Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.2. Landasan Teori

Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu tahun tertentu, apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan ekonomi menggambarkan tentang kenaikan riil dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam suatu tahun tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku belum tentu menghasilkan pembangunan ekonomi dan peningkatan dalam kesejahteraan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pula pertambahan penduduk. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan tidak melebihi tingkat pertambahan penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat pendapatan perkapita akan mengalami penurunan. Apabila dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertambahan penduduk, maka perekonomian negara tersebut tidak mengalami perkembangan dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami kemajuan Sukirno, 2006 Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi. Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambanhan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan Tarigan, 2004 a . Pertumbuhan ekonomi daerah berbeda-beda intensitasnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar Universitas Sumatera Utara daerah. Myrdal dan Friedman dalam Sirojuzilam, 2008 menyebutkan bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi. Hirschman dalam Sirojuzilam, 2008 mengemukakan konsep pengembangan wilayah yaitu dalam suatu wilayah atau daerah yang cukup luas hanya terdapat beberapa titik pertumbuhan growth center, dimana industri berada pada suatu kelompok daerah tertentu sehingga menyebabkan timbulnya daerah pusat dan daerah belakang hinterland. Untuk mengurangi ketimpangan ini perlu memperbanyak titik-titik pertumbuhan baru. Growth Poles Theory adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentarlisasi sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu Sirojuzilam, 2008. Konsep Growth Poles Theory ini berasal dari salah satu ahli perencanaan yang bernama Perroux. Menurutnya, suatu pusat pengembangan didefenisikan sebagai suatu konsentrasi industri pada suatu tempat tertetu yang kesemuanya saling berkaitan melalui hubungan antara input dan output dengan industri utama propulsive industey. Konsentrasi dan saling berkaitan merupakan dua faktor penting pada setiap pusat pengembangan karena melalui faktor ini akan dapat diciptakan berbagai bentuk Universitas Sumatera Utara aglomeration economics yang dapat menunjang pertumbuhan industri-industri yang bersangkutan melalui penurunan ongkos produksi Sirojuzilam, 2008. Pusat pertumbuhan dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, Pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar daerah belakangnya. Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang memiliki banyak fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik pole of attraction, yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut Tarigan, 2004 b . Kuznest seperti dikutip oleh Azulaidin 2003, mengemukakan hipotesis Neo-Klasik tentang ketimpangan wilayah regionnal disparity mengikuti suatu pola yang berbentuk huruf U terbalik, dimana pada permulaan proses pembangunan ketimpangan wilayah akan cenderung meningkat divergence. Akan tetapi apabila pembangunan berlanjut terus dan mobilitas modal serta tenaga kerja telah lancar, barulah ketimpangan wilayah mulai berkurang convergence. Kuznest menemukan bukti yang mengagumkan bahwa hubungan itu berbentuk U terbalik, yaitu proses pertumbuhan melalui perluasan sektor modern yang pada awalnya mengakibatkan peningkatan perbedaan pendapatan di antara rumah tangga, kemudian mencapai tingkat pendapatan rata-rata tertentu dan akhirnya mulai Universitas Sumatera Utara menurun. Kuznest menyebutkan bahwa di antara faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi pola ini, terdapat dua faktor penting, yaitu terpusatnya modal pada kelompok pendapatan tinggi dan pergeseran penduduk dari sektor pertanian tradisional menuju sektor industri modern Abipraja, 2002. Menurut Dornbusch, Fisher dan Startz dalam kutipan Sitohang 2006, pengurangan ketimpangan konvergensi terjadi jika negara atau daerah yang dengan tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat tabungan dan akses ke fungsi produksi yang sama, akan mencapai tingkatan pendapatan yang sama. Artinya jika terjadi perbedaan atau ketimpangan pada tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat tabungan, dan akses produksi yang sama, maka akan menyebabkan ketimpangan pendapatan antar daerah yang dimaksud. Menurut Hirschman , seperti dikutip oleh Azulaidin 2003 bila terjadi pembangunan di suatu wilayah akan terdapat daya tarik kuat yang menciptakan konsentrasi pembangunan dan tergantung pada potensi wilayah yang dimiliki masing-masing wilayah. Sedangkan Esmara seperti dikutip oleh Azulaidin 2003 menyatakan konsep pusat pertumbuhan sebagai alat perumusan kebijaksanaan yang seringkali menjadi pertentangan antara kepentingan wilayah dan nasional terutama dalam penentuan lokasi dan dapat menimbulkan pertumbuhan yang tidak seimbang. Ketertarikan tentang disparitas antar negara dimulai dari penelitian yang dilakukan oleh Kuznest yang mengembangkan hipotesis bahwa pada awalnya disparitas akan meningkat dan selanjutnya akan menurun sejalan dengan proses pembangunan. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa pertumbuhan pada awal pembangunan, Universitas Sumatera Utara akan terkonsentrasikan di wilayah-wilayah yang sudah modern. Atau dengan kata lain pertumbuhan di wilayah yang sudah modern akan lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lain. Pada negera-negara berkembang dimana sektor pertanian masih mendominasi, tingkat disparitas sangat kecil. Ketika kemudian pada awal pembangunan terjadi industrialisasi, menyebabkan tingkat disparitas akan meningkat Abipraja, 2002.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu