Karakteristik Pengguna Air di Kawasan Kumuh Perkotaan

sumber air tanah, baik berupa air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Untuk keperluan konsumsi rumah tangga sudah mulai banyak yang menggunakan air mineral. Dari hasil penyusunan NSAD Neraca Sumberdaya Alam Daerah DKI Jakarta diperoleh informasi bahwa total penggunaan sumberdaya air untuk kebutuhan warga domestik dan industri pada tahun 2003 sekitar 485,57 juta m 3, terdiri dari air permukaan 291,34 juta m 3 60 dan air tanah sebanyak 194,23 juta m 3 40. Dari jumlah tersebut sebanyak 406,05 juta m 3 83,62 digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik rumah tangga, perkantoranpertokoan, rumah sakit, hotel, pemadam kebakaran, dan kebutuhan industri sekitar 66,28 juta m 3 12,83 .Sementara kebutuhan pertanian irigasi lahan sawah mencapai 17,24 juta m 3 bersumber dari air permukaan yang bersumber dari danau buatanwadukbendungan dam BPLHD DKI Jakarta, 2004. Rincian sumber air dan pemanfaatannya dilampirkan pada Tabel Lampiran 1 dan 2. Sumur dangkal digunakan penduduk untuk mencukupi kebutuhan air minum dan kebutuhan lainnya. Di Kecamatan Tanah Abang hampir 70 rumah tangga memanfaatkan air sumur untuk air minum. Di Sawah Besar dan Pademangan tidak ada rumah tangga yang menggunakan air sumur untuk air minum, sedangkan di Tebet mencapai hampir 50.. Hasil penelitian selengkapnya terdapat pada Tabel 7. Pilihan sumber air minum dengan air sumur dengan kualitas air sumur ada hubungan. Lokasi dengan kriteria buruk sedang, rumah tangga yang memiliki sumur untuk sumber air buruk makin banyak, yaitu di lokasi Tanah Abang hampir 70 dan lokasi Tebet hampir 50 rumah tangga menggunakan air sumur sebagai sumber air minum. Di Kecamatan Sawah Besar dan Pademangan dengan kualitas air sumur tergolong buruk sekali tidak ada rumah tangga yang menggunakan air sumur untuk keperluan air minum. Untuk memenuhi kebutuhan airnya di daerah yang kualitas air sumurnya buruk sampai dengan buruk sekali rumah tangga menggunakan air ledeng. Dalam penelitian terlihat semakin kecil penggunaan sumur semakin besar penggunaan air ledeng. Untuk lokasi Sawah Besar dan Pademangan ternyata yang menggunakan air ledeng lebih dari 70 rumah tangga. Pemanfaatan air ledeng ini berkaitan dengan telah masuknya pipa jaringan air minum PDAM Tabel 8. Pilihan dalam memanfaatkan air sumur dapat dihubungkan dengan kualitas air sumur yang ada dan kemampuan ekonomi rumah tangga. Tabel 7. Parameter Rumah Tangga yang Memanfaatkan Sumber Air Minum Tabel 8. Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Sumur untuk Air Minum dan PendapatanPengelolaan Per Bulan Sumber air minum rumah tangga KK No Kecamatan Wilayah Air dalam Kemasan Ledeng Sumur atau pompa Lainnya Kriteria air sumur 1 Tanah Abang Jakarta Pusat 4,33 58,65 37,01 Tidak ada Buruk sedang 2 Sawah Besar Jakarta Pusat 2,50 75.00 Tidak ada Tidak ada Buruk sekali 3 Pademangan Jakarta utara 4,17 95,83 Tidak ada Tidak ada Buruk sekali 4 Tebet Jakarta Selatan 4,69 44,53 49,22 4,56 Buruk sedang Pendapatan Pengeluaran Rendah Menengah Tinggi Rendah Menengah Tinggi No Lokasi Persentase peng- gunaan air sumur Kualitas kriteria Rp. 400.000 Rp. 400.000 sd Rp.600.000 Rp.600.000 Rp. 400.000 Rp.400.000 sd Rp.600.000 Rp.600.000 1. Tanah Abang 68,23 Buruk sekali 13,79 16,79 69,42 4,81 12,02 83,17 2. Sawah Besar 0 Buruk sekali 25 25 50 1,56 14,06 84,38 3. Pademangan 0 Buruk sedang 18,84 31,88 49,28 3,12 34,38 62,50 4. Tebet 49,22 Buruk sedang 14,46 36,14 49,40 5,49 15,6 78,91 Sumber : BPS DKI Jakarta dalam angka, 2002 diolah kembali sesuai kebutuhan penelitian Keterangan : Lokasi sumur yang diteliti mewakili per wilayah 1. Pendapatan rendah kurang atau sama dengan Rp. 200.000 2. Pendapatan menengah antara Rp. 400.000 sampai dengan Rp. 599.999 3. Pendapatan tinggi ≥ Rp. 600.000 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan air sumur tersebut dibagi dalam dua kelompok pengguna, yaitu : 1. Kelompok yang tidak memanfaatkan air sumur untuk air minum, namun menggunakan air dalam kemasan dan air ledeng PDAM untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Rumah tangga yang termasuk dalam kelompok ini adalah : a. Rumah tangga memiliki sumur dengan kualitas air sumur yang masih layak, tetapi karena kemampuan ekonominya tinggi, maka memilih untuk menggunakan sumber air minum dari luar. Sebagian kelompok meskipun kemungkinan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya masih menggunakan air sumur mandi, mencuci dan sebagainya dan sebagian kelompok untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan air PAM. b. Kualitas air sumur buruk tidak layak untuk diminum, tetapi air sumur masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya, yaitu di wilayah Tebet dan Kemayoran. 2. Kelompok yang memanfaatkan air sumur untuk air minum. a. Kualitas air sumur layak, meskipun kemampuan ekonomi tinggi, tetapi tetap memanfaatkan air sumur untuk air minum, dan kebutuhan lainnya, yaitu di wilayah Sawah Besar. b. Kualitas air sumur layak, kemampuan ekonomi rendah, maka dapat dipastikan akan memanfaatkan air sumur untuk air minum dan kebutuhan lainnya. c. Kualitas air sumur buruk, kemampuan ekonomi tinggi, tetapi tetap memanfaatkan air sumur untuk air minum dan kebutuhan lainnya. d. Kualitas air sumur buruk, kemampuan ekonomi rendah, dan sumber air bersih dari air sumur, yaitu di Tanah Abang. Penduduk di kawasan permukiman kumuh dan sekitarnya menggunakan beberapa sumber air untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Pendapatan responden dan penggunaan sumber-sumber air menunjukkan adanya pola penggunaan sumber air yang beragam sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 9. Kelompok masyarakat baik yang berpenghasilan rendah sampai berpenghasilan tinggi untuk keperluan masak dan minumnya menggunakan air yang telah memenuhi syarat sebagai air baku minum walaupun dengan sumber air yang berbeda-beda. Pada kelompok masyarakat dengan pendapatan per bulan di atas Rp. 2.000.000,- dua juta rupiahbulan, untuk memenuhi kebutuhan masak dan minumnya menggunakan air yang berasal dari aliran PDAM yang pipa sambungannya telah sampai ke rumahnya. Selain itu mereka juga ada yang membeli air dari pedagang air keliling. Sumber air pada kelompok masyarakat yang tergolong mampu ini berasal dari air sumur, air PDAM, dan pedagang keliling. Data Tabel 9 menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan maka makin banyak perolehan sumber air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangganya tersebut. Pada kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah atau di bawah Rp. 2.000.000,- dua juta rupiahbulan pilihan sumber air terbatas pada sumur dangkal, dan khusus untuk memenuhi kebutuhan masak dan minum membeli dari pedagang air keliling. Data Tabel 9 memperlihatkan bahwa keterbatasan sumber air untuk minum dan masak telah memaksa kelompok pendapatan rendah tersebut membeli air yang diperdagangkan oleh pedagang air keliling. Kondisi ini menunjukkan bahwa beban ekonomi dari kelompok pendapatan rendah ini dalam mendapatkan air bersih lebih berat dibandingkan dengan kelompok masyarakat dengan pendapatan besar. Jaringan pipa PDAM umumnya belum mampu melayani kebutuhan air penduduk di permukiman kumuh karena pengembagan infrastruktur jaringan pipa air mengalami kesulitan berkaitan dengan ketidakteraturan penataan ruang kawasan tersebut yang umumnya padat dan tidak teratur. Kondisi yang bersifat paradoks tersebut, dimana masyarakat berpendapatan rendah menanggung beban ekonomi yang lebih berat dibandingkan kelompok berpendapatan tinggi, menunjukkan adanya ketimpangan pembangunan infrastruktur sumber daya air di permukaan. Program pembangunan perkotaan tersebut menunjukkan masih belum optimal optimalnya fungsi pelayanan publik terutama dalam pelayanan air bersih untuk kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu pelayanan air bersih yang bersifat pro-masyarakat miskin perkotaan pro-urban poor perlu ditingkatkan, karena air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Pemenuhan kebutuhan air minum sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan memenuhi standar baku air minum perlu menjadi perhatian serius pemerintah, karena air menjadi kunci utama terwujudnya permukiman penduduk yang sehat dan produktif. Tabel 9. Karakteristik Pendapatan Responden per Bulan dan Penggunaan Sumber Air Penggunaan Air Pendapatan Responden Masak Minum Mandi Kakus Cuci Perabot Cuci Kendaraan Siram Kebun 100.000 b B a a A 320.000 b B a a A 400.000 b B a a A 450.000 b B a a 500.000 b B c c C 500.000 b B a a A 500.000 b B a a A 600.000 b B b b B 750.000 b B a a A 750.000 b B a a 800.000 b B a a A 900.000 b B c c C 900.000 b B a a A 1.000.000 c C c c 1.000.000 b B a a A 1.150.000 c C c c C 1.200.000 b B a a A a a 1.500.000 c C c c C 1.500.000 b B a a A 1.500.000 b B a a A 1.950.000 b B b b B 1.960.000 b B a a A 2.000.000 a B a a A 2.000.000 c C b b B 2.000.000 c C c c C c c 2.500.000 b B a - A 2.500.000 b B a a A a a 3.000.000 c C c c C c 3.000.000 c C b b B b b 3.200.000 c C a a A 3.500.000 c C c c C 3.750.000 c C a a A a a 4.000.000 c C a a A a a 4.500.000 c C a a A a a Keterangan : Sumber air yang digunakan terdiri dari a=air sumur; b=air dibeli dari pedagang air, dan c=air dari PDAM. Sumber : hasil pengolahan data primer. Kualitas air sumur yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di permukiman kumuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kepadatan penduduk, kepadatan banguan luas lantai permukiman, jumlah anggota keluarga, jarak sumur dengan pembuangan tinja, tempat pembuangan tinja, dan fasilitas air minum. Masing-masing faktor tersebut diuraikan sebagai berikut ini. a. Kepadatan Penduduk Kondisi permukiman di lingkungan sumur yang diteliti berpenduduk padat, rata-rata 316,68 jiwaha, dengan kepadatan penduduk masing-masing kecamatan di lingkungan sumur yang diteliti di Kecamatan Tanah Abang 187,53 jiwaha, di Sawah Besar 190,80 jiwaha, Pademangan 103 jiwaha, dan Tebet 271,56 jiwaha. Kondisi permukiman yang padat ini menyebabkan potensi pencemaran sumber air di kawasan tersebut