IV.  KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1.   Letak dan Luas
Secara  administratif  CTN  Nantu-Boliyohuto  berada  dalam  lima  wilayah kecamatan,  yaitu  Kecamatan  Tolinggula,  Kecamatan  Sumalata,  Kecamatan
Anggrek  Kabupaten  Gorontalo  Utara,  Kecamatan  Mootilango,  Kecamatan Wonosari  Kabupaten  Boalemo,  dan  Kecamatan  Tolangohula  Kabupaten
Gorontalo Provinsi Gorontalo.  Secara  geografis CTN Nantu-Boliyohuto terletak diantara  koordinat
122º08’00”  –  122º37’00”  Bujur  Timur  dan  00º47’00”  – 00º56
00” Lintang Utara Gambar 4.1, dengan batas wilayahnya adalah : a.  Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara
b.  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boalemo c.  Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo
Kawasan ini mempunyai luas 62.943 Ha, gabungan dari SM Nantu 32.627 Ha, Hutan Produksi Terbatas 10.346 Ha dan Hutan Lindung 19.970 Ha yang
diajukan  oleh  Pemerintah  Daerah  Provinsi  Gorontalo  sebagai  taman  nasional berdasarkan  Surat  Usulan  No.  522.21056382003  tanggal  8  April  2003.
Gambar 4.1 Peta Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto
4.2.   Iklim
Iklim  kawasan  CTNNB  dipengaruhi  oleh  2  musim  yaitu  musim  hujan dengan  rata-rata  curah  hujan    100  mmbulan  dan  musim  kemarau  dengan  rata-
rata  curah  hujan    100  mmbulan.  Hampir  sepanjang  tahun  2005  terjadi  musim hujan kecuali terjadi pada bulan Januari, Agustus, September, dan Oktober. Suhu
udara berkisar antara 22.5 C
– 33.8 C, dengan kelembaban rata-rata 80.5
C Tabel
4.1..
Tabel 4.1. Keadaan iklim Kabupaten Gorontalo Tahun 2005
Bulan Jumlah hari
hujan mm Curah hujan
Suhu udara C
Kelembaba n
C Max
Min Januari
11 30
31.17 23.4
79 Feburuari
11 103
31.14 23.1
81 Maret
10 117
32.9 23.7
79 April
23 105
32.0 23.9
83 Mei
18 231
32.2 23.1
84 Juni
16 84
32.0 23.3
83 Juli
13 210
30.6 23.0
83 Agustus
5 17
32.5 22.5
75 Sepetember
6 20
33.8 23.7
71 Oktober
22 223
33.5 23.9
80 November
15 85
32.4 23.7
84 Desember
19 132
31.9 23.8
84 Rata-rata
14.08 113.08
80.5
Sumber : BPS Kab. Gorontalo Dalam Angka 2005
4.3.   Topografi, Kelerengan, dan Penggunaan Lahan
Topografi CTN
Nantu-Boliyohuto terdiri
dari dataran
rendah, bergelombang, berbukit hingga bergunung-gunung dengan tebing-tebingnya yang
curam dan berada pada ketinggian antara 205 mppl – 2065 mdpl. Sebagian besar
kawasan  ini  berada  pada  ketinggian  1200  mdpl.  Kawasan  di  bagian  utara terdapat  deretan  wilayah  pegunungan  dengan  ketinggian  bervariasi  mulai  dari
1000 – 2065 mdpl. Di sebelah selatan merupakan dataran rendah dan membentuk
daratan utama yang relatif datar ini, memanjang dari sebelah timur ke arah barat. Kelerengan  CTNNB  mulai  dari  landai  0-8,  bergelombang  8-25,
curam 25-40, dan sangat curam 40. Daerah yang relatif landai terdapat pada bagian selatan.
