2.3.     Pariwisata 2.3.1. Definisi Pariwisata
Douglass 1982, mengemukakan bahwa aktifitas wisata adalah penggunaan waktu  luang  yang  menyenangkan  dan  konstruktif  yang  memberikan  tambahan
pengetahuan  dan  pengalaman  mental  maupun  fisik.  Sedangkan  Yoeti  1990 mendefinisikan  wisata  adalah  kegiatan  perjalanan  yang  dilakukan  dari  suatu
tempat ke tempat lain dengan suatu maksud tertentu dan dilakukan dalam jangka waktu  tertentu.  Definisi  lain  dikemukakan  oleh  Gunn  1994,  yaitu  suatu
pergerakan manusia yang bersifat sementara dari tempat tinggal atau pekerjaannya menuju  satu  tujuan  tertentu,  dimana  aktfitas  dilakukan  di  tempat  tersebut  serta
disediakan  fasilitas  untuk  mengakomodasi  keinginan  mereka.  Sementara  WTO Fennel,  1999  mendefinisikan  kegiatan  wisata  sebagai  kegiatan  perjalanan
seseorang  untuk  kesenangan  pleasure,  minimal  satu  hari  dan  tidak  lebih  dari satu  tahun  untuk  wisatawan  mancanegara  dan  enam  bulan  bagi  wisatawan
domestik. Istilah  pariwisata  terlahir  dari  bahasa  Sansekerta,  yaitu  :  pari  yang  artinya
penuh,  lengkap,  atau  berkeliling,  dan  wisata  yang  artinya  pergi  meningggalkan rumah  terus-menerus,  mengembara,  sehingga  jika  dirangkai  menjadi  pariwisata
yang artinya pergi secara lengkap meninggalkan rumah berkeliling terus menerus. Dalam  operasionalnya,  Pemerintah  Indonesia  mendefinisikan  :  mereka  yang
meninggalkan  rumah  untuk  mrngadakan  perjalanan  tanpa  mencari  nafkah  di tempat-tempat  yang  dikunjungi  sambil  menikmati  kunjungan  mereka  Pendit,
2002.  Dalam  Agenda  21  2001  pariwisata  didefinisikan sebagai  ”Seluruh
kegiatan  orang  melakukan  perjalanan  ke  dan  tinggal  di  suatu  tempat  diluar lingkungan  kesehariannya  untuk  jangka  waktu  tidak  lebih  dari  setahun  untuk
bersantai leisure, bisnis dan berbagai maksud yang lain”. Dari definisi tersebut berkembang sifat pariwisata yng sangat dinamis sehingga pariwisata mendapatan
julukan  sebagai;  multi  billion  business,  factory  without  smoke,    gold  mining without ending, dream industry
. Dalam  UU  Kepariwisataan  No.  10  tahun  2009  dijelaskan  bahwa  wisata
adalah  kegiatan  perjalanan  atau  sebagain  dari  kegiatan  tersebut  yang  dilakukan secara  sukarela  serta  bersifat  sementara  untuk  menikmati  obyek  dan  daya  tari
wisata;  wisatawan  adalah  orang  yang  melakukan  kegiatan  wisatat;  pariwisata adalah  segala  sesuatu  yang  berhubungan  dengan  wisata,  termasuk  pengusahaan
obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.
2.3.2. Perkembangan Pariwisata Pariwisata Internasional
Kecenderungan  perkembangan  pariwisata  dunia  menunjukkan  bahwa pariwisata  telah  menjadi  industri  terbesar  di  dunia.  World  Travel  and  Tourism
Council http:www.unwto.orgfactsmenu.html  menyebutkan  bahwa  kegiatan
ini telah melibatkan sekitar 438 juta kunjungan wisata di tahun 1990 dengan US 264  Milyar  penerimaan  ke  seluruh  dunia,  dan  meningkat  menjadi  919  juta
kunjungan ditahun 2008 dengan US 941 Milyar Gambar 2.4.
S
umber : UNWTO Tourism Highlights 2010
Gambar 2.4.  Trend Kunjungan Wisatawan Dunia Pertumbuhan  yang  cukup  besar  menunjukkan  bahwa  pariwisata  dapat
menjadi  solusi  bagi  negara-negara  berkembang  untuk  keluar  dari  situasi keterbelakangan. Pariwisata dipromosikan sebagai sektor yang bukan hanya dapat
dikembangkan  di  berbagai  tempat  yang  memiliki  sumber  daya  untuk  industri sekunder,  tetapi  juga  dapat  ditumbuhkan  dari  kekayaan  keindahan  sumber  daya
alam  dan  kekayaan  budaya  masyarakat  lokal.  Perkembangan  industri  pariwisata
tidak hanya terkait dengan bisnis perjalanan secara umum, tetapi juga pada tingkat kunjungan  wisatawan  secara  nasional  pada  kawasan-kawasan  yang  dilindungi,
seperti taman nasional dan cagar alam.
