Analisis CTN Nantu-Boliyohuto Sebagai Kawasan Ekowisata Menyusun Zonasi CTN Nantu-Boliyohuto

Tabel 4.3. Data kependudukan dan kependidikan Kecamatan Jumlah Sekolah Jumlah Murid SD SLTP SLTA SD SLTP SLTA Tolinggula 15 3 - 2160 338 - Sumalata 15 2 1 2017 401 139 Mootilango 12 3 - 2665 482 - Tolangohula 17 6 1 5024 893 36 Anggrek 11 3 - 2609 295 - Jumlah Sumber : BPS, Kab. Gorontalo Dalam Angka 2005 Fasilitas atau sarana kesehatan yang terdapat di lima kecamatan sekitar CTNNB adalah masing-masing mempunyai satu puskesmas dengan beberapa buah puskesmas pembantu, puskesmas keliling, pos persalinan desa Polindes dan pos pelayanan terpadu Posyandu. Bagi penduduk yang memerlukan perawatan lebih lanjut perawatan rumah sakit harus keluar ke ibukota kabupaten. Tabel 4.4. Data sarana Kesehatan Kecamatan Sarana Kesehatan Puskesmas PusTu PusKel Polindes Posyandu Tolinggula 1 5 1 3 30 Sumalata 1 5 1 6 29 Mootilango 1 5 1 5 23 Tolangohula 1 6 1 3 22 Anggrek 1 4 1 5 30 Jumlah Sumber : BPS, Kabupaten Dalam Angka Tahun 2005

4.5. Tinjauan Umum Kawasan CTN Nantu-Boliyohuto

Sejarah kawasan ini untuk ditetapkan menjadi kawasan konservasi dimulai dengan kedatangan Lyn Clayton, seorang mahasiswa S2 dari Oxford University, pada tahun 1988 yang melakukan studi penelitian pada kawasan Hutan Paguyaman. Lynn Clayton menemukan beberapa jenis satwa endemik seperti Babirusa, Anoa, Tarsius, Monyet Hitam Sulawesi dan 80 jenis burung. Salah satu satwa endemik yang menarik perhatiannya adalah Babirusa yang telah mengantarkannya mendapatkan gelar doktor dari Oxford University, UK Mustari et al. 2003. Tahun 1991 Lynn Clayton dan kawan-kawan kembali secara intensif melakukan survey tentang keanekaragaman hayati di Kawasan Hutan Nantu. Pada tahun 1993 tim gabungan yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Kehutanan, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia APHI; Institut Pertanian Bogor IPB; Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam SBKSDA Sulawesi Utara dan Lynn Clayton, melakukan survey khusus tentang kehidupan jenis satwa Babirusa di kawasan hutan Nantu. Tim gabungan ini mengusulkan kepada Menteri KehutananDirektur Jenderal Perlindungan dan Pelestarian Alam, agar kawasan hutan Nantu dan sekitarnya ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Pada tahun 1999 Kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Suaka Margasatwa Nantu berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No: 573Kpts-II1999 tanggal 22 Juli 1999, yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok hutan, yaitu hutan lindung seluas ± 13.500 ha, hutan produksi terbatas ± 14.830, hutan produksi ± 1.695 ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 1.190 ha Mustari et al. 2003; Anonim 2002; Dunggio, 2005. Untuk dapat mengakomodasikan fungsi cagar alam yang sangat ketat terhadap berbagai bentuk pemanfaatan ke dalam zona inti dan fungsi-fungsi pemanfaatan suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman hutan raya ke dalam zona pemanfataan, maka Pemerintah Daerah mengusulkan agar SM Nantu bersama 2 kawasan hutan disekitarnya yang berfungsi sebagai pengatur tata air, habitat beberapa jenis satwa langka dan endemik Sulawesi dan juga merupakan daerah pengungsian satwa, yaitu HPT Boliyohuto, dan HL Boliyohuto yang ditunjuk berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 250Kpts-II1984 tanggal 20 desember 1984 digabung ke dalam satu pengelolaan menjadi taman nasional. Perubahan status kawasan menjadi taman nasional, karena sistem yang diterapkan pada taman nasional merupakan sistem yang luwes dan fleksibel. Beberapa Penelitian yang telah dilakukan di kawasan CTN Nantu- Boliyohuto, selain Lynn Clayton yang meneliti tentang ekologi babirusa, peneliti dan dosen IPB Abdul Haris Mustari, yang juga salah satu anggota tim gabungan penelitian Nantu, telah melakukan riset tentang ekologi Anoa sebagai salah satu materi disertasinya. Pada tahun 2005, Iswan Dunggio, mahasiswa S2 IPB melakukan penelitian tentang zonasi wisata berdasarkan potensi flora dan fauna, kemiringan lereng, jenis tanah, kondisi penutupan lahan, kondisi aksesibilitas, dan kondisi fenomena alam pada kawasan SM Nantu. Peneliti ini telah mengidentifikasikan potensi-potensi yang menjadi atraksi wisata kawasan. Kawasan ini memiliki potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang tinggi berupa keunikan alam dan kekayaan flora fauna, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata. Keunikan alam yang bisa ditemui di kawasan ini berupa visualisasi pemandangan hutan dataran rendah dan hutan pegunungan, ladang, air terjun, panorama alam pedesaan yang asli dan kubangan air panas bergaram. Adapun kekayaan flora faunanya terdiri dari berbagai mamalia baik key spesies maupun dilindungi seperti babirusa, anoa, monyet hitam sulawesi dan tarsius. Suaka Margasatwa Nantu juga bisa dikategorikan sebagai wilayah Endemic Birds Area EBA karena memiliki tingkat endemisme burung yang tinggi, seperti merpati hitam sulawesi, raja udang merah, rangkong, elang sulawesi dan masih banyak lagi. Kegiatan wisata yang bisa dilakukan meliputi; wisata birdwatching atau pengamatan burung, wisata pengamatan satwa liar dan vegatasi, wisata sungai dan wisata panorama alam. Disamping untuk wisata maka pendidikan lingkungan dan penelitian bisa dilakukan di kawasan ini. St Fatmah Hiola 2005 melakukan analisis penawaran wisata dan permintaan. Berdasarkan analisis penawaran wisata kawasan SM Nantu memiliki potensi sumberdaya wisata alam, yaitu berupa flora dan fauna yang langka dan endemik dan budaya masyarakat sekitarnya yang potensial untuk dikembangkan. Namun ketersediaan berbagai sarana dan prasarana penunjang pengembangan wisata alam beum memadai. Tingginya minat masyarakat sekitarnya untuk berpartisipasi merupakan salah satu faktor penunjang bagi pengembangan wisata alam tersebut di masa mendatang. Berdasarkan analisis permintaan wisata, perbaikan dan pengadaan sarana dan prasarana aksesibilitas jalan menuju ke lokasi dan peningkatan fasilitas pelayanan merupakan faktor utama permintaan wisatawan terhadap pengembangan wisata.

4.6. Struktur Organisasi

Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto merupakan gabungan dari SM Nantu, HL Boliyohuto, dan HPT Boliyohuta yang sementara dalam pengajuan menjadi Taman asional Nantu-Boliyohuto. Saat ini struktur organisasi SM Nantu masih berada dibawah Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Sulawesi Utara yang berkedudukan di Manado, dan secara hierarki berada dibawah pengelolaan Seksi KSDA Wilayah Gorontalo yang berkedudukan di Limboto, ibukota Kabupaten Gorontalo. Untuk lebih mengintensifkan pengelolaan SM Nantu maka pengelolaan dilakukan dengan melibatkan mitra kerja, yaitu Yayasan Adudu Nantu Internasional YANI, yang berkedudukan di Limboto Kabupaten Gorontalo. Dengan demikian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari Balai KSDA Sulawesi Utara dalam mengelola SM Nantu diserahkan kepada YANI dengan sepengetahuan BKSDA Manado. HL Boliyohuto dan HPT Boliyohuto berada dalam pengelolaan Dinas Kehutanan Kabupaten Gorontalo.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Eksisting Kawasan Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto

5.1.1. Kondisi Ekologi Vegetasi

Kawasan CTN Nantu-Boliyohuto merupakan gabungan dari Kawasan SM Nantu, HPT Boliyohuto, dan HL Boliyohuto. Keanekaragaman jenis tumbuhan Sulawesi masih kurang bila dibandingkan dengan pulau-pulau besar tetangganya seperti Kalimantan dan Sumatera. Keadaan ini dicirikan dengan sedikitnya terdapat 6 jenis pohon meranti Dipterocarpaceae dibanding dengan 276 jenis di Kalimantan. Keadaan ini ditambah kenyataan bahwa Sulawesi memiliki spesimen botani paling sedikit dalam koleksi ilmiah dibandingkan dengan pulaudaerah lain di Indonesia Lee et al., 2001 Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan di tiga lokasi yang mewakili kawasan CTNNB, yaitu pada kawasan SM Nantu, HL Boliyohuto, dan HPT Boliyohuto tercatat 204 jenis flora Lampiran 3.. Vegetasi hutannya banyak didominasi oleh tegakan pohon-pohon yang tinggi dengan tajuk mahkota yang sangat rapat. Umumnya tegakan tersebut berasal dari suku Anacardiaceae, Flacourtiaceae, Guttiferae, Datiscaceae, Annonnaceae, Ebenaceae, Myristicaceae, Apocynaceae, Moraceae, Ebenacea, Sapotaceae, dan sebagian kecil dari suku Dipterocarpaceae. Terdapat berbagai pohon berukuran raksasa dan tersebar di berbagai tempat. Ukuran pohon terbesar yang dijumpai mempunyai diameter 400 cm, yaitu pohon beringin Ficus sp. Jenis pohon berukuran raksasa lainnya yang banyak dijumpai adalah pohon nantu Palaqium obovatum Engl. yang menjadikan kawasan ini juga dinamakan Hutan Nantu. Umumnya pohon-pohon yang berukuran besar juga merupakan pohon yang mempunyai nilai INP tinggi, yang artinya jenis pohon yang dominan di kawasan tersebut. Diantara jenis-jenis flora endemik yang dijumpai terdapat spesies yang dilindungi menurut PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, bahkan sudah tercantum dalam CITES untuk kategori Appendix II yaitu suatu jenis yang pada saat ini tidak termasuk dalam kategori terancam punah, namun memiliki kemungkinan untuk terancam punah jika perdagangannya tidak