JEPANG KOREA HASIL DAN PEMBAHASAN

persen baik dari sisi ekspor, impor maupun total perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya intensitas perdagangan antara China dengan ASEAN+3 belum mempengaruhi sinkronisasi business cycle China dengan ASEAN+3. Variabel perdagangan intra industri memiliki nilai yang signifikan pada taraf nyata 1 persen untuk model 1 dan model 3 serta memiliki nilai yang signifikan pada taraf nyata 5 persen untuk model 2 dengan masing-masing koefesien sebesar 0.4761, 0.4603 dan 0.3924. Hasil tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya perdagangan intra industri akan semakin meningkatkan sinkronisasi business cycle China dengan ASEAN+3. Variabel koordinasi kebijakan nilai tukar juga memiliki nilai yang signifikan pada taraf nyata 1 persen untuk model 1, model 2 dan model 3 menunjukkan meningkatnya koordinasi kebijakan nilai tukar China dengan ASEAN+3 akan meningkatkan sinkronisasi business cycle China dengan ASEAN+3. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa meningkatnya sinkronisasi business cycle China dengan ASEAN+3 lebih dipengaruhi oleh meningkatnya perdagangan intra industri serta semakin terkoordinasinya kebijakan nilai tukar antara China dengan ASEAN+3.

4.2 JEPANG

Hasil uji signifikansi dengan menggunakan uji hausman pada metode panel data didapatkan bahwa model 1, model 2 dan model 3 untuk Jepang menggunakan estimasi regresi dengan pendekatan fixed effect. Tabel 6 menunjukkan pengaruh integrasi perdagangan terhadap sinkronisasi business cycle Jepang dengan ASEAN+3. Tabel 6. Sinkronisasi Business Cycle Jepang dengan ASEAN+3 Wx Wm Wt IIT Dspill Mon ER Model 1 4.067 0.198 0.0001 0.3174 -0.0017 Model 2 1.291 0.1173 0.0001 0.3359 -0.0012 Model 3 2.6851 0.1333 0.0001 0.3267 -0.0014 Keterangan: Signifikan pada 1 persen Signifikan pada 5 persen Signifikan pada 10 persen Sumber: CEIC 2007, diolah. Dari tabel terlihat bahwa variabel intensitas perdagangan memiliki koefesien yang positif baik dari sisi ekspor, impor maupun total perdagangan namun semua model tersebut tidak memiliki nilai yang signifikan baik pada taraf nyata 1, 5 dan 10 persen untuk semua model. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh variabel perdagangan intra industri dimana nilai dari perdagangan intra industri tidak signifikan pada model 1, model 2 dan model 3. Dari ketiga model tersebut hanya variabel koordinasi kebijakan moneter yang memiliki nilai signifikan pada taraf nyata 1 persen dengan masing-masing koefisien sebesar 0.3714, 0.3359 dan 0.3267. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya volume perdagangan dan perdagangan intra industri antara Jepang dan ASEAN+3 belum meningkatkan sinkronisasi business cycle Jepang dan ASEAN+3 dimana meningkatnya sinkronisasi business cycle lebih dipengaruhi oleh semakin terkoordinasinya kebijakan moneter antara Jepang dengan ASEAN+3.

4.3 KOREA

Hasil uji signifikansi dengan menggunakan uji hausman pada metode panel data didapatkan bahwa model 1, model 2 dan model 3 untuk Korea menggunakan estimasi regresi dengan pendekatan fixed effect. Tabel 7 menunjukkan pengaruh integrasi perdagangan terhadap sinkronisasi business cycle Korea dengan ASEAN+3. Tabel 7. Sinkronisasi Business Cycle Korea dengan ASEAN+3 Wx Wm Wt IIT Dspill Mon ER Model 1 -7.9884 0.0508 0.0011 0.0869 0.001 Model 2 -7.278 0.0015 0.0012 0.0824 0.0016 Model 3 -9.105 0.0012 0.0012 0.0821 0.0014 Keterangan: Signifikan pada 1 persen Signifikan pada 5 persen Signifikan pada 10 persen Sumber: CEIC 2007, diolah. Dari tabel dapat diketahui variabel intensitas perdagangan memiliki pengaruh yang negatif terhadap sinkronisasi business cycle Korea dengan ASEAN+3 dimana variabel intensitas perdagangan signifikan pada taraf nyata 1 persen untuk model 1, model 2 dan model 3 namun memiliki nilai koefesien yang negatif baik dari sisi ekspor, impor maupun total perdagangan dengan masing-masing koefisien sebesar -7.9884, -7.278, -9.105, hal ini menunjukkan meningkatnya volume perdagangan akan mengurangi sinkronisasi business cycle Korea dengan ASEAN+3. Variabel perdagangan intra industri memiliki koefisen positif untuk semua model namun tidak memiliki nilai yang signifikan baik pada taraf nyata 1, 5 dan 10 persen. Hal tersebut menunjukkan meningkatnya perdagangan intra industri tidak mempengaruhi sinkronisasi business cycle Korea dengan ASEAN+3. Variabel demand spillover signifikan pada model 1, model 2 dan model 3 dan memiliki nilai koefisien positif untuk semua model. Variabel koordinasi kebijakan moneter memiliki pengaruh yang positif terhadap sinkronisasi business cycle Korea dengan ASEAN+3 dimana variabel koordinasi kebijakan moneter signifikan pada taraf nyata 1 persen untuk semua model dengan masing-masing memiliki koefisien sebesar 0.0869, 0.0824, 0.0821. Variabel koordinasi kebijakan nilai tukar juga berpengaruh positif terhadap sinkronisasi business cycle Korea dengan ASEAN+3 dimana variabel koordinasi kebijakan nilai tukar signifikan pada taraf nyata 5 dan 10 persen untuk model 2 dan model 3. Dari tabel 7 dapat disimpulkan bahwa terjadinya sinkronisasi business cycle lebih dipengaruhi oleh meningkatnya demand spillover serta semakin terkoordinasinya kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar Korea dengan ASEAN+3.

4.4 INDONESIA