tinggi. b. Kepadatan Bangunan luas lantai perumahan. Kondisi perumahan di lingkungan sumur yang diteliti padat tidak teratur, dengan ukuran bangunan mayoritas kecil-kecil. Dari seluruh lokasi, lebih dari 50 kumuh yang luas lantainya kurang dari 60 m 2 . Ukuran rumah yang ada dapat terlihat kepadatan bangunan yang sangat tinggi. karena ukuran lantai hampir sama dengan ukuran persil. Hubungannya dengan jarak tangki septik ke sumur yang ideal lebih besar dari 10 m, diperlukan luas lahan minimum lebih 60 m 2 . Dengan luas lantai yang sebagian besar kurang dari 60 m 2 , tidak memungkinkan membuat tangki septik berjarak 10 m, sehingga sangat dimungkinkan ada hubungan pencemaran air sumur oleh limbah dari jamban bakteri E. coli.. Kepadatan bangunan dengan luas lantai kurang dari 60 m 2 sebagian kecil, dan mayoritas berukuran kecil kurang dari 60 m 2 . Perbandingan luas lantai di empat kecamatan sampel ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 10. Distribusi Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Luas Lantai No Lokasi kecamatan Jumlah Kelurahan Kurang dari 20m 3 20m 3 - 60m 3 Lebih dari 60m 3 Kurang dari 60m 3 1 Tanah Abang 7 28,37 38,94 32,69 67,69 2 Sawah Besar 2 17,19 32,81 50,00 50,00 3 Pademangan 3 38,90 38,54 38,50 61,40 4 Tebet 6 12,55 42,19 45,31 54,69 Sumber : BPS DKI Jakarta dalam angka, 2002 Diolah Sesuai Kebutuhan Penelitian Pendapatan responden secara tipe dan luas bangunan menunjukkan kecenderungan hubungan yang positif, dimana makin tinggi pendapatannya maka tipe bangunannya berupa tembok dengan luas bangunan yang makin besar. Dalam hal ini tipe dan luas bangunan mencerminkan tingkat kesejahteraan keluarga yang mendiaminya. c. Jumlah Anggota Rumah Tangga Kondisi pemakaian air dapat terlihat dari ukuran keluarga di lingkungan sumur yang diteliti, yang dapat mempengaruhi kualitas air. Jumlah anggota keluarga di hampir seluruh lokasi penelitian mempunyai anggota rumah tangga lebih dari empat orang. Kondisi ini dapat mempengaruhi penggunaan air sumur dan akan mempengaruhi kualitas airnya. karena dengan makin banyaknya anggota rumah tangga limbah rumah tangga makin banyak, terutama pada rumah tangga yang mempunyai saluran air kotor kurang memadai sehingga tumbuh dapat meresap ke dalam sumur. Kotoran rumah tangga cair yang banyak mencemari air sumur adalah limbah sabun deterjen, baik untuk cucian dapur, mencuci pakaian dan mandi. Distribusi jumlah anggota keluarga di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 12. d. Jarak sumur dengan Pembuangan Akhir Tinja Kondisi jarak penampungan akhir tinja ke sumur yang diteliti, sesuai hasil penelitian banyak yang berjarak kurang dari 10 m. Hal ini dikarenakan ukuran persil rapat dan kecil-kecil kepadatan bangunan tinggi, sehingga tidak memungkinkan adanya jarak yang cukup antara sumur dengan penampungan akhir tinja. Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas air sumur dengan tingginya bakteri E. coli tinja. Tabel 11. Pendapatan Responden serta Tipe dan Luas Bangunan Tipe dan Luas Bangunan No.Responden Pendapatan Rpbln Tembok beton Kayu- bambu Campuran Luas Tanah Luas Bangunan A. Kecamatan Tanah Abang-Kota Jakarta Utara 1 3.750.000 √ 135 270 2 800.000 300 200 3 2.000.000 √ 150 100 4 2.500.000 √ 140 100 5 4.500.000 √ 200 150 6 500.000 √ 20 20 7 750.000 √ 12 12 8 900.000 √ 80 80 9 1.200.000 √ B. Kecamatan Sawah