Pariwisata Nasional
Perkembangan  kunjungan  wisata  internasional  yang  melibatkan  kunjungan wisatawan  mancanegara  wisman  di  Indonesia  menunjukkan  pertumbuhan  yang
pesat hingga tahun 2008 Tabel 2.5.. Pada tahun 2001 tercatat 5,1 juta wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, dan meningkat menjadi 6,2 juta pada
tahun 2008.  Dalam kurun waktu tujuh tahun, angka kunjungan wisata meningkat 21,5  .  Sementara  itu,  penerimaan  devisa  meningkat  dari  USD  5,4  miliar  pada
tahun  2001  menjadi  USD  7,3  miliar  pada  tahun  2008,  atau  meningkat  sebesar 35,89  persen.  Dalam  kurun  waktu  tahun  2001-2008  telah  terjadi  peningkatan
kunjungan wisman rata-rata sebesar 4,4 persen per tahun, dan penerimaan devisa rata-rata sebesar 12,56  per tahun.
Tabel 2.5. Kunjungan Wisatawan Mancanegara, Rata-Rata Pengeluaran, Lama Tinggal Dan Penerimaan Devisa Tahun 2001-2008
Tahun Kunjungan
Pertumbuhan Pengeluaran Per Orang
USD Lama
Tinggal hari
Penerimaan Devisa
juta USD Pertum-
buhan Per
kunjungan Per
hari 2001
5.153.620 1,77
1.053,36 100,42
10,49 5.428,62
-5,57 2002
5.033.400 -2,33
893,26 91,29
9,79 4.496,15
-17,18 2003
4.467.021 -11,25
903,74 93,27
9,69 4.037,02
-10,21 2004
5.321.165 19,12
901,66 95,17
9,47 4.797,87
18,85 2005
5.002.101 -6,00
904,00 99,86
9,05 4.521,90
-5,75 2006
4.871.351 -2,61
913,09 100,48
9,09 4.447,98
-1,63 2007
5.505.759 13,02
970,98 107,70
9,02 5.345,98
20,19 2008
6.429.027 16,77
1.178,54 137,38
8,58 7.377,39
38,00 Sumber : Renstra KemBudPar Tahun 2010-2014
Sementara itu, dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 200 juta, wisatawan nusantara wisnus merupakan pasar yang sangat besar bagi pariwisata
Indonesia. Keberhasilan kinerja kepariwisataan juga tercermin dari meningkatnya jumlah  pergerakan  wisatawan  nusantara  wisnus  dari  195.770  juta  perjalanan
pada  tahun  2001  menjadi  225,042  juta  perjalanan  pada  tahun  2008.  Peningkatan pergerakan  wisatawan  nusantara  selama  tahun  2001
–2008  menghasilkan
peningkatan pengeluaran dari Rp 58,71 triliun di tahun 2001 menjadi Rp 123,17 triliun  di  tahun  2008  atau  meningkat  sebesar  109,79  persen.  Pergerakan
wisatawan  nusantara  dalam  kurun  waktu  tahun  2001-2008  telah  terjadi pertumbuhan  yang  berfluktuasi  dengan  rata-rata  sebesar  2,08  persen  per  tahun
Tabel 2.6. Tabel 2.6. Perkembangan Wisatawan Nusantara Tahun 2001-2009
Tahun Wisnus
ribuan orang
Pertumbuhan Perjalanan
ribuan orang Pengeluaran
triliun Rp Pertumbuhan
2001 103.884
- 195.770
58,71 -
2002 105.379
1,44 200.589
68,82 17,22
2003 110.030
4,41 207.119
70,87 2,98
2004 111.353
1,20 202.763
71,70 1,17
2005 112.701
1,21 198.359
74,72 4,21
2006 114.270
1,39 204.553
88,21 18,05
2007 115.335
0,93 222.389
102,01 15,64
2008 117.213
1,63 225.042
123,17 20,74
Sumber : Renstra Kembudpar Tahun 2010-2014
Pariwisata  saat  ini  menjadi  sektor  yang  cukup  penting  bagi  perekonomian nasional. Tahun 2008 perolehan devisa dari sektor pariwisata ini berada di urutan
ke  4  sebagai  penyumbang  devisa  terbesar  setelah  minyak  dan  gas  bumi,  kelapa sawit,  dan  karet  olahan.  Dengan  pertumbuhan  pariwisata  dunia  yang  terus
meningkat,  diharapkan  jumlah  kunjungan  wisatawan  di  Indonesia  akan  semakin meningkat dan akan memberikan konstribusi ekonomi yang semakin  besar pula.
Selain konstribusi ekonomi, kegiatan pariwisata juga membuka kesempatan kerja baru di daerah tujuan wisata.
Kegiatan  pembangunan  pariwisata  di  Indonesia  juga  membuka  beberapa daerah  yang  kurang  berkembang,  dimana  kegiatan  ekonomi  lainnya  sukar
dikembangkan,  maka  pariwisata  seringkali  menjadi  kegiatan  perintis  yang diharapkan  mampu  menstimulasi  timbulnya  kegiatan  ekonomi  lainnya.  Namun
demikian,  kebijakan  pembangunan  pariwisata  yang  telah  dilakukan  lebih mengutamakan  manfaat  ekonomi  sehingga  mengakibatkan  terabaikannya
pelestarian  lingkungan  dan  terpinggirkannya  penduduk  lokal.  Keadaan  tersebut mendorong  timbulnya  kesadaran  untuk  mengembangkan  pariwisata  yang  ramah
terhadap lingkungan dan memperhatikan penduduk setempat.
Pariwisata Gorontalo
Pemerintah  Provinsi  Gorontalo  mempunyai  program  unggulan  dalam mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan Ekonomi di Daerah. Tiga
program  unggulan  pemerintah,  yakni  pengembangan  sumber  daya  manusia SDM,  Agropolitan,  dan  Program  Perikanan  dan  Kelautan.  Selain  tiga  program
unggulan  itu,  pemerintah  juga  mulai  tahun  2011  ini  telah  menetapkan  dua program  unggulan  lain  yakni  peningkatan  pariwisata  dan  pengembangan  Usaha
Mikro  Kecil  Menengah  UMKM  dalam  memacu  peningkatan  ekonomi masyarakat
http:www.gorontaloprov.go.idberita-gorontalo13-serba-serbi pembangunan.html
Visi pengembangan
pariwisata Gorontalo
dalam Strategi
dan Pengembangan  Kepariwisataan  Gorontalo  2007  adalah  terwujudnya  daerah
tujuan  wisata  yang  berwawasan  lingkungan  dan  berdaya  saing,  dengan  misinya mengembangkan  dan  melestarikan  obyek  wisata,  meningkatkan  peran  serta
masyarakat,  serta  arah  kebijakannya  menjadikan  provinsi  Gorontalo  sebagai daerah tujuan wisata baru yang berbasis masyarakat dan potensi lokal. Kunjungan
wisatawan  ke  Provinsi  Gorontalo,  baik  wisatawan  nusantara  maupun  wisatawan mancanegara terus meningkat Gambar 2.5..
Sumber: Dinas Perhubungan, Postel dan Pariwisata Provinsi Gorontalo, 2006
Gambar 2.5. Diagram Kunjungan Wisatawan ke Provinsi Gorontalo Beberapa  kawasan  wisata  yang  telah  dikembangkan  antara  lain  yaitu:
Kawasan  Wisata  Lombongo,  Taman  Laut  Olele,  Benteng  Otanaha,  Benteng Oranye,  Danau  Limboto,  Pulau  Saronde,  Pulau  Lampu.  Selain  daya  tarik  lokasi
wisata,  Gorontalo  memiliki  kerajinan  khas  yang  sudah  dikenalkan  keluar  daerah
dan  keluar  negeri  sebagai  cenderamata  khas  dari  Gorontalo  yaitu  kerajinan  kain Krawang.
