meningkatnya demand spillover dan semakin terkoordinasinya kebijakan nilai tukar Filipina dengan ASEAN+3.
4.7 SINGAPURA
Hasil uji signifikansi dengan menggunakan uji hausman pada metode panel data didapatkan bahwa model 1, model 2 dan model 3 untuk Singapura
menggunakan pendekatan random effect. Tabel 11 menunjukkan pengaruh integrasi perdagangan terhadap sinkronisasi business cycle Singapura dengan
ASEAN+3. Tabel 11. Sinkronisasi Business Cycle Singapura dengan ASEAN+3
Wx Wm
Wt IIT
Dspill Mon
ER Model 1
-1.0386 0.259
-0.0001 0.2197
-0.0008 Model 2
-0.448 0.2446
-0.0001 0.2183
-0.0008 Model 3
-1.5116 0.2558 -0.0001
0.2654 -0.0009
Keterangan: Signifikan pada 1 persen
Signifikan pada 5 persen Signifikan pada 10 persen
Sumber: CEIC 2007, diolah.
Variabel intensitas perdagangan bernilai negatif untuk semua model namun tidak berpengaruh signifikan terhadap sinkronisasi business cycle
Singapura dengan ASEAN+3 baik pada taraf nyata 1, 5 dan 10 persen. Variabel perdagangan intra industri signifikan pada taraf nyata 10 persen untuk model 1
dan model 3 dengan masing-masing koefisien sebesar 0.259 dan 0.2558, menunjukkan meningkatnya perdagangan intra industri akan meningkatkan
sinkronisasi business cycle Singapura dengan ASEAN+3. Variabel demand spillover
bernilai negatif pada model 1 – 3 namun tidak ada satupun yang berpengaruh signifikan terhadap sinkronisasi business cycle Singapura dengan
ASEAN+3. Varibel koordinasi kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar juga tidak memiliki nilai yang signifikan untuk semua model baik pada taraf nyata 1, 5
maupun 10 persen, hal ini menunjukkan semakin terkoordinasinya kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap sinkronisasi
business cycle Singapura dengan ASEAN+3. Dari ketiga model tersebut dapat
disimpulkan meningkatnya sinkronisasi business cycle sangat dipengaruhi oleh meningkatnya perdagangan intra industri Singapura dengan ASEAN+3.
4.8 THAILAND
Hasil uji signifikansi dengan menggunakan uji hausman pada metode panel data didapatkan bahwa model 1, model 2 dan model 3 untuk Thailand
menggunakan pendekatan random effect. Tabel 12 menunjukkan pengaruh integrasi perdagangan terhadap sinkronisasi business cycle Thailand dengan
ASEAN+3.
Tabel 12. Sinkronisasi Business Cycle Thailand dengan ASEAN+3
Wx Wm
Wt IIT
Dspill Mon
ER Model 1
-17.3937 -0.4345 0.0011
0.3126 0.0117
Model 2 -1.3308
-0.1182 0.0003 0.2971 0.0013
Model 3 -12.8315
-0.06 0.0007 0.2894 0.0128
Keterangan: Signifikan pada 1 persen
Signifikan pada 5 persen Signifikan pada 10 persen
Sumber: CEIC 2007, diolah.
Pada tabel terlihat variabel intensitas perdagangan berpengaruh signifikan pada model 1 dan model 3 namun koefisien intensitas perdagangan tersebut
bernilai negatif dengan masing-masing sebesar -17.3937 dan -12.8315, hal ini
menunjukkan meningkatnya intensitas perdagangan hanya akan mengurangi
sinkronisasi business cycle Thailand dengan ASEAN+3. Variabel perdagangan
intra industri juga berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen untuk model 1 namun koefisien intensitas perdagangan tersebut bernilai negatif, hal ini
menunjukkan meningkatnya perdagangan intra industri juga akan mengurangi sinkronisasi business cycle Thailand dengan ASEAN+3. Variabel demand
spillover tidak berpengaruh signifikan terhadap sinkronisasi business cycle
Thailand dengan ASEAN+3. Variabel koordinasi kebijakan moneter berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen untuk model 1 dan signifikan pada taraf
nyata 10 persen untuk model 2 dan model 3 dengan koefisien masing-masing sebesar 0.3126, 0.2971 dan 0.2894, hal ini menunjukkan semakin
terkoordinasinya kebijakan moneter akan meningkatkan sinkronisasi business cycle
Thailand dengan ASEAN+3. Dari tabel 12 dapat disimpulkan bahwa meningkatnya intensitas perdagangan dan perdagangan intra industri hanya akan
mengurangi sinkronisasi business cycle Thailand dengan ASEAN+3.
4.9. Sinkronisasi Business Cycle ASEAN+3