Besar-Kota Jakarta Pusat 1 3.000.000 √ 25 24 2 500.000 √ 99 72 3 1.000.000 √ 30 30 4 600.000 √ 36 36 5 100.000 √ 16 16 6 1.500.000 √ 115 80 7 1.500.000 √ 48 42 8 1.960.000 √ 15 36 9 3.000.000 √ 24 40 10 2.000.000 √ 48 48 C. Kecamatan Pademangan-Kota Jakarta Utara 1 1.950.000 √ 20 20 2 900.000 √ 32 32 3 500.000 √ 78 78 4 1.000.000 √ 36 36 5 1.150.000 √ 180 90 6 2.500.000 √ 35 35 7 1.500.000 √ 27 27 8 3.500.000 √ 75 75 9 1.950.000 D. Kecamatan Tebet-Kota Jakarta Selatan 1 4.000.000 √ 280 200 2 450.000 √ 75 75 3 400.000 √ 24 24 4 750.000 √ 32 16 5 320.000 √ 20 20 6 3.200.000 √ 182 182 7 2.000.000 √ 110 90 Sumber : hasil pengolahan data primer. Tabel 12. Distribusi Rumah tangga Menurut Jumlah Anggota Rumah Tangga tahun 2002 Jumlah anggota rumah tangga No Lokasi kecamatan Jumlah Kelurahan s.d. 3 orang 3 orang 5 orang 1 Tanah Abang 7 51,92 48,08 14,90 2 Sawah Besar 2 40,63 59,37 21,88 3 Pademangan 3 44,79 55,21 13,54 4 Tebet 6 39,06 60,94 25,78 Sumber : BPS DKI Jakarta dalam angka, 2002 diolah sesuai kebutuhan penelitian Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, diperoleh informasi bahwa sebagian besar penduduk di permukiman kumuh masih memanfaatkan sumur dangkal sebagai sumber air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Bagi kelompok masyarakat yang menggunakan sumber air minum dari air sumur, adalah a kualitas air sumurnya masih layak, dan b lokasi hunian belum atau tidak dapat dijangkau air ledeng PAM karena hunian yang terlalu padat dan tidak terjangkau jalan, sehingga sulit untuk pemasangan saluran air PAM. Sedangkan bagi kelompok masyarakat yang kualitas air sumurnya tidak layak dikonsumsi, tidak memiliki fasilitas sumur, dan lokasi permukiman sudah terjangkau jaringan pipa ledeng PDAM pada umumnya sudah tidak lagi menggunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Diantara yang menggunakan air minum bukan dari air sumur, sebagian besar menggunakan air ledeng hampir 60 dan sebagian menggunakan air dalam kemasan hampir 7. Untuk kelompok ini, diperlukan biaya untuk kebutuhan air minumnya, yang menggunakan sumber air dalam kemasan, biaya tersebut akan lebih tinggi. Kelompok yang tetap menggunakan sumur sebagian sumber air bersih tidak diperlukan biaya air bersih, selengkapnya seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Tahun 2002 Dari air sumur No Lokasi Kecamatan Jumlah Kelurahan Pompa Sumur Ter- lindung Sumur tidak terlindung Air sumur Dari Bukan air sumur Jumlah 1 Tanah Abang 7 33,17 2,88 0,96 36,05 63,98 100 2 Sawah Besar 2 0 0 0 0 100 100 3 Pademangan 3 100 100 4 Tebet 6 45,31 3,91 49,22 50,78 100 Penyediaan air bersih di kawasan kumuh membutuhkan sejumlah biaya. Biaya pengadaan air bersih berbeda untuk setiap kelompok pendapatan responden. Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat maka kesediaan membayar air makin tinggi. Kelompok masyarakat berpendapatan tinggi mengeluarkan dana yang lebih besar karena jumlah air yang digunakannya lebih besar. Mereka menggunakan air tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan primer minum dan masak, tetapi air digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti untuk mandi, kakus, cuci perabot, cuci kendaraan dan siram kebun. Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pengolahan air yang dibutuhkan, maka makin besar biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkannya.

