalah-masalah
lingkungan. Pemberlakuan Undang-Undang UU No. 27 tahun 2007 tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, diharapkan mampu memperbaiki mekanisme serta memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintah
dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya pesisir dan laut secara adil, berimbang dan berkelanjutan. Dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, diharapkan akan semakin membawa perubahan institusional di bidang pengelolaan sumberdaya alam milik daerah, sehingga berbagai
hambatan seperti disebutkan di atas akan dapat segera diatasi. Melalui UU tersebut, kabupatenkota mendapatkan otonomi yang lebih besar dalam
perencanaan dan pembangunan daerah dengan posisi sentral ada pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda. Sejalan dengan kebijakan otonomi
daerah dan sesuai dengan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, pemerintah daerah juga memiliki kewenangan yang semakin besar dalam
penyelenggaraan penataan ruang. Melalui UU tersebut, kualitas keberlanjutan ruang wilayah diharapkan dapat lebih ditingkatkan. Melalui UU No. 33 tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah, kabupatenkota memperoleh peluang yang lebih besar untuk mendapatkan
sumberdaya finansial secara lebih berimbang dalam rangka pembiayaan proses- proses pembangunan seperti diamanatkan dalam UU No. 32 tahun 2004.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: a. Merancang skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk
Banten yang menjamin terjadinya sinergi yang menguntungkan semua stakeholders
tanpa mengabaikan prinsip konservasi lingkungan. b. Merancang model interaksi di antara berbagai variabel dalam subsistem
biofisik, ekonomi dan sosial di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dalam
kaitannya dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
1.3 Kerangka Pemikiran
Kompleksitas permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten perlu dikelola secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemahaman mendalam
tentang berbagai proses yang saling terkait antar berbagai sub-sistem: biotik- abiotik dan interaksi antar kedua sistem tersebut dengan berbagai aktivitas
manusia. Pemahaman terhadap proses-proses tersebut secara baik merupakan dasar bagi upaya pemecahan permasalahan yang seringkali terjadi. Hal tersebut
merupakan esensi dari berbagai research programme yang dikembangkan oleh Indonesian-Dutch Teluk Banten Research Programme on Integrated Coastal Zone
Management . Lembaga kerja sama Indonesia-Belanda ini mengembangkan
research programme yang berbasis pada empat bidang utama, yaitu bidang
abiotik, bidang biotik, bidang remote sensing dan sistem informasi geografi GIS serta bidang pengelolaan.
Di bidang abiotik, dikembangkan research programme yang meliputi 3 bagian yaitu sedimentasi, perubahan morfologi pantai dan water transport. Di
bidang biotik, research programme yang dikembangkan meliputi 4 bagian yaitu terumbu karang, padang lamun, perikanan dan burung-burung endemik Douven
et al ., 2000. Di bidang remote sensing dan GIS, research programme yang
dikembangkan biasanya terkait dengan bidang pengelolaan dengan penekanan pada dimensi spasial. Berdasarkan lingkup permasalahan di atas, penelitian ini
termasuk dalam bidang pengelolaan. Menurut Douven 1999, penelitian di bidang pengelolaan berperan sebagai integrator bagi penelitian-penelitian di
bidang lain. Potensi dan permasalahan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dapat
dicermati baik dari aspek biofisik, ekonomi maupun sosial. Dari aspek biofisik, potensi dan permasalahan yang muncul erat kaitannya dengan dinamika ekosistem
alami, pola penggunaan lahan, kandungan pasir laut yang besar dan volume bahan pencemar yang masuk ke Teluk Banten.
Dari aspek ekonomi, wilayah pesisir dan laut Teluk Banten memiliki tingkat pertumbuhan industri yang mampu memberikan sumbangan yang signifikan bagi
perekonomian wilayah. Meskipun demikian, dalam perkembangannya, pertumbuhan industri yang tinggi ternyata kurang bersinergi dengan berbagai
kepentingan stakeholders. Eksploitasi sumberdaya alam hayati secara berlebih di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berdampak pada semakin rendahnya
cadangan sumberdaya ikan dan sumberdaya hayati lain. Dari aspek sosial, jumlah penduduk yang besar memang bisa dianggap
sebagai modal pembangunan; tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, jumlah penduduk yang besar
justru menjadi permasalahan pembangunan yang serius. Seiring dengan semangat otonomi daerah, tingginya antusiasme untuk meningkatkan pendapatan asli daerah
PAD ternyata sering menimbulkan gejala feeding frenzy terhadap sumberdaya alam milik daerah. Gejala ini berdampak pada terjadinya bahaya lingkungan dan
berakibat pada biaya sosial yang mahal. Di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten, biaya sosial yang harus dibayar adalah frekuensi konflik yang makin sering terjadi
yang melibatkan berbagai stakeholders di wilayah tersebut. Potensi dan permasalahan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten perlu
dikelola secara baik melalui mekanisme pengelolaan terpadu. Dalam konteks ini, keterpaduan bermakna tiga dimensi: intersectoral integration, interdisciplinary
approaches dan ecological linkages. Intersectoral integration diperlukan
mengingat koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor pada level
pemerintahan tertentu dan antar level pemerintahan merupakan kunci bagi keberhasilan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten.
Tingginya kompleksitas dan dinamika wilayah pesisir dan laut Teluk Banten memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu interdisciplinary approaches
untuk mengantisipasi perubahan yang berlangsung begitu cepat. Pertimbangan ecological linkages
perlu diperhatikan, mengingat wilayah pesisir dan laut Teluk Banten tersusun dari berbagai macam ekosistem yang saling berhubungan satu
sama lain serta dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia dan proses- proses alamiah, baik yang terdapat di daerah hulu maupun di laut lepas.
Mekanisme pengelolaan terpadu menghasilkan output yang dapat digunakan sebagai feedback untuk mengelola potensi dan permasalahan wilayah pesisir dan
laut Teluk Banten di masa yang akan datang. Selain itu output ini juga bisa digunakan sebagai masukan bagi proses pengelolaan lingkungan wilayah pesisir
dan laut Teluk Banten. Secara skematis, kerangka pemikiran pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan disajikan pada
Gambar 1.
1.4 Manfaat Penelitian