Penggunaan  lahan  di  kawasan  CTNNB  masih  didominasi  oleh  hutan  lebat. Hanya  sebagian  kecil  wilayah  kawasan  yang  dimanfaatkan  oleh  masyarakat
sebagai  lahan  perkebunan  dan  perladangan.  Berdasarkan  hasil  observasi  di lapangan,  ada  beberapa  titik  pada  kawasan  yang  merupakan  wilayah  PETI
Pengambilan Emas Tanpa Izin oleh masyarakat. Berdasarkan Peta Land System yang dibuat oleh BAKOSURTANAL Bogor
1988,  jenis  sistem  lahan  pada  kawasan  CTTNB  terdiri  dari  sistem  lahan Bakunan  BKN  yang  memiliki  bentuk  lahan  dengan  kemiringan  sedang  tanpa
perbukitan,  Tebingtinggi  TTG  merupakan  daratan  berbukit  dari  bentukan gunung  berapi,  Telawi  TWI  berupa  barisan  bukit  yang  letaknya  sangat  curan
berbatu granit, Bukitbalang BBGmerupakan barisan gunung yang tidak rata dan ditutupi oleh batuan dasar vulkanik, Pendreh PDH yaitu barisan bukit yang luas
dan  tidak  simetris  berasal  dari  endapan,  dan  Bukitbaringin  BBR  merupakan bukit  curam  yang  ditutupi  batuan  gunung  berapi.  Jenis  batuan  dan  mineral  yang
dominan adalah aluvium, bentukan sungai, granite, rhyolite, granodiorite, andesit, batuan vulkanis, batu pasir, lumpur batu, dan batuan gamping koral Tabel 4.2.
Tabel 4.2.  Sistem Lahan CTNNB
Sistem Lahan Bentuk lahan
Lithology Kesesuaian
Lahan Deskripsi
Kemiring Bakunan
BKN Kemiringan sedang tanpa
perbukitan 2
Aluvium, bentukan sungai
Lahan kering, lahan
basah, hasil hutan pohon,
karet, kelapa, sagu
Tebingtinggi TTG
Daratan berbukit dari bentukan Gn. berapi
41 - 60 Granite, ryolite
Lahan reboisasi
Telawi TWI
Barisan bukit yang sangat curam
60 Granite, ryolite,
granodiorite -
Bukitbalang BBG
Barisan gunung yang tidak rata, ditutupi oleh
batuan dasar vulkanik 41 - 60
Andesite, batuan vulkanis
Lahan reboisasi
Pendreh PDH
Barisan bukit yang luas dan tidak simetris berasal
dari endapan 60
Batu pasir, batu endapan, lumpur
batu, batuan gamping koral
- Bukit baringin
BBR Bukit curam yang ditutupi
batuan gunung berapi 41 - 60
Granite, ryolite, granodiorite
Lahan reboisasi,
rotan
Sumber : Hasil olahan dari Peta Land System BAKOSURTANAL Bogor, 1988
Pada Peta Tanah Tinjau Kabupaten Gorontalo yang dibuat berdasarkan hasil survey Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor 1992 menunjukkan bahwa
jenis tanah pada CTNNB kurang bervariasi disebabkan pada areal tersebut hanya terdapat  beberapa  satuan  peta  tanah  sebagai  refleksi  geomorfologi  yang  kurang
bervariasi. CTNNB umumnya memiliki tanah hutan coklat serta jenis ordo tanah yang  umumnya  dijumpai  adalah  Ordo  Ineeptisol  dan  Alfisol.  Sedangkan
berdasarkan  data  citra  Landsat  7  ETM+  tahun  2004,  sebagian  besar  kawasan CTNNB  sebagian  besar  tutupan  lahan  berupa  hutan  lahan  kering  primer,  diikuti
dengan  hutan  lahan  kering  sekunder,  perkebunan,  semak  belukar,  ladang,  dan tanah kosong.