4.3. Konflik Pemanfaatan Air di Kawasan Kumuh

Berdasarkan hasil analisis data gambaran umum kualitas biofisik kimia dan hasil analisis data sosial ekonomi, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan air di kawasan kumuh Kota Jakarta menyangkut kualitas sumber air yang buruk. Pihak-pihak yang berpeluang menjadi pelaku konflik potensial di permukiman kumuh ternyata berbeda pada lokasi yang berbeda dan masalah sumber konflik yang berbeda, maupun tipe konflik yang berbeda. Hal ini berimplikasi pada perbedaan cara-cara pengelolaan konflik di lingkungan permukiman kumuh tersebut. Gambaran tentang para pihak yang berpotensi terlibat dalam konflik pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat pada Tabel 15. Konflik pemanfaatan air di kawasan permukiman kumuh dapat terjadi antara : a pengguna dengan pengelola air bersih; b pengguna dengan penyedia air bersih; cpengguna dengan pengelola air bersih, d Antara pengguna dan pengelola dan dengan penyedia air bersih, dan e antara pengguna air bersih. Pada penelitian ini, potensi konflik yang terjadi karena pemanfaatan air dapat berupa : 1 kesalah pahaman atau salah persepsi berupa emosi, komunikasi buruk, perilaku buruk, 2 mempunyai kepentingan individu yang berbeda, 3 informasi kebijakan yang tidak diketahuidipahami, 4 konflik struktural, dan 5 belum adanya aturan main dan keadilan. Berdasarkan teori konflik Max Weber Anonim, 2006 ada tiga syarat timbulnya suatu konflik. Jika ketiga syarat tersebut diaplikasikan pada penelitian ini, timbulnya konflik pemanfaatan air dapat terjadi akibat sebagai beikut: 1. Adanya sekelompok kecil orang yang dapat memanfaatkan sumber air dengan segala kemudahannya, sementara sebagian besar masyarakat tidak punya kesempatan seperti itu Kasus A. Adanya kesalahpahaman atau tidak tahunya informasi menyebabkan kelompok masyarakat secara emosi menuduh sekelompok kecil orang saja yang umumnya berpendapatan kaya diperbolehkan memanfaatkan sumber air. Kenaikan harga juga memicu konflik sehingga sasaran diarahkan kepada pengelola atau segelintir orang tersebut. 2. Sebagian masyarakat yang tadinya mempunyai kesempatan memanfaatkan sumber air dengan sangat mudah berbalik menjadi tidak mempunyai kesempatan semudah itu lagi Kasus B. Individu yang pernah menikmati kemudahan memanfaatkan sumber air tersebut akan mudah menimbulkan konflik apabila kepentingan individu berkaitan dengan pemanfaatan sumber air terprovokasi, hal ini disebabkan karena mereka sudah tidak memperoleh kesempatan untukmemanfaatkan sumber air tersebut. 3. Rendahnya mobilitas sosial, seperti masyarakat yang berasal dari kelas bawah hanya memiliki sedikit peluang untuk meningkatkan pemanfaatan sumber air dibanding dengan mereka dari golongan masyarakat kelas atas atau aparat pemerintah Kasus C. Pengelola mempunyai peluang atau kesempatan yang lebih besar dalam hal pemanfaatan sumber air dibanding pengguna. Apabila ketiga tipe konflik tersebut dikaitkan dengan para aktor konflik pengguna, penyedia, dan pengelola dan lokasi penelitian, maka hubungan ketiganya dapat dilihat pada Tabel 16. Pada umumnya hampir di semua lokasi, konflik terjadi antara pengguna-pengelola dan pengguna-penyedia, kecuali untuk lokasi Pademangan dimana tidak terjadi konflik pengguna-penyedia. Hal ini diduga bahwa pengguna di lokasi Pademangan memiliki sumur air sendiri sehingga tidak banyak berhubungan dengan pengelola dan atau dengan penyedia. Sedangkan konflik yang melibatkan semua aktor hanya terjadi pada lokasi penelitian Sawah Besar kasus A dan C, dan Pademangan kasus B.