2.3.3.  Perubahan Pola Kepariwisataan
Ditinjau dari sisi permintaan, saat ini tampak adanya pergeseran nilai dan preferensi  dalam  berwisata.  Perjalanan  berlibur  tidak  lagi  terbatas  hanya  untuk
memperoleh  manfaat  rekreasi  yang  terpuaskan  dengan  mengunjungi  kawasan- kawasan  dengan  produk  rekreasi  generik.  Kepariwisataan  global  yang
berkembang  hingga  awal  dekade  80-an  sangat  pesat  didorong  oleh  adanya  mass tourism.  Namun  pada  dua  dekade  terakhir  ini  terjadi  perubahan  pola  wisata  dari
mass  tourism ke  individual  atau  small  group  tourism.  Mayoritas  wisatawan  saat
ini  menginginkan  pariwisata  yang  bersifat  “rekreasi  plus”,  dalam  bentuk  :  1 mendapatkan pengalaman berwisata dalam suasana lingkungan yang mereflesikan
keunikan lingkungan setempat dan terpelihara secara lestari; dan 2 interaksi aktif dengan  masyarakat  untuk  mengenal  lebih  jauh  tentang  budaya,  tradisi,  adat
istiadat,  dan  nilai-nilai  sosial  masyarakat  Fandeli,  2005.  Lebih  lanjut  dikatakan bahwa  perubahan  pola  atau  minat  wisata  ini  disebabkan  oleh  beberapa  hal
diantaranya: 1.
Perubahan  teknologi  informasi  yang  sangat  cepat  dan  akurasi  teknologi yang  menyebabkan  promosi  kawasan  wisata  menjadi  sangat  informatif  dan
memberikan penjelasan yang lebih rinci. 2.
Kemampuan  materi  atau  finansial  bagi  wisatawan  tidak  lagi  menjadi  hal yang    penting,  karena  kemudahan  finansial  yang  diberikan  oleh  sistem
keuangan dunia. 3.
Pendidikan  bagi  wisatawan  juga  semakin  baik.  Perubahan  minat  ini  juga sangat  dipengaruhi  oleh  trend  dunia  yang  lebih  mengedepankan  masalah
kelestarian  alam  dan  upaya  untuk  dapat  mempertahankan  fungsi  ekologis kawasan.
4. Infrastruktur  wisata  yang  dibenahi  diberbagai  negara,  yang  menyebabkan
kemudahan aksesibilitas pada kawasan kawasan wisata. 5.
Diversifikasi  obyek  wisata  pada  sebuah  kawasan  menyebabkan  wisatawan mempunyai  kebebasan  dalam  memilih  kegiatan  wisata    yang  mereka
inginkan.    Hal  inilah  yang  membuahkan  sebuah  konsep  baru  untuk
melakukan  sebuah  perjalanan  wisata  yang  disebut  dengan  paradigma  baru pariwisata  yang  berujung  pada  Sustainable  Tourism  Development
Pembangunan Pariwisata yang berkelanjutan . Penyelenggaraan  seperti  ini  dimaksudkan  untuk  memenuhi  keinginan
memperoleh  pengalaman  berwisata  yang  khas  dan  tidak  ditemui  di  tempat  lain. Selain  itu  dimaksudkan  sebagai  pembelajaran  untuk  lebih  memahami  nilia-nilai
lingkungan  dari  tempat  yang  dikunjungi.  Kecenderungan  ini  melahirkan  segmen wisatawan yang berpihak pada pelestarian lingkungan. Tabel 2.7. memperlihatkan
dua  bentuk  penyelengaraan  pariwisata,  yaitu  pariwisata  lama  pariwisata  masal dan pariwisata baru pariwisata kelompok kecil.
Tabel 2.7. Bentuk Pariwisata Global
Pariwisata lama Pariwisata baru
Permintaan produk
wisata 1.  Paket dalam grup
2.  Orientasi mendapat kesenangan 3.  Berjemur dan bersantai
1.  Wisatawan bebas 2.  Orientasi pengalaman baru
3.  Mencari variasi obyek minat khusus
Penawaran pasar wisata
1.  Skala luas 2.  Gaya Eropa
3.  Pelayanan standar 4.  Jeringan internasional
5.  Obyek buatan 1.  Skala kecil
2.  Gaya setempat 3.  Pelayanan lokal
4.  Pemilihan fasilitas lokal 5.  Obyek alami, masyarakat,
lingkungan alam Sumber : Faulkner, 1977 dalam Fandeli, 2005
2.3.4.  Destinasi Pariwisata
Destinasi pariwisata adalah area atau kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat unsur: daya tarik
wisata, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, masyarakat, serta wisatawan yang saling terkait  dan  melengkapi  untuk  terwujudnya  kegiatan  kepariwisataan  Depbudpar,
2007. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada 3 hal dasar basic fundamentals untuk pengembangan suatu destinasi pariwisata, yaitu:
1. Kesesuaian antara produk dan pasar.
Unsur-unsur  pembentuk  pariwisata,  seperti:  aksesibilitas,  akomodasi, lingkungan,  masyarakat,  kelembagaan  selayaknya  disesuaikan  dengan
permintaan  pasar,  yang  dalam  konteks  pariwisata  adalah  mereka  yang memiliki  keinginan  dan  kemampuan  untuk  melakukan  perjalanan  wisata.
Syarat  kecukupan  ini  menuntut  para  pemilik,  pengembang  dan  pengelola
kawasan memahami sifat-sifat pasar pariwisata, seperti: asal, minat, tujuan, dan  kemampuan  melakukan  perjalanan,  serta  menemukenalinya  untuk
memudahkan merencanakan pengembangan suatu daerah untuk pariwisata. 2.
Keterkaitan antar unsur-unsur pembangun sistem pariwisata Sistem  pariwisata  dipengaruhi  oleh  faktor-faktor  luar  yang  masing-masing
faktor  mempunyai  pengaruh  berbeda  terhadap  pengembangan  pariwisata Gambar  2.6..  Diantara  faktor  luar  yang  paling  berpengaruh  adalah
sumberdaya  alam  dan  budaya.  Para  pelaku  usaha  pariwisata  yang  lebih berorientasi  pada  ekonomi,  seringkali  mengabaikan  bahwa  landasan  utama
pengembangan  pariwisata  adalah  sumberdaya  tersebut.  Keberadaan sumberdaya  alam  dan  budaya  merupakan  pull  factors  yang  menyebabkan
wisatawan  berkunjung  ke  suatu  destinasi.  Keadaan  terpelihara  atau terjaganya  sumberdaya-sumberdaya  tersebut  akan  menentukan  pengunjung
yang datang dan akan datang kembali.
Sumber: Depbudpar, 2007
Gambar 2.6. Keterkaitan antar unsur-unsur pembangun sistem pariwisata 3.
Keterlibatan pelaku-pelaku pariwisata Keberhasilan pengembangan pariwisata suatu daerah menuntut keterlibatan
dan  kerjasama  yang  baik  antar  pelaku  semua  sektor,  yaitu:  pemerintah, swasta,  dan  masyarakat,  serta  pemahaman  terhadap  unsur-unsur  sistem,
yaitu:  atraksi, transportasi, akomodasi, fasilitas,  kelembagaan dan promosi. Gambar  2.7.  menunjukkan  kepentingan  terhadap  sumber  yang  sama  oleh
sektor-sektor  yang  berbeda.  Sumberdaya  akan  mengalami  tekanan  serius
apabila  antar  sektor  tidak  saling  bekerja  sama  yang  pada  gilirannya  akan mengancam  keberlanjutan  pariwisata  itu  sendiri.  Pemahaman  terhadap
ketiga  basic  fundamentals  pariwisata  diharapkan  akan  mengurangi  atau menekan  konflik  kepentingan  dan  sekaligus  memastikan  bahwa:  1  tidak
terjadi  pemanfaatan  yang  berlebihan  terhadap  sumberdaya  pariwisata dengan  menampung  kepentingan  masing-masing  pelaku  secara  berimbang;
2  masyarakat  diikutsertakan  dan  terangkat  kehidupan  sosialnya;    3 pemanfaatan  sumberdaya  pariwisata  memberikan  efek  yang  optimal
terhadap  perlindungan  lingkungan  dan  ekonomi;    dan  4  penyelenggaraan usaha pemanfaatan memiliki kelayakan finansial.
Sumber: Depbudpar, 2007
Gambar 2.7. Kepentingan pelaku pariwisata terhadap sumberdaya
2.3.5.  Ekowisata
Konsep ekowisata bermula dari para konservasionis sebagai suatu strategi konservasi  keanekaragaman  hayati  dan  ekosistemnya.  Konsep  ini  kemudian
berkembang  begitu  cepat  ke  berbagai  belahan  dunia  sejalan  dengan  semakin meningkatnya  kesadaran  masyarakat  dunia  akan  pentingnya  pelestarian
sumberdaya alam dan ekosistemnya. Pola hidup back to nature telah menjadi gaya hidup dan kebanggaan masyarakat modern saat ini.
Istilah  ekowisata  pertama  kali  diperkenalkan  oleh  Hector  Ceballos- Lascurain pada tahun 1988 Mitchel, 1998; Furze et al., 1987; Wall et al., 1998
yang  kemudian  mendefinisikannya  sebagai  suatu  perjalanan  bertanggung  jawab