4.4.  Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Diantara  kelima  kecamatan  tersebut,  Kecamatan  Tolangohula  dengan  luas 211  Km2  memiliki  jumlah  penduduk  yang  paling  banyak  yaitu  sekitar  30.677
jiwa.  Keadaan  ini  menunjukkan  bahwa  Kecamatan  Tolangohula  merupakan daerah konsentrasi penduduk yang berada di sekitar kawasan CTNNB. Kecamatan
ini merupakan daerah transmigrasi pertama di Provinsi Gorontalo. Tampaknya hal ini  berkaitan  dengan  peluang  kesempatan  kerja  yang  lebih  terbuka  yang  ada  di
kecamatan  ini  dibanding  kecamatan  lainnya.  Namun  pada  awal  tahun  2007 terbentuk  kabupaten  baru  yang  merupakan  pemekaran  wilayah  Kabupaten
Gorontalo  yaitu  Kabupaten  Gorontalo  Utara.  Kecamatan  Tolinggula,  Kecamatan Sumalata,  dan  Kecamatan  Anggrek  termasuk  kedalam  wilayah  kabupaten  baru
tersebut,  dan  menempatkan  pusat  pemerintahannya  ibukota  pada  Kecamatan Anggrek.  Berdasarkan  keadaan  ini  dapat  diprediksi  akan  terjadi  peningkatan
jumlah  penduduk  pada  wilayah-wilayah  yang  masuk  pada  kabupaten  baru tersebut.
Tingkat  pendidikan  masyarakat  di  lokasi  penelitian,  sebagian  besar  hanya sampai  Sekolah  Dasar  SD,  bahkan  ada  yang  tidak  sekolahtidak  tamat  SD.
Keberadaan sarana pendidikan dalam upaya pengembangan sumberdaya manusia relatif  masih  kurang.  Sarana  pendidikan  relatif  masih  kurang,  terutama  setingkat
SLTA yang belum tersedia pada beberapa kecamatan. Bagi penduduk yang ingin melanjutkan  sekolah  harus  keluar  desa  menuju  ibukota  kecamatan  ataupun
ibukota kabupaten.
Tabel 4.3.  Data kependudukan dan kependidikan
Kecamatan Jumlah Sekolah
Jumlah Murid SD
SLTP SLTA
SD SLTP
SLTA Tolinggula
15 3
- 2160
338 -
Sumalata 15
2 1
2017 401
139 Mootilango
12 3
- 2665
482 -
Tolangohula 17
6 1
5024 893
36 Anggrek
11 3
- 2609
295 -
Jumlah
Sumber : BPS, Kab. Gorontalo Dalam Angka 2005
Fasilitas  atau  sarana  kesehatan  yang  terdapat  di  lima  kecamatan  sekitar CTNNB  adalah  masing-masing  mempunyai  satu  puskesmas  dengan  beberapa
buah  puskesmas  pembantu,  puskesmas  keliling,  pos  persalinan  desa  Polindes dan  pos  pelayanan  terpadu  Posyandu.  Bagi  penduduk  yang  memerlukan
perawatan  lebih  lanjut  perawatan  rumah  sakit  harus  keluar  ke  ibukota kabupaten.
Tabel 4.4. Data sarana Kesehatan
Kecamatan Sarana Kesehatan
Puskesmas PusTu
PusKel Polindes
Posyandu Tolinggula
1 5
1 3
30 Sumalata
1 5
1 6
29 Mootilango
1 5
1 5
23 Tolangohula
1 6
1 3
22 Anggrek
1 4
1 5
30 Jumlah
Sumber : BPS, Kabupaten Dalam Angka Tahun 2005
4.5.   Tinjauan Umum Kawasan CTN Nantu-Boliyohuto
Sejarah  kawasan  ini  untuk  ditetapkan  menjadi  kawasan  konservasi  dimulai dengan  kedatangan  Lyn  Clayton,  seorang  mahasiswa  S2  dari  Oxford  University,
pada  tahun  1988  yang  melakukan  studi  penelitian  pada  kawasan  Hutan Paguyaman.  Lynn  Clayton  menemukan  beberapa  jenis  satwa  endemik  seperti
Babirusa, Anoa, Tarsius, Monyet Hitam Sulawesi dan 80 jenis burung. Salah satu satwa  endemik  yang  menarik  perhatiannya  adalah  Babirusa  yang  telah
mengantarkannya mendapatkan gelar doktor dari Oxford University, UK Mustari et al.
2003. Tahun 1991 Lynn Clayton dan kawan-kawan kembali secara intensif melakukan survey tentang keanekaragaman hayati di Kawasan Hutan Nantu. Pada
tahun  1993  tim  gabungan  yang  terdiri  dari  unsur-unsur  Departemen  Kehutanan,