meningkat. Terdepresiasi atau melemahnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan harga barang di luar negeri menjadi lebih mahal
dibandingkan dengan harga barang produksi Indonesia. Sehingga masyarakat luar negeri lebih memilih membeli barang produksi Indonesia,
hal tersebut akan meningkatkan nilai ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai neraca perdagangan Indonesia.
Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa dengan adanya krisis ekonomi yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah
mempengaruhi nilai neraca perdagangan Indonesia. Ini dapat dilihat dari nilai dummy krisis, dimana terdapat perbedaan nilai neraca perdagangan
pada saat krisis dan pada saat sebelum maupun sesudah krisis. Pada saat terjadi krisis DUMMY=1 yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika nilai neraca perdagangannya lebih besar pada saat sebelum atau sesudah krisis DUMMY=0.
5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan Indonesia dalam Jangka Pendek
Dalam penelitian
ini uji
ekonometrika terhadap
error correction model untuk neraca perdagangan dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya
masalah-masalah yang muncul dari estimasi OLS. Masalah-masalah yang dimaksud antara lain autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.
1. Uji Autokorelasi
Untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi pada persamaan neraca perdagangan dinamis jangka pendek, digunakan Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa model neraca perdagangan dinamis dalam penelitian terbebas dari masalah autokorelasi.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas ObsR-squared yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
Tabel 5.4. Hasil Uji Autokorelasi Error Correction Model Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test :
F-statistic 0,377920
Probability 0,687592
ObsR- squared
0,985538 Probability
0,610932 Sumber : Lampiran 8
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoregressive Conditional Heteroskedasticit
y ARCH Test dan White Heteroskedasticity Test
no cross term. Hasil dari pengujian ini ditunjukkan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.
Tabel 5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas ARCH Test ARCH Test :
F-statistic 0,532465
Probability 0,913338
ObsR-squared 21,43231
Probability 0,873885
Sumber : Lampiran 7 Tabel 5.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test
White Heteroskedasticity Test: F-statistic
0,532465 Probability 0,953338
ObsR- squared
21,43231 Probability 0,873885
Sumber : Lampiran 7
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam model neraca perdagangan dinamis jangka pendek tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas baik dengan ARCH Test maupun dengan White Heteroskedasticity Test
no cross term. Hal ini diperlihatkan dengan nilai probabilitas ObsR-squared yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa error
term terdistribusi secara normal. Hal ini dapat diketahui dengan nilai
probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0,593449. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Gambar 5.1.
2 4
6 8
10 12
14
-0.4 -0.2
0.0 0.2
0.4 Series: Residuals
Sample 1991:2 2005:4 Observations 59
Mean -0.005671
Median -0.024957
Maximum 0.465020
Minimum -0.502146 Std. Dev.
0.181657 Skewness
-0.258111 Kurtosis
3.397535 Jarque-Bera
1.043608 Probability
0.593449
Gambar 5.1. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model
Dalam penelitian
ini, Error Correction Model
ECM digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel dalam model. ECM
digunakan karena metode ini mampu menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang. Estimasi ECM dilakukan dengan merestriksi variabel-
variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan di Indonesia.
Hasil estimasi jangka pendek untuk neraca perdagangan yang diperoleh dalam model ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5.7. Error Correction Model
Variabel Koefisien Prob.
DLYD 2,4142 0,0190
DLYD-2 3,4557 0,0021
DLYF-1 11,5270 0,0665
DLYF-3 10,0098 0,0744
DLMD -2,1394 0,0025
DLMD-1 -1,5329 0,0392
DLMD-2 -2,4354 0,0018
DLMD-3 -1,2105 0,0428
DLMF-1 -3,7303 0,0125
DLMF-4 4,5652 0,0014
DRD -0,0200 0,0182
DRF-2 -0,1273 0,0755
DLNER 1,2217 0,0004
DLNER-1 0,5476 0,0856
ECT-1 -0,8159 0,0000
Sumber : Lampiran 5, signifikan pada taraf nyata 10 Dari hasil estimasi jangka pendek, sebagian besar variabel-variabel
signifikan yang terdapat dalam model memiliki tanda seperti yang diharapkan atau konsisten terhadap hipotesis penelitian seperti GDP riil
Amerika, jumlah uang yang beredar di dalam dan luar negeri, tingkat suku bunga fed, dan nilai tukar riil. Pendapatan luar negeri baik pada lag 1
maupun lag 3 mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap neraca perdagangan pada periode saat ini. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Tanda negatif pada variabel jumlah uang beredar di Indonesia
menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan jumlah uang beredar di dalam negeri akan memperburuk nilai neraca perdagangan di Indonesia.
Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa jumlah uang beredar di Amerika memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan pada jangka pendek.
Pada lag 1, jumlah uang beredar di Amerika berdampak negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan saat ini, yaitu kenaikan 1 persen
pada lag 1 dari jumlah uang yang beredar di Amerika akan akan menurunkan neraca perdagangan sebesar 3,7303 persen.
Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa jumlah uang yang beredar di Amerika ternyata signifikan dan positif terhadap neraca
perdagangan di Indonesia pada lag 4. Dimana kenaikan 1 persen pada jumlah uang beredar di Amerika akan meningkatkan neraca perdagangan
sebesar 4,5617. Dengan demikian, dampak keseluruhan dari jumlah uang yang beredar di Amerika terhadap neraca perdagangan adalah positif.
Dengan adanya kenaikan jumlah uang yang beredar di Amerika sebesar 1 persen akan mendorong membaiknya neraca perdagangan sebesar 0,8349
persen pada jangka pendek. Sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang ada.
Tingkat suku bunga fed juga menunjukkan hasil yang signifikan dan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia pada jangka pendek.
Dimana dengan adanya kenaikan sebesar 1 persen pada tingkat suku bunga fed
akan menurunkan neraca perdagangan di Indonesia sebesar 0,1273 persen. Sedangkan variabel nilai tukar rupiah memiliki tanda positif dan
signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi maka nilai neraca perdagangan di Indonesia akan
membaik. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan melemahnya depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai
neraca perdagangan sebesar 1,7692 persen pada jangka pendek. Variabel-variabel yang tidak konsisten terhadap hipotesis penelitian
adalah pendapatan riil dan tingkat suku bunga SBI. Pendapatan riil Indonesia berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan di Indonesia
dalam jangka pendek. Hasil estimasi tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang ada. Tingkat inflasi yang tinggi serta tingkat pertumbuhan ekonomi
yang rendah menyebabkan daya beli masyarakat berkurang. Berkurangnya permintaan barang konsumsi berimplikasi pada menurunnya nilai impor
Indonesia yang pada akhirnya memperbaiki nilai neraca perdagangan Indonesia.
Tingkat suku bunga SBI, berdasarkan hasil estimasi memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia dalam jangka
pendek. Hasil estimasi terhadap variabel tingkat suku bunga SBI tidak sesuai dengan hipotesis yang ada. Peningkatan pada tingkat suku bunga SBI
akan menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal tersebut akan meningkatkan tingkat output sehingga memperluas pangsa pasar
barang domestik. Implikasi yang ditimbulkan yaitu meningkatnya nilai ekspor Indonesia.
Nilai koefisien error correction term u sebesar 0,8159 menunjukkan bahwa disekuilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang
sebesar 0,8159 persen. Error correction term menunjukkan seberapa cepat ekuilibrium tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN